SEJARAH PERJUMPAAN
KRISTEN DAN ISLAM
1.
PENDAHULUAN
Kata “Perjumpaan” dalam budaya Inggris adalah “Encaunter”.
Baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris, kedua istilah ini menyiratkan kesepadanan
dari kedua belah pihak yang bertemu atau berjumpa. Sementara perjumpaan pada saat itu, yaitu
perjumpaan Kristen – Islam sebelum kedatangan Portugis ke Bumi Nusantara ini, umat Kristen diposisikan dan memposisikan
diri sebagai kaum yang imperior. Itulah
sebabnya tidak pernah terjadi perjumpaan yang sepadan.
Perjumpaan Kristen dengan Islam telah
terjadi pada waktu yang sangat awal, yaitu dimulai ketika Islam lahir dan
berkembang untuk pertama kalinya di Negeri asalnya, yaitu Jazirah Arab dan
Timur Tengah melalui pendirinya, yaitu Muhammad. Semenjak Islam menjadi relative kuat,
perjumpaan Kristen – Islam, didominasi dengan Perjumpaan Politik dan Perjumpaan Militeris, sebab
semenjak Islam menjadi kuat, Muhammad sering memprakarsai berbagai ekpansi ke
daerah-daerah Kristen dan Negara-negara Kristen, sehingga perjumpaan
Politik-Militeris antara daerah-daerah Kristen, Negara-negara Kristen, atau
umat Kristen dengan Islam tidak terelakan lagi.
2.
LATAR
BELAKANG ARAB
a. Jazirah Arab
Kata “arab” berarti “padang pasir”
atau “gurun”. Dalam pengertian ini, Arabia
meliputi kawasan Gurun Suriah, Jazirah Arabia, dan beberapa daerah Palestina
serta Mesir. Xenophon, seorang ilmuwan
Yunani kuno, memberi batasan Arabia sebagai daerah padang pasir yang berada di
Jazirah Arabia, sehingga penduduk desa yaitu kaum Badui yang menghuninya sejak dulu
disebut dengan A’rab.[1] Secara teknis, yang
dimaksud dengan Arab dalam tulisan disini adalah daerah dan penduduk yang
bermukim di Jazirah Arabia.
Jazirah Arabia sebelah Utara dibatasi
oleh Palestina dan Gurun Suriah (Badiah Asy-Syam), di sebelah
Selatan oleh Samudra Hindia dan Teluk Aden,
di sebelah Barat oleh Laut Merah, dan di
sebelah Timur olehTeluk Persia, Sungai Eufrat,
Sungai Tigris, dan
Laut Arab. Jazirah Arabia dikelilingi
oleh lautan sebelah Selatan, Barat dan Timur, sedangkan di sebelah Utara oleh padang pasir
yang amat luas. Oleh karena banyaknya air yang mengelilinginya, maka
kawasan ini diberi nama Jazirah Arabia sering juga disebut Syibh al-Jazirah al-Arabiyyah,
artinya “anak Benua Arabia”, meskipun pada hakikatnya bukan merupakan
jazirah atau benua tersendiri.[2]
b.
Bangsa Arab
Istilah Arab dalam bahasa Semit artinya Barat.[3] Tetapi sebenarnya penduduk yang mendiami
jazirah ini berasal dari sebelah Timur yaitu berasal dari suku Semit yang
datang secara bergelombang, dari lembah-lembah Eufrat yaitu lembah di pegunungan Utara Persia dan
Babilonia atau Irak dan Iran pada saat
ini.
Bangsa ini termasuk bangsa ras kulit
putih yang datang dari Pegunungan Mesopotamia di Selatan Kaukasus, berbatasan
dengan Rusia atau Irak dan Iran Utara.
Gbr. 3: Jazirah Arabia zaman Khalifah
ar-Rasydun
Suku bangsa Arab yang tertua tidak diketahui
secara pasti keberadaannya, diperkirakan mereka sudah musnah. Tetapi pada saat ini hanya dapat diketahui
beberapa suku bangsa Arab saja, diantaranya:
Pertama, suku Ad, pada saat ini mereka mendiami bagian Timur Yaman. Kedua, suku Tsamud yang mendiami wilayah
antara kota Mekah dan Siria. Ketiga,
suku Hadralmaut, mendiami sebelah Timur Yaman, di pantai Lautan Hindia. Keempat, suku Thasm dan Jadis yang mendiami
Yammah. Kelima, suku Jurhum. Keenam, suku Al-Amaliqah, suku ini merupakan
suku Arab yang terbesar, mereka tersebar di hampir seluruh Jazirah Arab, diantaranya
mendiami Hizas, Yaman, Syria, Sinai, Mesir dan Mesopotamia.[4]
Suku Qabtaniyah atau Qathan sering
disebut sebagai Al-Arabul muta’aribah
atau Arab sejati. Ibrahim Lubis dan kawan-kawan
memperkirakan bahwa suku bangsa ini sudah mendiami Yaman sekitar 3000 tahun
sebelum Islam, dan dari Yaman inilah mereka tersebar ke seluruh Jazirah Arab
termasuk Syria. Beberapa kerajaan dari
suku bangsa ini adalah Saba di Yaman,
Kerajaan Himsyar yang merupakan pecahan dari kerajaan Saba, tetapi kemudian
dihancurkan oleh bangsa Abessinia, dan yang lainnya adalah kerajaan Ma’insyin.[5]
Dan suku bangsa yang dianggap Arab
baru adalah suku Adnan, dan sub dari suku ini adalah suku Quraisy, sebagian umat
Islam pada saat ini menamakannya Ismailyah dan mereka juga sering disebut
sebagai Al-Arabul musta’rabah atau
suku Arab Baru.[6]
c.
Politik
Sebelum Islam, Jazirah Arabia dan
sekitarnya didominasi oleh dua kerajaan besar,
yaitu (Romawi Timur) di sebelah Barat dan Sasaniah
(Persia) di sebelah Timur. Pada tahun
600 Bizantium dipimpin oleh seorang kaisar yang bernama Maurice, yang
menyandang gelar Agustinus, dan dia mengklaim dirinya sebagai penerus
Agustinus I yang telah memimpin Kekaisaran Romawi lebih dari 600 tahun
sebelumnya.[7] Pusat kekaisaran Bizantium adalah
Constantinopel dan kekristenan telah
menjadi agama negaranya. Bahasa resminya
adalah bahasa Latin, tetapi
secara perlahan-lahan digantikan oleh bahasa Romawi. Adapun Kerajaan Sasaniah berada di bawah
kekuasaan Khusraw II, dan berpusat di Isfahan (Iran). Agama resmi
Sasaniah adalah Zoroaster. Jika kaisar
Bizantium berkuasa sebagai aristokrat masyarakatnya, maka
para Raja Sasaniah mengaku diri sebagai pemilik otoritas ilahi. Mereka adalah bayang-bayang Tuhan di muka
bumi.[8]
Dua kerajaan besar itu selalu berada
dalam konflik. Menjelang kelahiran Islam,
Kerajaan Persia melancarkan
sejumlah serangan terhadap wilayah Kerajaan Romawi, termasuk pengepungan kota Antiokia pada tahun
540, dan Apamea tahun 573. Pada tahun 582, ibukota Provinsi Bosyra dikepung oleh pasukan
kerajaan Ghassaniah (Ghassan). Melemahnya
kekuasaan kerajaan Bizantium di Timur diperburuk oleh bencana alam setelah
kematian Kaisar Maurice yang terbunuh pada tahun 602, dan
kemudian digantikan oleh Kaisar Phocas. Karena kelemahan Phocas, Khusraw II melancarkan serangan terhadap
Bizantium. Serangan itu mengakibatkan
orang Persia masuk lebih jauh ke dalam wilayah Bizantium. Bukan hanya Antiokia (613) dan Yerusalem (614)
yang ditaklukkan, tetapi juga wilayah lain seperti Suriah, Palestina, dan Mesir. Sementara itu, Phocas pada tahun 610
diturunkan oleh seorang tentara dari salah satu wilayah Bizantium di Afrika
Utara, dan diangkatlah Heraclius, seorang pengusaha yang lebih mampu dibandingkan
Phocas.[9]
Pada tahun 622, tahun yang sama
ketika Nabi Muhammad SAW hijrah ke
Madinah, Heraclius bergerak dari Constantinopel dan
memimpin ekspedisi melalui Laut Hitam untuk menyerang Sasaniah. Dalam sejumlah pertempuran ia menghancurkan
pasukan Persia dan bergerak menuju wilayah pusat Sasaniah di Iran. Khusraw sendiri akhirnya dijatuhkan dan pada
tahun 628, Heraclius masuk ibukota Sasaniah di Isfahan. Suriah dan Mesir akhirnya direbut kembali oleh
Bizantium dan daerah yang telah diambil oleh Khusraw dikembalikan diantaranya
Yerusalem. Ketegangan seperti itu terus
berlangsung bahkan sampai zaman perluasan Islam, dan dalam ketegangan itu
mereka silih berganti memperoleh kemenangan.[10]
Sementara itu, Hedjaz tetap bebas
dari kekuasaan Persia maupun Bizantium. Dengan
demikian, Mekah, tempat lahirnya Islam, sebagai entitas kota tidak pernah dijajah oleh kekuasaan asing. Hedjaz bukan saja secara geografis, sulit
dijangkau oleh dua super power ketika itu (Persia dan Romawi), tetapi yang
terpenting adalah justru sikap para pemimpin (Amir) yang menjalankan “Politik
Nonblok.” Dalam berhubungan dengan
kerajaan asing, perhatian para Amir kota itu hanyalah terpusat pada peningkatan
ekonomi yang bersendikan perdagangan.
Tidak seperti Negeri Hirah yang dalam
berpolitik berkiblat ke Persia, atau Kerajaan Ghassaniah yang condong ke Romawi,
Mekah sama sekali tidak terlibat dalam persaingan politik antara kedua negara
raksasa tersebut, meskipun keduanya terus-menerus bersaing untuk menguasai
Jazirah Arabia. Namun demikian, bukan berarti Mekah tidak menjalin hubungan
dengan para penguasa negeri tetangga atau asing. Hanya saja pertalian tersebut sebatas
persahabatan dagang. Dengan melaksanakan
politik seperti ini, suku-suku bangsa Arab dan bangsa-bangsa asing justru
menaruh hormat kepada para Amir Mekah. Hubungan seperti itu dicatat dalam
sejarah, misalnya adanya perjanjian dagang yang dibuat para Amir Mekah dengan
penguasa Yammar, Yamamah, Taminghassaniah, Hirah, Syam atau Suriah dan Etiopia.
[11]
d.
Ekonomi
Ekonomi yang dimaksudkan dalam bagian
ini adalah ekonomi praktis dalam
kehidupan keseharian orang-orang Arab sebelum Islam lahir.
Jazirah Arab sebagian adalah padang
pasir yang kering dan tandus. Mata pencaharian
utama orang-orang Arab pra Islam adalah pertanian. Mereka biasa menanam pada
musim hujan terutama untuk wilayah-wilayah yang memiliki curah hujan yang
cukup. Tetapi selain itu orang-orang
Arab juga biasa bertani atau bercocok tanam di sekitar wadi, yaitu sungai-sungai yang airnya mengalir hanya pada musim
hujan saja dan juga di sekitar Oase, yaitu
lembah atau dataran rendah yang tanahnya senantiasa lembab, sebab terdapat mata
air di sekitar ini.[12]
Pada saat itu Yaman adalah salah satu
Wilayah Arab yang paling subur dibandingkan daerah manapun di Jazirah Arab, itulah
sebabnya penduduk Yaman diperkirakan saat itu telah mengenal sistim pertanian
yang lebih maju dibandingkan dearah-dearah lain, sebab memang daerah mereka
adalah daerah pertanian,[13]
yang memiliki curah hujan yang cukup dan memiliki sejumlah bendungan untuk mengairi
daerah pertanian Arab bagian Selatan. Itulah
sebabnya Yaman oleh sejumlah orang Islam disebut sebagai Wilayah Hujan
(Al-Khadra ). Tetapi ternyata di Jazirah
Arab tidak banyak wilayah atau daerah yang memiliki tingkat kesuburan seperti
Yaman, yang memungkinkan sebagian besar penduduknya hidup lebih sejahtera, sebagian
besar Wilayah Jazirah Arab malah padang
pasir yang kering dan tandus, maka sebagian penduduknya hidup berpindah-pindah
dari satu tempat ke tempat lain yang dianggap lebih subur dan lebih
memungkinkan bagi mereka untuk menyambung hidup. Itulah sebabnya mereka sering disebut suku
bangsa Nomaden karena mereka sering berpindah-pindah
atau sering disebut juga Badawi yang
artinya penduduk gurun.
Selain pertanian, sebagian besar Arab
juga berpenghasilan sebagai pedagang, karena Jazirah Arab ini merupakan jalur
perdagangan atau jalur lalu lintas antara dua Negara Adidaya pada saat itu, yaitu Byzantium (Ramadi Timur)
dengan Persia (Sasanah) terutama ketika kedua Negara ini dalam keadaan damai. Tetapi selain itu banyak Sarjana Islam mengatakan
bahwa masyarakat pra Islam sedang memulai hubungan dagang dengan China, India, bahkan
dengan Byzantin dan Persia.[14]
Dan dunia
Islam mengenal Siti Khodijah, yang kemudian akan menjadi istri Muhammad yang
pertama, ia dikenal sebagai seorang saudagar kaya raya, dan umat Islam pun
mempercayai bahwa ketika muda Muhammad pernah belajar pada Siti Khodijah dalam
dunia perdagangan, kemungkinan sebagai kurir.[15]
Selain itu, umat Islam pun mengenal seorang saudagar yang bernama Ummu Abu Jahal seorang pedagang parfum yang
didatangkan dari Xamaa.² Selain itu
dunia Islam pun mengenal nama-nama yang sangat popular dalam dunia perdagangan
pada awal berdirinya Islam. Diantaranya
adalah Abdul Manaf, Abdul Syam, Abdul
Mutlalib, Naufal yang merupakan saudagar-saudagar sukses pada zamannya.
Selain pertanian, perdagangan, orang-orang
Arab pada saat itu juga telah mengenal Industri rumah seperti produk minyak
wangi, kain wol, perhiasan, sutra, tepung gandum, minyak
zaitun, dan sebagainya. Namun selain itu
mereka juga sudah mengenal dunia perdagangan antar negara.[16]
Selain melalui pertanian, perdagangan,
industri, tambang, dan juga peternakan, sebagian masyarakat Arab hidup dalam kecukupan,
bahkan beberapa bisa dikatakan kaya-raya,
tetapi sebagian Masyarakat Arab
lainnya hidup dalam kemiskinan, tinggal dalam gubuk, dan sangat berkekurangan. Itulah sebabnya seringkali mereka harus
merampas atau menjarah orang-orang yang lebih kaya, terutama para pendatang
atau orang asing atau suku lain. Sehingga timbulah permusuhan di antara suku bangsa yang satu dengan suku bangsa
yang lain.
Melihat dan mencermati praktek
kehidupan ekonomi pada masa Islam lahir, di kemudian hari tokoh-tokoh Islam
membuat rumusan tentang prinsip-prinsip Ekonomi Islam seperti Mahmud Taligani,
Kursyid Ahmad, M. Umar Chapra, dan Abdul Hasan Bani Sadr.[17]
e.
Sosial
Sebelum Islam lahir penduduk Jazirah
Arab dikenal dengan sebutan masyarakat Jahiliah. Kata ini berasal dari kata “ Jahi” yang artinya bodoh dari segi “ilm” atau ilmu. Ini berarti orang-orang Arab pada saat itu
tidak pandai atau kurang berilmu pengetahuan.
Tetapi sebagian Sarjana Islam yang lain mengatakan bahwa kata “Jahi” juga lawan dari kata “Hilm” yang artinya lemah lembut, “Sabr” yang artinya sabar dan juga lawan dari
kata “Adab” yang artinya beradab atau
berbudaya. Ini berarti perilaku
orang-orang Arab pra Islam adalah kasar, biadab, tidak bermoral dan tidak
beradab atau berbudaya.[18]
Jadi jika kata Jahiliah diartikan
kebodohan, ini juga tidak mewakili semua orang Arab pada
saat itu. Demikian juga jika kata
Jahiliah ini diartikan biadab dan tidak beradab ini pun mestinya tidak mewakili
semua golongan dan manusia Arab pra Islam.
Tetapi mungkin benar jika kata Jahiliyah ini diartaikan bodoh, biadab, dan
tidak beradab mewakili sebagian orang-orang Arab pra Islam dari kelas bawah
yang memang jumlahnya adalah mayoritas.
Mereka dinyatakan bodoh mungkin karena mereka dari kalangan bawah, belum
mengenal pendidikan, dan mungkin juga mereka dinyatakan bodoh karena mereka masih menyembah
berhala. Dan mungkin juga mereka
dikatakan biadab dan belum beradab karena pada saat itu orang-orang Arab pra
Islam masih terpisah-pisah dalam suku dan komunitas masing-masing dan dikatakan
bahwa pada saat itu banyak terjadi perang antar suku, mereka biasa menjarah dan
merampasi orang-orang yang lebih lemah dan para pendatang atau para pedagang.[19]
f.
Agama
Sebelum Islam lahir, penduduk Jazirah
Arab telah mengenal berbagai agama, selain agama asli yang sering disebut juga
sebagai “agama” Pagan atau
penyembahan berhala. Penduduk Arab juga
telah mengenal kekristenan dan Yudaisme.
Tetapi kedua agama yang oleh orang Islam disebut sebagai Agama Taulid, yaitu
agama yang menyembah Tuhan yang Esa, tidak berakar kuat, terutama di Bihitar, Mekah,
tempat dimana Islam lahir.[20] Bukti bahwa kekristenan dan Yudaisme tidak
berakar kuat di Mekah adalah masih adanya praktek penyembahan berhala di Kabah,
yaitu batu hitam yang diperkirakan sisa meteor yang jatuh dalam Qur’an 25 ayat
43 di sebutkan adanya berhala seperti
Latta dan Uzza dan mereka juga
mengenal dewa Habal atau Baal.
Selain menyembah berhala sebagian besar masyarakat Arab pra Islam juga
adalah Toteisme, yaitu mengkhususkan hewan atau tumbuhan yang dianggap suci, seperti
Asad (singa), Fahd
(singa), Namir (Harimau), Dtabbal (Biawak), Kalb (Anjing), Bird (Kera),
Salabae (Kancil), Zib (Srigala) dan Handalah
(Timun Pahit). Praktek Toteisme ini
diperkuat dengan adanya corak bahwa Bani Al-Haris menguburkan rusa yang mati
dan penduduk ikut berdukacita selama enam hari.[21]
Kepercayaan lain orang-orang Arab pra
Islam adalah Anisme yaitu percaya adanya roh yang baik dan yang jahat yang
memiliki pengaruh dalam hidup manusia, mereka juga menyembah pohon dan batu
besar, bintang dan matahari juga tidak lepas dari penyembahan mereka.[22]
Menurut sejarawan Islam Burhanudin
Dallu dalam bukunya “Jazirah Al-Arab Qobl al-Islam yang artinya “Jazirah Arab sebelum Islam,” ia
menyebutkan bahwa dalam masyarakat lama
terdapat penyembahan berhala, terutama bintang, sebab masyarakat yang bertani
dan pertanian pada saat itu dianggap memiliki keterkaitan dengan peredaran
bintang.[23] Dan menurut Syafiq A. Mughni masyarakat Yaman kuno juga menyembah
bulan, dan bulan dianggapnya Tuhan yang paling besar, dan juga mereka membuat
berhala berbentuk bulan sabit dan mereka menyembahnya. Tetapi suku-suku lain di Jazirah Arab
menyembah matahari seperti Bani Tamin, Soba, Udai dan kerajaan Saba. Dalam mitos Arab Selatan al-Zahra dianggap
sebagai dewa matahari dan bulan.[24]
Ilmuwan Timur Tengah yang terkenal
yaitu H. Gibb menyatakan alasan mengapa Muhammad tidak pernah menjelaskan dalam
Al-Quran mengenai Allah, menurut Gibb disebabkan para pendengarnya telah
mendengar tentang Allah jauh-jauh hari sebelum Muhammad dilahirkan.[25] Jadi nama Allah sudah dikenal dan cukup
popular dalam masyarakat Arab sebelum Muhammad memperkenalkan agama Islam
kepada orang-orang Arab, hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Arthur
Jeffrey, seorang professor dalam bidang kajian Islam dan Timur Tengah pada
Universitas Colombia, menyatakan: Nama Allah sebagaimana yang dikenal dalam Al-Quran
memang sudah dikenal dengan baik di Arab sebelum Islam. Sesungguhnya baik nama Allah maupun Allat, bentuk feminism dari Allah,
sering ditemukan di antara nama-nama ilah yang tertulis dalam prasasti-prasasti
yang ditemukan di Afrika Utara.[26]
Dan memungkinkan faktor-faktor di
atas inilah yang menyebabkan Islam membiarkan penduduk Jahiliah kepada
masyarakat Arab sebelum Islam lahir.
g.
Mekah, Ka’bah dan Quraisy
Di depan Laut Merah antara Yaman dan
Palestina membentang sejumlah bukit yang membentuk bukit barisan, sepanjang kira-kira 80 km dari
pantai, bukit-bukit mengelilingi lembah yang tidak begitu luas, dan bukit-bukit
itu hampir menutupnya secara total, sehingga sepintas lalu orang-orang berfikir
bahwa lembah-lembah itu termasuk dari wilayah Jazirah Arab lainnya. Untuk dapat masuk kedalam lembah itu terdapat
tiga buah jalan: Pertama jalan menuju Yaman,
yang Kedua jalan menuju Arab dari
Laut Merah, terutama pelabuhan Jazirah, dan yang Ketiga jalan menuju Palestina.[27]
Di dalam lembah yang terletak
diantara bukit-bukit itu terdapat sebuah wilayah yang dikenal dengan nama
Mekah. Di wilayah Mekah terdapat sumber
mata air, dan itulah sebabnya banyak Kafilah dari Yaman ke Palestina atau
sebaliknya yang melewati lembah tersebut akan singgah dan membentangkan kemah
mereka dan beristirahat di Mekah.
DR. Muhammad Husaen
Haikal, Ph.D mengatakan: Mata air yang
memancar dari sumur zamzam itu menarik hati beberapa kafilah
untuk tinggal di dekat tempat itu.
Gbr. 4: Ka’bah Saat ini, tempat umat
Islam menunaikan Ibadah Haji
Dan ketika menelusuri beberapa sumber
bahwa ternyata Kabilah Jurhun adalah yang pertama kali tinggal ditempat
itu. Sebelum datangnya Hagar dan anak
laki-lakinya yang bernama Ismael.
Ismael setelah dewasa menikah dengan
gadis dari kabilah Jurhun di tempat itu kemudian berdiri Mekah. Dari putri
Mudzadz bin Amir salah seorang kabilah Jurhun lahirlah dua belas orang
anak bagi Ismael, mereka inilah yang akan menjadi cikal bakal Arab al-Mustariba, sementara Hagar adalah seorang Mesir dan
Ibrahim seorang Mesopotamia, Irak dan Palestina.[28]
Tentang asal mula Ka’bah para sarjana
dan sarjana Islam masih berbeda pendapat.
Para sarjana Islam yakin bahwa Ka’bah dibangun oleh Ibrahim dan anaknya,
yaitu Ismael. Tetapi Sir William menulis
dalam bukunya “The Life of Muhammad,”
ia menyatakan bahwa kemungkinan besar
Ka’bah itu tidak dibangun oleh Ibrahim atau Abraham dan Ismael, sebab
tata cara ibadah di batu hitam itu jauh berbeda dengan tata cara Isriliat (Yudiaica) yang terdapat di Israel sejak ribuan tahun (sekitar 2400
tahun) sebelum Islam lahir, dan tata cara ibadah di Ka’bah lebih menunjuk tata
cara ibadah Paganisme.[29]
Hal ini didukung oleh Herodotus, Bapa Sejarah
dan Diodorus Siculus yang menyebutkan bahwa tata ibadah di Ka’bah itu
mencirikan tata ibadah paganisme yang sudah begitu tua di Jazirah Arab.
Gbr. 5: Penyembahan Berhala
Suku Quraisy adalah suku yang
mendukung Qushayy untuk merebut Mekah dari Abu Gibran, pemimpin Mekah seluluhnya dan karena itu ia
mengijinkan suku Quraisy tinggal dan membangun pemukiman disekitar Ka’bah. Itulah sebabnya ketika Islam lahir suku Qtar dari
bani Qurisy adalah suku bangsa yang sudah menetap di Mekah dan di sekitar
Ka’bah, bahkan Muhammad sendiri berasal dari suku bangsa ini.
|
3.
MUHAMMAD
DAN LAHIRNYA AGAMA ISLAM
Silsilah Muhammad yang dipegang dan
diyakini kebenarannya oleh umat Islam pada saat ini adalah karya Ibnu Hisyam,
istilah yang dimuat dalam kitab al-Sirah an Nabawiyyah karya Ibnu Hisyam yaitu sebagai berikut.[30]
Silsilah Muhammad SAW : Pertama, Dari
Pihak Ayah Ibrahim; Ismail; Nabit; Yasyjub; Ya’rub; Tairah; Nahur; Muqawwim;
Udad; Adnan; Ma’ad; Nizar; Mudar; IIyas; Mudrikah; Khuzaimah; Kinanah; an-Nadr;
Malik; Fihr; Galib; Luhay; Ka’b; Murrah; Kilab; Qusay; Abdul Manaf; Hasyim;
Abdul Muttalib; Abdullah; Muhammad.
Kedua, Dari Pihak Ibu Ibrahim; Ismail; Nabit; Yasyjub;
Ya’rub; Tairah; Nahur; Muqawwim; Udad; Adnan; Ma’ad; Nizar; Mudar; IIyas;
Mudrikah; Khuzaimah; Kinanah; an-Nadr; Malik; Fihr; Galib; Luhay; Ka’b; Murrah;
Kilab; Zuhrah; Abdul Manaf; Wahab; Aminah; Muhammad.
Silsilah Muhammad di urutkan dan
ditulis sampai pada Ibrahim atau Abraham, baik dari pihak Abdullah, bapak
kandung Muhammad maupun dari Aminah, ibu kandung Muhammad. Dari Ibrahim sampai
dengan Abdullah ada dua puluh Sembilan (29) generasi, jadi Muhammad generasi
yang ketiga puluh (30) dan dari Ibrahim sampai Aminah ada dua puluh delapan
(28) generasi, dari Aminah Muhammad
generasi dua puluh sembilan (29).
Ibrahim atau Abraham diperkirakan
hidup sekitar 1980 tahun sebelum masehi,
sedangkan Muhammad lahir pada
tahun 570 masehi, jadi dari Ibrahim sampai Muhammad ada jeda waktu sekitar
2470-2500 tahun. Ini berarti ada sejumlah
generasi yang tidak terdaftar atau tidak ditulis dalam silsilah tersebut, sebab
Kitab Kejadian salah satu kitab dari kelima Kitab Musa menyatakan bahwa Israel
berumur 40 tahun ketika mengambil Ribka sebagai istrinya (Kej. 25:20). Ishak adalah saudara kandung (saudara seayah)
dari Ismael, mereka hidup dalam generasi yang sama, maka
bisa diperkirakan bahwa Ismael pun telah menikah pada usia yang tidak jauh
berbeda dengan Ishak, katakan saja sekitar usia 30 atau 40 tahun. Dan sejarah mencatat bahwa ketika Abdullah
menikah dengan Aminah berusia sekitar 24 tahun.[31] Dan
Muhammad pun ketika menikah dengan Siti Khadijah berusia 25 tahun.[32]
Jadi
tradisi dari Ismael sampai Muhammad rata-rata seorang lelaki menikah pada usia
24 sampai 40 tahun, dan mungkin Ishak termasuk seorang laki-laki yang dianggap jomlo juga pada saat itu, karena ia
menikah pada usia 40 tahun. Jika anggapan ini benar, berarti seorang laki-laki
pada masa antara Ismael dan Muhmmad menikah rata-rata pada usia 24 – 30
tahun. Ini berarti
semestinya akan ada sekurang-kurangnya 80-100 generasi dalam rentang waktu 2500
tahun itu.
Muhammad kurang bersahabat dengan
orang-orang Israel dan orang-orang Kristen bahkan menjelang kematiannya ia
mulai mengutuki orang Yahudi dan Kristen dan menganggapnya sebagai musuh.[33]
Hal ini Nampak dalam beberapa ayat
seperti Qu’ran 2:135. Ia menolak agama
Kristen, dan agama orang Yahudi sebagai jalan yang benar. Ia menolak penyaliban Yesus (Qu’ran 4:156.) Ia memerintahkan umat Islam untuk tidak
bersahabat dengan orang-orang Kristen (Qu’ran 5:56.) Ia mengutuk,
merendahkan dan mewajibkan orang
Kristen dan Yahudi bayar upeti (Qu’ran 9:29),
ia menyerang ajaran Kristen tentang keberadaan
Yesus Kristus. (Qu’ran 9:30, Qu’ran 3:35-66), bahkan (Qu’ran 3:61) dikenal oleh orang Islam
sebagai ayat “Mubahalah” atau kutukan.
a.
Riwayat Muhammad
Ketika Abdullah berusia 24 tahun, Abdul
Muttalib bermaksud mencarikan jodoh baginya dan dari puluhan jodoh bagi Abdulah
akhirnya jatuh kepada Aminah binti Wahhab dari bani Zahrah, dari kabilah Abdul
Dar dan nenek dari ibunya berasal dari bani Asad. Setelah Wahhad meninggal, Aminah diasuh oleh
pamannya, Uhaib dan Abdul Muttalib melamar Aminah bagi Abdullah.[34]
Ketika musim berdagang tiba, Abdul
Multalib mengutus Abdullah untuk berdagang ke Syam, dimana
ia harus meninggalkan istrinya yang sedang hamil. Dalam perjalanan pulang, ketika rombongan
kafilah ini sempai di Yabrib, Abdullah jatuh sakit, ketika Abdul Muttalib
mendengar Abdullah sakit ia mengutus al-Haris, kakak Abdullah, tetapi ketika ia
tiba di Yabrib Abdullah sudah meninggal dan dikuburkan di Yabrib, jadi ketika
Aminah melahirkan Muhammad pada hari senin, tanggal 12 Robiul awal, tahun Gajah
570 Masehi, Abdullah pada saat itu sudah meninggal, berarti Muhammad lahir
sebagai anak yatim. Dan kemudian demi
alasan kesehatan dan keselamatan maka pada saat itu Aminah menitipkan Muhammad
kepada Halimah, istri Al-Haris, kakak kandung Abdullah yang tinggal di luar
kota Mekah, sebab pada saat itu kota Mekkah sedang terjangkit wabah menular
sehingga angka kematian bayi dan anak-anak (balita) cukup tinggi. Dan biasa setelah seorang anak yang disusui
dan diasuh berusia 7-8 tahun inang pengasuhnya akan mengambilnya, dan
menyerahkannya kepada orang tua kandungnya.[35]
Muhammad Husain Haikal mencatat
adanya banyak perbedaan pendapat tentang
tanggal dan waktu kelahiran Muhammad. Ada yang mengatakan Muhammad lahir
pada bulan Muharam, yang lain bulan Safar, yang lain bulan Rajab, yang lain
lagi bulan Ramadhan dan yang lain lagi bulan Rabiul awal, tetapi akhirnya
ditetapkan dan disepakati bahwa ia lahir pada bulan Rabiul awal. Dan tentang waktu, ada yang mengatakan
Muhammad lahir pada siang hari, tetapi juga yang lain mengatakan malam hari. Dan juga tentang tempat kelahiran Muhammad, ada
yang mengatakan Muhammad lahir ketika Aminah tinggal dengan pamannya, tetapi
yang lain berkata bahwa Muhammad lahir ketika Aminah tinggal dirumah mertuanya,
ayah dari Abdullah, yaitu Abdul Muttalib.[36]
Kemudian
Muhammad tumbuh menjadi seorang pemuda yang gagah dan cerdas, dan setelah ia
berusia 25 tahun ia menikah dengan seorang janda yang kaya raya bernama Siti
Khadijah yang pada saat itu sudah berusia 40 tahun.
Dari perkawinannya dengan Siti
Khadijah, Muhammad mendapatkan 2 anak laki-laki dan 4 anak perempuan, tetapi
kemudian kedua anak laki-lakinya yaitu Qasim dan Abdullah at Tahir meninggal
dunia ketika masih kanak-kanak di bawah usia 2 tahun, dan tiga anak perempuan
Muhammad meninggal ketika Muhammad masih hidup, sedangkan Fatimah meninggal 6
bulan setelah Muhammad wafat.[37]
b.
Lahirnya agama Islam
Para sarjana Islam sering mengatakan
bahwa sejak muda Muhammad sudah membenci penyembahan berhala, ia menolak makanan yang sudah dipersembahkan
pada berhala, tetapi Muhammad sangat menghargai Ka’bah sebagai tempat suci. Dan hampir bisa dipastikan bahwa sebenarnya
Muhammad tahu percis bahwa Ka’bah merupakan pusat penyembaan berhala
orang-orang Arab pra-Islam. Dari sekian jumlah sesembahan orang Arab, ada tiga
sesembahan yang sangat disenangi dan populer dikalangan orang-orang Arab pada
saat itu, yaitu: Pertama, Al-Lat, yang
secara sederhana berarti Dewi. Kedua,
Al-Uzza berarti Yang Perkasa. Dan yang ketiga,
Al-Manat yang berarti Sang Penentu.
Sesembahan-sesembahan ini selain disembah di kuil-kuil tertentu seperti
Thaif, Nakhlah sebelah tenggara Mekkah, dan Qudaid di Pesisir laut Merah,[38] biasa di sembah juga di Ka’bah.
Salah satu kebiasaan Muhammad, ia
sering merenung dan menyendiri ke Bukit Hira Dan setelah berjalan tujuh tahun, pada
tahun yang ketujuh ia menjadi lebih sering ke Bukit Hira (Gua Hira); selama
dalam perenungannya atau semedinya. Dia
sering mendapat mimpi dan pada tanggal 17 Ramadhan 610, ia
merasa didatangi barisan malaikat. Kepada
Muhammad malaikat itu memberikan perintah: “Bacalah”, tetapi Muhammad menjawab
bahwa ia tidak bisa membaca “Ummi” dan sebanyak 3 kali malaikat tersebut
memberi perintah kepada Muhammad “Bacalah”, dan akhirnya ia berkata, “apa yang harus
saya baca?” dan diceritakan bahwa malaikat tersebut yang adalah Jibril memeluk
Muhammad dengan eratnya dan kemudian memberi perintah kembali untuk membaca.[39]
“Bacalah, ” Namun Muhamad menjawab, “Saya tidak bisa
membaca”. Muhamad menceritakan bahwa
setelah itu malaikat membawa dan memeluknya sampai tidak dapat bergerak. Kemudian malaikat itu melepasnya sambil
berkata lagi, “Bacalah”. Akan tetapi
Muhamad tetap menjawab bahwa dirinya tidak dapat membaca. Ia memegang tangan
Muhamad untuk ketiga kalinnya dan membuatnya tidak berdaya, kemudian melepaskannya kembali dan berkata, “Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan
kalam. Dia mengajarkan kepada manusia
apa yang tidak diketahuinya”
(QS.96:1-5).
Dan ketika Muhammad menuruni Bukit
Hira, ia berfikir bahwa ia mendengar suara dari atas: “Hai Muhammad, engkau
adalah utusan Allah, dan aku adalah Jibril”. Dan akhirnya Muhammad kembali ke rumahnya
dengan perasaan yang gelisah. Dan
akhirnya ia menceritakan pengalaman spiritualnya tersebut kepada istrinya, yaitu
Siti Khodijah dan Waraqah bin Naufal. Dan dikemudian hari Waraqahlah yang ikut memproklamirkan kenabian dari Muhammad.[40]
Gbr. 6: Gua Hira/Bukit Hira Tempat
dimana Muhammad Bermeditasi
Menurut Haekal, seorang sarjana, sastrawan
dan politikus Mesir (1880-1956) rasa kuatir Muhammad baru ada ketika ia
menerima wahyu yang kedua, yang berisi perintah untuk memberi peringatan kepada
manusia dan menyampaikan wahyu yang telah diturunkan kepadanya itu.[41]
Siti Khadijah, Ali bin
Abi Talib, Zaid bin Harisah, Abu Bakar as-Siddiq, Ustman bib Affan menjadi
pengikut-pengikut Muhammad. Dan pertama kalinya Muhammad melakukan dakwah
secara sembunyi-sembunyi. Dan kemudian
Abu Bakar juga senang berdakwah dengan diam-diam, sehingga pengikut Muhammad
pada saat itu mulai bertambah banyak.
Dan setelah Muhammad melihat semakin banyak orang yang mempercayainya, maka
ia mulai berdakwah secara terang-terangan dan dengan semakin berani lagi.[42]
Dan berilah peringatan kepada
kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang
yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman. Jika mereka mendurhakaimu, maka katakanlah:
“Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan.” [43]
Tidak terlalu lama kemudian hampir
sebagian penduduk Mekah menjadi pengikut Muhammad, terutama dari kalangan
bawah. Dan rupanya hal ini mulai menuai
pertentangan, sehingga akhirnya Muhammad serta pengikutnya
harus hijrah ke Habbasyah (Etiopia) thn 615M,
karena Raja Negus (Najasyi)
dikenal sebagai raja yang adil.[44]
Dan
ketika Muhammad berada di Habbasyah, ia dan murid-muridnya mulai berdakwah. Kemudian Muhammad pun hijrah ke Yatrib
(Madinah) pada tahun 620 M (10 Julhijrah). Dan sesudah di Yatrib, setelah Siti Khadijah
meninggal, Muhammad menikahi dua wanita yaitu, Saidah dan Aisyah binti Abu
Bakar.
Kehidupan Muhammad di Yatrib
(Madinah) merupakan fase kedua dalam kegiatan dakwahnya. Ia mulai membangun komunitas muslim yang militan. Periode Madinah ini lebih dinamis, karena
Muhammad dan dakwah-dakwah bersentuhan dengan kebutuhan sosial padang pasir
yang semakin tinggi. Madinah tidak hanya
penting sebagai tempat yang dianggap suci oleh umat Islam, tetapi juga tempat
dimana Muhammad memulai babak baru dalam sejarah Islam. Agama Islam berkembang menjadi satu kekuatan
“Sosial politik” dimana, kekuasaan agama mulai membaur dengan kekuasaan
politik. Dan hal ini di kemudian hari
akan menyatukan pemerintahan sekuler dengan agama atau membentuk Negara
agama. Dan kaum masyarakat Madinah
sampai saat ini merupakan simbol menyatunya kedua kekuatan tersebut, dan
dari Madinah inilah Muhammad mengunjungi mekah dan mengislamkan penduduknya.[45]
DR. Badri Badrun, sehubungan dengan
hal ini ia berkata: Periode Madinah menandai kemunculan Islam sebagai kekuatan
sosial dan politik. Pada periode ini
Muhammad tidak hanya tampil sebagai rasul yang menyerukan Agama, tetapi juga
sebagai kepala atau pemimpin dari suatu komunitas, dengan demikian pembentukan masyarakat Islam
(Pemerintahan Islam) telah dimulai.[46]
Komunitas Muslim Madinah telah tampil
menjadi kekuatan sosial politik dan Agama di Jazirah Arab, dan telah menjadi
suatu kekuatan yang harus diperhitungkan oleh pihak manapun juga pada saat
itu. Tampilnya kekuatan baru ini dapat
dibedakan dalam beberapa tahap, pertama tahap konsilidasi internal umat dan
masyarakat Madinah, dalam tahap ini Muhammad mulai dengan mempersatukan umat
Islam yang berasal dari berbagai suku bangsa,
dan bahasa, maka mereka mulai
mengatur hubungan antara kaum muslim dengan non muslim, khususnya Yahudi untuk
kepentingan itu ia mulai menyusun program Madinah 1(622 M).
Tahap dua, keterlibatan umat muslim
dan konflik ideologi dengan komunitas non muslim, konflik ini bermula dari
konflik kecil antara umat Islam di Madinah dengan orang Yahudi, tetapi kemudian
konflik meluas dan melibatkan masa yang banyak dalam beberapa kali berperang
seperti Perang Badr (2H/624 M), Perang Uhud (3H/625 M), Perang Kandaq (5H/627
M), umat, komunitas, suku yang berseteru semakin banyak, pemicu pertikaianpun
mulai beragam: politik, ideologi, ekonomi dan sebagainya. Dan pada saat kekuatan Islam semakin besar, maka
kekuatan non Islam semakin melemah.
Tahap ketiga, umat Islam mulai tampil
efektif dan dalam periode ini Muhammad mulai mengambil inisiatif untuk
menyerang, maka terjadilah perang Khabar (7H/628), perang Mu’tah, perang Hunaim dan perang Tabas (9H/630) yang
berlangsung di tempat masing-masing wilayah yang diserang. Dan tahap terakhir adalah ketika Muhammad
bersama umat Islam mulai menaklukkan Jazirah Arab, memang tidak semua orang
masuk Islam, tetapi paling tidak mereka berada di bawah kekuasaan Muhammad dan
Islam, sehingga mereka yang tidak bersedia masuk Islam harus membayar pajak
keamanan atau Jizyah. Dalam periode ini
Islam telah tampil menjadi kekuasaan yang luar biasa, selain daerah kekuasaan
semakin luas, orang yang masuk Islam pun semakin banyak.
4.
Masa
Al-Khulafa’ Ar-Rasyidun
Setelah Muhammad wafat, ada
kebingungan di antara umat Islam untuk menentukan siapa yang akan menggantikan
posisi Muhammad, untuk menjadi pemimpin umat, dalam arti pemimpin Agama, dan
pemimpin sosial politik atau pemerintahan.
Pada saat itu umat Islam paling tidak mulai terbagi dalam dua kelompok:
Kelompok pertama yaitu Abu Bakar, Umar bin Khotab, Usman bin Affan yang di dukung
sebagian besar umat Islam. Dan dikemudian
hari kelompok ini disebut juga
Sunni. Kelompok kedua, yaitu Ali bersama istrinya dan
sebagian umat Islam yang pro kepada mereka, dan kelompok ini dikemudian hari
dikenal dengan nama Syiah.
Kelompok pertama menyatakan bahwa Khalifah
yang pertama adalah Abu Bakar Sidiq, berikut Umar bin Khatab, lalu Ustman bin
Affan dan terakhir Ali bin Abi Thalib dan keputusan ini yang diterima secara
umum oleh umat Islam diseluruh dunia sampai saat ini. Tetapi kelompok Ali dan Fatimah yang dinamakan
juga kelompok Syiah, menganggap bahwa Khalifah yang pertama adalah Ali bin Abi
Thalib dengan dukungan dari kelompok Ansar dan Syiah.[47]
Haekal mencatat bahwa setelah
Muhammad wafat pada buan Juni 632 Masehi, ia meninggal setelah menderita sakit,
jasadnya dimakamkan di rumah Aisyah, salah seorang istrinya. Dan ketika umat Islam berada dalam
kebingungannya terpecah-pecahlah umat Islam dan mereka membentuk kelompok sendiri-sendiri,
diantaranya adalah golongan Ansar, mereka adalah kaum mayoritas dan penduduk
asli Madinah yang telah menjadi Muslim dan mereka yang telah dengan tulus
menerima Muhammad dan kaum Muhajjirin, yaitu umat Islam yang hijjrah dari Mekah
ke Madinah, dan telah dengan gigih melindungi Muhammad dan itulah sebabnya
mereka merasa berhak menetukan seseorang atau seorang tokoh diantara mereka yang akan menggantikan
Muhammad yang telah wafat. Golongan Ansar lalu menggabungkan diri kepada
Saad bin Ubadah, Ali bin Abi Thalib, Zubair
Ibnu Al Awwam dan Talha bin Ukasdillah bergabung di rumah Fatimah Putri
Muhammad. Sedangkan kaum Muhajjirin, termasuk
Usaid bin Hudzair mengabungkan diri kepada Abu Bakar.[48]
Tetapi pada saat itu persoalan
tentang siapa yang akan menggantikan posisi Muhammad, menjadi pemimpin umat Islam telah disepakati
oleh sebagian besar umat yaitu Abu Bakar.
Setelah Muhammad wafat kepemimpinan dilanjutkan oleh empat
orang sahabat dengan gelar Khalifah atau disebut juga Al-Khulafa’-Ar-Rasidun yang
berarti “para pengganti yang memberi bimbingan,” yang pertama adalah Abu Bakar Sidiq memerintah
tahun 11-13 H/632-634 M. Khalifah yang
kedua adalah Umar bin Khatab memerintah tahun 13-24 H bertepatan dengan tahun
634-644 M. Khalifah yang ketiga adalah
Usman bin Affan tahun 34-36 H/644-656 M dan Khalifah yang terakhir dalam periode
pertama ini adalah Ali bin Abi Thalib. Ia
memerintah tahun 36-41 H/656-661 M. Jadi
pemerintahan 4 orang Khalifah periode yang pertama ini kurang dari 30 tahun
saja, tetapi walaupun demikian dampaknya atau pengaruhnya bagi dunia Islam
sangat luar biasa.
a.
Abu Bakar Sidiq (11-13 H/ 632-634 M)
Nama aslinya adalah Abdullah bin Abi
Kuhafaah at-Tamimi, Abu Bakar dua tahun lebih muda dibandingkan Muhammad, ia
sering dipanggil dengan sebutan Abdul Ka’bah.
Setelah masuk Islam Muhammad
mengganti namanya menjadi Abdullah, sebutan Abu Bakar merupakan nama panggilan
karena ia adalah ayah dari Aisyah istri Muhammad yang masih muda belia ketika
dinikahi Muhammad. Kata Abu Bakar berasal
dari kata Abu Bikr, yang berarti ayah si gadis, sedangkan gelar as-Sidiq
artinya selalu membenarkan adalah gelar yang diberikan Muhammad, terutama dimulai
ketika peristiwa Isra Mirad, sementara umat Islam yang lain kebingungan tentang
kebenaran peristiwa itu, tetapi Abu Bakar tampil ke depan dan membenarkan
peristiwa tersebut.
Ketika Abu Bakar memerintah, Fatimah
putri Muhammad datang menanyakan warisan orang tuanya, tetapi Abu Bakar
menjawab tidak ada warisan yang diwariskan Muhammad bagi keluarganya. Mendengar
jawaban itu Fatimah kecewa dan dalam hidupnya sejak itu ia tidak pernah
mendukung kepemimpinan Abu Bakar.[49]
Sebelum Muhammad meninggal, ia telah
merencanakan sejumlah peperangan dan penyerangan diantaranya adalah penyerbuan
ke Syam, seperti yang dituturkan oleh Haekal: “Begitu selesai kaum Muslimin
menyelenggarakan pemakaman jenazah Muhammad, Abu Bakar memerintahkan pasukan
Usana untuk meyerbu Syam, seperti apa yang telah direncanakan Muhammad. ”Maka
pasukan Islam di Juref disiapkan dibawah kepemimpinan Usama, dan Abu Bakar
sendiri yang melepas pemberangkatan pasukan tersebut. Dan dalam waktu 20 hari pasukan Usama telah
menyerang Balqa dan mengalahkannya dengan gemilang, dalam penyerangan itu
semboyan mereka adalah :” Untuk kemenangan, matilah”.[50]
Bahkan dikatakan juga penyerangan ke
Syam atau Balqa merupakan amanat Muhammad
sebelum meninggal. Abu Bakar
memerintah hanya 2 tahun 3 bulan, setelah menderita sakit selama 15 hari. Ia meninggal dalam usia 62 tahun, yaitu pada
tanggal 2 Jumadi Lakhir tahun13 H.
jenazahnya dimakamkan di samping makam Muhammad di rumah Aisyah, putrinya yang
dinikahi Muhammad. Dan sebelum ia
meninggal, ia menunjuk Umar bin Khatab untuk menjadi Khalifah menggantikannya, dan
penunjukan atau usul tersebut diterima umat Islam, maka kemudian Umar bin
Khatab menjadi Khalifah Arab yang kedua, menggantikan Abu Bakar.
b.
Umar Bin Khatab (13-24M/634-644M)
Setelah Abu Bakar meninggal dunia, jabatan
Khalifah dipegang oleh Umar bin Khatab bin Nufail bin Abdul Uzza, bin Ribaah bin
Abdullah bin Karth bin Rezaah bin Adi, jadi
ia termasuk bangsawan Quraisy dari Bani Adi, diperkirakan ia 13 tahun lebih
muda dari Muhammad. Umar dikenal sebagai
pemberani, dengan kepribadian teguh dan watak keras dan ia juga merupakan
seorang diplomator yang handal. Ia
memerintah sebagai Khalifah selama 10 tahun 6 bulan. Ia meninggal dunia pada usia 63 tahun
disebabkan karena luka tikam yang sangat banyak yang dilakukan oleh Abu
Lu’lu’ah dari Persia dan ia dimakamkan di samping Muhammad dan Abu Bakar.[51]
Setelah Umar menerima jabatan
Khalifah yang pertama ia lakukan adalah memberhentikan Khalid bin Walid dari
jabatan Panglima Tertinggi Islam, sebagai gantinya ia menunjuk Abu Ubaidah bin
Jarab. Penggantian ini dilakukan ketika
tentara Islam sedang memerangi Romawi Timur di Yarmuk. Pemberhentian Khalid bin Walid menunjukan
kekuatan Umar. Sebab Khalid adalah
seorang panglima yang berkuasa, dikhawatirkan akan timbul pengkultusan.
Setelah penggantian panglima
tertinggi Islam, Umar memerintahkan pasukan Islam bergerak ke Utara untuk
memerangi kekuatan Byzantin di wilayah Suriah dan Palestina tetapi kota-kota
lain juga dapat ditaklukan seperti Damaskus, Hims, Qinisrin, Laziqiah, Harb
semua terletak di Suriah Utara, Akika, Yaffa dan Khaza termasuk wilayah Asia Kecil,
daerah Turki sekarang. Setelah itu
tentara Islam mengepung Yerusalem, setelah sekian lama terjadi pengepungan, maka
Uskup kota itu, yaitu Patriakh Sophorius berkeputusan untuk menyerah secara
damai, untuk menghindari pertumpahan darah. Pada tahun 638M Khalifah Umar menerima penyerahan
kota Yerusalem dari Patriakh Sophorius.
Kemudian ekspansi dan penyerangpun terus dilakukan dan banyak daerah
pada saat itu menyatakan takluk pada tentara Islam, seperti: Gaza, Askalon, Caesarea, Latkia Sidon, Tarsus, Harran,
Amida dan Edessa di Asia Kecil serta Mesir, Hirah dan Mesopatamia, seluruh
wilayah Persia ditaklukan kedalam wilayah Islam. Pada masa pemerintahan Umar bin Khatab
wilayah kekuasaan Islam bertambah luas, terbentang mulai Tripoli (Afrika Utara)
di sebelah Barat, sampai Persia di sebelah Timur dari Yaman sebelah Selatan
sampai Armenia sebelah Utara.[52]
Setelah Umar bin Khatab meninggal,
kepemimpinan umat Islam diteruskan oleh Usman bin Affan bin Abil As bin
Umanayah bin Abdul Syamri bin Abdul Manaf bin Kusayi, usia Ustman bin Affan 5 tahun lebih muda
dibandingkan Muhammad, ia menikah dengan anak Muhammad yang bernama Ruqayah dan
setelah Ruqayah meninggal tahun 3 H, ia dinikahkan dengan Ummu Kalsum putri
Muhammad yang lain.
TANAH
ARAB
Pada
waktu lahirnya islam
|
Gbr. 7: Tanah Arab pada waktu
Lahirnya Islam
c.
Ustman Bin Affan (644-656)
Umar tidak menunjuk dia sebagai
penggantinya, tetapi ketika ia sedang sakit para pemuka Islam mendesaknya
supaya ia menetapkan pemegang kekuasaan, supaya umat Islam tidak terpecah.
Ketika Umar tidak bisa menyebutkan satu nama saja, maka dibentuklah tim
formatur untuk memilih figur yang tepat untuk menggantikan Umar dan Ustman bin
Affan pun terpilih pada saat itu, walau menurut Ali bin Abi Talib tata cara
pemilihan yang dilakukan Abdul Rohman kurang sehat dan ia cukup kecewa, tetapi
ia akhirnya memberi dukungan juga terhadap Ustman.
Ustman bin Affan memerintah sebagai Khalifah
selama 12 tahun, dari tahun 24-36 H/644-656. Paruh pertama masa pemerintahannya
ia mengikuti kebijakan Abu Bakar dan Umar bin Khatab, tetapi paruh kedua ia
mulai memberlakukan kebijakkannya sendiri, dan hal yang sangat mengecewakan
masyarakat adalah ketika ia mengganti seluruh gubernur yang diangkat oleh Abu
Bakar dan Umar dan menggantinya dengan orang-orang dari keluarganya sendiri dan
kekecewaan umat Islam semakin meningkat ketika para gubernur itu bertindak
dengan sewenang-wenang dan hal ini menjadikan politik dalam kekhalifahan Ustman
mulai memanas dan hal ini dimanfaatkan oleh kelompok Syiah yang ekstrim dengan
menghasut rakyat dengan cara “Wisayah”
artinya Muhammad sebenarnnya meninggalkan pesan bahwa Ali inilah yang berhak
menggantikannya, sehingga pemerintahan Ustman diwarnai dengan adanya demo dari
masyarakat yang menuntut agar khalifah Ustman memberhentikan para pejabat yang
bertindak sewenang-wenang, diantaranya gubernur Mesir dan hal itu dikabulkan
oleh Ustman, sehingga para pendemo pulang ke Mesir dengan
perasaan lega dan penuh kemenangan.
Tetapi di tengah perjalanan pulang mereka menangkap kurir yang membawa
surat untuk Gubernur Mesir yang isinya supaya gubernur membunuh Muhammad bin
Abu Bakar, salah satu pemimpin demo
yang dianggap sebagai pembangkang
jika ia telah sampai di Mesir, dan hal ini menjadikan para pendemo menjadi
gusar dan mereka kembali ke Madinah untuk meminta pertanggung jawaban khalifah.
Tetapi Ustman tidak mengerti dengan adanya surat seperti itu maka masa meminta
Ustman untuk menyeret pembuat surat itu dan ketika Ustman tidak dapat
menunjukkan siapa pembuat surat itu, akhirnya masa menyerang khalifah Ustman
bin Affan dan mereka membunuhnya. Dan
ini merupakan pembunuhan yang kedua setelah Umar bin Khatab dalam sejarah
pemerintahan para khalifah.[53]
Selama masa pemerintahan Ustman bin
Affan, Khalifah ketiga ini pun melanjutkan kebijakan yang telah dilakukan oleh
para pendahulunya yaitu mengadakan ekspansi dan menaklukkan daerah-daerah yang
belum masuk ke dalam wilayah kekuasaan Islam.
Beberapa daerah yang ditaklukan pada masa pemerintahan Ustman adalah: Barkah, Tripoli bagian Barat, Nubia (Utara Sudan), daerah-daerah
tersebut terletak di Afrika. Perluasan ke arah Timur pasukan Islam berhasil
menundukkan Armenia Utara, sebagian daerah Tabaristan semuanya terletak di Asia
dan kemudian tentara Islam juga menaklukkan pulau Siprus dan Rhodus yang
merupakan kantong-kantong Kristen, dan kearah Barat, tentara Islam di bawah
kepemimpinan Ustman juga menyerang Byzantin atau Romawi Timur dan selama
pemerintahan Ustman tentara Islam berkali-kali melakukan penyerangan terhadap
Byzantin yang adalah kantong Kristen dan sekaligus sebagai Negara Kristen pada
saat itu, sehingga akhirnya Rhodes dan Pulau Siprus harus terlepas ke tangan
tentara Islam.
Pada akhir pemerintahan Ustman
kekuasaan Islam mulai meluas membentang mulai dari Tripoli di sebelah barat, sampai
seluruh Asia tengah di sebelah Timur dan Turkistan di Utara.[54]
d.
Ali Bin Abi Thalib (36-44 H / 656-661
M)
Khalifah keempat dalam kelompok Al-Khulafa ar-Rasidun adalah Ali bin Abi
Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf Al- Hasyimi ia merupakan
adik sepupu Muhammad dan sejak dari kecil ia dididik oleh Muhammad dan setelah
dewasa ia dinikahkan dengan putri bungsu dari pasangan Muhammad dengan Siti Khadijah
yaitu Fatimah. Melalui
pasangan Ali-Fatimahlah garis keturunan Muhammad dilanjutkan sampai
sekarang.
Setelah Ustman bin Affan terbunuh
oleh pemberontak, para pemberontak itu datang meminta Ali untuk melanjutkan
kepemimpinan Usman sebagai Khalifah keempat, awalnya Ali menolak karena tidak
ada tokoh yang mendukung penunjukkannya sebagai Khalifah. Tetapi karena desakan dan paksaan dari para
pemberontak itu akhirnya ia menyetujui usul menjadi Khalifah yang keempat.[55]
Tokoh-tokoh Islam terpecah-pecah menanggapi
penunjukan Ali sebagai Khalifah. Dan ini
merupakan awal perpecahan dalam tubuh Islam, diantaranya Aisyah menolak dengan
keras pengangkatan Ali sebagai Khalifah.
Perang fisik yang besar terjadi antara tentara yang loyal kepada Ali
dengan para penentangnya, diantaranya adalah perang Jamal atau perang Unta, karena
pada saat itu Aisyah sebagai pemimpin umat Islam yang memberontak menunggang
unta dan perang Siffan antara tentara Ali melawan Muawiyah. Masa pemerintahan Ali juga merupakan awal
timbulnya aliran-aliran dalam Islam, diantaranya: Syiah, yang merupakan para
pendukung Ali, Kawirij dan Murjiah. Ali
bin Abi Thalib memerintah selama 4 tahun 9 bulan, ia
meninggal pada usia 63 tahun, karena di bunuh oleh Abdul Rahman bin Muljam, seorang
pendukung Kawirij maka dengan meninggalnya Ali berakhirlah masa pemerintahan
al-Khulafa ar-Rasyidun yang berlangsung sekitar 30 tahun.[56]
Masa pemerintahan Ali sebagai
khalifah tidak ada penambahan wilayah, sebab Ali sendiri disibukan dengan
adanya pemberontak-pemberontak terutama yang dilakukan oleh kaum Mu’awiyah dan
Khawirij, dan justru daerah kekuasaan Islam mulai menyusut.[57]
Jadi
pada masa khalifah Ali hampir tidak ada penyerangan oleh tentara Islam kepada
masyarakat dan wilayah kekristenan.
5.
Masa
Dinasti Umayyah
a.
Cikal Bakal Lahirnya Dinasti Umayah
Bani Umayyah cikal bakalnya dari suku
Qurasy. Umayyah bin Abdul Syama bin
Abdul Manaf adalah pemimpin suku Qurasy yang terpandang.[58]
Sebagian
besar bani Hasyim membelanya dan kemungkinan besar hijrahnya Muhammad beserta
para pengikutnya dari Mekah ke Madinah, salah satunya adalah karena penolakan
dan perlawanan suku Qurasy di bawah kepemimpinan Umayyah pada tahun 8 H/630 dua
tahun sebelum Muhammad wafat, ketika Muhammad memimpin peyerangan ke Mekah
dan ketika suku Qurasy yang di pimpin Umayyah terdesak, barulah bani Umayyah
menyatakan menyerah dan bersedia masuk Islam. Setelah masuk Islam mereka sangat
menonjol loyalitas dan dedikasinya terhadap Islam, seolah-olah ingin menebus keterlambatan
mereka dalam Islam. Dan akhirnya
Muhammad memberi posisi-posisi penting
kepada mereka, diantaranya kepada Mu’awiyah bin Abdul Sopian bin Harb bin
Umayyah yang telah diangkat oleh Muhammad menjadi penulis Wahyu. Dan pada masa
Umar bin Khatab ia diangkat menjadi gubernur di Suriah (641M), dan masa khalifah
Usman bin Affan wilayah kekuasaan Muawiyyah ditambah sehingga meliputi seluruh
wilayah yang membentang dari Suriah sampai ke pantai Laut Tengah. Dan rupanya masa jabatannya yang lama sebagai
gubernur Suriah dipersiapkan untuk mendapatkan jabatan yang lebih tinggi
lagi. Dan rupanya kematian Usman bin
Affan membuka jalan baginya untuk mendapatkan simpatik dari masyarakat Islam
yang lebih luas dengan menuntut kepada Ali agar kasus pembunuhan terhadap
Khalifah Ustman diselesaikan, hingga tuntas sambil selalu memperlihatkan jubah
Ustman yang berlumuran darah dan jari-jari Na’jilah yang meratapi kematian
Ustman, suaminya dan rupanya siasat seperti ini cukup berhasil untuk merongrong
kepemimpinan Khalifah Ali. Ketika Ali
melihat gelagat seperti itu, ia meminta agar Mu’awiyah menyerahkan jabatannya
sebagai Gubernur Suriah plus, tetapi ia menolak dan menuduh Ali terlibat dalam
pembunuhan Ustman bin Affan, paling tidak Ali dituduhnya telah melindungi pembunuh
Ustman.[59] Sikap Mu’awiyah
yang menentang Ali dianggapnya sebagai pemberontakan dan ini berarti harus
diperangi, maka setelah menumpas pemberontakan Aisah, Ali merencanakan untuk
memerangi Mu’awiyah di Suriah, tetapi selama pertempuran Ali berulangkali
mengirim surat dan utusan supaya Mu’awiyah menghentikan penentangannya terhadap
Ali, tetapi hal ini tidak membawa hasil, sehingga pada tahun 657 M terjadilah
pertempuran di Siffin (antara Suriah dan Irak), pada saat Ali berhadapan dengan
pihak Mu’awiyah. Dan ketika pertempuran
hampir dimenangkan oleh Ali, Mu’awiyah mengangkat Al-quran dengan tombak sebagai tanda untuk berdamai, gagasan ini
berasal dari Amir bin As sahabat Muhammad yang dimintai nasihat oleh Mu’awiyah
untuk menghindari kekalahannya. Ali
sebenarnya pada saat itu tidak mau menghentikan peperangan yang hampir
dimenangkannya itu, tetapi karena desakan dari tentaranya, maka akhirnya dengan
berat hati ia harus menghentikan peperangan itu dan perundingan pun dimulai
dengan juru runding masing-masing, dipihak Ali diwakili oleh Abu Musa Al
Asy’ari dan dipihak Mu’awiyah Amir bin As dan kesepakatan tercapai melalui juru
runding masing-masing. Ketika Abu Musa menyatakan Ali turun dari jabatan Khalifah,
jadi saat itu Amir bin As memproklamirkan pengangkatan Mu’awiyah sebagai
Khalifah yang baru, menggantikan posisi Ali.
Dan perundingan pada saat itu telah mengambil perubahan dari pihak Ali, sebab
sebagian diantara mereka tidak menyetujui adanya perundingan atau Tahkim, Karena dianggapnya melanggar
Al-Quran. Dan dari pihak Ali yang tidak
menyetujui adanya Tahkim tersebut
mereka keluar dan meninggalkan Ali.
Golongan inilah menamakan diri Khawirij.
Golongan ini sangat menyesal terjadinya perpecahan diantara umat Islam, dan
mereka menganggap Ali dan Mu’awiyah dan Amr bi As adalah orang-orang yang
paling bertanggung jawab atas terjadinya perpecahan ini, itulah sebabnya mereka
merencanakan untuk membunuh ketiga orang ini.
Tahun 661M Ibnu Muljan pengikut
golongan Tawarij bertindak membunuh Ali, tetapi ia tidak berhasil membunuh Mu’awiyah, Amr
bin As dan keadaan seperti ini sangat menguntungkan bagi Muawiyah, dan terbukalah
lebar jalan baginya ke tempat tertinggi
dalam memimpin umat Islam.[60]
Pertama-tama Mu’awiyah menyerang
Mesir yang dipimpin Gubernur yang diangkat Ali,
dan ia berhasil mengalahkan Mesir
dan menyatukan tentara Islam di Mesir dengan tentaranya sehingga kekuatannya semakin besar. Menyadari keadaan seperti ini Hasan bin Ali
yang diangkat oleh sekelompok pengikut Ali untuk menggantikan posisi Ali, ia
mengundurkan diri dari jabatannya dan ini juga terjadi karena desakan Mu’awiyah
dan Mu’awiyah memberinya harta yang banyak supaya Hasan dapat hidup dengan
nyaman di Madinah. Pada tahun 41 H/661 Mu’awiyah
bertemu dengan Amr dan Husain, saudara Hasan, dan pada saat itu Hasan dan Husain
membaur, artinya memberi dukungan kepada Mu’awiyah untuk menjadi Khalifah dan tahun
itu disebut Am al-Jama’ah, sebab umat
Islam bersatu kembali di bawah kepemimpinan seorang Khalifah yang baru. Maka periode pemerintahan al-Khulafa al
-Rasidun berakhir pada masa dinasti Umayyah mulai berkuasa dari tahun 661-750M.[61] Khalifah dari dinasti Umayyah berjumlah empat
belas orang, dan tiga orang diantaranya berasal dari keluarga Harb dan ketiga-tiganya
dari keluarga Abi al As.
b. Pemerintahan Keluarga Harb
Setelah Ali bin Abi Talib meninggal, pemerintahan
Islam berpusat pada dinasti Umayyah. Dan
Mu’awiyah adalah Khalifah pertama dari Dinasti Umayyah dan ia juga khalifah
pertama dari garis keturunan Harb. Setelah ia resmi menjadi Khalifah, ia
mengangkat Amir bin As sebagai gubernur Mesir, jabatan yang sangat
diinginkannya dan setelah Amir meninggal
maka Mu’awiyah mengangkat Abdulzab menggantikan posisi ayahnya. Dan para pendukung lainnya diposisikan oleh Mu’awiyah
pada posisi-posisi penting seperti Mujirah bin Syu’bah diangkat menjadi
Gubernur Kufah kota tepi sungai Efrat, Irak. Ziyad bin Abasi menjadi Gubernur
di Basra. Setelah Mujirah meninggal, Kufah
diserahkan pada Ziyad, yang pada masa pemerintahan Abi diangkat sebagai
gubernur di Persia, Ubaidullah bin Zayad diangkat sebagai Gubernur Khurasy, setelah
ayahnya meninggal dunia.[62]
Pemerintahan Mu’awiyah dapat
dikatagorikan berhasil, sebab ia dapat
mewujudkan keamanan dalam negeri dengan membasmi para pemberontak, ia juga
membawa rakyatnya pada kemakmuran, dan ekspansi Islam kenegara-negara lainpun cukup
berhasil, sehingga Islam mencapai Afrika Utara, Khusaran dan Bukhara
(Turkistan).[63]
Setelah Mu’awiyah meninggal dunia ia
digantikan anaknya yaitu Yazid bin Mu’awiyah (Yazid I). Pengumuman pengangkatan anaknya menjadi
Khalifah diumumkannya sebelum ia turun dan meninggal, tetapi hal itu rupanya
telah menjadikan gusar dan kecewa anak-anak sahabat seperti Husain bin Ali, Abdullah
bin Zubair, Abdullah bin Umar, Abdulrahman bin Abu Bakar, mereka menolak
rencana Muawiyah sehingga Muawiyah terpaksa menemui mereka dan meminta dukungan
serta persetujuan mereka dengan menggunakan ancaman pedang.[64]
Setelah Mu’awiyah wafat 680 pembaiatan atau penunjukan Yazid I
diulangi, karena ketika Mu’awiyah, ayahnya masih hidup, sebagian kelompok yang
menolak untuk memberi dukungan kepada
Yazid I. Dan sehubungan dengan ini, Yarid I bertindak dengan sangat
tegas dan keras. Ketika Husein bin Ali menolak untuk membaiatnya, dengan
tidak ragu ia membunuh Husein dan keluarganya beserta pengikutnya. Pada tanggal
10 Muharam 61H/680M, demikian juga ketika penduduk Muslim Madinah yang rata-rata masih
menyatakan simpati kepada keluarga Ali-Fatimah menolak untuk membaiat Yazid I, ia
pun memerintahkan pasukannya untuk menyerang Madinah dan mengijinkan tentaranya
berbuat apa saja yang dikehendakinya
terhadap penduduk Madinah dan menjarah, mengusir mereka dari
Madinah. Demikian juga Yazid I pernah
memerintahkan tentaranya untuk mengepung Mekah dan melempari Ka’bah serta
membakarnya ketika penduduk Mekah yang
berada di bawah kepemimpinan Abdullah bin Zubair dianggap membokongnya sehingga
Ka’bah terbakar, dan pengepungan itu baru dihentikan ketika mereka mendengar Yazid I meninggal dunia (Tahun
683).[65]
Setelah Yazid I meninggal dunia, putranya
Muawiyah II diangkat oleh penduduk
Suriah sebagai Khalifah, tetapi
ia memerintah 40 hari saja, ia mengundurkan diri karena alasan
kesehatan; dan 3 bulan kemudian Marwan I sepupu jauhnya dari Yazid I dibaiat menggantikan Mu’awiyah II dengan
kesepakatan pemangku jabatan Khalifah berikutnya adalah Khalid bin Yazid, setelah itu Amir bin Sa’id bin As sepupu Marwan
II.[66] Tetapi kesepakatan tersebut dilanggar oleh
Marwan I, sebab sebelum ia meninggal ia telah mengangkat dua pasang untuk
menggantikan posisinya, sehingga hal ini menimbulkan pertentangan dan
pemberontakkan. Tetapi Marwan telah
menumpas para pemberontak itu dengan keras dan kejam.
Setelah Marwan I meninggal
kepemimpinan dilanjutkan oleh putranya, Abdul Malik bin Marwan, dan setelah ia
wafat ia menunjuk kedua putranya untuk menggantikannya, yaitu Al Walid I dan
Sulaeman setelah Abdul Malik meninggal posisi khalifah digantikan oleh Al Walid
I. Dan masa pemerintahan Al Walid I
disebut oleh para penganut politik sebagai puncak kejayaan dan masa keemasan
pemerintahan Dinasti Umayyah, selain situasi politik dalam negeri relatif
terkendali, ia pun berhasil memperluas wilayah kekuasaan Islam dengan melakukan
ekspansi-ekspansi kebeberapa daerah sampai ke Spanyol di sebelah Barat dan Sind
(India) disebelah Timur.[67]
Setelah Al Walid I wafat, kepemimpinan jatuh ketangan Sulaeman bin
Abdul Malik, adik dari Al Walid I. Sebelum Sulaeman wafat ia telah menunjuk Umar
bin Abdul Azis sepupunya. Umar bin Abdu, Azis, dengan gelar Umar II dilantik sebagai
khalifah pada tahun 99H/717M. Ia dikenal
karena kesederhanaannya dan keadilannya, sehingga pada masa itu dikatakan
banyak umat non Islam berbondong-bondong masuk Islam, termasuk dari umat kristiani,
sebab Jizyah atau pajak keamanan akan
dibebaskan dari setiap umat Kristen jika ia masuk Islam.[68]
Umar II menghentikan peperangan atau
kekuatan militer serta kekerasan untuk mengislamkan orang-orang non Islam, tetapi
sebagai gantinya, ia mulai menggunakan dakwah dengan cara bijak dan persuasif, dan
hasilnya Umar II berhasil mengislamkan banyak sekali orang di beberapa wilayah
yang telah ditaklukkannya, terutama mereka yang berasal dari kalangan Dhimmi, yaitu
warga non Muslim yang berada di Negara Islam dan mendapatkan perlindungan
dengan kewajiban membayar Jizyah, pajak
perlindungan. Dan setelah mereka masuk
Islam, mereka dibebaskan dari Jizyah.
Setelah Umar II wafat, jabatan khalifah dilanjutkan oleh Yazid bin
Abdul Malik (Yasid II), ia adalah Khalifah yang gemar minum-minuman
keras, pesta, mabuk dan bermain wanita, ia memerintah hanya selama 4 tahun. Kemudian jabatan Khalifah dalam Dinasti Umayyah
dilanjutkan oleh Hisyam bin Abdul Malik, ia dikenal sebagai Khalifah yang
teliti dan cermat. Pada tahun 122H/745M
orang Barbar di Afrika Utara melakukan pemberontakan karena tidak puas dan
pajak (Jizyah) sangat tinggi dan pemberontakan semakin meluas meliputi seluruh
Afrika Utara dan hal ini dimanfaatkan oleh Mazham Khawarij menjadi gubernur sparatis,
tetapi pemberontakan ini akhirnya dapat ditumpas oleh pasukan Suriah. Setelah Hisyam wafat, jabatan Khalifah dilanjutkan
oleh Al-Wahid II sebagai khalifah kesebelas dalam dinasti Umayyah, kemudian
Yasid III sebagai Khalifah yang kedua belas, Ibrahim menjadi Khalifah ketiga
belas dan Marwan II sebagai Khalifah terakhir dalam Dinasti Umayyah.
6.
Masa
Dinasti Abbasiyah
Masa Dinasti Abbasiyah adalah Dinasti
yang berkuasa setelah Dinasti Umayyah.
Dinasti ini bertahan lebih dari 5 abad.
Yaitu mulai tahun 750-1258 M dan pernah membawa umat Islam pada masa
Kejayaan. Para sarjana membagi masa
kekuasaan Abbasiyah menjadi beberapa periode,
berdasarkan ciri, pola perubahan
pemerintahan, struktur sosial polotik dan tahap perkembangan peradaban yang
dicapai. Pembagian itu secara umum
adalah sebagai berikut: Periode awal (750-847),
periode lanjutan (847-945), periode
Bawaihi (945-1055) dan periode Seljuk (1055-1258).[69]
Setelah berkuasa selama kurang lebih
89 tahun, akhiranya dinasti Umayyah runtuh.
Banyak ahli memperkirakan keruntuhan Dinasti ini disebabkan beberapa hal,
diantaranya: adanya kelompok yang tidak menyukai pemerintahan Dinasti Umayyah,
mereka menganggap dinasti ini tidak sah, sebab yang seharunya menduduki jabatan
khalifah adalah keturunan-keturunan Muhammad.
Ada juga yang mengatakan bahwa system pemerintahan Umayyah telah
menyimpang dari ajaran Islam.
Syiah mendukung penuh gerakan anti Umayyah
ini, sebab Syiah didirikan oleh orang-orang yang mendukung dan setia kepada
khalifah Ali bin Abi Thalib. Abu Abas
adalah orang yang dinobatkan menjadi khalifah pertama dari Dinasti Abbasiyah
(750-754). Setelah Abas meninggal, jabatan
khalifah dipegang oleh Abu Ja’far (754-775), sejak pemerintahanAbas inilah dinasti
Umayyah betul-betul telah runtuh. Khalifah
Abas tidak hanya mengeksekusi keluarga khalifah dari dinasti Umayyah, tetapi di
juga meratakan makam-makam para khalifah dari dinasti itu.[70]
a. Periode awal (750-847)
Jika dihitung mulai dari Abu Abas as,
Saffah sampai dengan al-wasiq ada sepuluh khalifah yang memerintah pada periode
awal ini, yaitu: As Saffah (750-754), Al Mansur (754-775), Al-Mahdi (775-785), Al-Hadi (785-786), Harun
ar Rasyid (786-809), Al Amin (809), Al-mamun (813-833), Ibrahim (817), Al Mustaqim
(833-842), Al-Wasiq (842-847).[71]
Pemerintahan dinasti Umayyah nampak
sangat sukuisme, yaitu Arab sentries, tetapi pemerintahan dinasti Abbasiyah
mulai mengikut sertakan muslim non Arab dalam pemerintahnnya, diantaranya
adalah tokoh-tokoh dari Persia dan Turki.
Sistim pemerintahan dinasti Abbasiyah pada saat itu adalah sentralisasi
kekuasaan pada khalifah dan pusat.
Dan untuk menghindari ancaman
terhadap khalifah dari sisa-sisa pengikut
dinasti Umayyah maka pusat pemerintahan dipindahkan ke Bagdad, yaitu
wilayah Irak.[72]
Nur Ahmad Fadil Lubis menyatakan bahwa dalam pemerintahan dinasti
Abbasiyah periode awal banyak melibatkan orang-orang Kristen, bahkan dikatakan
orang-orang Kristen memainkan peran penting, tetapi mereka didampingi bahkan
disaingi oleh orang-orang Islam dari Iran, itulah sebabnya dikemudian hari
orang-orang Iran memegang peranan yang penting dalam pemerintahan Abbasiyah[73]
Sementara
itu keturuanan dinasti Umayyah diburu, dan dipenjarakan, serta dibunuh.
b. Periode Lanjutan (847-945)
Periode lanjutan dimulai dengan
meninggalnya Al Wasiq dan berakhir ketika keluarga Buwaihi bangkit memerintah
sebagai khalifah (847-932). Dalam
periode ini ada tiga belas khalifah, mulai dari Al- Mutawakkil (847-861), Al-
Muntawasit (861-862), Al- Mustaqim (862-866), Al- Mutazz (866-869), Al- Muhtadi
(869-870), Al- Mu’tamid (870-892), Al’Mu’tadid (892-902), Al-Muktafi (902-908), Al-
Muqtadir (908-932), Al-Qabiar (932-934),
Al- Radi (934-940), Al-Muttaqir
(940-944), Al-Mutakfi (944-946).[74]
Masa periode ini ditandai dengan
bangkitnya pengaruh Turki, orang-orang Turki memegang jabatan tinggi dalam
pemerintahannya. Periode ini juga
ditandai dengan adanya persaingan di antara kekuasaan militer Bagdad dan
Somarra, bahkan persaingan antar kelompok.
Pemerintahan para khalifah sangat singkat, sehingga mereka tidak sempat menanamkan
pengaruh kepada para Gubernur dan militer. Kekuasaan Gubernur semakin besar dan akibatnya
mulai terjadi banyak penyalahgunaan wewenang oleh para pejabat. Akibatnya banyak terjadi pemberontakan, maka
mulailah terjadi perpecahan dalam tubuh Islam, dan beberapa daerah mulai memisahkan diri dari dinasti Abbasiyah seperti
Afrika Utara, Persia dan Spanyol.[75]
c. Periode Buwaihi (945-1055)
Periode ini dimulai dengan masuknya
kelompok Buwaihi dan berakhir pada masa bangkitnya Bani Seljuk. Jika periode sebelumnya yaitu periode
lanjutan (847-945M). Ekspansi kekuasaan Islam untuk memperluas wilayah
kekuasaan mereka agak berkurang, dan pada masa dinasti Buwaihi ini, ekspensi Islam
tidak jauh berbeda, tetapi jika ada ekspansi keluar sering dilakukan oleh para gubernur atau pemimpin wilayah atau
provinsi. Jadi jarang atas nama
pemerintah pusat atau khalifah, sehingga secara otomatis ketika provinsi
tersebut berhasil meyakinkan atau merebut wilayah kekuasaannya atau masuk
wilayah provensinya. Dan pada masa dinasti
ini juga terjadinya disintegrasi semakin terasa. Mereka telah membagi-bagi wilayah taklukan
muslim, diantaranya: Dinasti Buwaihi di Persia (932-1055), Dinasti Samariyah di
Khurasan (874-965), Handaniah di Suriah (924-1003), Umayyah di Spanyol
(756-1030), Fatimiah di Mesir (969-1171) dan Gasawi di
Afganistan (962-1187).[76]
Pada masa dominasi Dinasti Buwaihi ini terdapat lima khalifah dan 11 panglima
besar yang menjadi kepala pemerintahan.
Dan pada masa itu jabatan khalifah hanya menjadi symbol kebesaran dan
kekuasaan saja. Orang-orang Buwaihi adalah pengikut Syiah.[77]
d. Periode Seljuk (1055-1258)
Periode ini dimulai ketika suku
Seljuk mengambil alih pemerintahan dan mengontrol para khalifah Abasiyyah. Masa
pemerintahan Seljuk tahun 1055 dan berakhir pada tahun 1258 ketika tentara Mongol
menyerang serta menaklukan Baghdad dan hampir seluruh dunia Islam, terutama bagian
Timur.[78]
Suku Seljuk adalah keturunan Seljuk
bin Yakak seorang pemimpin konfederasi suku Turki. Dan ia merupakan penguasa suku-suku Oqhuz di
Turki. Karir militer suku Seljuk sangat
baik, itulah sebabnya mereka cepat menduduki posisi-posisi penting dalam
militer kekhalifahan Islam, dan akhirnya mereka mengambil tempat pimpinan
militer dan selama mereka menjadi panglima besar, khalifah berada di bawah
pengaruh mereka. Merekalah yang
menjalankan urusan pemerintahan sehari-hari dan khalifah hanya mengurusi dan memiliki
wewenang dalam bidang agama saja.
Pada masa Seljuk ini ada dua belas
khalifah yang naik tahkta dan pada masa khalifah yang terakhir dari dinasti
Seljuk Abasiyyah, tentara Mongol menghancurkan mereka
Selama akhir abad ke – 9 dan 10, sejumlah
Dinasti Muslim muncul menguasai berbagai wilayah di Afrika Utara, Suriah, dan
Iran. Di Timur, Dinasti Buwaihi
menguasai Iran Barat dan Irak (945 – 1055), dinasti Samaniyah berkuasa di Iran
Timur serta Transoksania (hingga 999), dan dinasti Gaznawi di Afganistan dan
Khurasan (hingga 1040). Dinasti –
dinasti ini mendorong timbulnya kerajaan-kerajaan Nomad. Dengan melemahnya dinasti Abbasiyah, tapal
batas menjadi terbuka untuk masuknya suku-suku Nomad dari Asia Tengah. Pada abad ke- 10, suku Qarakhanid menyerang
dan menguasai Transoksania. Abad
berikutnya suku Seljuk merampas Iran dan Anatolia. Suku Ghuzz dan Naiman juga mengikuti pada
abad ke-12 hingga akhirnya suku Mongol menguasai sebagian besar wilayah ini
pada abad ke-13.
Baghdad ditaklukkan pada tahun 945
oleh dinasti Persia yang beraliran Syiah bernama Dinasti Buwaihi. Orang-orang Abbasiyah kemudian tidak mampu
menjadi tuan di rumahnya sendiri.
Melemahnya kekuasaan Abbasiyah digantikan oleh berbagai tipe
kepemimpinan politik yang mempertahankan bahkan memperluas kekuatan kolektif
dunia Islam. Akan tetapi, Dinasti
Abbasiyah kemudian runtuh dengan adanya pukulan hebat dari bangsa Mongol.
Orang Mongol, yang terdiri dari
kelompok-kelompok klan yang berdiri sendiri,
pada awalnya hidup didataran
tinggi disebelah utara Gurun Gobi.
Sesekali mereka menyerang Cina atau menjarah Kafilah yang menyusuri
jalur sutera yang menghubungkan Cina, India, dan Persia. Sebagian besar bangsa Mongol tidak
terpengaruh oleh peradaban dan agama yang mengelilingi mereka. Mereka memeluk agama nenek moyang dan
menyembah dewa mereka, Tengri (Si Langit Biru yang Kekal). Akan tetapi pada akhir abad ke-12, seorang
pemimpin yang bernama Jengiz Khan berhasil menyatukan suku-suku Mongol Tengah
menjadi sebuah konfederasi yang kuat. Ia
memulai memimpin penyerangan ke daerah-daerah utara Cina, kemudian berpaling kearah Asia Tengah untuk
menjawab permintaan bantuan dari beberapa suku Turki yang sedang berjuang
melawan konfederasi Mongol, yang dipimpin oleh Kara-Khitay.[79]
Setelah berhasil menyatukan seluruh
suku Mongol, Jengiz Khan menghadapi Sultan Muhammad yang memimpin orang-orang
Turki. Sultan Muhammad adalah seorang
Sultan yang ambisius dan pada awalnya menganggap remeh kekuatan Jengiz
Khan. Sejak tahun 1218 hingga 1221, orang-orang Mongol menghantam basis kekuatan
Sultan Muhammad, menghancurkan pemukiman dan meruntuhkan kota di Transoksania, Khawarizmi,
dan Khurasan. Bencana yang ditimbulkan
invasi Mongol ini sangat besar. Mereka,
misalnya membunuh 700.000 penduduk kota Marw, membobolkan bendungan dekat
Gurganj hingga seluruh penduduk kota tersebut mati tenggelam, menuangkan emas
yang mengalir panas ke tenggorokan gubernurnya, membawa ribuan pengrajin muslim
ke Mongolia sebagai budak meskipun sebagian besar mati diperjalanan. Hal ini merupakan bagian dari strategi perang
mereka, yakni menanamkan trauma dan rasa takut serta menjatuhkan mental hingga
musuhnya tidak berani melawan.[80]
Kematian Jengiz Khan tahun 1227
memberikan kesempatan bagi umat Islam untuk bernapas karena para penggantinnya
lebih menunjukan invasi mereka ke Cina, Rusia, dan Eropa Timur. Dari sinilah angkatan perang Mongol mengancam
kerajaan-kerajaan Kristen di pegunungan Kaukasus dan wilayah Islam di Irak dan
Anatolia. Salah satu akibat dari
serangan mereka adalah kalahnya orang-orang Seljuk pada tahun 1243. Mongol membuat mereka menjadi negeri-negeri
boneka di bawah kekuasaan mereka dan membiarkan suku-suku Turki memecah-belah
Anatolia menjadi kerajaan-kerajaan kecil.
Akibat lain adalah persekutuan yang agak aneh tetapi cukup bertahan lama
antara orang-orang Mongol dengan kerajaan Armenia (yang sebelumnya mendukung
pihak tentara Salib melawan Islam).
Persekutuan ini membuat orang Eropa berfikir bahwa persekutuan yang
lebih besar antara Mongol dari Timur dan Kristen dari Barat akan bisa membuat
dunia Islam porak-poranda. Tetapi orang-orang Mongol tidak perlu menunggu
bantuan tersebut. Pada tahun 1256, cucu
Jengiz Khan, Hulagu Khan, memperbarui serangan ke pusat pemerintahan
Islam. Meskipun Hulagu Khan menganut
agama tradisi Mongol, permaisurinya adalah penganut Kristen Nestorian yang
mungkin mempengaruhi Hulagu Khan untuk membenci Islam. Selanjutnya, klaim Khalifah Abbasiyah sebagai
pemimpin seluruh umat Islam tentu telah menyinggung kewibawaan Hulagu Khan.[81]
Balatentara Mongol menyeberangi
Pegunungan Zagros dan memasuki negeri Irak.
Tentara khalifah berusaha bertahan dengan sekuat tenaga, akan tetapi
setelah berhasil menghancurkan sebuah bendungan, pasukan Mongol berhasil
memorak-porandakan kamp pertahanan tentara Islam. Tentara Hulagu Khan bergerak maju menghujani
kota Baghdad dengan batu yang dilemparkan dengan alat khusus hingga Khalifah
dan para pengikutnya menyerah kalah pada bulan Februri 1258. Setelah itu, balatentara Mongol menghancurkan
kota, membakar sekolah dan perpustakaan, merubuhkan masjid dan istana, dan
membunuh lebih satu juta orang Islam.
Adapun orang Kristen dan Yahudi
dibiarkan. Seluruh keluarga kafilah di
gulung dalam karpet dan dibiarkan di injak-injak kuda para tentara. Air sungai berubah warna akibat darah
manusia dan tinta buku. Mayat
bergelimpangan di seluruh penjuru kota.
Bau tersebar ke seluruh pelosok
hingga menjadi salah satu alasan balatentara Mongol berangkat
meninggalkan Baghdad. Baghdad hancur luluh
dan pasukan Mongol pergi dengan membawa
sebanyak mungkin harta rampasan perang.
Ini adalah tragedi peradaban dan kemanusiaan Dinasti Abbasiyah, sebuah
Dinasti yang pernah mencapai zaman keemasannya.[82]
e. Perpecahan Islam
Masyarakat Islam pada zaman Muhammad,
al-Khulafa ar-Rasidun, Dinasti Umayyah dan periode awal dinasti Abbasiyah
ditandai dengan utuhnya kekuasaan dan masyarakat Islam ditangan seorang khalifah. Tetapi sejak abad ke 4H / 10 M, ketika
wilayah kekuasaan Islam semakin meluas dan tidaklah memungkinkan seorang
khalifah dapat memerintah dengan efektif, maka para khalifah mulai menunjuk para wakil,
yaitu gubernur atau Amir di beberapa wilayah Islam, tetapi ketika kekuasaan
mereka semakin besar, mereka mulai meninggalkan para khalifah dan menegakkan
pemerintahan sendiri-sendiri, tetapi sekalipun sebagian gubernur bertindak demikian, tetapi
sebagian diantara mereka masih mengakui kekuasaan khalifah berada di atas
mereka.
Perpecahan kekuasaan yang terjadi
pada saat itu tidak hanya berdampak pada pemerintah pusat, yaitu pemerintahan Khalifah,
dimana kekuasaan pusat yang mengontrol dan mempersatukan keutuhan
wilayah-wilayah, menjadi lemah dan memudar, tetapi juga dikemudian hari para pemimpin wilayah atau gubernur yang kuat akan
menguasai wilayah-wilayah dengan pemimpinnya yang lemah. Selain itu
juga akan memicu peperangan
diantara umat Islam sendiri.
Selain pecahnya kekuasaan dan wilayah
Islam, masyarakat Islam juga terpecah ke dalam beberapa aliran. Keagaman dalam Islam, diantaranya: Aliran
Syiah mulai menampakkan kembali keberadaan dan jati dirinya setelah sekian lama
mereka berdiam diri dan terkesan menyembunyikan diri, karena
takut terhadap para penguasa “lawan politik mereka”. Tetapi setelah abad 10 M, Syiah bukan hanya
muncul tetapi ia mulai berkiprah dalam dunia politik dan tercatat dalam sejarah
dinasti Fatimiah dan Dinasti Zaidine memerintah atas nama Syiah, sedangkan
Dinasti Buwaihi dan Handani mendukung perkembangan Syiah. Dan pada abad 11 Masehi, Syiah pun mulai bangkit, Hal ini ditandai dengan munculnya kekuatan
dinasti Gaznawi dan dinasti Seljak.
Perpecahan kekuasaan Islam sebenarnya
bukan sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba,
tetapi sebenarnya perpecahan itu
sendiri mulai nampak ketika Muhammad wafat.
Beberapa sumber mengatakan bahwa sebelum jenasah Muhammad dimakamkan
sudah terjadi perdebatan tentang siapa yang akan menggantikan Muhammad.
Dikatakan paling tidak ada dua kubu, yaitu kubu Abu Bakar, Aisyah dan Umar
dengan kubu Ali dan Fatimah. Orang-orang
Syiah mengatakan bahwa Ali bin Abi Thalib, khalifah yang pertama dan yang sah,[83] sebagai pengganti Muhammad. Munculnya berbagai sekte atau aliran dalam
Islam sebenarnya terjadi seiring dengan munculnya perpecahan karena adanya
perebutan kekuasaan dalam tubuh Islam
7.
Perjumpaan
Politik
Pada tahun 380 M Kaisar Romawi, Theodosius telah menjadikan kekristenan
sebagai agama Negara, dan sejak saat itu
kekristenan telah tersebar dengan sangat cepat. Pada saat Muhammad meninggal pada tahun 632,
Ia telah memimpin 27 kali peperangan dan masih merencanakan 39 kali peperangan
lainnya.[84] Dan pada saat itu ia telah menaklukkan
seluruh Jazirah Arab kepada dirinya dan juga kepada agama Islam.[85]
Dan
setelah Muhammad wafat, di bawah kepemimpinan khalifah Abu Bakar Sidiq,
tentara Islam berani mengobarkan perang terhadap dua kekuatan adidaya, yaitu
Persia dan Byzantin, bahkan beberapa saat setelah selesai pemakaman Muhammad, di
bawah pemerintahan Abu Bakar tentara Islam telah mengempung dan menaklukan
Syam.
Pada tahun 600 M kekaisaran Romawi
Timur atau Byzantium yang meliputi Eropa Tenggara (wilayah Balkan), Asia kecil,
Syria, Palestina, Mesir dan Afrika Utara.
Pada saat itu telah menganut agama Kristen. Jadi pada saat Muhammad dan para khalifah
serta semua pengganti mereka menyerang dan menaklukan daerah-daerah tersebut, berarti mereka telah
menyerang umat Kristen dan daerah kantong-kantong Kristen. Dan juga Persia yang walaupun agama resminya
adalah Zoroaster, pada abad VI telah menjadi pusat perkembangan Gereja Nestorian. Dan pada abad VII M, sebagian penduduk Mekah dan Jazirah Arab sudah
mengenal dan memeluk agama Kristen.
Sehubungan dengan hal ini, Th van den End berkeyakinan bahwa di Semenanjung Arabia terdapat kelompok besar
orang Yahudi, di kota-kota Arabia Barat dan Selatan. Agama Kristen tersebar dimana-mana. Di gurun-gurun terdapat banyak Biara dan
Biarawan. Di Arabia Utara beberapa suku
telah memeluk agama Kristen. Di Hejaz dan Yaman jumlah orang Kristen sangat
besar dan telah memiliki Uskup yang berkedudukan di Yaman.[86] Ketika Muhammad menaklukkan Jazirah Arab pada
dirinya. Berarti dia telah mengislamkan penduduk dan
Masyarakat yang beragama Kristen juga.
Pada pertengahan Abad VII sampai Abad
XI ketika kekuasaan Islam telah mencapai Afrika Utara dan Sipayak, berarti
banyak suku bangsa yang beragama Kristen, daerah-daerah Kristen dan
negeri-negeri yang penduduknya beragama Kristen telah ditaklukkan dan dikuasai
tentara Islam dan sebagian besar dari mereka telah di Islamkan. Dan hanya sebagian kecil saja dari
orang-orang Kristen di Wilayah tersebut
yang masih mempertahankan iman mereka walaupun harus hidup di dalam tahanan
yang berat dari pemerintahan Islam dan harus membayar upeti (Jizya) untuk hidup
mereka.
Selama kurang lebih 450 tahun
Muhammad dan para pengikutnya telah mengislamkan sejumlah besar orang Kristen, menaklukkan
dan menduduki negeri mereka, dan telah membunuh orang Kristen dalam jumlah
yang tidak terhitung. Dan telah
menyebabkan sejumlah besar anak-anak Kristen menjadi yatim piatu karena
kematian bapak dan ibu mereka atau kedua-duanya, dan telah menyebabkan sejumlah
wanita Kristen menjadi janda karena kematian suami mereka yang disebabkan keganasan
tentara Islam dalam ekpansinya ke daerah-daerah
Kristen dan daerah-daerah yang berpenduduk Kristen.
Di bawah pemerintahan Khalifah Umar bin
Khatab, tentara Islam telah merebut Yerusalem,
kota yang dianggap suci oleh
orang Kristen dan Yahudi pada tahun 637.
Dan Anthiokia pada tahun 638.[87]
Pada
tahun 697 Karthago, ibu kota provinsi Afrika jatuh ketangan tentara Islam. Dan tahun 711 Magrib separuh di duduki
Islam. Pada tahun yang sama Islam
menerobos Asia Kecil, kemudian mengepung Konstantinopel, ibu kota Romawi Timur.[88]
Sampai abad VIII daerah-daerah
Kristen yang belum diduduki Islam hanyalah Yunani, Italia, Prancis dan
Inggris. Tetapi pada tahun 846 Tentara
Islam berhasil merebut kota Roma dan menjarah Gereja Santo Petrus, yang
merupakan Gereja pusat kekristenan Barat pada saat itu. Perbuatan-perbuatan tentara Islam yang
dianggap biadab pada saat itu menyebabkan
mereka sangat dibenci. Bijlefeld, dalam
bukunya De Islam berkata bahwa orang-orang Eropa menyebut mereka sebagai orang-orang Saracen artinya orang-orang kafir atau
penjahat-penjahat.[89]
Istilah jihad dipakai dalam Qur’an.
Kata kerja dari Jihad adalah “Jahada”
artinya berusaha. Kata kerja ini sering dipakai
dalam kaitan “Jahada fisabillilah”
artinya berusaha di jalan Allah[90] Para Ulama Islam telah membagi dan
membedakan jihad dalam empat kategoris; berusaha dengan hati, dengan
tekad, dengan tangan dan dengan pedang.
Cara yang pertama adalah berjuang melawan iblis dan godaannya. Jihad yang kedua dan ketiga adalah membela kebenaran
dan memberantas kebatilan. Dan jihad
yang keempat adalah mengorbankan harta benda dan hidup mereka dalam peperangan
dan untuk mengabarkan nama Allah.[91]
Jika
dengan cara-cara damai mereka gagal mencapai tujuan, mereka
akan menggunakan pedang untuk menewaskan bangsa-bangsa, daerah-daerah yang
tidak mau menyerah. Biasanya mereka memberikan waktu tiga hari untuk menyerah
dan jika lawan tidak mau menghiraukan himbauan itu, maka mereka akan
menyerang. Orang-orang Arab pada saat
itu melakukan enspansi dengan didorong masalah ekonomi dan rangsangan agama
mereka.
Pada abad VII sampai XI, luas wilayah umat Kristen berkurang banyak
karena adanya ekspansi, pendudukkan dan
penaklukkan Islam ke daerah-daerah Kristen, oleh tentara Islam, di antaranya
Afrika dan Spanyol. Pada masa
pendudukan Islam dan penjajahan Arab kondisi Gereja sangat memprihatinkan, pemimpin-pemimpin
Gereja seperti Paus dan Uskup lebih tertarik pada hal-hal dunia, korupsi dalam Gereja
merajalela, dan tingkat pendidikan para pemimpin dan pelayan Gereja sangat
rendah.[92] Tetapi kemudian paus-paus yang baik mulai
bangkit dan mengadakan pembaharuan dalam Gereja, demikian juga beberapa tokoh Kristen
Jerman dan para biarawan dari Cluny di Perancis Timur.[93]
8. PERJUMPAAN MILITER
a. Era Perang Salib
Gereja mulai kurang peka terhadap
kekerasan yang terjadi pada saat itu, bahkan pemimpin-pemimpin Gereja mulai
menggunakan kekerasan dengan mengatas namakan Gereja. Mereka memegang peraturan Agustinus ketika
meminta Negara untuk menggunakan kekerasan untuk menaklukkan kaum musyrik, mereka
mengartikan Lukas 13:23 secara harapiah sehingga pada abad-abad terakhirnya
tepatnya abad IX pemimpin Gereja Paus Leo IV, setelah Gereja di Roma direbut
oleh orang-orang Arab menyatakan bahwa setiap orang yang gugur dalam
mempertahankan gerejanya akan memperoleh pahala di surga. Beberapa tahun kemudian Paus Yohanes VIII
(872-882) memberi gelar “Martyr” kepada orang-orang yang gugur dalam perang
Salib. Dikatakan bahwa gugurnya mereka
telah menghapus dosa mereka.[94]
Pada pertengahan abad XI orang-orang Kristen mulai memegang statemen-statemen
tersebut terutama dalam memerangi kelompok-kelompok atau orang-orang yang
memusuhi Gereja. Yaitu orang-orang Islam
dan Negara Islam yang menjajah Spanyol selama berabad-abad.
Paus Alexander II menjanjikan
penghapusan siksa dalam neraka bagi setiap orang yang mau berjuang untuk
membebaskan Spanyol dari penjajahan Negara Islam. Dan beberapa puluh tahun kemudian, sebagian dari wilayah Spanyol dapat dibebaskan
dari Islam.[95] Tetapi Tidak semua pemimpin Gereja
seperti Paus Leo IV, Paus Yohanes VIII dan Paus Alexander II; diantaranya adalah Patriach Konstantinopel, ketika Kaisar
Nikephorus Phokas tahun 970 meminta dia untuk mengeluarkan pernyataan bahwa prajurit-prajurit
yang gugur dalam peperangan untuk membebaskan Syria dan Palestina dari
pendudukan Islam akan menjadi martyr dan masuk surga, tetapi sang Patriach menolak permintaan
tersebut.[96] Pada tahun 1071 tentara Islam menghancurkan
tentara Byzantium lalu ia mengambil alih seluruh wilayah Asia dari kekuasaan
Byzantium, akibatnya orang-orang Barat yang hendak berziarah
ke Yerusalem sering mengalami gangguan dan penganiayaan dari tentara Islam, itulah
sebabnya Byzantium mengutus duta-dutanya untuk menyampaikan pesannya dan
meminta bantuan kepada pemimpin Gereja Eropa Barat.
Pada tahun 1095 Paus Urbanus
mengadakan rapat di Perancis, dan menyerukan agar orang Kristen Barat membantu
meringankan penderitaan orang Kristen Timur dan para peziarah ke Tanah Suci. Ia menyerukan agar orang-orang Kristen melancarkan
Perang Suci untuk membebaskan tempat-tempat Suci. Mendengar
pidato Paus Urbanus yang berkharisma, maka pada saat itu bangkitlah semangat
masyarakat Eropa Barat untuk membantu orang-orang Kristen Timur dan untuk
membebaskan Yerusalem, dan mereka berjanji untuk segera menggalang kekuatan dan
segera berangkat menuju Yerusalem.
Beberapa orang raja dari Eropa ikut serta dalam rombongan tentara yang besar
itu. Tentara Salib dari Eropa harus
berjalan sekitar 5000 Kilometer dengan menunggang kuda atau berjalan kaki di daerah
yang tidak mereka kenal sebelumnya, sehingga diperkirakan banyak sekali tentara
yang mati dalam perjalanan pada saat itu.
Tempat perhentian pertama Long
March yang begitu besar dan begitu jauh adalah Konstantinopel.[97]
Di situ ternyata jauh sekali
perbedaan antara orang-orang Kristen Romawi Timur dengan orang Kristen Eropa
Barat yang berasal dari Romawi bagian Barat dahulunya, yang telah memisahkan
diri berabad-abad sebelumnya. Watak mereka sangat kasar dan kelihatannya kurang
beradab, mereka merampoki rumah-rumah penduduk yang
berada di luar tembok, merampas timah hitam di atas Gereja.[98]
Bahkan orang-orang Byzantium terkejut
ketika melihat tentara Barat membuat kerusuhan di kota Konstaninopel pada hari
Jumat Agung. Kelihatannya ada banyak persamaan
antara tentara “Salib” dari Eropa Barat dengan tentara Turki yang berkuasa pada
saat itu.[99] Tetapi tidak semua tentara Salib dari Eropa Barat
itu kejam dan kurang beradab, mereka yang telah bertobat biasanya hidup lebih
santun dan toleransi.
G.E. von Grunebaum dalam bukunya Medieval Islam, halaman 53 sebagaimana dikutip Van den End
berkata: Perang-perang salib bukanlah perang Gereja
Kristen melawan Islam, tetapi
perang antara orang-orang Kristen Barat yang masih kurang beradab melawan
tentara Islam. Sebagaimana kekejaman
tindakan orang-orang Turki tidak berasal dari keislaman mereka, begitu
juga kekejaman orang-orang Eropa Barat yang beragama Kristen tidaklah bersumber
pada agama Kristen.[100]
Peperangan yang dilakukan tentara
Salib di Asia Kecil berhasil memukul kalah tentara Islam Turki. Sehingga Byzantium berhasil merebut kembali
sebagian dari wilayah mereka yang telah direbut dan diduduki oleh Islam. Setelah melakukan perjalanan selama tiga
tahun dan juga sejumlah peperangan akhiranya tentara Salib dari Eropa sampai ke
Yerusalem pada tanggal 7 Juli 1099 mereka memasuki kota Yerusalem, tetapi
mereka dihadang oleh tentara dan penduduk yang ada di kota, yang
sebagian adalah Kristen dan Yahudi, dan banyak diantara penduduk dan tentara
yang terbunuh dalam penghadangan tersebut.[101]
Tentara Salib yang tinggal di
Yerusalem untuk waktu yang agak lama, mereka segera bisa menyesuaikan diri dengan
tetangga Arab mereka, bahkan diceritakan Raja Yerusalem pertama adalah Baldwin,
ia seorang bangsawan dari Eropa, salah seorang dari rombongan tentara Salib
yang datang untuk pertama kalinya.
Dikatakan ia mengganti pakaiananya dengan pakaian ketimuran dan
membiarkan jenggotnya panjang, dan makan sambil duduk di atas permadani di
lantai. Maka kalau dikemudian hari tumbuh
permasalahan, hal itu sering disebabkan oleh setiap fanatisme
pendatang-pendatang baru dari Eropa Barat.
Raja-raja Kristen mengadakan persekutuan dengan Negara-negara Islam.
Sekitar tahun 1100-1144 wilayah Islam
terpecah-pecah sehingga mereka tidak bisa menahan serangan tentara Salib, sehingga
sebagian wilayah yang telah diduduki orang Islam bisa direbut kembali. Tetapi perang salib besar pada tahun 1147
telah memberikan kemenangan kepada pihak Islam.
Dan perang Salib 1187 merupakan kekalahan yang cukup berarti bagi tentara
Salib, sehingga mereka dipukul mundur oleh tentara Islam divbawah kepemimpinan
Sultan Saladin, dan Yerusalem jatuh kembali ketangan Islam dan juga Mesir. Tetapi tahun 1229-1244 Yerusalem sempat
direbut kembali oleh orang-orang Kristen, tetapi tahun1291 benteng Kristen terakhir
Syiria, Palestina dan Acra direbut oleh orang-orang Islam Mesir.
Perjumpaan umat Kristen dengan umat
Islam di bidang politik dan militer, lebih banyak negatifnya, dibandingkan positifnya, sering terjadi perang terbuka diantara kedua
kelompok umat beragama itu. Perang Salib
I, pihak Kristen berhasil mempertahankan
Byzantium dari serangan Islam Turki, bahkan orang-orang Kristen mempersatukan
kembali sebagian wilayahnya yang telah diduduki sekian lama oleh tentara Islam. Tetapi perang Salib juga sempat terjadi
antara orang-orang Kristen Eropa Barat dengan orang-orang Kristen Timur atau Byzantium,
dan Byzantium di kalahkan, sehingga
tentara Salib pernah menobatkan seorang Perancis sebagai Kaisar Romawi Timur. Pada tahun 1267 Yunani berhasil merebut
kembali kekuasaan Byzantium dari tentara Salib, tetapi kondisinya sudah sangat lemah, sehingga
ketika kesultanan Turki dengan kekuatannya menyerang Byzantium, mereka tidak
mampu bertahan.[102]
b. Dampak Perang Salib
Perang Salib dari segi rohani sangat merugikan umat Kristen dan
martabat agama Kristen. Salib yang dimengarti
umat Kristen mengajarkan cinta kasih dan
hidup damai, tetapi pada saat itu harus dipakai sebagai kedok atau topeng untuk
melegalkan peperangan, serta untuk merekrut tentara dan sukarelawan sebanyak mungkin. Untuk
dimasukkan ke dalam
pertempuran yang berkaitan dengan agama demi mengejar ambisi, ekonomi, dan
untuk mendapatkan wilayah-wilayah baru atau negara tertentu.
Kelakuan dan tindakan orang-orang
Kristen dari Eropa Barat terhadap orang
Islam di Austria, Yerusalem tahun 1099 dan Alexandaria
tahun 1365 telah meninggalkan luka yang dalam bagi umat Islam pada masa itu dan
juga masa-masa sesudahnya. Dan ketika
orang Islam melakukan serangan balasan, yang paling menderita adalah kekaisaran
Romawi Timur, sebab orang-orang Eropa Barat ketika mereka terdesak mereka dapat
pulang ke negerinya, sementara kekaisaran Romawi Timur atau Byzantium dengan
ibu kotanya konstantinopel menjadi sasaran amuk dan bulan-bulanan tentara
Islam, sehingga menyebabkan puluhan kota dan ratusan desa rusak sebagai akibat
peperangan yang berlangsung selama 200 tahun itu. Ratusan ribu orang dari kedua belah pihak
mati, sebagai korban atau tumbal dari sebuah ambisi dan sikap arogansi dari
pihak-pihak yang berperang. Lebih dari itu
justru daerah-daerah Kristen seperti Siria yang paling menderita. Dan perang Salib juga telah menjadikan sikap
penguasa Muslim dan juga sebagian umat muslim sesudah perang salib itu tidak
begitu toleran lagi terhadap umat Kristen.[103]
Ketika orang-orang Mamluk bangkit
memerintah pada awal abad 14, mereka memerintah dengan sikap anti Kristen. Sehingga orang-orang Kristen Nestorian, Koptik, Yakobit dan Ortodoks Yunani Timur menjadi
korban. Th. van den End melaporkan
jumlah anggota jemaat mereka menurun dengan sangat tajam, dan hal ini
diperburuk dengan adanya perpecahan antara Gereja Barat dengan Gereja Timur, yaitu Gereja Ortodoks Yunani.[104]
Dengan demikian benarlah penilaian
Runciman tentang perang Salib terutama dari pihak Kristen: Banyak keberanian, tetapi
kurang kehormatan, banyak pengabdian tetapi kurang pengertian. Cita-cita yang mulia tercemar oleh kekejaman
dan kerakusan, semangat berusaha dan ketabahan dinodai oleh kecongkakan yang
buta dan picik. Orang-orang
Kristen di Teluk Persia, Anatolia dan Syiria telah menjadi korban bulan-bulanan
para prajurit gagah perkasa, mereka yang tidak berdosa telah gugur. Mereka akhirnya jadi korban penindasan dan
perhambaan orang-orang yang memusuhi mereka.[105] Dan
sebaliknya bagi pihak Islam, Perang Salib juga telah meninggalkan luka yang
dalam seperti yang dipaparkan Iik Arifin Mansyur Noor. Perang Salib telah meninggalkan luka sejarah yang
tidak mudah pupus bagi umat Islam dalam pandangannya terhadap Barat.[106]
9.
Perjumpaan
Biblis Teologis
Agama Yahudi atau Yudaisme, agama Kristen dan agama Islam
sering disebut sebagai agama Tauhid, yaitu agama yang mengaku dan menekankan ke
Esaan Tuhan. Dan ketiga agama ini
berasal dari rumpun suku bangsa dan bahasa yang sama yaitu Semit atau Semitik, bahkan
ketiga agama ini bersumber dari satu tokoh atau leluhur yang sama yaitu Abraham
atau Ibrahim. Jika agama Yahudi atau
Yudaisme lebih nampak sifat sukuismenya,
sehingga oleh para sarjana Islam sering
disebut sebagai agama “khusus” untuk orang-orang Yahudi atau Israel. Tetapi agama Kristen dan agama Islam sering
disebut sebagai agama universal yaitu agama yang memiliki sifat kesejagatan dan agama yang sama-sama
missioner dengan daya juang dan daya sebar yang luar biasa, dengan tingkat keagresipan yang sangat tinggi. Dan akibatnya hal ini sering menimbulkan
persaingan yang ketat diantara umat Kristiani dengan umat Islam.
a.
Perjumpaan
Biblis
Kekristenan dalam Perjumpaan Biblis dengan
Yudaisme, bukan hanya mengakui dan mengutip kitab agama Yahudi yaitu Tenak (Torah, Nabiim dan Ketubim) tetapi agama Kristen telah mengadopsi dan menjadikan Tenak secara utuh sebagai bagian dari Alkitab orang Kristen dan itu
yang disebut “Perjanjian Lama” atau Old
Testament. Perjanjian Lama atau Old Testament orang Kristen isinya atau
kontennya sama persis dengan isi kitab Tenak
orang Yahudi. Sehingga kalau pada suatu
saat orang Kristen sedang ziarah ke Yerusalem dan jika ia tidak sempat membawa
Perjanjian Lama ia bisa meminjam Tenak orangYahudi.
Orang-orang Yahudi menyatakan bahwa
Musa atau nabi Musa adalah pendiri dari agama Yudaisme ini. Dan Nabi Musa hidup sekitar 1400 tahun
sebelum Kristus yang diyakini oleh umat Kristen sebagai pendiri kekristenen, dan
itulah sebabnya wajar sekali jika kekristenan mengutip dan menggunakan kitab
orang Yahudi sebab ketika kekristenan lahir agama Yahudi sudah ada dan mapan.
Agama Islam adalah agama yang lahir hampir
VI abad setelah kekristenen. Dan itulah
sebabnya wajar jika Al-Quran berisi dan mengutip sebagian dari kitab Taurat dan
kitab Injil. Tetapi yang terjadi dengan Islam adalah ia tidak melakukan apa yang telah
di lakukan agama Kristen terhadap Perjanjian Lama, yang telah diwahyukan Tuhan sebelumnya,
dan menerimanya dengan tanpa keraguan, secara utuh sebagai Firman Tuhan yang
tanpa salah, dengan didasari suatu keyakinan bahwa Allah adalah Allah yang
konsisten dan Allah yang Maha Bijak, Maha Tahu, Allah yang tidak pernah berubah
dan Allah tidak pernah menyesal, seolah-olah Ia manusia, sehingga pada suatu
saat Ia harus merevisi FirmanNya karena adanya kesalahan. Itulah sebabnya dalam Injil Matius 5:17-19
Tuhan Yesus berkata dengan tegas: Dalam
ayat 17, “Janganlah kamu menyangka, bahwa
Aku datang untuk meniadakan Hukum Taurat atau Kitab para Nabi. Aku datang bukan untuk meniadakan, melainkan untuk menggenapinya.” ayat 18,
“Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi
ini, satu iota atau satu titikpun tidak ada yang akan ditiadakan sebelum
semuanya terjadi”. Dan ayat 19:
“Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah Hukum Taurat
sekalipun yang paling kecil dan mengajarkannya demikian kepada orang lain ia
akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Surga; tetapi siapa
yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah Taurat, ia akan
menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Surga”.
Di dalam Al-Quran memang tercantum nama
sejumlah kitab yang tercantum dalam Tenak
atau Perjanjian Lama atau Perjanjian
Baru. Tetapi ternyata banyak sekali yang
telah disimpangkan, tidak sama dengan apa yang terdapat di dalam Tenak dan
Injil. Tetapi Ironisnya, kemudian umat Islam menuduh dan menyebarkan fitnah
bahwa Kitab Suci Orang Yahudi dan Kitab Suci orang Kristen telah dipalsukan
atau diselewengkan. Sehubungan dengan
isu ini Robert Morey berkata: Orang muslim berusaha mencegah setiap upaya untuk
membandingkan Yesus yang Alkitabiah dengan Muhammad yang Quraniah. Pencegahan ini dilakukan dengan menuduh bahwa
Alkitab telah korup dan salah.[107]
Jadi menurut Islam, Yesus dalam Perjanjian Baru
bukanlah Yesus yang benar. Dan
sehubungan dengan hal di atas, Robert Morey, memaparkan diskusi persahabatan
yang telah dilakukannya dengan mahasiswa muslim:[108]
Muslim : Al-Quran selalu
benar dalam segala hal.
Non Muslim: Namun Al-Quran bertentangan dengan Alkitab dalam hal Yesus.
Muslim : Kalau demikian pasti Alkitab yang salah.
Non Muslim: Bagaimana anda tahu?
Apakah anda punya bukti yang
terdokumen?
Muslim : Saya tidak perlu bukti, sebab saya tahu
Alkitab salah.
Non Muslim: Tetapi bagaimana anda mengetahuinya?
Muslim : Alquran selalu benar dalam segala hal.
Salah satu contoh adalah tentang kisah Yusuf
anak Yakub, moyang Israel, sebab kisah ini termasuk salah satu kisah yang
sangat popular di kalangan Yahudi, Kristen dan Islam. Terutama kisah Yusuf
dirumah Potifar (Kej 39:1-20) bandingkan dengan surat Yusuf atau Qur’an
12:20-32.
Kejadian 39:1-20
|
Qur’an 12:20-32
|
Ayat 1. Adapun Yusuf telah dibawa ke Mesir; dan
Potifar, seorang Mesir, pegawai istana Firaun, kepala pengawal raja, membeli
dia dari tangan orang Ismael yang telah membawa dia kesitu
Ayat 2. Tetapi Tuhan menyertai Yusuf, sehingga ia menjadi orang yang selalu
berhasil dalam pekerjaannya; maka tinggallah ia di rumah tuannya orang Mesir
itu.
Ayat 3. Setelah dilihat tuannya, bahwa Yusuf
disertai Tuhan dan bahwa Tuhan membuat berhasil segala sesuatu yang
dikerjakannya,
Ayat 4. Maka Yusuf mendapat kasih tuannya, dan
ia boleh melayani Dia; kepada Yusuf diberikannya kuasa atas rumahnya dan
segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf
Ayat 5. Sejak Ia
memberikan kuasa dalam rumahnya dan atas segala miliknya kepada Yusuf, Tuhan
memberkati rumah orang Mesir itu karena Yusuf, sehingga berkat Tuhan ada atas
segala miliknya, baik di rumah maupun yang di ladang.
Ayat 6. Segala
miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf, dan dengan bantuan Yusuf ia
tidak usah lagi mengatur apapun selain dari makannya sendiri. Adapun Yusuf itu manis sikapnya dan elok
parasnya
Ayat 7. Selang
beberapa waktu istri tuannya memandang Yusuf dengan berahi, lalu katanya
“Marilah tidur dengan aku.”
Ayat 8. Tetapi Yusuf menolak dan berkata kepada istri tuannya itu:
“Dengan bantuanku tuanku tidak lagi mengatur apa yang ada di rumah ini dan ia
telah menyerahkan segala miliknya pada kekuasaanku,
Ayat 9. Bahkan di rumah
ini ia tidak lebih besar kuasanya dari padaku, dan tiada yang tidak
diserahkannya kepadaku selain dari pada engkau sebab engkau istrinya. Bagaimanakah mungkin aku melakukan
kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?
Ayat 10. Walaupun
dari hari kehari perempuan itu membujuk Yusuf, Yusuf tidak mendengarkan
bujukannya itu untuk tidur disisinya dan bersetubuh dengan dia.
Ayat 11. Pada suatu
hari masuklah Yusuf ke dalam rumah untuk melakukan pekerjaannya, sedang dari seisi rumah itu seorangpun tidak
ada dirumah.
Ayat 12. Lalu perempuan itu
memegang baju Yusuf sambil berkata : “Marilah tidur dengan aku.” Tetapi Yusuf
meninggalkan bajunya ditangan perempuan itu dan lari keluar.
Ayat 13 Ketika dilihat perempuan itu bahwa Yusuf
meninggalkan bajunya dalam tangannya dan telah lari keluar,
Ayat 14. dipanggilnyalah
seisi rumah itu lalu katanya kepada mereka : “Lihat, dibawanya kemari seorang
Ibrani, supaya orang ini dapat mempermainkan kita. Orang ini mendekati aku untuk tidur dengan
aku tetapi aku berteriak-teriak dengan suara keras
Ayat 15 dan ketika didengarnya bahwa aku berteriak
sekeras-kerasnya, ditinggalkannyalah bajunya padaku lalu ia
lari keluar.”
Ayat 16. Juga ditaruhnya baju Yusuf itu disisinya, sampai tuan
rumah pulang.
Ayat 17. Perkataan itu
jugalah yang diceritakan perempuan itu kepada Potifar, katanya : ”Hamba orang
Ibrani yang engkau bawa kemari itu datang kepadaku untuk mempermainkan aku
Ayat 18. Tetapi ketika aku berteriak sekeras-kerasnya
ditinggalkannya bajunya padaku, lalu ia lari keluar
Ayat 19. Baru saja didengar
oleh tuannya yang disampaikan istrinya kepadanya : “Begini begitulah aku
diperlakukan oleh hambamu itu maka bangkitlah amarahnya
Ayat 20. Lalu Yusuf ditangkap oleh tuannya dan dimasukkan ke dalam
penjara tempat tahanan-tahanan raja dikurung.
Demikianlah Yusuf dipenjarakan disana.
|
Ayat 20. Dan mereka menjual
Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja dan mereka merasa
tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.
Ayat 21. Dan orang Mesir yang membelinya berkata kepada istrinya :
“Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik, boleh jadi dia bermanfaat kepada kita atau
kita pungut dia sebagai anak. Dan
demikian pulalah kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf dimuka bumi
(Mesir), dan agar kami ajarkan kepadanya tabir mimpi. Dan Allah berkuasa terhadap urusannya, tetapi
kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.
Ayat 22. Dan tatkala ia cukup dewasa kami berikan kepadanya hikmah
dan ilmu. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat
baik.
Ayat 23. Dan wanita (Julaiha)
yang Yusuf tinggal dirumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya
(kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu seraya berkata : “Marilah kesini, Yusuf
berkata : Aku berlindung kepada Allah sungguh tuanku telah memperlakukan aku
dengan baik. Sesungguhnya orang-orang
yang zalim tiada akan beruntung.
Ayat 24. Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan
perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan
wanita itu andai kata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah agar kami memalingkan dari
padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba kami yang
terpilih.
Ayat 25. Dan keduamya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu
menarik baju gamis Yusuf dari belakang hingga koyak dan kedua-duanya
mendapati suami wanita itu di depan pintu.
Wanita itu berkata :”Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud
berbuat serong dengan istrinya selain dipenjarakan atau dihukum azab yang
pedih?
Ayat 26. Yusuf berkata : “Ia menggodaku untuk menundukkan diriku
kepadanya dan seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya:
jika baju gamisnya koyak dimuka, maka wanita itu benar dan Yusuf termasuk
orang-orang yang dusta.
Ayat 27. Jika baju gamisnya koyak dibelakang maka wanita itulah
yang dusta dan Yusuf termasuk orang-orang yang benar.
Ayat 28. Maka tatkala suami wanita itu melihat baju Yusuf koyak
dibelakang berkatalah dia : “Sesungguhnya kejadian itu adalah diantara tipu
daya kamu sesungguhnya tipu daya kamu besar.
Ayat 29. Hai Yusuf : berpalinglah dari ini dan kamu hai istri ku
mohon ampunlah atas dosa mu karena kamu sesungguhnya orang-orang yang berbuat
salah.
Ayat 30. Dan wanita-wanita dikota itu berkata : “Istri Al-Aziz
menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya kepadanya sesungguhnya cintanya
kepada bujangnya sangatlah mendalam. Sesungguhnya
kamu memandangnya dalam kesesakan yang nyata.
Ayat 31. Maka tatkala wanita itu (Zulaikha) mendengar cercaan
mereka, diundangnyalah wanita-wanita itu, dan disediakannya bagi mereka
tempat duduk dan diberikannya kepada masing-masing mereka sebuah pisau (untuk memotong jamuan),
kemudian dia berkata kepada Yusuf: “Keluarlah (nam[pakanlah dirimu) kepada
mereka.” Maka tatkala wanita-wanita
itu melihatnya, mereka kagum kepadanya, dan mereka melukai tangannya dan
berkata: “Maha sempurna Allah, Inibukan manusia. Sesungguhnya ini tidaklah lain dari
malaikat yang mulia.”
Ayat 32. Zulaikha berkata:
“Itulah dia orang yang kamu cela aku karena tertarik kepadanya, dan
sesungguhnya aku telah menggoda dia untuk menundukan dirinya kepadaku. . . .
|
Tabel 1: Perbandingan Antara Kej.
39:1-20 dengan Qur’an 12:20-32 (Surat Yusuf)
Dan ternyata pandangan ini juga
terdapat pada kisah Maria dan Yesus dalam Qur’an yang berbeda dengan yang terdapat di dalam
Injil. Bandingkan Lukas 2:1-7 dengan Surat
Maryam atau Qu’ran 19:16-36
Dan ternyata pandangan ini juga terdapat pada kisah Maria dan Yesus dalam
Qur’an yang berbeda dengan yang terdapat di dalam Injil. Bandingkan Lukas
27:1-7 dengan Surat Maryam atau Qur’an 19:16-36.
Lukas 1:26-38
|
Maryam/Quran 19:16-32
|
Ayat 26. Dalam bulan yang keenam Allah
menyuruh malakait Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaert.
Ayat 27. Kepada seorang perawan yang
bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu
Maria.
Ayat 28. Ketika malaikat itu masuk ke rumah
Maria, ia berkata: “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai
engkau.”
Ayat 29. Maria terkejut mendengar
perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya,apakah arti salam itu.
Ayat 30. Kata melaikat itu kepadanya: ”Jangan
takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah.
Ayat 31. Sesungguhnya engkau akan
mengandung dan akan melahirkan seorang Anak Laki-laki dan hendaklah engkau
menamai Dia Yesus.
Ayat 32. Ia akan menjadi besar dan akan
disebut Anak Allah Yang Maha Tinggi. Dan
Tuhan Allah akan mengaruniakan kepadaNya takhta Duad, bapa leluhur-Nya,
Ayat 33. Dan akan menjadi raja atas kaumnya dan
kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.”
Ayat 34. Kata Maria kepada malaikat itu: ”Bagaimana
hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?”
Ayat 35. Jawab malaikat itu kepadanya: ”Roh Kudus
akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab
itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.
Ayat 36. Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu
itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan
inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu.
Ayat 37. Sebab bagi Allah tidak ada yang
mustahil.”
Ayat 38. Kata Maria: ”Sesungguh-nya aku ini
adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.” Lalu malakait itu meninggalkan dia.
|
Ayat 16. Dan ceritakanlah kisah Maryam di dalam
Al-Quran yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya kesuatu tempat
disebelah timur.
Ayat 17. Maka ia mengadakan tabir yang
melindunginya dari mereka: Lalu kami mengutus roh Kami kepadanya maka ia
menjelma di hadapannya dalam bentuk manusia yang sempurna
Ayat 18. Maryam berkata: “Sesungguhnya aku
berlindung dari padamu kepada Tuhan yang maha pemurah jika kamu seorang yang
bertakwa.”
Ayat 19. Ia (Jibril) berkata sesungguhnya
aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu untuk memberimu seorang anak
laki-laki yang suci.
Ayat 20. Maryam berkata: ”Bagaimana akan
ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusiapun
menyentuhku dan aku bukan pula seorang pezina.
Ayat 21. Jibril berkata :”Demikianlah
Tuhanmu berfirman: Hal itu adalah mudah bagiKu dan dapat menjadikannya suatu
tanda bagi manusia sebagai rahmat dari kami dan hal itu adalah suatu perkara
yang sudah diputuskan”
Ayat 22. Maka Maryam mengandungnya lalu ia
menyisihkan diri dengan kandungan itu ketempat yang jauh.
Ayat 23. Maka rasa sakit akan melahirkan
anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma dan dia berkata :
“Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini dan aku menjadi barang yang
tidak berarti, lagi dilupakan
Ayat 24. Maka Jibril menyerunya dari
tempat yang rendah: “Janganlah kamu bersedih hati sesungguhnya Tuhan mu telah
menjadikan anak sungai di bawah mu
Ayat 25. dan goyanglah pangkal pohon kurma
itu kearahmu, niscahya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak
kepadamu
Ayat 26. Maka makan, minum dan bersenang
hatilah kamu. Jika kamu melihat
seorang manusia maka katakanlah :”Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa
untuk Tuhan yang maha pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang
manusiapun pada hari ini.
Ayat 27. Maka Maryam membawa anak itu pada
kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya berkata : “Hai Maryam, sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang
amat mungkar.
Ayat 28. Hai saudara perempuan Harun, ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang
jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina.
Ayat 29. Maka Maryam menunjuk kepada
anaknya. Mereka berkata: “Bagaimana
kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?
Ayat 30. Berkata Isa: “Sesungguhnya aku
ini hamba Allah, Dia memberiku Alkitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang
nabi.
Ayat 31. dan Dia menjadikan aku seorang
yang diberkati dimana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepada ku
(mendirikan) shalat dan menunaikan zakat selama aku hidup.
Ayat 32. dan berbakti kepada ibuku, dan
dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong dan celaka.
Ayat 33. Kesejahteraan semoga dilimpahkan
kepadaku pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan
hidup kembali
Ayat 34 Itulah Isa Putra Maryam yang
mengatakan perkataan yang benar yang mereka berbantah-bantahan tentang
kebenaran.
Ayat 35. Tidak layak bagi Allah mempunyai
anak, maha suci Dia. Apabila Dia telah
menetapkan sesuatu maka Dia hanya berkata kepadanya : “Jadilah” maka jadilah
ia
Ayat 36. Sesungguhnya Allah adalah Tuhan…
|
Tabel 2: Perbadingan Antara Lukas
1:26-38 dengan Qur’an 19:16-32 (Surat Maryam)
Dan penyimpangan ini juga terdapat
pada kisah Maria dan Yesus di dalam Qur’an berbeda dengan yang terdapat dalam
Injil, bandingkan Lukas 2:1-7
dengan surat Maryam atau Qur’an 19:16-36. Contoh lain kisah Nuh dalam Alquran berbeda
dengan kisah Nuh dalam Kitab Kejadian.
Bandingkan Kejadian 6:9, 9:29 dengan surat Nuh atau Qur’an 71.
Demikian juga kisah sejumlah Tokoh dalam Qur’an
banyak yang berbeda dengan kisah
yang terdapat di dalam Alkitab. Terutama surat Al A’raaf yang
mengisahkan tentang Nuh, Lot, Musa dan untuk menjawab pertanyaan
tentang perbedaan-perbedaan tersebut banyak Tokoh Islam menyatakan bahwa Islam
lahir sebagai korektor atau hakim
terhadap agama-agama sebelumnya, dengan
kata lain sebenarnya mereka ingin menyatakan kisah tokoh-tokoh tertulis dalam
Al-Quran itulah yang benar, dan untuk menegaskan hal ini mereka juga sering
melemparkan tuduhan bahwa Kitab Suci orang Kristen dan orang Yahudi telah
diselewengkan atau telah dipalsukan.
Sebenarnya ironis sekali jika Qur’an
yang ditulis abad ketujuh Masehi berani mengoreksi, menghakimi Firman Tuhan atau
Perjanjian Lama yang sudah ditulis dua puluh abad sebelumnya dan yang dipelihara
sedemikian rupa oleh Tuhan dan para Rabbi
Yahudi. Dan juga ironis sekali ketika
mereka coba mengurangi otoritas dan keberadaan Yesus Kristus yang telah ditulis
oleh para saksi mata dari kehidupan Yesus di atas muka bumi ini, dengan
dorongan Roh Allah. Yang sedemikian rupa
supaya para penulis tidak melakukan kesalahan pada naskah aslinya. Tetapi VI abad kemudian Islam berani
mengatakan bahwa Injil memiliki kesalahan.
Perjumpaan Kristen dengan Islam ini
di warnai kritik, tuduhan, fitnahan dan pendustaan. Sebenarnya akan sangat arif jika kedua belah
pihak sama-sama menahan diri dari tuduhan pencemaran dan penghakiman terhadap
keyakinan dan Kitab Suci agama orang lain.
Perbedaan Alkitab dengan Al-Quran jelas tidak bisa disangkal, tetapi
seandainya perbedaan itu tidak dibesar-besarkan, tetapi
justru harus menjadi kajian dan penyelidikan bersama, yaitu baik pihak Kristen maupun
pihak Islam. mengkaji masing-masing
Kitab Sucinya dengan jujur. Seandainya
para sarjana Islam mengunakan metode-metode penafsiran yang sama dengan Al-Quran
mereka, seperti mereka telah menggunakannya untuk
kitab suci orang lain itu baru namanya fair atau adil. Seandai High
Criticisme dan Low Criticisme
digunakan juga terhadap Al-Quran itu namanya adil. Hal ini sama dengan apa yang dikatakan Bambang Naersena : “….sorak kegirangan
melihat dan mendengar Kitab Suci orang lain di edel-edel, tetapi naik pitam kalau Kitab Sucinya disinggung : “Ini
karya orientalis”, “Ini fitnah dari
musuh-musuh Islam”. Padahal metode yang
sama mereka sambut dengan gegap gempita kalau itu diberlakukan untuk Kitab Suci
orang Kristen.[109]
Sepertinya jika Muhammad
memperhatikan hal yang sama untuk Torat dan Injil seperti yang telah Yesus katakan tentang Torat, di dalam Matius
5:17-19, mestinya para pengikutnya dan umat Islam di seluruh dunia tidak akan
pernah melakukan tindakan-tindakan seperti yang selama ini mereka lakukan. Orang-orang Islam menganggap Torat dan Injil
sudah tidak asli lagi. Jika mereka
saling menghargai mestinya dunia ini akan damai, dan hidup manusia akan rukun. Seandainya umat Islam menghargai dan menaruh
hormat kepada Kitab Suci orang Kristen, sama seperti orang Kristen menghargai
Torah, betapa menyenangkannya hidup di dalam dunia ini, sebab kerukunan dan
kebersamaan akan mewarnai hidup ini. Tidak
akan ada kebencian, tidak akan ada fitnah dan tidak akan ada teroris.
Sehubungan dengan Ishak dan Ismael
banyak penulis Islam, media Islam, dan masyarakat Islam tidak bisa menerima apa
yang dikatakan oleh kitab Kejadian, salah satu dari kitab Torah yang ditulis
oleh nabi Musa, terutama ayat yang berbunyi : “Usirlah hamba perempuan itu
beserta anaknya, sebab anak hamba itu tidak akan menjadi ahli waris
bersama-sama dengan anakmu, Ishak” (Kej 21:10). Dan juga tentang siapa yang
dikurbankan oleh Abraham: Ishak atau Ismael, terus menjadi wahana perdebatan
dan menjadi topik yang sering ditulis dan dibahas oleh tokoh-tokoh Islam, sepertinya
mereka tidak pernah lelah melakukan usaha-usaha tersebut dan tidak jarang
mereka melontarkan fitnah yang keji terhadap orang-orang Yudaisme dan Kristen, seperti
judul sebuah traktat yang tertulis dalam majalah Panji masyarakat no 811 tahun
XXXVI 1-10 Desember 1994, hal 47-50.
Judul artikel tersebut berbunyi: “Penulis Nasrani mengubah
teks-membelokkan sejarah”.[110]
Seandainya jika penulis artikel ini
ditanya, apa dasarnya anda melontarkan tuduhan kejam seperti itu? Apakah karena
kisah Ismael dan Ishak yang tertulis dalam Alquran tidak sama dengan apa yang
tertulis dalam Alkitab orang Kristen dan Kitab orang Yahudi? Pernahkah ia menggali dengan jujur, meggunakan
metode penafsiran yang sama untuk Al-Quran dengan metode yang mereka gunakan untuk
Kitab Suci orang Kristen? Apakah mereka
menerima apa yang tertulis dalam Al-Quran dengan iman buta tanpa menggunakan
rasio. Lalu ketika ada sumber atau kitab lain yang berbeda dengan sumber
atau kitab sucinya, dengan cepat ia mengatakan bahwa kitab itu palsu. Apa maksudnya dengan terus berusaha menabur
fitnah dan kebencian seperti itu? Penulis
merasa cara-cara seperti ini tidak cocok dengan budaya dan keberadaan masyarakat
Indonesia yang majemuk ini. Sebagian
umat Kristen awam menganggap tidak terlalu mempermasalahkan Ishak atau Ismael
yang dikorbankan oleh Abraham pada saat itu, bagi mereka tidak terlalu penting
memikirkan Ishak atau Ismail ‘Anak Perjanjian’
bagi Abraham itu. Bagi mereka Ishak atau
Ismail sama saja, sebab yang pasti seekor dombalah yang telah dikorbankan oleh Abraham
pada saat itu.
Umat Kristen dan sarjana-sarjana
Kristen mengetahui bahwa agama Islam dan Qur’an mengklaim bahwa Ismaillah yang
menjadi Anak Perjanjian bagi Abraham atau
Ibrahim, tetapi sepertinya mereka tidak terlalu pusing dengan hal itu dan
itulah sebabnya mereka hampir tidak pernah mempersalahkan hal itu, apa lagi
dengan cara menuduh Muhammad dan umat Islam telah mengubah teks dan sejarah.
Umat Kristen sangat menghargai Ismail
dan Muhammad, benar atau tidak bahwa Muhammad berasal dari garis keturunan
Ismail, itu tidak terlalu menjadi masalah.
Tetapi memang betul apa yang ditulis oleh Yahya Mansyur. Bagi seorang Arab, seorang yang yang besar atau termasyur harus mempunyai
silsilah untuk membuktikan bahwa garis keturunannya berasal dari seorang bapak
yang mulia. Hal ini terungkap dalam
istilah kembar mereka “hasab wa-nasab”
yang berarti sifat yang mulia berasal dari keturunan yang mulia. Maka jika Muhammad adalah seorang Nabi yang
besar maka wajarlah bagi orang Arab yang beragama Islam untuk menunjukkan suatu
silsilah yang membuktikan leluhurnya atau nenek moyangnya berasal dari seorang
yang besar, seperti Abraham dan Ismail.[111]
Jadi dengan demikian dapatlah dipahami
jika para sarjana Islam sedemikian mati-matian membela dan mempertahankan bahwa
Ismail adalah anak penerima janji bagi Abraham, jadi Ismail harus dibela karena
ada keterkaitannya dengan kebesaran Muhammad, walaupun silsilah atau garis
keturunan Muhammad yang berasal dari Ismail, sama sekali tidak dinyatakan oleh para tokoh sejarah. Dengan kata lain secara ilmiah, pernyataan
atau pengakuan mereka cacat hukum dan ada manipulasi data yang dilakukan oleh
tokoh-tokoh yang menyusun silsilah Muhammad.
Tetapi walaupun demikian tidak tertutup kemungkinan bahwa memang benar
ia adalah keturunan Ismail, keturunan Abraham.[112]
Dalam buku yang sama Yahya Mansyur
mencatat dan mendaftarkan tujuh persamaan yang menakjubkan antara Ishak dan
Ismail.[113] Nama Ishak dan nama Ismael disebut-sebut
secara berdampingan dalam Alkitab (Kej.17:19-20; 21:12-13; 25:9; I Taw. 1:28;
Gal. 4:22). Dan Alkitab menguraikan
bahwa Abraham memperoleh delapan putera, enam dari Ketura (25:1-4), satu dari
Hagar, dan satu dari Sara. Namun yang
penting untuk diperhatikan ialah: Alkitab tidak pernah menyebut enam putra
Ketura sebagai “anak-anak Abraham” atau “keturunan Abraham”. Mereka
selalu disebut sebagai anak-anak yang “di lahirkan oleh Ketura” (Kej.25:2) atau
“keturunan Ketura” ( I Taw. 1:32). Dalam
Alkitab, mereka tidak pernah digelari sebutan “anak-anak Abraham” atau
“keturunan Abraham”. Hanya Ishak dan
Ismael sajalah yang diberi gelar istimewa itu.
Alkitab sengaja menonjolkan Ishak dan Ismael sedemikian rupa untuk menyoroti
peranan mereka dalam rancangan Tuhan. Hal
itu akan menjadi nyata bila memperhatikan ketujuh persamaan yang ada diantara
mereka seperti berikut:
Pertama, kedua-duanya dinamai oleh
Allah sebelum mereka dilahirkan. Sebelum
Ishak dan Ismail lahir, nama dan ketentuan tentang masing-masing diberikan oleh
malaikat TUHAN atau Allah sendiri (Kej. 16:11-12; 17:19, 21). Komentar Teologis: Ismael sudah ada di
dalam kandungan ibunya ketika ia dinamai, sedangkan Sara belum hamil ketika
kelahiran Ishak diberitakan. Hal itu
menggaris bawahi bahwa kelahiran Ishak merupakan mukjizat; hal itu mengajak
Abraham dan Sara untuk percaya pada janji dan kuasa Allah. Berita kelahiran Ismael menekankan kemerdekaan
dan gaya hidup mengembara, perhatikan istilah
“lakunya seperti keledai liar” dengan Ayub 38:8-11).
Kedua, nama kedua-duanya, Ishak dan
Ismael, diambil dari permainan kata.
Nama Ishak (bhs. Ibrani yitshak) berkaitan dengan hal
“Tertawa”(17:17; 18:12; 21:6), sedangkan nama Ismael (bhs. Ibrani yishmael)
berkaitan dengan kepedulian Allah untuk “mendengarkan”(16;11; 17:20;
21:17). Misalnya, ketika Abraham
mendengar bahwa Sara akan melahirkan Ishak, maka kejadian 17:17 berkata, “Lalu
tertunduklah Abraham dan tertawa serta berkata dalam hatinya: “Mungkinkah bagi
seorang yang berumur seratus tahun melahirkan seorang anak?” Perkataan, ”dan tertawa” dalam bahasa Ibrani
adalah wayitshak. Secara harfiah kata itu berarti, “ dan
Ishak”! Jadi, secara tidak sadar Abraham meneguhkan janji Allah sambil tertawa. Dalam kasus tentang Ismael, Kejadian
21:17 menjelaskan bahwa “Allah mendengar” suara Ismael ketika ia menderita dan
menangis di padang gurun. Dalam bahasa Ibrani,
perkataan “Allah mendengar” ialah: yishmaelohim-nama
panjanng untuk yishmael!. Dengan demikian, nama Ishak dan Ismael
memperlihatkan adanya permainan kata yang sangat berarti. Komentar
teologis: Berita kelahiran Ishak
sebagai janji Allah membuat Abraham dan Sara tertawa karena mereka kurang
percaya. Fakta bahwa mereka tertawa
menyingkapkan adanya pergumulan iman. Di
kemudian hari, pergumulan itu membuahkan iman yang teguh. Nama Ismael indah sekali, tetapi arti rohani
yang terkandung dalam namanya (“Allah akan mendengar) tidak setara pentingnya
dengan tema perjuangan iman.
Ketiga, kedua-duanya mendapat
janji-janji. Ishak mendapat: Janji dari
Allah (17:19, 21;26;23). Tanah Kanaan (
26:3-4) banyak keturunan ( 26:4, 24)
janji Mesianis yaitu menjadi berkat bagi semua bangsa ( 26:4), berkat Allah (
26:24), penyertaan Allah (26:24). Ismael mendapat: Banyak keturunan ( 16:10), kemerdekaan
( 16:12), tempat kediaman dekat saudaranya ( 25:18), Allah
berkata ( 17: 20), menjadi suatu bangsa yang besar (17:20, ;
21;13, 18), penyertaan Allah ( 21:20). Komentar teologis: Terlihat ada banyak
persamaan antara janji-janji yang dikaruniakan kepada kedua saudara
tersebut. Namun, perjanjian Allah yang
disampaikan kepada Ishak serta janji Mesianis-Nya, meninggikan peranan Ishak atas Ismael. Pendek kata Ishak mendapat berkat Perjanjian,
sehingga ia menjadi berkat yang besar bagi semua bangsa, sedangkan Ismael
mendapat janji berkat sehingga melalui keturunannya ia menjadi bangsa yang
besar.
Keempat, kedua-duanya menerima tanda
perjanjian yaitu Sunat. Sesuai dengan
perintah Allah, Ismael disunat ketika berumur 13 tahun ( Kej 17:25), sedangkan
Ishak disunat ketika ia berumur 8 hari ( kej.21:4). Komentar teologis : Sunat sebagai tanda
perjanjian ( 17:10-11) hanya berlaku dirumah Abraham sebagai mana ditegaskan
oleh perkataan “ di antara kamu” (“setiap laki-laki di antara kamu harus
disunat”, 17:10, 12). Artinya
pelaksanaan sunat di luar rumah perjanjian Israel tidak berlaku sebagai tanda
perjanjian, sebagai mana dikatakan dalam Yeremia 9:25-26. Sampai Ismael berumur 15 tahun ia berada di kemah
Abraham dan mengambil bagian dalam
berkat yang dikhususkan bagi umat perjanjian.
Waktu itu sunat menjadi tanda perjanjian baginya. Setelah ia terpisah
dari kemah Abraham, praktik sunat yang dilakukan oleh keturunannya hanya
menjadi sekedar adat istiadat nenek moyang terlepas dari perjanjian Allah.
Kelima, seruan dari Malaikat yang
berada di langit menyelamatkan nyawa kedua-duanya. Malaikat Allah berseru dari langit kepada
Hagar untuk memperlihatkan kepadanya sebuah sumur supaya Ismael tidak mati
kehausan (Kej 21: 17-19). Dalam kasus
Ishak, Malaikat TUHAN berseru dari langit kepada Abraham untuk mencegah Abraham
mencabut nyawa anaknya ( Kj 22 : 11-14).
Komentar teologis : Turun
tangan Allah menyelamatkan dua garis keturunann Abraham sehingga mereka tidak
musnah! Ismael diselamatkan oleh air yang disediakan untuk menyambung
kehidupannya; Ishak diselamatkan oleh domba yang disediakan untuk mengganti
nyawanya. Disini terlihat ada ajaran
rohani simbolis yang sangat berarti! Penyelamatan Ismael oleh air yang
disediakan melambangkan keselamatan secara umum, sedangkan penyelamatan Ishak
oleh domba yang disediakan melambangkan cara bagaimana keselamatan
diperoleh. Namun, perhatikan penjelasan
malaikat Allah: Ismael diselamatkan untuk menjadai suatu bangsa yang besar (
21:18), sedangkan Ishak diselamatkan untuk menjadi berkat yang besar bagi semua
bangsa (22:18; 26:4).
Keenam, kedua-duanya memperoleh
seorang istri yang sepadan oleh karena pemeliharaan orang tuanya. Hagar, seorang wanita dari Mesir, mendapatkan
seorang istri bagi Ismael dari sanak saudaranya di Mesir (Kej. 21:21). Abraham mendapatkan seorang istri bagi Ishak
dari sanak saudaranya di Aram-Mesopotamia (24:10). Komentar
Teologis: Di sini terlihat adanya usaha kedua orang tua tersebut untuk melestarikan
keturunan Abraham. Usaha ini
memperlihatkan adanya kesungguhan Abraham dan Hagar untuk bertanggung jawab
atas kelangsungan janji-janji Ilahi tentang anak-anaknya. Bandingkan
kesungguhan mereka dengan kesembronoan Esau dalam mendapatkan seorang
istri. Esau dicela karena tidak
menghiraukan nasihat orang tuanya ketika ia menikah dengan putri-putri dari
Kanaan (Kej. 26:34-35; 28:8).
Ketujuh, kedua-duanya ketika wafat, diberikan
gelar sebagai seorang Bapa Leluhur.
Ismael: “Umur Ismael ialah seratus tiga puluh tujuh tahun. Sesudah itu ia meninggal. Ia mati dan dikumpulkan kepada kaum
leluhurnya” (Kej. 25:17). Ishak: “Adapun
umur Ishak seratus delapan puluh tahun. Lalu
meninggallah Ishak, ia mati dan
dikumpulkan kepada kaum leluhurnya, . . . ( 35:28-29). Komentar
teologis : Berita wafat yang
disampaikan dengan gaya seperti ini disampaikan juga ketika Abraham ( Kej 25:
7-8), Yakub ( 49:33) dan Yusuf ( 50:26) meninggal. Menarik bahwa Ismael adalah satu-satunya
orang di luar perjanjian yang wafatnya diberitakan dengan gaya seorang Bapa
Leluhur! Mengenai hal itu Ernst Knauf memberi komentar berikut:
“Setidak-tidaknya, Ismael meninggal dengan cara yang berbahagia, yaitu
seperti bapa-bapa leluhur. Penting untuk
diperhatikan bahwa Esau tidak meninggal dengan cara demikian.[114]
Persamaan-persamaan tersebut antara
Ishak dan Ismael sungguh mengherankan. Persamaan – persamaan yang mencolok itu,
yang dimulai dari berita kelahiran sampai berita kematian mereka memperlihatkan
bahwa Ismael betul-betul seorang keturunan Abraham secara jasmani. Persamaan yang paling berarti ialah cara
keduanya diselamatkan dari kebinasaan, yaitu oleh seruan malaikat dari langit. Pesan itu dari langit mengisyaratkan bahwa
keduanya di pelihara Allah untuk mencapai suatu kententuan ilahi. Janji yang diproleh Ishak setelah ia
diselamatkan bagi semua bangsa: “Oleh keturunanmulah, yaitu Ishak (Kej. 21:12)
semua bangsa di bumi akan mendapat berkat” (Kej. 22:18). Tetapi janji yang
diproleh Ismael setelah ia diselamatkan: “Aku akan membuat dia menjadi bangsa
yang besar” (21:18) – tidak jelas memperlihatkan ketentuannya. Namun, cara kedua putra Abraham ini
disebut-sebut secara berdampingan di dalam Alkitab yang menyingkapkan tiga hal
penting. Pertama, mereka merupakan sutu
tipe atau gambaran teologis. Ismael
melambangkan jalan hukum Taurat, sedangkan Ishak melambangkan jalan
anugerah. Hal itu dinyatakan dalam fakta
bahwa Ismael adalah anak yang dilahirkan atas usaha manusia, sedangkan Ishak
atas janji Allah. Rasul Paulus telah
memberi persepektif itu dalam Galatia 4:21-31.
Kedua, mereka
merupakan suatu gambaran misiologis. Ishak
melambangkan orang-orang percaya yang menjadi terang bagi bangsa-bangsa (Yes. 49:6;
60:3; Mat. 5:14), sedangkan Ismael
melambangkan bangsa-bangsa yang akan datang kepada terang itu (Yes. 60:3-7). Sebagaimana Thomas Thompson menjelaskan
secara tepat, kelahiran Ishak adalah tanda pemeliharaan Allah bagi bangsa
Israel, sedangkan janji-janji kepada Ismael merupakan tanda awal akan
pemeliharaan Allah bagi seluruh dunia.
Ketiga, fakta bahwa Ishak dan Ismael
disebut-sebut secara berdampingan dan mempunyai banyak persamaan, menandakan
sesuatu yang agak misterius. Mungkin
fenomena itu dapat di mengerti sebagai pertanda “hubungan timbal balik” antara
dua umat beragama, Kristen dan
Islam. Maksudnya jika orang-orang
Kristen hidup menurut semboyan, ”Let the church be the church” atau biarlah Gereja
tetap seperti Gereja yang Allah kehendaki, maka berkat besar dapat dicurahkan
pada semua kaum dan bangsa, termasuk Islam.
Di pihak lain, apa yang terbaik dalam agama Islam dapat saja membawa
berkat bagi kita. Misalnya umat Islam di
Indonesia berperan dalam masyarakat untuk melawan film erotis, penjualan minuman keras, perjudian, dan lain
sebagainya. Hal itu membawa dampak
positif kepada kita juga.[115]
Ada sekian banyak perbedaan antara Alkitab
dengan Al-Quran, tetapi juga ada sejumlah persamaan yang sangat nampak, diantaranya
adalah bahwa ketiga agama besar ini berakar pada tokoh yang bernama Abraham
atau Ibrahim. Dengan demikian orang
Yahudi, orang Kristen dan orang Islam adalah
bersaudara, sebab berasal dari satu ‘Bapak’ yang sama.
b. Perjumpaan Teologis
Dalam perjumpaan Teologis Kristen dengan
Islam, ketuhanan Yesus Kristus adalah topik teologis yang paling banyak dipertanyakan,
dipermasalahkan dan disanggah oleh pihak Islam. Tetapi yang cukup menarik adalah nama Yesus
atau Isa disebut sebanyak 97 kali dalam 93 ayat Al-Quran. Menurut Islam, Yesus Kristus ialah seorang
dari 6 nabi yang masing-masing memiliki gelar istimewa.
Adam artinya yang dipilih Tuhan
Nuh artinya Pengkotbah untuk Tuhan
Abraham artinya Sahabat Allah
Musa artinya Juru bicara Tuhan
Yesus artinya Firman Tuhan
Muhammad artinya Rasul Allah.[116]
Kesalah-pahaman Muhammad tentang ketuhanan
Yesus Kristus disebabkan sumber informasi Muhammad tidak datang dari orang
Kristen Ortodoks dan juga bukan dari Torah atau Perjanjian Lama dan juga Perjanjian Baru, tetapi
dari sekte bidat Kristen setempat dan sumbernya dari dongeng-dongeng
Yahudi. Tetapi walaupun demikian figur
Yesus yang dikatakan di dalam Al-Quran memiliki banyak kemiripan dan cukup
dekat dengan apa yang tertulis dalam Alkitab.[117]
Muhammad
adalah sungguh seorang yang teliti dan cerdas. Jadi dengan demikian benarlah penilaian Dr.
Chris Marantika tentang orang-orang Islam sebagai orang-orang yang dekat dengan
surga, sebab Muhammad adalah seorang
yang dekat dengan sorga.[118]
Persamaan dan Perbedaan Yesus dengan
Muhammad
Dr. Anis A. Shorrosh coba mendaftarkan perbedaan dan
persamaan antara Yesus Kristus dengan
nabi Muhamma SAW yaitu sebagai berikut:[119]
JESUS
|
MUHAMMAD
|
NamaNya berarti Juruselamat
Lahir dari perawan Maryam
Tidak mempunyai bapa duniawi
Lahir 4 tahun sebelum Masehi di Betlehem
Dibesarkan oleh Maria, ibuNya dan Jusuf, bapak angkatnya
Bekerja sebagai tukang kayu di Nazaret.
Berbicara bahasa Ibrani, Aram dan mungkin Yunani.
Melek huruf, tidak menulis buku.
Menarik jemaat dengan ajaran dan mujizat.
Pindah ke Kapernaum karena ditolak oleh orang sekampungNya.
Tidak pernah menikah
Hidupnya tidak berdosa
Mengajarkan untuk mengasihi musuh-musuhnya
Mendirikan kerajaan rohani
Mati disalib di Bukit Tengkorak / Golgota pada umur 33
tahun.
Bangkit pada hari ketiga.
Perjanjian Baru menubuatkan kedatanganNya kembali.
Disebutkan dalam Qur’an 97 kali.
Banyak pengikut-pengikutnya (Kristen) dikenal dengan
pengabdian, kasih dan memperdulikan orang lain.
|
Namanya berarti Yang Terpuji
Lahir dari Aminah, bapaknya adalah
Abdullah
Lahir 570 setelah Masehi di Mekkah
Dibesarkan oleh ibunya, perawat Halimah,
kemudian oleh paman dan kakeknya.
Mula-mula sebagai gembala kemudian
menjadi pemimpin kafilah unta.
Berbicara hanya bahasa Arab.
Melek huruf, menulis Alqur’an
Menarik jemaat dengan ajaran dan
pedang.
Pindah ke Madinah karena ditolak
oleh orang-orang sekampungnya.
Mengawini 15 istri.
Berdoa dengan sungguh-sungguh dan
teratur untuk pengampunan dosa-dosanya.
Melancarkan peperangan, memimpin 66
kali pertempuran.
Memerintahkan pembunuhann banyak
orang laki-laki dan wanita (yang pertama adalah penyair wanita).
Mendirikan kerajaan di dunia. Mati
di Madinah karena radang paru-paru dan keracunan pada usia 63 tahun.
Tetap dalam kubur, menunggu sampai
hari penghakiman.
Tidak ada dalam kitab suci nubuat
(ramalan) kedatangannya kembali.
Disebutkan dalam Qur’an 25 kali.
Pengikut-pengikutnya (Muslim)
dikenal karena fanatisme pengabdian untuk perang, pembalasan, bahkan membunuh
Muslim-muslim lain.
|
Tabel 3: Perbedaan Yesus dengan
Muhammad
YESUS DISEBUT:
Alfa dan Omega
Amin
Hari-hari Purba
Roti Hidup
Penakluk
Penasehat
Anak Daud
Pintu Sorga
Matahari
Hidup kekal
Sahabat bagi orang-orang berdosa
Yang pertama dan Yang Akhir
Allah Juruselamat kami
Gembala Yang Baik
Yang Kudus Milik Allah
Harapan kemuliaan
Aku adalah Aku
Gambar dari Allah Yang Tidak Kelihatan
Hakim orang yang hidup dan mati
Raja Kekal
Hidup
Sinar
Roti Hidup
Tuhan
Pengantara
Mesias
Allah Maha Kuasa
Anak Tunggal Bapa
Paskah kami
Damai Kami
Putra Damai
Nabi
Imam
Penebus
Hakim Adil
Mawar Sharon Juruselamat
Adam Kedua
Anak Allah
Guru yang datang dari Allah
Kebenaran dan Kemuliaan
Pemberian Yang tak Terucapkan
Jalan
Firman Allah
Firman yang menjadi Manusia
|
MUHAMMAD DISEBUT:
Pesuruh, kurir
Pengkhotbah
Yang Memperingatkan
Anak Abdullah
Pendawah, Pengabar
Rasul
|
Tabel 4: Perbedaan gelar Yesus dengan
Muhammad
Gelar-gelar yang Yesus miliki memang sangat tidak sepadan
dengan gelar dan sebutan yang dimiliki oleh Muhammad. Gelar-gelar Yesus dalam
Alkitab hanya dapat dibandingkan dengan gelar-gelar Allah dalam Al-Quran,
terutama sehubungan dengan Sembilan puluh Sembilan nama Allah yang sering
disebut dengan istilah Asma’ul-husna
Empat sifat utama Allah dalam Al
Quran adalah: Rabb, Rahman, Rahim, dan
Malik. Empat sifat itu dalam Surat al-Fatihah sangat
jelas, sifat-sifat itu diyakini sebagai sifat Allah yang paling utama, dan
sifat Allah selebihnya hanyalah merupakan cabang dari empat sifat utama itu. Berdasarkan Hadits yang di riwayatkan sahabat
Abu Hurairah, yaitu Hadits yang dianggap lemah oleh Imam Thirmidhi, dikatakan
bahwa jika Sembilan puluh Sembilan nama
Tuhan ditambah dengan nama Allah, maka genaplah menjadi seratus. Nama-nama itu hanya sebagian saja yang dimuat
dalam Qur’an sedangkan yang lainnya hanya kesimpulan beberapa perbuatan Allah yang
diuraikan dalam Qur’an. Tetapi tak ada satu
dalil pun yang menganjurkan supaya orang Islam menghitung nama-nama itu dengan
Tasbih atau dengan cara apa pun. Sifat-sifat Allah yang luhur harus dan hanya
dapat dikenakan kepada Allah saja.[120]
Adapun nama-nama Allah (asma’ul-husna)
yang disebutkan dalam Qur’an Suci adalah sebagi berikut: Pertama, nama yang
berhubungan dengan Allah ialah, Al-Wahid atau Ahad (Yang Maha Esa), Al-Haqq
(Yang Maha benar), al-Quddus (Yang Maha suci), al-Shamad (Yang segala sesuatu
bergantung kepada-Nya), sedang Dia sendiri tidak bergantung kepada siapapun), al-Ghani
(Yang Maha-cukup sendiri), al-Awwal (Yang Paling Awal), al-Akhir (Yang paling
akhir), al-Hayyu (Yang paling kekal), al-Qayyum (Yang
maujud sendiri).[121]
Kedua, nama yang berhubungan dengan
mahkluk Allah ialah, al-Khaliq (Yang menciptakan), al-Bari (Yang menciptakan
Ruh), al-Mushawwir (Yang membentuk), al-Badi’ (Yang menciptakan pertama kali).
Ketiga, nama yang berhubungan dengan
sifat cinta kasih Allah (selain sifat Rabb,
Rahman dan rahim) ialah al-Rauf
(Yang maha kasih dan sayang), al-Wadud
(Yang penuh cinta kasih), al-Lathif (Yang lembut hati), al-Tawwab (Yang
berulang-ulang kasih sayang-Nya), al-Halim (Yang maha penyantun), al-‘Afwwu
(Yang maha mengampuni), al-Syakur (Yang melipatkan ganjaran), al-Salam
(Pencipta pendamaian), al-Mu’min(Yang menganugerahkan keamanan), al-Barru (Yang
dermawan), Rafi’ud-darajat (Yang meningkatkan derajat), al-Razzaq (Pemberi
Rejeki), al-Wahhab (Yang maha memberi), al-Wasi’(Yang melimpah dengan peberian-Nya).[122]
Empat, nama
yang berhubungan dengan keagungan dan kemuliaan Allah ialah: al-‘Adzim(Yang
Maha Agung), al-‘Aziz (Yang Maha Perkasa), al-‘Aliyyu atau Muta’al (Yang Maha-
Luhur), al-Qawiyyu (Yang Maha-Kuat), al-Qahhar (Yang Maha Unggul), al-Jabbar
(Yang memperbaiki segala sesuatu dengan kekuatan yang luar biasa), al-Mutakabbir (Yang memiliki kebesaran), al-Kabir
(Yang Maha besar), al-Karim (Yang Maha-mulia), al-Hamid (Yang Maha-terpuji), al-Majid
(Yang Maha-jaya), al-Matin (Yang Maha-kuat), azh-Zahir (yang menang), Dhul-jalali
wal-ikram (Yang mempunyai keagungan dan kemualiaan).[123]
Lima, nama yang berhubungan dengan
ilmu Allah ialah: Al-‘Alim (Yang Maha tahu),
al-Hakim (Yang Maha bijaksana), Asamih’(Yang
Maha mendengar), al-Khabir (Yang Maha waspada), al-Bashir (Yang Maha melihat), Asy-syaid (Yang
Maha menyaksikan), Ar-Raqib (Yang Maha menguasai), al-Bahtin (Yang Maha- tahu
segala sesuatu yang tersembunyi), al-Muhaimin (Yang menjaga semuanya).
Enam,
nama yang berhubungan dengan
penguasaan Allah terhadap makhluk ialah: Al-Qadir atau Muqtadir (Yang
Maha-kuasa), al-Wakil (Yang mengurus segala sesuatu), al-Waliyyu (Yang
melindungi), al-Hafizh (yang memelihara), al-Maalik (Raja), al-Malik (Yang
memiliki), al-Fattah (Yang memutus perkara), al-Haasib
atau al-Hasiib (Yang menghitung), al-Muntaqim atau Dhun tiqam (Yang menimpakan
pembalasan), al-Muqith (Yang menguasai segala sesuatu).
Ketujuh, nama Tuhan yang diambil dari
beberapa perbuatan atau sifat Tuhan yang disebutkan dalam Qur’an Suci ialah: Al-Qabidlu
(Yang menyempitkan), al-Basithu (Yang melapangkan), al-Rafi’uh (Yang meninggikan), al-Muizzu (Yang
memberi kehormatan), al-Mudhillu (Yang mendatangkan kehinaan), al-Mujib (Yang
mengabulkan Do’a). al-Baits (Yang membangkitkan dari kubur), al-Muhsyi (Yang mencatat
segala sesuatu), al-Mubdi (Yang memulai), al-Mu’id (Yang mengulaing), al-Muhyi
(Yang memberi hidup), al-Mumuit (Yang menyebabkan mati), Malikul-mulk (Yang
memiliki kerajaan), al-Jami (Yang menghimpun),
al-Mughni (Yang memperkaya), al-Mu’thi
(Yang memberi), al-Mani’(Yang menahan atau mencegah), al-Hadi (yang memberi
petunjuk), al-Baqi (yang kekal), al- Warits (Yang mewariskan segala sesuatu).[124]
Adapun sisa dari sembilanpuluh
sembilan Asma’ul-husna ialah, an-Nur
(Cahaya); sebenarnya ini bukan nama Allah, Allah disebut Nur dalam arti yang
memberi cahaya (24:35); ash-Shabur (Yang maha sabar), ar-Rasyid (yang
menunjukan), al-Muqsith (Yang tak berat sebelah), al-Wali (Yang memerintah), al-Jalil
(yang penuh kebesaran), al-‘Adlu (Yang Maha adil), al-Khafidlu (Yang
memelihara), al-Wajid (yang maujud), al-Muqaddim (Yang terdahulu), al-Mu’akhkhir
(Yang terakhir), adl-Dlarr (yang mendatangkan kemalangan), an-Nafi’u (yang
memberi faedah). Masih ada sifat Allah
yang termasuk golongan ini yang akan kami bahas nanti , mengingat dua sifat ini
memerlukan pembahasan yang terperinci; dua sifat itu ialah yang berhubungan
dengan Kalam (Firman) dan iradah (Kehendak).[125]
10.
Perjumpaan
Misiologi - Apologetis
“Agama” Kristen adalah agama
universal. Dan selain sifat
keuniversalannya itu, agama Kristen juga
adalah agama yang missioner. Tetapi umat
Islam juga sering menyebut Islam sebagai agama Universal dan missioner. Dan karena sifat ke Universalannya dan
kemisionerannya itu, telah menjadikan dan mendorong pengikut atau pemeluk kedua
agama ini melakukan tugas-tugas misi dan dakwah dari agamanya masing-masing.
Dalam sejarah perkembangan Islam
mulai dari periode awal yaitu awal abad VII Masehi sampai dengan awal abad
XX penyebaran agama Islam banyak
diwarnai dengan tekanan politik dan kekerasan atau pedang. Sehingga banyak orang, terutama non Muslim
berkata bahwa metode yang dipakai penyebarluasan agama Islam adalah pedang dan
dakwah, julukan ini pasti tidak sedap didengar oleh
Islam, itulah sebabnya mereka sering
sekali menyangkal pernyataan ini. Tetapi
sejarah telah mencatat ekspansi-ekspansi yang dilakukan Islam atau tentara
Islam mulai dari awal abad VII - XI akhir adalah: mengepung negeri yang akan
diduduki, memeranginya, jika mereka menang, mereka akan menekan masyarakat dari
wilayah yang ditaklukkannya itu untuk masuk Islam. Jika mereka tidak mau, mereka harus membayar
upeti atau jizya.
Teolog-teolog Islam juga biasa
menyerang asas-asas kekristenan dengan berbagai macam tindakan, tetapi para
ulama Islam yang lebih arif biasanya
mereka mengundang orang-orang Kristen untuk masuk Islam, diantaranya seorang
Teolog dan sekaligus Apologet Islam yang bernama Al-Hasyimi mengajak sahabatnya
Al-Kindi seorang teolog Kristen untuk masuk Islam.[126]
Keempat Khalifah Ar-Rasydun
memerintah umat Islam dan Negara Islam sekitar 30 tahun (632-661M). Kemudian setelah itu pemerintahan Islam
dilanjutkan oleh para khalifah dari Dinasti Umayyah, yang berkuasa sekitar 90
tahun (661-750). Kedua periode
pemerintahan para khalifah di atas adalah masa transisi dan konsilidasi
Islam. Dan dari segi misi atau penyebar-luasan
agama Islam yang dilakukan oleh para pemimpin Islam selama itu, metodanya agak
monoton yaitu dengan cara tekanan politik, dimana masyarakat sampai dengan
pemimpin wilayah atau Negara yang ditaklukkan dan diduduki serta dijadikan
wilayah Islam, harus masuk Islam. Dan
daerah-daerah atau negara yang ditaklukan pada saat itu, adalah rata-rata
daerah Kristen, kecuali Persia, yang
jumlah penduduk Kristianinya berimbang dengan penganut agama Zoroaster. Pemimpin dan masyarakat dari wilayah atau
Negara yang ditaklukkan, jika mereka
tidak mau masuk Islam mereka harus membayar upeti, dan
pada saat itu ada satu istilah untuk orang-orang Kristen dan Yahudi yang tidak
masuk Islam, yaitu “Dhimmi.”
Tetapi suasana menjadi sedikit
berubah ketika Dinasti Abasiyyah mengambil alih pemerintahan Islam, mulai dari
tahun 750M. Pada saat itu ulama-ulama
Islam mulai mengajak tokoh-tokoh Kristen untuk masuk agama Islam. Lewat dakwah Islam dan juga perdebatan. [127]
Ketika Islam menduduki atau menjajah daerah-daerah Kristen, mereka bukan hanya
ingin mengalahkan militer dan kekuasaan umat Kristen, tetapi mereka juga
menyerang dan “ingin mengalahkan doktrin-doktrin Kristiani”.
Menyikapi penyerangan terhadap
azas-azas kekristenan yang terjadi pada saat itu, maka
para tokoh Gereja, teolog-teolog Kristen mulai angkat bicara
untuk membela agama mereka dari
pelecehan dan penyerangan para penguasa Islam pada saat itu.
a.
Teolog Nestorian, Persia
Pada tahun 451 Kaisar Romawi Timur
memprakarsai konsili Kalsedon untuk menyelesaikan pertikaian dogmatik mengenai
antara para pengikut Nestorian dengan para pengikut Cyrilus, dan konsili Kalsedon
menolak pandangan dogmatik kedua kelompok itu,
dan reaksi para pengikut
Nestorian adalah menolak hasil konsili
Kalsedon dan akibatnya mereka ditekan oleh pemerintah Romawi Timur, akhirnya
mereka melarikan diri ke Persia dan dikemudian hari Persia merupakan pusat
perkembangan dan penyebaran Gereja Nestorian
ke seluruh Asia. Gereja Nestorian
dikepalai seorang Patriach dengan
gelar Khatolikos.
1). Timotius I (728-823)
Pada tahun 785M jabatan Katholikos dipegang oleh Timotius I (Hidup
728-832). Sebelum menjadi Katholikos ia
memegang jabatan Uskup dekat Mosul. Ia
memiliki hubungan dekat dengan Gubernur Islam, sehingga ia dan keuskupannya
dibebaskan dari membayar pajak ini. Dan
hubungan Timotius I juga dengan para khalifah Abasiyyah cukup baik, diantaranya khalifah Muhammad Al-Mahdi
(775-785) dan khalifah Harun Al Rasyid (785-809). [128] Sejarah mencatat
bahwa para penguasa Islam atau khalifah
pada zaman itu suka berdiskusi tentang agama, dengan Timotius I yang terpelajar
itu, diantaranya adalah khalifah Muhammad Al-Mahdi. Dialog ini dimulai dengan beberapa pertanyaan
sang khalifah kepada Katholikos itu.
2). Al-Kindi
Tentang latar belakang kehidupan Al-Kindi tidak banyak
diketahui, tapi kemungkinan besar ia adalah seorang Nestorian yang menjadi
pejabat tinggi pada masa khlifah al-Ma’mun (813-833). Al-Kindi berasal dari suku Najran di Arabia
Selatan yang merupakan Pusat kekristenan di Arabia, pada masa Muhammad. Sedangkan al-Hasyimi berasal dari suku Quraisy, satu suku dengan
Muhammad.[129] Pada suatu saat sahabatnya Al-Hasyimi yang
Muslim itu mengajak dia untuk masuk Islam.
Al-Kindi dan Al-Hasyimi sering melakukan surat menyurat
sehubungan dengan agama. Bunyi dari
salah satu surat Al-Hasyimi kepada Al-Kindi adalah sebagai berikut: “Dengan
nama Allah, Pemurah dan Penyayang, saya telah memulai surat ini dengan salam
damai, sesuai cara Tuhanku dan nabi di atas segala nabi, yaitu Muhammad Rasul
Allah, . . . Dengan segala ketulusan hati, saya mengharapkan buat saudara,
segala sesuatu yang saya harapkan buat saya, keluarga dan orang tua saya
sendiri, maka kami akan menguraikan agama yang kami peluk dan yang berkenan
kepada Allah . . .dan mengingat budi pekertimu yang tinggi . . . saya merasa
berbelaskasihan kepadamu supaya engkau jangan tetap menganut agamamu (Kristen),
. . . saya mengajak saudara untuk memeluk agama yang telah Allah tentukan buat
saya, supaya saudara dapat dengan yakin masuk Firdaus dan luput dari neraka . .
.[130]
Jawaban Al-Kindi enam kali lebih panjang dibandingkan surat
dari al-Hasyimi. Ia mulai dengan berdoa
untuk khalifah al-Hasyimi, lalu dimohonkannya bimbingan dari Kristus untuk
menjawab secara tepat. Kemudian al-Kindi
Mulai dengan menguraikan Trinitas, lalu disusul dengan kritik yang tajam
tentang kenabian Muhammad, dan setelah itu ia menunjukan kontradiksi yang tajam
dalam Alquran sebelum khalifah Utsman bin Affan membakar dan memusnahkan
naskah-naskah yang bertentangan itu.[131]
b.
Teolog Gereja Ortodoks, Timur
Setelah Islam mengadakan ekspansi
besar-besaran, ke wilayah Romawi Timur, umat Kristen dan wilayah Kristen berkurang
sangat sangat banyak, diantaranya adalah lepasnya Aleksandria, Mesir, Palestina,
Syiria ke tangan Islam, dan juga adanya pendudukan Islam terhadap Yerusalem dan
Antiokhia, menjadikan para Patriach dari wilayah-wilayah yang diduduki Islam, mereka hampir tidak memiliki kesempatan untuk
berhubungan dengan Konstantinopel.
Tetapi dari segi hubungan pribadi, kelihatannya tidak dapat begitu saja diputuskan,
buktinya tiga orang Patriach dari Timur,
yaitu Aleksandria, Antiokhia dan Yerusalem tetap memiliki hubungan baik dengan
rekan sejawat mereka Patriach dari Konstantinopel. Tetapi bagi
orang-orang Ortodoks Timur di Syria dan Mesir tetap menganggap Kaisar
Romawi Timur itu Raja mereka, itulah sebabnya mereka disebut ‘Melkit’,
yang berarti Raja atau
Kaisar. Jadi orang-orang Melkit sama
dengan orang-orang Raja atau orang-orang Kaisar. Dan orang-orang Melkit hanya menganggap
kekhalifahan sebagai “emir” atau wakil.[132]
1). Yohanes Damascenus
Yohanes adalah anak seorang pejabat
tinggi di bawah kekhalifahan Islam, kemudian setelah dewasa ia sendiri memegang
jabatan yang tinggi di kekhalifahan Islam, tetapi kemudian ia mengundurkan diri
dan menjadi Rahib di sebuah Biara dekat Yerusalem, dan ia meninggal
disana. Ia dipandang sebagai Bapak Gereja
Yunani yang terakhir. Karya utama
Yohanes terdiri dari tiga bagian. Pertama,
Dialectica De Haerossibus, yang berupa
penguraian tentang ajaran-ajaran sesat. Kedua,
De Fide Orthodoxa, berisi tentang penguraian iman Orthodoks. Dan yang ketiga, Disputatio Christian et Saraceni, yaitu berupa
perdebatan antara orang Kristen dengan orang Islam.[133] Tentang
pokok-pokok ajaran Islam, Yohanes bertanya mengenai sumber wibawa Muhammad, dan
dari mana ia mendapatkan wahyu? Islam
menjawab bahwa Muhammad mendapatkannya ketika ia tidur. Tetapi Yohanes bertanya lagi, siapa yang
menjadi saksi penerimaan wahyu itu? Nabi yang mana yang telah meramalkan
kedatangan dia? Mengapa pernyataan Al-Quran tidak diteguhkan dengan
bukti-bukti? [134]
Yohanes juga menjawab serangan Islam yang menyatakan
bahwa orang Kristen adalah musyrik, menyembah
Allah Trinitas di samping Allah. Ketika para Apologi Islam menuding orang
Kristen menyembah Salib. Ia berkata
bahwa orang Islam juga mencium batu hitam.
Ia juga mempertanyakan pribadi Muhammad dan juga keabsahan Al-Quran
sebagai Firman Allah. Sikap Yohanes sama
dengan Timotius I dan Al-Kundi, sebab Yohanes sama sekali tidak memberikan
penilaian positif terhadap Islam. Ia
menganggap Islam sebagai salah satu
bidat Kristen dari aliran Arianisme.[135]
2). Niketes dari Byzantium
Kaisar Basilius I (867-886), ia
merupakan Kaisar dari Disasti Makedonia.
Ingin mengembalikan Wilayah Byzantium yang sudah diduduki Islam, dan
yang sebagian Penduduknya sudah menganut Islam.
Untuk tujuan itu ia meminta Niketes menulis semacam Apologet
Kristen. Tetapi hasilnya dianggap
terlalu Ilmiah tidak cocok untuk masyarakat awam pada umumnya. Ia mencela Muhammad dengan sangat tajam, tetapi
memang ia memahami isi Al-Quran dengan sangat baik.[136]
3). Bartolomeus dari Edessa ( ± 1100)
Ia menyebut dirinya sebagai seorang
rahib yang tidak berpendidikan dan memang tulisannya tidak sesistematis Niketes,
tetapi ia memahami Al-Quran dengan baik.
Berikutnya adalah Akaminatos, Uskup
Agung Atena (1225). Dan mantan kaisar
yang sudah masuk Biara, Johanes Kantakusinos (1360) yang menyusun buku-buku
pembelajaran atau apologet Kristen terhadap tuduhan orang-orang
Islam.
Tokoh Gereja Eropa Barat
Abad Pertengahan
Eropa Barat semula masuk dalam
kekaisaran Romawi Raya, tetapi Abad kelima Masehi Romawi Raya terbagi dua, yaitu
Romawi Barat dan Timur. Kemudian Romawi
Barat di rusak dan dikuasai oleh Bangsa German, yang
merusak semua tatanan kehidupan yang sudah ada. Jadi antara abad V - XII Eropa Barat ini
selalu menjadi bulan-bulanan Bangsa German, Viking dan juga orang-orang
Arab. Islam pernah menduduki dan
menjajah Spanyol, mulai tahun 711, menjajah Perancis tahun 730, dan menjajah
Sisilea mulai tahun 850. Walaupun
berabad-abad mereka dijajah Islam, tetapi mereka tidak pernah belajar tentang
Islam.
Abad
XII Eropa Barat mulai berkembang situasi
politik mulai kondusif. Para Cendekiawan
mulai berkesempatan belajar dan menulis dengan tenang. Sebab pada awalnya hanya biara-biara yang
menjadi pusat pendidikan, selain sebagai pusat keagamaan. Tetapi mulai dari saat itu, berdirilah lembaga-lembaga pendidikan sampai dengan Universitas-universitas,
diantaranya Universitas Paris dan Oxford di Inggris.[137]
Eropa Barat mulai menata kehidupan sosial dan peradabannya. Dan mulai saat itu juga tokoh-tokoh Gereja dan para teolog mulai memikirkan pembelaan Iman mereka terhadap
berbagai tuduhan Islam, diantaranya:
4). Petrus Vinerabilis (1095-1151)
Petrus adalah Kepala Biara Cluny yang sangat terkenal, ia menyatakan pembelaan
iman Kristen terhadap Islam. Usahanya
ini telah didahului dengan belajar memahami Islam dari sumbernya yaitu Al-Quran. Dan ia telah berusaha untuk menterjemahkan
Qur’an kedalam bahasa Latin. Dalam
pendahuluan terjemahannya itu, ia menulis pembelaan Iman Kristen terhadap tuduhan
orang-orang Islam. Petrus mengecam
Muhammad. Tetapi dilain pihak ia lebih
missioner ia mulai memikirkan umat Islam dibalik ajaran Islam yang ditolaknya
secara mutlak, dan ia juga menulis: Aku menulis buku ini
terdorong oleh kasih terhadap orang-orang Islam.[138]
Petrus meyakini bahwa Allah yang
disembah oleh orang Islam bukan berhala, dia berkata, bahwa orang-orang Kristen
tidak boleh menggunakan paksaan dalam mendekati orang Islam. Lebih lanjut ia juga berkata bahwa Gereja
Kristen hanya boleh menggunakan pekabaran Injil dengan memakai firman
Tuhan. Dan menolak paksaan dan hukuman
mati sebagai alat untuk membuat orang bertobat.
Dan Sweetman juga berkata bahwa Gereja menolak perdebatan dalam suasana
tegang atau marah. Gereja harus mengungkapkan kebenaran dengan
sikap yang lunak dan bijaksana.[139]
5). Thomas Aquinas
Ia seorang dari Ordo Dominican yang
memiliki kerinduan untuk memenangkan bidat-bidat dan non Kristen melalui
khotbah dan Apologet. Seluruh teologi Thomas terarah kepada pembelaan
iman Kristen terhadap tuduhan kepercayaan-kepercayaan lain dan para bidat. Salah satu karyanya yang terkenal adalah Summa Theologica dan Summa contra Gentiles, yaitu berisi
tentang ikhtisar iman Kristen dan sanggahan terhadap orang-orang bukan Kristen.[140]
6). Raimond Martin ( 1228-1286)
Ia seorang Dominican yang mengerti banyak
tulisan-tulisan Imam Al- Ghozali, Razi,
dan Ibn Rushd. Ia melawan Islam
dengan manggunakan filsafat Islam. Raimond melayani di Tunisia, dan berkat
kerja keras para rahib di Tunisia, sejumlah pejabat dan tokoh Islam di Tunisia
menjadi Kristen.[141]
7). Recoldus De Munte Crusis ( 1260-1325)
Ia telah mempelajari Islam di kota
Bagdad dengan sangat ketat dari sumber Islam.
Tanggapan Recoldus terhadap ajaran Islam dan Qur’an sangat negative, tetapi
ia sangat mengahargai kesusilaan orang-orang Islam, semangat Islam untuk
mempelajari agama, seperti dalam laporannya yang ia tulis.
Terhadap kesusilaan ini ia
melimpahkan pujian. Dalam laporan
perjalanannya ia berkata: “ Betapa besar
semangat orang-orang arab untuk mengadakan studi tentang agama, keikhlasan
mereka dalam doa, kemurahan hati mereka terhadap orang-orang miskin, rasa
takzim terhadap nama Allah dan terhadap sang nabi serta tempat-tempat suci;
kesopan-santunan mereka dalam tingkah laku, keramahan mereka terhadap orang
asing, kerukunan dan kasih mereka satu sama lain.”[142]
8). Fransiskus dari Asisi
Fransiskus sangat prihatin dengan nasib orang-orang Islam yang tidak
mengenal kasih Kristus. Dan dalam ordo
yang didirikannya itu, ia menetapkan dua aturan dalam menjangkau orang-orang
Islam. Pertama: Jangan berdebat dan
berselisih paham dengan orang-orang Islam.
Kedua, mereka harus peka terhadap kehendak Tuhan dan dengar-dengaran,
sehingga mereka paham, kapan waktunya mereka harus memperkatakan Injil.[143]
11.
Perjumpaan
Damai
Perjumpaan Damai, yang penulis
maksudkan adalah perjumpaan Kristen dengan Islam yang tidak menimbulkan
bentrokan fisik yang dapat menyebabkan pertumpahan darah dari kedua belah
pihak, tetapi ternyata perjumpaan damaipun berdampak cukup negatif bagi umat
Kristen. Sebab umat Kristen berada
pada posisi sebagai kaum atau kelompok imperior, sementara pihak Islam berada pada posisi superior, dan naskah perjanjian dibuat oleh pihak
Islam.
Orang-orang Arab dan Mekah pra Islam,
adalah orang-orang yang menghargai Pluralisme dan perbedaan. Hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya
agama di Mekah dan Jazirah Arab pada saat itu, ada penganut Yudaisme, Kristen, Zoroaster
dan agama
Sabean, yaitu agama yang percaya satu Tuhan, tapi agama itu
pada saat ini sudah musnah.[144]
Kerukunan masyarakat Arab pun dapat
dilihat dengan adanya 360 berhala di dalam Kaabah. Kata Kaabah sendiri dalam bahasa Arab berarti
kubus dan merujuk pada kuil batu berbentuk empat persegi di Mekah, dimana
biasanya para ilah atau berhala disembah.
Robert Morey berkata: “Jika ada
orang asing datang ke Mekah dan ingin melakukan pemujaan kepada dewa lain, selain
dari ketiga ratus enam puluh dewa yang sudah ada di Kaabah, maka orang tersebut
boleh menambahkan dewanya di Kaabah.”[145] Adanya 360 berhala di Kaabah, ini
mewakili 360 agama yang ada di Mekah atau di Jazirah Arab. Sejarah pra islam juga menyatakan bahwa kota
Mekah merupakan jalur perdagangan yang biasa di kunjungi, di singgahi dan
dilewati berbagai suku bangsa yang ada di sekitar Jazirah Arab.
Pada awal kepemimpinan Muhammad ia
bergaul dengan orang-orang Kristen.
Bahkan yang jadi salah satu sahabatnya adalah seorang Kristen.
Pada awal ekspansi Islam terhadap wilayah-wilayah Kristen, Muhammad
dan para muhajirin relative bersahabat
terhadap orang-orang Kristen.
Muhammad dan para pengikutnya
menyadari bahwa wilayah-wilayah yang telah ditaklukkan dan didudukinya berasal
dari banyak suku bangsa atau etnis dan agama yang berbeda-beda. Untuk menghindari banyak konflik dan
penolakkan disaat pemerintahan mereka belum stabil, mereka mencoba untuk agak
fleksibel dan menggunakan kebijakan yang berbeda-beda.[146] Tetapi
memang nanti setelah Muhammad merasa telah menjadi kuat sikapnya akan menjadi
sangat berbeda.
Perjumpaan damai lainnya dapat
dilihat dari sikap Umar bin Khatab tahun 637 ketika ia memimpin tentara Islam
mengepung kota Yerusalem, setelah beberapa bulan dikepung, akhirnya demi menghindari pertumpahan darah
dari kedua belah pihak, Patriach Sopronius menyatakan menyerah dan bersedia
untuk memenuhi syarat-syarat yang harus
ia dan penduduk Yerusalem lakukan.
Ketika Umar bin Khatab memasuki Yerusalem dan meninjau Gereja Suci, didampingi Patriach Sopronius, tibalah
saatnya untuk sholat, maka sang Patriach menawarkan kepada Umar untuk sholat di
dalam Gereja tersebut. Tetapi Umar
menolak dan berkata: “Jika saya sholat disini, maka pengikut saya akan
menjadikan alasan untuk mengambil tempat ini dari tangan orang Kristen. Lalu ia keluar dan melakukan sholat di luar
Gereja.”[147]
Perjumpaan damai juga dapat dilihat
ketika Khalid Ibn al-Walid mengadakan
perjanjian dengan penduduk Hira, termasuk di dalamnya Gereja Nestorian. Walid memberitahukan perjanjian itu
kepada Khalifah Umar bin Khatab yang
memerintah pada saat itu:
“Bismillahnir Rahmannir Rahiim. Inilah perjanjian antara Khalid Ibn Al-Walid
dengan orang – orang Hira. Khalifah Abu
Bakar telah memberi perintah agar saya berangkat dari Yamama kepada penduduk
Irak, baik orang Arab maupun orang Parsi,
dan menyerukan lebih dahulu agar mereka percaya kepada Allah dan Rasul-
Nya dan untuk menjanjikan Firdaus kepada mereka dan untuk memperingati mereka
tentang api neraka. Kalau mereka
menerima agama Islam, maka mereka akan mempunyai hak- hak dan kewajiban-
kewajiban yang sama dengan orang muslim.
Akhirnya saya sampai ke kota Hira dan berjumpa dengan Iyas Ibn Qabisa
Al-Ta’ bersama beberapa pemimpin kota itu.
Saya menganjurkan agar mereka percaya kepada Allah dan Rasul-Nya, tetapi mereka menolak. Kemudian saya menawarkan kepada mereka jizya
atau berperang. Mereka menjawab:”Kami
tidak mau berperang, kami ingin berdamai dengan syarat-syarat yang sama seperti
bagi Alhl’ulkitab yang lain , yaitu pembayaran jizya. ” saya menghitung jumlah mereka:7000 orang. 1000 orang dari antara mereka saya kecualikan
karena telah lanjut usia; sehingga orang-orang yang harus membayar jizya
berjumlah 6000 orang. Sesuai dengan itu
kami menyepakati pembayaran 6000 Dinar.
Kemudian kami sepakat bahwa mereka
tidak akan melanggar perjanjian itu,
bahwa mereka tidak akan menyokong orang-orang yang tidak percaya untuk
menentang orang muslim Arab atau Persia dan
. . . apabila salah seorang dari antara mereka menjadi tua dan lemah,
atau kena penyakit, atau menjadi miskin, maka ia akan dibebaskan dari jizya dan
ia bersama keluarganya akan dipelihara oleh kas negara (bayt mal al muslimin) selama ia tinggal di daerah Islam (dar-al-islam). Kalau mereka meninggalkan daerah Islam maka
keluarga mereka tidak akan dipelihara oleh orang-orang muslim. Kalau salah seorang memeluk agama Islam maka
ia harus dijual dengan harga yang setinggi mungkin harga mana yang harus
dibayarkan kepada bekas tuan-tuan mereka dari Akhl’ulkitab. Mereka akan
berhak memakai segala jenis pakaian , kecuali pakaian seragam militer, asalkan
pakaian mereka tidak sama dengan pakaian orang muslim. Kalau salah seorang dari antara mereka
ditemukan sedang memakai seragam militer, maka ia akan ditangkap dan harus
mempertanggung jawabkan perbuatannya itu.
Kalau jawabannya tidak memuaskan maka ia akan dikenakan denda sebesar
harga pakaian tersebut. Kami juga
sepakat bahwa pembayaran oleh mereka akan dilakukan kepada kas negara; kalau
mereka membutuhkan sokongan, itu akan diberikan juga dari kas negara. Dan kepada Irak yang pada saat itu
berpenduduk Kristen diberlakukan perjanjian dan ketentuan yang sama. [148]
Tetapi ketika Damsyik ditaklukkan
pada tahun 636 isi perjanjian ditambah beberapa poin larangan, diantaranya
larangan untuk mendirikan gedung Gereja yang baru. Tetapi diijinkan untuk merenovasi gedung
Gereja yang sudah ada. Lonceng Gereja
dilarang dibunyikan pada waktu jam sholat, dan salib-salib tidak boleh
dinampakkan di depan umum.
Tetapi ada beberapa pemimpin Gereja
Yakobit dan Nestorian yang menyambut pemerintahan Islam di daerah mereka dengan
senang hati, diantaranya adalah Uskup Michael,
dari Gereja Yakobit di Syiria, ia yakin bahwa Allah membangkitkan kaum
Ismael untuk membebaskan mereka dari penindasan Byzantium.
Seorang uskup Nestarian yang sedang
bersama penguasa Islam bernama Ishu’yab III suatu saat menulis, orang-orang Islam berada bersama kami
sebagaimana kamu mengetahui. Tetapi
mereka tidak menyerang agama Kristen, mereka menjunjung kepercayaan kami, menghormati imam-imam kami, dan orang-orang
suci Tuhan dan memberikan jasa untuk Gereja-gereja dan monesteri-monesteri kami.
12.
Dampak
Perjumpaan Kristen-Islam terhadap Kekristenan
a.
Jumlah Umat Kristen Menurun
Daerah-daerah Kristen atau
kantong-kantong Kristen yang dikuasai, diduduki, dan dijajah Islam mengalami
penurunan jumlah umat yang sangat drastis, sebab diseluruh daerah Kristen yang
dikuasai Islam, mereka dipaksa untuk masuk Islam, dan jika tidak mau, mereka diwajibkan untuk
membayar pajak badan yang sangat berat, sehingga akhirnya banyak orang Kristen
terpaksa harus masuk Islam. Selain itu
status dhimmi bagi umat Kristen telah
merampas hak-hak azasi mereka sebagai manusia, mereka dianggap imperior, rendah
dan kurang bermartabat, pasti hal ini sangat menyakitkan dan memberatkan bagi
umat Kristen, sehingga mereka yang lemah iman, mereka akan meninggalkan iman
kepada Yesus Kristus dan masuk agama Islam.
Sehubungan dengan hal ini Jon
Culver pernah mengutip pendapat Abu
Yusuf yang menulis Kitab Al-Khuraj antara tahun 786-798” Tanah Arab berbeda dibandingkan
tanah bukan Arab. Dalam hal ini
orang-orang Arab wajib memeluk agama Islam.
Jizya atau pajak tidak diberlakukan bagi mereka, hanya memeluk agama Islam
dituntut dari mereka.” [149] Akibatnya
jumlah orang Arab yang Kristen menurun dengan sangat cepat. Misalnya di Najran, Arabia Selatan jumlah
orang Kristen turun dari 40.000 dan menjadi 4000 dalam jangka waktu 80
tahun. Tetapi terhadap orang Kristen dan
Yahudi di luar Jazirah Arab mereka diberi kebebasan untuk menganut agama mereka
dengan kewajiban membayar jizya (pajak
badan), dan menuruti ketentuan serta larangan yang dikeluarkan oleh Islam. Hal ini dapat dilihat ketika Muhammad
mengirim surat pada tahun 630 kepada Syeikh Yuhanna Ibnu Rubu, kepala suku
Kristen yang ada di Agaba.[150]
“Assalamu’alaikum! Segala Puji bagi
Allah; Tidak ada Tuhan melainkan
Dia. Saya tidak akan berperang
melawan kamu sebelum menulis surat kepadamu.
Terimalah Islam atau bayarlah jizya dan taatilah Allah dan Rasul-Nya serta
utusan-utusan Rasul itu. …. kalau anda ingin hidup aman, di darat dan di laut, maka
taatilah Allah dan Rasullullah, maka anda akan terlindung dari segala serangan
orang-orang Arab dan orang-orang bukan Arab.
Kalau anda menolak, maka saya tidak akan menerima apa-apa dari anda sebelum
berperang melawan anda dan membunuh prajurit-prajurit anda dan menawan
wanita-wanita serta anak-anak anda. Saya
adalah rasulullah, saya mempercayai kebenaran, Allah, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya
dan Isa, anak Mariam yang adalah Kalam Allah.
Datanglah sebelum celaka datang menimpa diri anda! … Perlindungan Allah
dan Rasul-Nya adalah di atasmu. Kalau
anda menaklukkan diri, damai akan menyertai anda …”[151]
Pembatasan dan larangan-larangan bagi
umat Kristen atau kaum dhimmi dari
penguasa Islam selama abad pertama, pendudukan Islam di Timur Tengah menjadi
lebih jelas ketika memperhatikan klasifikasi yang dibuat oleh Jon Culver, Ph.D.
yaitu sebagai berikut:[152]
1.
Kerugian yang bersifat hukum: Di pengadilan
pembuktian dan saksi dari seorang Kristen tidak diterima untuk menghukum
seorang muslim; lagi pula, pembunuhan atas seorang dhimmi tidak boleh dibalas dengan hukuman mati.
2.
Pembatasan
berkenaan dengan pernikahan: seorang
dhimmi pria tidak boleh menikah seorang wanita yang beragama Islam. Sebaliknya seorang muslim pria, bebas
menikahi seorang wanita Kristen.
3.
Pelarangan
berkenaan dengan pakaian: Kaum dhimmi
wajib berpakaian khusus yang menunjukkan bahwa mereka bukan umat Islam.
4.
Pelarangan
berkenaan dengan Kendaraan dan Senjata:
Mereka yang bukan kaum Islam boleh menunggang keledai tetapi tidak boleh
menunggang kuda; mereka juga dilarang keras membawa senjata.
5.
Pembatasan
berkenaan dengan Bangunan: Seorang Kristen
tidak boleh membangun rumah yang lebih tinggi dari rumah-rumah kaum muslim;
kaum Kristen tidak boleh membangun Gereja-gereja baru, namun ketentuan ini
kadang-kadang tidak dijalankan.
6.
Pembatasan
berkenaan dengan Agama: Kaum Kristen
tidak boleh mencemooh nabi Muhammad, menyerang umat Islam atau mempertobatkan
orang-orang Islam. Namun mereka bebas
masuk Islam
Dan sejarah mencatat bahwa jumlah
pemeluk agama Kristen di wilayah-wilayah yang diduduki Islam berkurang sangat
drastis sebab adanya larangan untuk bersaksi kepada orang-orang non Kristen
terutama kepada umat Islam dan juga karena adanya larangan mendirikan gedung Gereja
baru.
Selain itu membayar jizya atau pajak
rupanya bagi sebagian umat Kristen yang lemah iman dan ekonomi sangat
memberatkan. Dan solusi yang paling
mudah untuk terlepas dari jizya adalah beralih agama, menganut agama Islam. DR. Kenneith Scott mencatat laporan dari sumber
Arab yang menyatakan bahwa upeti atau jizya berkurang separuhnya setelah satu
generasi Iskandaria atau Mesir ditaklukkan dan diduduki Islam pada tahun 635 M.[153] Ini berarti jumlah orang Kristen yang harus
membayar pajak itu berkurang sangat drastis, dan bahkan di Saudi Arabia pada
saat ini hampir sudah tidak ada lagi orang Kristen, dan dibeberapa daerah Timur
Tengah lainnya, yang dahulu merupakan pusat kekristenan pada saat ini hanya ada
sedikit saja orang-orang Kristen.[154]
b. Hubungan Kristen-Islam Menjadi Tidak Harmonis
Perang Salib telah meninggalkan luka
sejarah yang tidak mudah pupus bagi umat Islam terhadap Barat, dan umat
kristiani di seluruh muka bumi. Dan juga
bagi sebagian umat kristiani Perang Salib telah menjadi beban sejarah yang
harus ditanggung dengan segala konsekwensinya.
Memang jika diamati dengan kepala dingin, kejujuran serta ketulusan
sebenarnya tidak ada yang perlu disalahkan, dan juga tidak perlu ada yang
dibenarkan, sebab jika ada yang disalahkan, sesungguhnya kedua belah pihak
bersalah dalam hal ini.
Sebagian umat Islam hampir melupakan
sama sekali semua ekspansi, pendudukan, penjajahan yang telah dilakukan tentara Islam atau
kekhalifahan Islam terhadap
daerah-daerah dan Negara-negara Kristen pada jaman dahulu, mulai abad VII
Masehi sampai dengan awal abad XX, yaitu dengan berakhirnya dinasti Otoman
Turki pada Perang Dunia (PD) I.
Tetapi sepertinya yang ada dalam benak umat Islam hanyalah tentang kebrutalan,
dan keganasan tentara Salib dari Eropa Barat, sepertinya mereka tidak pernah
mengingat keganasan tentara Islam, terutama Islam Turki.
Generasi kristiani dan generasi Islam
berikutnya, telah mewarisi hubungan yang tidak harmonis, dan mungkin hubungan
yang tidak hamonis ini akan terus diwariskan pada generasi-generasi selanjutnya
jika tidak segera diadakan rekonsiliasi.
Dan semenjak Perang salib umat islam menjadi tidak toleran lagi terhadap
umat kristiani.
c.
Umat Kristen Kehilangan Daya Juang
Orang-orang
Nestorian dan Yakobit dikenal karena keberanian dan kegigihan mereka dalam
bersaksi atau memberitakan Injil.
Tetapi dengan adanya status dhimmi secara psikologis telah
menjadikan orang-orang Nestorian dan Yakobit kehilangan daya saing, daya saksi
dan daya juang. Sebab mereka telah
menjadi kelompok imperior, sementara umat Islam menjadi kelompok superior.
d.
Perkembangan Kekristenan Terhambat
Abad VII – XV merupakan masa jayanya atau masa keemasan
kekhalifahan Islam dan juga Negara-negara Islam. Merekalah yang menguasai dunia ini pada saat
itu, mereka menguasai dan menduduki banyak Negara, mereka menguasai dan
mengendalikan politik dunia, mereka mengendalikan perekonomian dunia, dengan
menguasai jalur-jalur lalulintas perdagangan, salah satunya adalah mereka
menguasai dan menutup jalur lalulintas darat, dari Eropa Barat ke Benua Asia
dan Amerika, bahkan Australi.
Ketika Islam
menutup jalur lalulintas darat di atas, sesungguhnya Islam telah melakukan
monopoli dagang, tetapi lebih dari itu, bagi umat Kristiani Eropa Barat mereka
tidak memiliki akses ke wilayah-wilayah lain, sehingga bukan hanya jalur
perdagangan Eropa Barat ke Asia yang tertutup, tetapi pemberitaan Injilpun
terhambat karena dampak dari Perang salib di atas, sehingga agama Kristen tidak
bisa disebar luaskan ke Negara-negara lain, sehingga perkembangan kekristenan
menjadi terhambat.
e.
Kekristenan Diserang
Islam telah telah melakukan serentetan ekspansi atau
penyarangan, serta telah melakukan pendudukan
secara fisik terhadap wilayah-wilayah Kristen, tetapi selain penyerangan
seperti yang telah disebutkan di atas, islam juga telah melakukan penyerangan
terhadap doktrin-doktrin atau azas-azas kristiani, diantaranya adalah: Pertama,
Islam menuduh bahwa Alkitab telah korup dan salah, itulah sebabnya dalam banyak
dialog dan perjumpaan, islam selalu mencegah setiap upaya untuk membandingkan
Yesus yang Alkitabiah dengan Muhammad yang Quraniah.
Kedua,
Umat Islam sering salah paham sehubungan dengan sifat ketuhanan Yesus Kristus,
hal ini disebabkan sumber informasi Muhammad tentang Yesus tidak datang dari
orang Kristen Ortodoks, bukan dari Torah atau Perjanjian Lama, dan juga Perjanjian Baru, tetapi dari sekte-sekte bidat.
13.
PERJUMPAAN KRISTEN-ISLAM DI INDONESIA
a.
Perjumpaan
Kristen-Islam Pra Portugis
Sebelum kedatangan
Portugis dan VOC atau Belanda umat Kristen dibumi Palapa ini jumlahnya sangat
sedikit, itulah sebabnya tidak pernah tampil kepentas sejarah, sehingga tidak
pernah tercatat dalam sejarah, sebab tidak
memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan pada saat itu, entah itu berupa
kekuatan, jumlah umat yang besar atau negara kuat yang membantu mereka. Keberadaan umat Kristen di Negeriini saat itu
seperti “Underground” dibawah tanah atau rahasia. Hal ini terjadi karena beberapa faktor:
Pertama, orang-orang Kristen yang datang ke kepulauan Nusantara ini pada saat
itu ialah para pedagang murni, tujuan mereka hanya bisnis atau usaha, mencari
keuntungan semata. Bukan untuk
menyebarkan agama atau kepercayaan mereka secara khusus kepada penduduk setempat
dan juga setiap orang yang ditemuinya. Hal ini didasarkan kepada beberapa
pertimbangan diantaranya menghindari resiko penolakan yang akan berakibat pada
bisnis mereka.
Kedua, diperkirakan
orang Kristen pertama kali datang kenegeri ini adalah para pedangan Kristen
dari Mesir dan Persia. Kondisi kekristen
di Mesir dan Persia sejak pertengahan abad ke VII M menjadi semacam kelompok
agama atau manusia yang dianggap imperior
atau rendah atau dianggap manusia
kelas dua oleh Islam. Sebab di negerinya
sana Persia dan Mesir mereka di perlakukan demikian oleh Islam. Hak-hak mereka banyak yang dirampas. Harus membayar upeti dipaksa untuk masuk
Islam, diusir dari kampung halamannya atau terdesak dari kampung halamannya
setelah pendudukan Islam terhadap negeri mereka. Sehingga banyak orang Persia yang Kristen
Nestorian, mengambil jalan imigrasi kedaerah-daerah yang belum dikuasai Islam,
lewat jalur perdagangan dari pada mereka harus bayar upeti dan dipaksa untuk
masuk Islam, atau tetap bertahan dinegeri asal mereka dengan hak-haknya yang
dirampas, sehingga mereka tidak memiliki kemerdekaan lagi dalam hidupnya. Keadaan
psikologis seperti inilah yang terjadi dengan para pedagang Persia dan Mesir
setelah negara mereka diduduki oleh Islam. Keadaan psikologis sebagai manusia
imperior inilah, yang menjadikan para
pedagang Kristen dari Persia dan Mesir tidak memiliki keberanian atau nyali
untuk tampil menjadi penyaksi Kristus dalam kehidupan hari-hari mereka sebagai
pedagang. Bagi mereka saat itu
rupanyaagama cukup dijalankan dalam hidup pribadi atau keluarga saja, bukan
untuk disaksikan atau diperlihatkan kepada orang lain.
Dan keadaan
Psikologis tersebut bagi seorang penganut agama tertentu akan menjadikan mereka
kehilangan daya saing, kehilangan daya saksi dan kehilangan daya juang. Itulah sebabnya bagi para pedagang Persia dan
Mesir yang beragama Kristen yang telah tiba
diwilayah kepulauan Nusantara ini lebih baik memilih sikap pasrah dan
diam karena trauma yang mereka alami di negeri mereka, apalagi pada saat itu
agama Hindu dan Budha sedang mengalami masa jaya di negeri ini.
Masuknya Islam
kebumi Nusantara pada abad XIII telah menjadikan orang-orang Kristen yang sudah
ada pada saat itu tidak berani untuk menampakkan jati dirinya, mereka sangat
takut sejarah pahit yang pernah terjadi terhadap nenek moyang mereka dapat
terulang kembali dalam kehidupan mereka.
Kedatangan Islam telah menjadikan orang Kristen pada saat itu lebih diam
lagi. Itulah sebabnya pada saat itu
tidak ada perjumpaan yang berarti antara Kristen dengan Islam.
Kata “Perjumpaan”
dalam budaya Inggris adalah “Encaunter”.
Baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris, kedua istilah ini menyiratkan kesepadanan
dari kedua belah pihak yang bertemu atau berjumpa. Sementara perjumpaan pada saat itu, yaitu
perjumpaan Kristen – Islam sebelum kedatangan Portugis ke Bumi Nusantara
ini, umat Kristen diposisikan dan
memposisikan diri sebagai kaum yang imperior.
Itulah sebabnya tidak pernah terjadi perjumpaan yang sepadan.
Jika menyimak
penilaian Kyai Kalamwadi, dalam buku yang berjudul Darmagandul, ia memberikan penilaian yang lain terhadap para Sunan,
yang dikemudian hari dijuluki Wali Sembilan atau Wali Songo, yang sedemikian
dihormati dan dipuji bahkan dimuliakan oleh orang-orang Islam sampai saat ini. Menurut Kyai Kalamawadi mereka adalah orang
Islam atau pemuka-pemuka agama Islam
yang sangat agresif dan misioner. Ketika
pertama kali mereka datang kesuatu wilayah yang baru, mereka akan begitu ramah
dan berusaha mendapat simpati dari para penguasa pada saat itu dan juga
masyarakat, tetapi jika pada suatu saat, ketika
jumlah mereka sudah banyak dan posisinya sudah mulai kuat, maka mereka
akan menggalang kekuatan untuk merebut kekuasaan dari orang-orang yang telah
menolong mereka, seperti dalam cerita Prabu Brawijaya yang dikhianati oleh para
Sunan atau Wali, sehingga kerajaan Majapahit yang besar
dan berjaya itu runtuh.[155]
b.
Perjumpaan Portugis-Islam
Malaka dikenal
sebagai pintu gerbang menuju kepulauan Nusantara.Rupanya julukan ini sesuai
dengan keberadaan Malaka dengan Selat Malakanya yang menjadi jalur utama lalu
lintas laut bagi perdagangan dari Asia menuju pelabuhan-pelabuhan berbagai
pulau di Nusantara.Pada akhir abad XV,
Malaka menjadi salah satu pusat perdagangan Asia. Jadi tidak aneh jika Portugis sangat tertarik
terhadap Malaka dan menginginkan wilayah itu berada dalam kekuasaannya. Sebab daerah tersebut memiliki nilai bisnis
dan ekonomi yang sangat menggiurkan.Itu yang menjadi alasan Portugis datang ke
Malaka dan merebutnya dari Sultan Muhammad Syah pada tahun 1511.[156]
Wilayah-wilayah yang
memiliki kemajuan tingkat ekonomi yang tinggi biasanya ramai didatangi berbagai
bangsa dan suku bangsa yang hendak
berdagang dan mencari penghidupan.
Dan ternyata wilayah dengan tingkat kemajuan ekonomi yang tinggi seperti
Malaka pada saat itu, telah menarik perhatian para pedagang bahkan para tokoh
agama, datang mengunjunginya. Para ulama
Islam telah datang dan mengembangkan agama Islam dikota ini, apalagi pemerintahan
pada saat itu membari fasilitas dan kebebasan kepada para ulama untuk
mengembangkan Islam.
Portugis
menaklukkan penguasa Malaka yang
bergelar “Sultan,” yaitu Sultan Muhammad Syah. Gelar Sultan adalah sebutan
untuk raja yang beragama Islam dan dari kerajaan Islam. Jadi hampir bisa dipastikan pada saat itu
Malaka yang ditaklukkan Portugis pada tahun 1511 adalah sebuah kerajaan Islam
atau paling tidak sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja yang beragama
Islam. Ini berarti ketika Portugis menyerang
Malaka, telah terjadi perjumpaan militer antara Portugis yang beragama Katolik
dengan Malaka yang penguasanya beragama Islam.
Tetapi memang hubungan Portugis dengan Islam sudah tidak harmonis sejak
awalnya di Eropa Barat, sebab Islam pernah mengadakan ekspansi ke Semenajung
Liberia dan merebut serta menduduki beberapa wilayah Spanyol, bahkan islam
pernah melakukan ekspansi dan menduduki atau menjajah Portugal selama 533
tahun.[157]
Bahkan Islam terus
mengadakan ekspansi, mereka merebut Cordoba, Granada, dan Toledo yang merupakan
Ibukota Visigoth. Islam menaklukkan Sevilla Ibukota Spanyol bahkan ketika
pasukan itu bergerak ke Utara mereka berhasil menaklukan Zaragosa dan Barcelona
bahkan ekspansi Islam mencapai Tours Perancis.[158]Dan
Prof. KH. Hasbullah Bakry, dalam Jurnal Peninjauyang
berjudul“ Pandangan Islam Tentang Kristen di Indonesia, ia mengutip karya Harry
W. Hasard dalam bukunya “Atlas of
Islamic History” tentang nagara-negera Eropa Barat dan Timur yang pernah
dijajah Islam, diantaranya yang paling lama adalah Spanyol, selama 781 tahun, yaitu mulai 711
sampai 1491 M. Dan Portugal dijajah
Islam mulai 716 sampai 1249.[159]
Pengalaman pahit
bagi Portugis dijajah Islam selama 533 tahun, sehingga menjadi sangat
wajar jika dalam benak mereka, ada
anggapan bahwa Islam adalah musuh mereka.
Dan itulah sebabnya dalam perjumpaan Portugis dengan Islam di Selat
Malaka, Portugis menjadi cukup agresif
untuk memerangi dan mengalahkan kerajaan Islam di Malaka.
Dalam perjumpaan
militer antara Portugis dengan Islam di Malaka, sepertinya bagi Portugis sedang membuka babak baru
perang terbuka dengan Islam untuk membalas perlakuan Islam kepada mereka,
ketika Islam menjajah mereka.
Dan secara
kebetulan kedatangan Portugis di wilayah
kepulauan Nusantara ini hampir bersamaan dengan berdirinya kesultanan-kesultanan
atau kerajaan-kerajaan Islam diBumi Pertiwi ini, setelah mereka menaklukkan
atau mengalahkan kerajaan-kerajaan Hindu yang telah berjaya selama beberapa
abad sebelumnya, diantaranya adalah: Samudra Pasai, Malaka, Kesultanan Aceh,
yangmerupakan kerajaan-kerajaan Islam dibekas kerajaan Hindu Sriwijaya.
Kesultanan Demak, Tuban, Gresik, Ampel Ganding bahkan kesultanan Islam Ternate
sebelumnya adalah wilayah kerajaan Hindu Majapahit. Kesultanan Cirebon dan Banten berdiri
diwilayah kerajaan Hindu Tarumanagara, Galuh dan Pakuan Pajajaran.[160]
Jadi dengan demikian
perjumpaan militer atau perang terbuka antara Portugis dengan Islam hampir
mustahil untuk dapat dihindarkan lagi ketika Portugis memasuki wilayah
Nusantara ini.
Setelah Portugis
menaklukkan atau merebut Malaka dari Sultan Mahmud Syah tahun 1511, satu tahun
berikutnya Portugis sudah tiba di kepulauan Maluku, yaitu tahun 1512 dan di
daerah kepulauan Nusantara bagian Timur ini juga, Portugis harus berhadapan
dengan beberapa penguasa dan kerajaan Islam, diantaranya Ternate. Dan rupanyasejak satu atau dua abad sebelum
kedatangan Portugis di Kepulauan Nusantara ini, para ulama Islam telah
memanfaatkan jalur perdagangan yang ramai antara Malaka, Jawa, Makasar dan Maluku,
selain untuk berdagang, mereka juga telah berdakwah dan melakukan islamisasi di
daerah-daerah perdagangan yang dikunjunginya.
Dan pada saat Portugis masuk kedaerah
Maluku dan sekitarnya tahun 1512 beberapa daerah disekitar Maluku telah
menerima pengaruh Islam dari para ulama yang datang dari Jawa dan Melayu.
Dan juga pada saat
itu sudah berdiri beberapa kerajaanIslam, diantaranya Ternate. Pada tahun 1522,
Portugis membuat benteng pangkalan dagang di Ternate, yang akan menjadi pusat
kegiatan dagang meraka untuk wilayah Indonesia bagian timur. Dan sampai tahun
itu Portugis telah memiliki tiga pusat perdagangannya di Asia yaitu Gowa
(India), Malaka dan Ternate.
Sebenarnya walaupun
Portugistelah mengalami kepahitanyang di sebabkan oleh penjajahan yang
dilakukan Islam, tetapi tujuan utama
mereka datang ke Asia, termasuk kepulauan Nusantara ini, adalah tujuan ekonomi
dan dagang, jadi bukan untuk balas dendam terhadapIslam di Nusantara ini, dan
justru mereka cukup berhati-hati, untuk
menghindari gesekan, pertentangan bahkan perjumpaan militer dengan
Islam, sebab mereka tidak mau tujuan ekonomi mereka menjadi gagal.
Dan hal ini juga
dapat dilihat ketika Portugis melakukan monopoli dagang diwilayah Nusantara
ini, ia tidak menyerang kesultanan-kesultanan atau wilayah Islam secara membabi
buta, tetapi justru Portugis masih bisa berkongsi dengan kesultanan-kesultanan
tertentu dan membantu kesultanan-kesultanan tersebut dalam menghadapi ancaman
dari musuh-musuh mereka bersama-sama, tetapi tentunya hal ini juga dilakukannya
jika hal itu menguntungkan posisinya dan
juga usaha monopoli dagangannya.[161]
Tetapi walaupun
Portugis cukup berhati-hati, namun karena perbuatan-perbuatannya yang arogan,
kejam, licik, dan sombong serta suka memeras masyarakat pribumi dengan monopoli dagangnya itu,sehingga
belakangan banyak wilayah yang tidak mau menjalin kerjasama perdagangan, bahkan
karena perbuatan-perbuatannya itu Portugis menuai perlawanan dari masyarakat,
terutama penguasa-penguasa Islam. terutama setelah kematian Sultan Hairun, dari
kerajaan Ternate, di dalam bentengatau
pangkalan dagang Portugis. Dan hal ini telah menjadikanmasyarakatTernate
menjadi murka kepada Portugis, mereka bukan hanya menbenci dan menyerang
Portugis, tetapi perkampungan-perkampungan Katolik pribumipun ikut diserang dan
dibakar. Dan sejak peristiwa itu
hubungan Portugis dan masyarakat Ternate tidak terpulihkan lagi sampai pada
akhirnya Belanda masuk dan mendesak atau mengusir Portugis keluar dari wilayah
Indonesia bagian Timur.
Sebenarnya hubungan
Portugis-Ternate semula sangat baik. Pada tahun 1512 ketika Portugis terdampar
di Ambon, raja Ternate Abu Lais mengundang Portugis ke Ternate, dan Portugis
diberi izin untuk mendirikan pangkalan dagangnya di Ternate, tetapi dikemudian
hari Portugis terlalu ikut campur dalam urusan pemerintahan kerajaan Ternate.
Hal ini menjadi semakin jelas ketika Abu
Lais wafat maka terjadilah sedikit ketegangan di lingkungan istana. Tetapi akhirnya Tabarija naik jadi Sultan
menggantikan Abu Lais (1523-1535).
Tetapi pada tahun 1535 Panglima
Portugis Don Tristaode Atayde
mencopot Sultan Tabarija yang dituduhnya berkhianat dan mengirimnya ke Goa
(India) untuk diadili Gubernur Jenderal disana, lalu de Atayde mendudukan
Hairun,Saudara tiri sekaligus pesaing Tabarija diatas tahta kesultanan Ternate.
Dan hal itu menimbulkan reaksi yang keras dari umatIslamTernate. Tetapi de Atayde segera diganti oleh Antonio
Gelvao, yang lebih kooperatif, sehingga hubungan Portugis-Ternate mulai membaik
kembali. Tetapi selain bangsa Portugis
yang datang dan berdagang di Ternate pada saat itu, ada juga orang-orang asing
lainnya yang berdagang sekaligus berdakwah, terutama ulama-ulama dari Persia,
Arab, Jawa dan suku Melayu. Dan mereka
itulah yang terus-menerus menghasut masyarakat Ternate Tidore untuk terus
memusuhi dan menghambat kekristenan.
Bahkan mereka berkata:
“Para pemimpin Islam
melarang semua orang dengan ancaman hukuman berat bila mereka berani
berhubungan dengan Imam-imam asing itu. Salah seorang adik raja yang sering
mendampingi imam dan mulai bersimpati terhadap mereka segera disingkirkan dan
dilarang keras, tidak boleh lagi bergaul dengan imam-imam itu… Guru-guru Islam mendukung Sultan bahwa setiap
pemuka masyarakat yang pindah agama, masuk agama Kristen harus disita sebagian
milik dan hartanya.”[162]
Portugis juga sadar bahwa
respon pemimpin-pemimpin pribumi, dan juga masyarakat sudah kurang bersimpati
kepada mereka, dan kekuatan Islam semakin besar, tetapi karena ambisi dan
keserakahan pemimpin-pemimpin Portugis,
seperti terlihat ketika mereka menawan Sultan Hairun tahun 1544atas perintah
Jurdao de Freitas Panglima Portugis di
Ternate, seperti yang dikatakan oleh
Heuken:
De Freitas adalah
sahabat Tabarija. Ia mendapat informasi
bahwa pada tahun 1543 Tabarija sudah direhabilitasi oleh Raja Portugis melalui
penguasa Portugis di Goa, bahkan juga sudah masuk Kristen. Freitas berniat mendukung Tabarija untuk
kembali menduduki tahta Ternate. Karena
itulah pada tahun 1544 ia melancarkan tuduhan atas Sultan Hairun dan membawanya
sebagai tawanan ke Malaka. Niat ini
sejalan dengan rencana De Freitas untuk perbaikan dan menjalani kerjasama
dengan Sepanyol, untuk memperkuat posisi politis dan bisnisnya maupun untuk
menggiatkan Penginjilan. Ternyata
Tabarija meninggal di Malaka tanggal 30 Juni 1545 dalam perjalanaan ke Ternate,
sementara Sultan Hairun kemudian dinyatakan bersih dari segala tuduhan. De Freites sendiri dicopot dari jabatannya.
Tetapi sejak saat itu kepercayaan Sultan Hairun terhadap Portugis praktis sudah
hilang. Apa lagi selama Hairun ditahan,
De Freitas mengambil alih tahta Ternate dengan alasan bahwa Tabarija-dalam
surat wasiatnya sebelum meninggal-sudah menghibahkan seluruh wilayah Kesultanan
Ternate pada Portugis.[163]
Tahun1570 sebenarnya
sudah dimulai masa perdamaian antara Portugis dengan Ternate, tetapi panglima
Portugis yang baru, Diogo Lopez de Mesquita berniat melenyapkan Sultan Hairun
dengan tipu daya, itulah sebabnya ia mengundang Hairun ke benteng Portugis Sao
Paolo di Ternate untuk menandatangani perjanjian damai tersebut, tetapi setelah
penandatanganan perdamaian, ketika mereka sedang melakukan infeksi tiba-tiba
sultan Hairun dibunuh atas perintah Diogo Lopes de Mesquita, di benteng
Portugis Sao Paolo, Ternate. Maka sejak
itu permusuhan Portugis dengan kesultanan Ternate membara kembali. Sultan
Baabullah, putra Sultan Hairun berjanji dan bertekad untuk membalas kematian
ayahnya dengan melakukan aksi peperangan dan pertumpahan darah.[164]
Dan ternyata ancaman
tersebut, bukan hanya gertakan belaka dari Sultan Baabullah terhadap Portugis,
sebab sejak itu Baabullah selalu melancarkan serangan dan perang terbuka,
terhadap Portugis. Tetapi yang sangat
disayangkan adalah orang-orang Katolik pribumi harus ikut menanggung akibat
dari dosa Diogo Lopez de Mesquita, atas pembunuhannya terhadap Sultan Hairun,
sebab sejak itu perkampungan umat Katolik pribumi sering menjadi sasaran
penyerangan prajurit Islam Ternate, sehingga orang KatolikAmbon atau
Maluku dan wilayah lainnya di kepulauan Nusantara bagian Timur ini terus
teraniaya, dan banyak yang dibunuh, serta dipaksa untuk meninggalkan iman Kristiani
mereka.
Dan sejak kematian
sultan Hairun keberadaan orang-orang Katolik di Maluku semakin menderita. Sebab
mereka yang menjadi sasaran amuk dan murka orang-orangIslamTernate dan situasi
yang kacau dan panas ini tidak pernah berhasil dipulihkan sampai Portugisangkat
kaki dari bumi ternate, karena terdesak oleh VOC.
Perang terbuka antara Portugis melawan Ternate, menjadi
semacam Perjumpaan Militer Portugis-Islam.Perjumpaan militer tersebut dipicu
oleh beberapa faktor, diantaranya adalah
dosa Diogo Lopez de Mesquita, yang telah menuai balas dendam dari kesultanan
Ternate, yang walaupun pada akhirnya
Lopez de Mesquita dicopot dari jabatannya sebagai panglima Portugis untuk
Ternate, tetapi ternyata hal itu tidak berpengaruh banyak terhadap murka umat
Islam Ternate. Selain itu juga adanya
intervensi politik yang dilakukan oleh Portugis terhadap Kesultanan
Ternate. Faktor yang lainnya pastinya
adalah monopoli ekonomi yang telah dilakukan oleh Portugis terhadap para
pedagang Islam dan juga para pedagang lokal. Sebenarnya jika dicermati urutan
peristiwa perjumpaan militer tersebut, tidak terlihat sama sekali faktor balas
dendam bangsa Portugis terhadap Islam Ternate, karena mereka pernah dijajah
Islam selam 533 tahun. Sebab justru
perang terbuka antara Portugis-Islam Ternate, telah dikobarkan untuk pertama
kalinya oleh kesultanan Ternate, karena banyak kesalahan Portugis.Tetapi
bandingkan juga apa yang dikatakan oleh Theo van den End.
Tetapi kita akan
salah menilai keadaan pada zaman itu andaikata kita mengira bahwa perang
Gerilya itu dicetuskan oleh pertentangan orang-orang Islam dan orang-orang
Kristen. Hal agama tidak merupakan pokok
pertikaian yang satu-satunya ataupun yang utama. Perselisihan-perselisihan lokal, yang sudah
ada sejak dahulu kala, antara kampung-kampung dan kelompok-kelompok kampung (“
Ulisiwa “ dan “ Ulimia “) bercampur dengan persaingan antara Ternate dan
Tidore, antara Ternate dengan Portugal, dan akhirnya dikaitkan dengan perbedaan
dalam hal agama. Hal itu menjelaskan
juga mengapa orang-orang Islam dengan relatif mudah masuk Kristen dan
sebaliknya, kalau ada desakan atau anjuran
untuk berbuat demikian. Salah
seorang pemimpin Kristen yang bersemangat dalam perang Gerilya itu ialah Manuel
dari Hatiwi. Kita mendengar juga tentang
Misionaris-misionaris yang mendirikan benteng perkampungan, dan mengorganisir
pasukan-pasukan para militer dan yang luka-luka dalam pertempuran. Orang-orang Kristen banyak yang murtad, tapi
banyak juga yang lebih suka hidup di hutan atau mati syahid dari pada mengingkari
Iman mereka.[165]
Perjumpaan Portugis
Islam bukan hanya terjadi diwilayah Maluku dan sekitarnya, tetapi juga
dibeberapa wilayah Nusantara lainnya, diantaranya Sulawesi Utara, Sulawesi
Selatan, Aceh, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur.
1). Di Sulawesi Utara
Kesultanan Ternate pada masa Sultan Haerun mengalami masa
jaya sehingga kesultanan ini bisa mengalahkan kerajaan-kerajaan lain yang ada
disekitarnya, bahkan pada masa itu kesultanan Ternate mengadakan ekspansi
kewilayah-wilayah yang lebih jauh karena alasan politik dan agama. Pada tahun
1563 Sultan Hairun bermaksud hendak mengirimkan pasukannya kewilayah Sulawesi
Utara, untuk menaklukkannya dan mengislamkannya. Dan ketika rencana mereka ini
tercium, Portugis segera mendahului rencana Sultan Hairun ini, berlayar menuju
Sulawesi Utara. Mereka tiba di Manado lama pada bulan Mei 1563.[166]Manado
pada saat itu terletak di kepulauan kecil lepas pantai Minahasa. Struktur
pemerintahan Manado pada saat itu kelihatannya kurang memiliki hubungan dengan
Minahasa daratan.
Pada saat Portugis tiba di Manado, seorang misionaris Roma
Katolik Peter Magelhaes menyertainya, dan mereka semua disambut gembira oleh
penduduk setempat.Dan dalam waktu beberapa saat Peter Magelhaes telah membaptis
beribu-ribu orang, yang tentunya sebelum jemaat baru ini menerima pengajaran
dan pembinaan yang layak. Th.van den End
mencatat bahwa raja dan 1500 rakyat Manado di baptiskan, Raja Garrasalodan rakyatnya dibaptis sebanyak
2000 orang. Lima tahun kemudian seorang misionaris lain datang dan membaptis
seorang raja dari pulau Sangir bersama rakyatnya; dan juga Raja Banggai beserta rakyatnya. Para
misionaris menyadari bahwa cara kerja mereka terlalu dangkal, itulah sebabnya
pada suatu hari Magelhaes pernah menolak permintaan raja Garrasalo beserta
rakyat Minahasa ketika mereka minta dibaptis.
Ketegangan antara Potugis dengan Ternate menjadi hambatan
bagi para misionaris untuk mengunjungi Sulawesi Utara kembali, sebab ketika
mereka pulang ke benteng atau markas mereka, rupanya Sultan Ternate telah menyerang
Sulawesi Utara dan mereka memaksa orang yang baru menjadi Katolik
itumeninggalkan iman mereka, dan dipaksa
masuk Islam, atau kembali pada agama lama mereka.
Dan itulah sebabnya ketika seorang prater mengunjungi
Sulawesi Utara, setelah beberapa tahun, mereka tidak menemukan lagi
orangKatolikdi beberapa daerah tertentu, karena sebagian dari mereka telah di
Islamkan dan sebagian lagi kembali pada agama lama mereka.[167]
Setelah VOC merebut Maluku dari Portugis tahun 1605. Tetapi
tahun 1606 Spanyol merebut Maluku Utara kembali dari VOC.Dan setelah Spanyol
berhasil melakukan hal itu, tahun 1606 pekerjaan misi terbuka kembali. Tetapi ketegangan antara Portugis-Spanyol,
Portugis-Islam, dan juga Spanyol-Islam telah menjadi salah satu penghambat
pekerjaan misi.Demikain juga pertikaian Portugis–Belanda, dan Spanyol-Belanda
ikut mempengaruhi pekabaran Injil pada saat itu.
2). Di Nusa Tenggara Timur (NTT)
Kayu cendana adalah kayu yang mahal dan memiliki nilai jual
yang tinggi di India dan di Cina, itulah sebabnya kayu cendana dari NTT diburu
oleh pedagang-pedagang dari manca negara dan tahun 1550 kapal-kapal Portugis
telah tiba diNTTuntuk mengangkut kayu cendana, salah satu pelabuhan yang biasa
disinggahi adalah pelabuhan Solur, disebelah Timur pulau Flores.
Gereja diNTTdimulai tahun 1556 ketika Prater Antonio Taveira,
seorang dominikan datang ke Flores dan membaptis 5000 orang dari sekitar Timor,
Flores dan Tarantaka. Beberapa waktu
kemudian datang prater-prater yang lain, lalu mereka membangun benteng di Solur,
bagi perlindungan orang-orang percaya baru dari gangguan dan serangan
orang-orang Islam dari Jawa dan Makasar.
Dan di Ternate juga dibangun
benteng untuk melindungi orang-orang Kristen dibawah pimpinan Prater-Prater.[168]
Pada akhir abad
XVI jumlah orangKatoliksudah
menjadi 25.000 orang dan pusatnya Solur, tetapi beberapa saat kemudian timbul
ketegangan, setelah dua pemuda yang dikirim ke Malaka untuk belajar berpindah
agama, dan juga selain itu orang-orang percaya baru terpecah menjadi dua
kelompok, seperti kelompok-kelompok semula, sebelum mereka menjadi Katolik,
yaitu golongan “Deman” dan “Paji”. Lalu
salah satu kepala kelompok ditahan oleh Portugis, tetapi justru hal ini telah
memancing kemarahan dari anggota kelompok tersebut sehingga timbullah keributan
yang menyebabkan benteng yang sudah dibangun dengan susah payah dibakar dari
dalam. Dan akibatnya sebagian besar
jemaat murtad, beberapa gereja dirusak dan beberapa pastor mati terbunuh dalam
insiden tersebut. Tetapi pekerjaan misi
tetap jalan terus. Tetapi beberapa tahun
kemudian suasana diperkeruh ketika VOC datang ke daerah NTT, terlebih lagi
ketika VOC pada tahun 1616 berusaha merebut benteng Solur,sehingga timbul
ketegangan antara Portugis yang didukung kelompokDemandengan VOC yang didukung
kelompok Paji,yang sebagian sudah
menjadi Islam dan sebagian kembali pada agama lama mereka. Dan juga pada saat itu VOC mendapat dukungan
dari Islam yang cukup berarti, dan sangat merepotkan Portugis.[169]
3). Di Batavia
Sisa-sisa kerajaan Hindu Majapahit diujung Timur pulau Jawa
masih bertahan setelah Majapahit runtuh diserang kesultanan Demak yang didukung
oleh para Sunan dan Wali dan kerajaan-kerajaan Islam lainnya di Pulau Jawa.
Raja-raja kerajaan Hindu seperti Panarukan dari Blambangan mestinya mereka
menganggap Portugis sebagai sahabat yang bisa diajak bekerjasama. Hubungan
politik akhirnya membawa serta hubungan agama. Maka Portugis mengirim beberapa
misionaris ke Panarukan dan Blambangan pada tahun 1569-1599. Para Prater
berhasil membaptis beberapa orang termasuk anggota keluarga kerajaan, tetapi
menjelang tahun 1600 kedua kerajaan itu diserang dan ditaklukkan oleh
kerajaan-kerajaan Islam yang ada disekitarnya, dan semua penduduknya dipaksa
masuk Islam.[170] Dan pada saat itu Portugis hampir tidak bisa
memberikan perlindungan yang berarti pada dua kerajaan Hindu yang menjadi
sekutunya itu
4). Di Sulawesi Selatan
Pekabaran Injil di Sulawesi Selatan pada masa Portugis,
hampir tidak melibatkan Portugis sebagai suatu bangsa atau sebagai pemegang
amanat Paus. Portugis tidak mau
mengunjungi Makasar, sebab Makasar tidak memiliki rempah-rempah yang mereka
butuhkan. Pekabaran Injil di Makasar terjadi karena pada tahun 1537
beberapa bangsawan dari Makasar datang ke Ternate, dan ketika mereka bertemu
Antonio Galvao, mereka tertarik untuk belajar tentang kekristenan sampai mereka
mengambil keputusan untuk dibaptis.
Mereka inilah yang membuka pintu bagi Injil di Sulawesi Selatan, dan
pada saat itu pengaruh Islam terlalu kuat.
Tahun 1540-an kegiatan misi dijalankan oleh perorangan, diantaranya yang
paling menonjol adalah seorang pedagang yang bernama Antoni de Pay Va sehingga beberapa raja dan
bangsawan dari kerajaan Supo, yang terletak di teluk Pare-pare dan Sian atau
Panghajane, mengambil keputusan untuk
dibaptis, tetapi kejadian itu diprotes dan didakwa oleh para ulama Islam yang
sedang melakukan proses islamisasi disana. Tetapi karena tidak ada tenaga
rohaniawan, maka orang-orangKatolikbaru ini terlantar untuk beberapa waktu.[171]
5). Di Aceh
Sejak Malaka dikuasai oleh Portugis tahun 1511, maka pusat
perdagangan Islam di Malaka berpindah ke Aceh, jadi dengan demikian Aceh segera
menjadi kota yang ramai dan sangat penting bagi bisnis orang-orang Islam. Dan Malaka ditinggalkan oleh para pedagang
Islam terutama mereka yang sangat fanatik.
Dan pada saat itu Aceh menjadi musuh Portugis, setiap saat Aceh bisa
menjadi ancaman yang berbahaya. Ditambah
lagi sultan Mahmud Syah yang telah bersekutu dengan setiap kerajaan Islam yang
dapat menjadi sekutunya. Sultan Mahmud
Syah selalu menggalang kekuatan, dan terus bergerilya menyerang dan menggangu
keberadaan Portugis di Malaka, dengan
tujuan akhirnya ingin merebut kembali Malaka dari tangan Portugis. Pada saat itu Portugis telah menjadikan
Malaka sebagai pusat lalu lintas pelayaran dan perdagangan yang cukup penting.
14.
Perjumpaan Spanyol-Islam
Abad XV Portugis dan Spayol merupakan dua
negara kecil di Eropa Barat yang sudah cukup maju pada saat itu. Dan karena ambisi-ambisi mereka yang sangat
besar, pada abad itu mereka melakukan berbagai ekspedisi, mereka mulai
menjelajahi pantai Barat Afrika, mereka mencari jalan laut ke India, ini
berarti perjalanan mereka menuju Asia Selatan dan Tenggara. Ekspedisi yang
mereka lakukan di dorong keinginan untuk menemukan kekayaan “India” dan juga
keinginan lainnya yang tidak kalah pentingnya, yaitu menemukan jalan laut ke Asia, sebab
menurut perhitungan mereka, jika mereka berhasil menemukan jalan lain ke Asia
lewat lautan, berarti mereka akan berhasil mengalihkan jalur lalu lintas perdagangan Asia-Eropa
melalui jalur tersebut, sebab selama itu Turki adalah bangsa yang menguasai
jalur perdagangan tersebut. Dan mungkin alasan lainnya yang menguatkan semangat
penjelajahan mereka adalah ada kaitannya dengan misi, yaitu untuk memberitakan Injil.[172]Selain
mencari wilayah-wilayah baru yang akan dikuasainya.
Dalam perjalanan
menuju benua “India” di bawah pimpinan Vasco
da Gama, sampailah mereka di sebuah benua yang tidak mereka kenal
sebelumnya, yaitu benua Amerika. Karena
terjadi persaingan yang tidak sehat antara Portugis dengan Spanyol, akhirnya
Sri Paus pada tahun 1494 membagi dunia menjadi dua; benua Amerika diserahkan
kepada Spanyol dan Asia kepada Portugis.
Tetapi dikemudian hari kedua belah pihak melanggar perbatasan tersebut, sehingga Brasilia pernah dikuasai
Portugis dan Filipina di Asia dikuasai Spanyol. Tetapi Spanyol juga pernah memasuki Kepulauan Nusantara Bagian
Timur, yaitu daerah Maluku dan Ternate, sehingga menjadikan hubungan kedua negara
bertetangga, tersebut pernah memanas di Indonesia Timur.[173]
Jadi Spanyol masuk
ke wilayah Nusantara, karena adanya pelanggaran kesepakatan bersama, yaitu
lewat jalur Filipina.
15.
Perjumpaan VOC dengan Islam
Dalam bagian ini pun penulis menggunakan istilah yang sama,
untuk menamakan perjumpaan dua kelompok ini,
yaitu Perjumpaan VOC dengan Islam. Hal ini sengaja penulis lakukan untuk
membedakan dan menyatakan bahwa, VOC tidak mewakili umat Kristen dimanapun,
tidak mewakili umat Kristen Belanda, tidak mewakili umat Kristen dunia dan juga
tidak mewakili umat Kristen Indonesia pada saat itu. Hal ini dapat dilihat dan
dibuktikan dari beberapa faktor: Pertama, menurut J.C Van Leuis VOC adalah
kongsi dagang dari sejumlah perseroan yang bergerak dibidang perdagangan di
Belanda, yang terdiri dari perseroan-perseroan di Amsterdam,
perseroan-perseroan di New Zeland, di Delft, Enkhuisen dan Hoorn yang didirikan
tahun 1602, oleh Staten-General
“Republik Kesatuan Tujuh provinsi”, dengan hak untuk berdagang, berlayar
dan memegang kekuasaan dikawasan antara Tanjung Harapan dengan kepulauan
Salomon.[174]
VOC adalah singkatan dari “Verenigde Oost Indische Compagnie”. Kepemimpinannya terdiri dari 17
anggota, yang sering disebut juga “Tujuh Belas Tuan” atau Heenen Seventeen. Jika
dilihat dari jumlah pemimpin tujuh belas orang, maka kemungkinan besar VOC
adalah kongsi dagang dari tujuh belas perseroan atau tujuh belas perusahaan
dagang Belanda, yang bergarak dibidang ekonomi, itulah sebabnya sering disebut
“Kompani” dari kata Compagnie (Belanda), Company (Inggris), yang artinya
perusahaan, jadi bukan badan misi atau lembaga penginjilan.
Kedua, suatu bukti bahwa VOC tidak mewakili umat Kristen
adalah adanya pertentangan-pertentangan
dengan negara-negara Eropa lainnya yang beragama Kristen, misalnya
Inggris, Spanyol dan juga Portugis. Sebab seandainya VOC mewakili umat Kristen
Eropa, mestinya pertentangan-pertentangan itu tidak akan terjadi. Ketiga, VOC juga tidak mewakili umat Kristen
Indonesia padasaat itu karena kedatangannya ke Nusantara ini untuk berbisnis
dan terlihat jelas setiap peperangan yang terjadi baik dengan kerajaan-kerajaan
di Nusantara ini maupun sesama negara Eropa, adalah karena masalah politik,
kekuasaan, dan ekonomi.
Jadi ketika terjadi Perjumpaan Militer antara VOC dengan
kerajaan-kerajaan Islam di Nusantara
ini, VOC tidak mewakili kelompok umat Kristen manapun juga.
a.
Kedatangan VOC ke Indonesia
Keberadaan negeri Rayuan Pulau Kelapa ini sedemikian terkenal
di manca negara, karena keelokannya, kesuburannya dan juga karena
rempah-rempahnya seperti cengkeh, pala, lada, dan sebagainya. Dan rupanya keberadaannya inilah yang telah
menarik perusahaan dagang Belanda untuk mengadakan ekspedisi, dengan
tujuan untuk mencari berbagai peluang
untuk mengembangkan bisnis mereka.
Pada tahun 1595 perusahan dagang Amsterdam untuk pertama
kalinya mengirimkan kapal dagangnya yang terdiri dari empat kapal yang dipimpin
oleh Cornelis de Houtman, dan setelah hampir dua tahun melakukanekspedisi ini,
maka pada tanggal 14 Agustus 1597 mereka
sudah tiba kembali di Tessel menyusul rombongan kedua berangkat tanggal 1 Mei
1598 yang dipimpin oleh Van Nede, Van Hemskerck dan Van Warwijck, kapalnya
bertolak dari Middelburg, Vlissingen dan dari Roteerdam, dan dikirim lagi
rombongan ketiga dari Amsterdam bualan April 1599 di bawah pimpinan Van der
Hagen dan rombongan keempat bulan Juni 1600.[175]
Disebutnya beberapa nama kota atau provinsi seperti: Tessel,
Vlissingen, Middelburg, Rotterdam dan Amsterdam; pasti hal ini ada kaitannya
dengan beberapa perseroan, dan beberapa provinsi, sebab pada saat itu
pemerintahan Belanda berbentuk Republik Kesatuan dari tujuh provinsi.
Dan penjelajahan-penjelajahan yang dilakukan oleh empat
rombongan orang yang berlayar, dari provinsi yang berbeda dan dari perusahaan
yang berbeda pula selama lima tahun (1595-1600) yang tentunya juga telah
menelan biaya yang tidak sedikit pula. Dan hasilnya pada tahun1602 yang
tentunya juga setelah melewati proses rapat yang alot dan panjang, maka
terbentuklah VOC pada saat itu.
Sebagaimana halnya Portugis dari uraian diatas telah
memanfaatkan jasa para pelaut atau mualim Indonesia untuk bisa berlayar
memasuki perairan Nusantara dan tiba diwilayah yang telah mereka tetapkan untuk
dikunjungi, pastilah demikian juga dengan Belanda. Bahkan dalam buku Sejarah
Nasional Indonesia jilid III dicatat bahwa pelayaran pertama kali dilakukan
oleh orang-orang Belanda dibawah pimpinan Cornelis de Houtman pada tahun 1595,
selain mereka menggunakan jasa orang Portugis yang pernah datang dan berlayar
di Indonesia, mereka juga menggunakan jasa para pelaut atau mualim setempat.
Mulai pelayaran di Selat Sunda sampai ke Banten, kapal-kapal Belanda yang
pertama menerima tawaran dari pemilik-pemilik perahu yang mereka jumpai di
selat Sunda untuk mengantarkan mereka ke Banten dengan upah atau jasa lima
real. Seperti yang dikatakan oleh Gp. Rouffaer dan J.W Ujserman…de overste Van den Parao Presentarde Ons Tot.[176]
Dan hal yang sudah juga tercatat dalam jurnalnya (Log Break)
dari kapal-kapal Eropa untuk pertama-tama datang keperairan Nusantara pada abad
XVI dan XVII menggunakan para pelaut atau mualim setempat sebab pasti sangat
rumit berlayar diantara pulau yang kedalamannya berbeda satu dengan yang lain,
ditambah lagi sistem pelayaran yang belum canggih seperti saat ini, dan juga
para pelaut yang belum mengenal situasi perairan Indonesia dengan baik, pasti
hal ini menjadi masalah yang memiliki tingkat kesulitan yang tinggi, dan solusi
terbaik adalah memanfaatkan para pelaut dan nelayan setempat.
Tujuan perdagangan VOC hampir sama dengan tujuan dagang Portugis,
dan juga jenis barang hasil Bumi Nusantara yang dicari dan dibutuhkan kedua
bangsa Eropa ini adalah sama, yaitu rempah. Tetapi yang agak mengherankan
adalah mengapa VOC datang kebenteng-benteng Portugis dan masyarakatKatolik, dan
bukankepada masyarakat yang masih menganut agama suku dan ke wilayah-wilayah
yang belum dirintis oleh Portugis? Mungkin pertimbangan VOC pada saat ituadalah
kehadiran Portugis di Bumi Nusantara ini akan menjadi ancaman dalam persaingan
dagang mereka. Itulah sebabnya VOC mendesak Portugis keluar dari Bumi Nusantara
ini. Faktor berikutnya adalah Belanda
dan Portugis pernah terlibat perang selama lima puluh tahun, berarti mereka
pernah bermusuhan. Faktor lain adalah
Portugis adalah Katolik, sedangkan Belanda adalah Protestan. Pertimbangan
lainnya adalah bahwa bisnis atau dagang tidak mengenal tetangga atau saudara,
jika itu menjadi ancaman dan pesaing, maka jika perlu disingkirkan, lawan harus
disingkirkan.
Ambon adalah wilayah
yang pertama diduduki oleh VOC, dan karena VOC atau orang Belanda menganut
agama Kristen Protestan, maka berdirilah Gereja Protestan yang pertama di
Ambon, yang selama dua abad telah menjadi Gereja terbesar di Nusantara. Tetapi
selain Ambon dan Maluku, VOC membutuhkan tempat lain di wilayah Indonesia bagian
Barat yang memungkinkan untuk dijadikan semacam markas atau pusat kegiatan
dagang VOC, maka pada saat itu dipilihlah Batavia dengan pertimbangan, sosial,
ekonomi, politik. Dan itulah sebabnya VOC merebut Batavia yang akan
dijadikannya pusat kegiatan mereka untuk kepulauan Nusantara ini, bahkan untuk
seluruh Asia(1619). Di Batavia berkedudukan Gubernur Jenderal dengan seluruh
aparat pemerintahannya. Dan dari tempat inilah VOC mengatur dan mengontrol
usaha perdagangannya untuk seluruh kepulauan Nusantara bahkan Asia.[177]
Ketika VOC masuk wilayah Nusantara ini Portugis sudah
bercokol di Negeri ini selama kurang lebih 80 tahun. Dan VOC tahu persis bahwa
Portugislah yang harus terlebih dahulu diperangi dan diusir dari wilayah Negeri
ini, sebab bagi VOC Portugis akan menjadi pesaing dan penghambat segala usah
dan rencana monopoli perdagangan mereka, ditambah pula beberapa jalur pelayaran
yang strategis pada saat itu dikuasai oleh Portugis, diantaranya adalah jalur
perdagangan dan jalur lalu lintas Goa-Malaka-Maluku dan sebaliknya.
Sedangkan perjumpaan militer antara VOC dengan
tentara-tentara dari beberapa kesultanan terjadi karena masing-masing memiliki
kepentingan. Sebenarnya VOC menghindari peperangan selama masih memungkinkan
untuk berdamai. Hal ini sangat jelas sebab tujuan VOC datang ke negeri ini
adalah berdagang, cari keuntungan. Berperang itu sangat merugikan kedua belah
pihak dan biayanya tidak kecil, selain akan menyita dan menguras waktu, tenaga,
pikiran, uang, bahkan tidak mustahil nyawa juga. Dan usaha dagang akan sangat
terganggu dan terhambat jika terjadi perang yang terus menerus. Serdadu-serdadu
Belanda yang menyertai mereka dirancang sebagai pasukan keamanan untuk
mengukuhkan monopoli perdagangan mereka. Tetapi juga tidak bisa disangkal,
sejarah mencatat bahwa VOC terlalu rakus sehingga permintaan-permintaannya
kepada para penguasa setempat sering terlalu tinggi dan sulit untuk dipenuhi,
yaitu monopoli perdagangan. Tetapi juga VOC sering menunjukkan sikap
arogansinya, kesombongannya menempatkan diri sebagi bangsa yang superior,
sementara masyarakat pribumi imperior. Dan VOC juga terlalu sering mencampuri
urusan dan kebijakan pemerintah setempat, bahkan tidak segan-segan melakukan
tindakan intervensi terhadap beberapa kerajaan di Nusantara ini.
Jadi walaupun tujuan awalnya hanya sekedar berdagang,
cari keuntungan, tetapi karena pada kenyataannya di lapangan, sering kali sikap
arogansi dan intervensinya sedemikian kuat, maka banyak kerajaan atau
kesultanan yang memusuhi dan membenci VOC, bahkan tidak sedikit kesultanan yang
merencanakan dan melakukan penyerangan dengan mencari gara-gara supaya ada
jalan untuk memerangi VOC. Itulah
sebabnya sejarah mencatat selama VOC bercokol di Bumi Nusantara ini hampir dua
abad, telah diwarnai dengan sejumlah
peperangan besar, seperti ketika ia menghadapi kesultanan Banten dan Mataram.
Dan mungkin hampir tidak tercatat dalam sejarah Indonesia maupun Dunia sejumlah
peperangan kecil yang telah dilakukannya.
Ketika VOC memerangi penguasa-penguasa setempat, atau
diperangi oleh penguasa-penguasa setempat,
umat Kristen pribumi yang tidak tahu menahu dosanya VOC, sering harus
ikut menanggung dampak buruknya. Sama
seperti ketika terjadi perjumpaan militer antara Portugis dengan Ternate,
sejumlah perkampunganKatolikdiserang dan dibakar, orang-orang Kristen dibantai,
ketika mereka tidak mau memeluk agama Islam, seperti yang terjadi di Sulawasi
Utara.
b.
VOC menghadapi Portugis, Spanyol, Maluku
Dalam wilayah ini
sebenarnya hampir tidak ada yang namanya perjumpaan militer antara
Kristen-Islam.Memang sering terjadi pertempuran antara Portugis melawan
Ternate, tetapi pertempuran itu tidak dapat diartikan perang antara Kristen
dengan Islam, sebab kedua kelompok yang bertikai itu tidak mewakili dua
golongan agama.Peperangan antara Portugis dengan Ternate murni motif politik
dan ekonomi.Hal ini juga dapat dilihat dengan jelas ketika Portugis yang adalah
Negara Katolik bertempur melawan Spanyol yang adalah Katolik juga.VOC yang
adalah Protestan bertempur melawan Portugis yang Katolik. Tetapi di daerah
Maluku ini juga Ternate bertempur melawan Tidore atau kerajaan lainnya yang
sama-sama Islam.
Ternate yang adalah Islam pernah bersekutu dengan
Spanyol yang adalah Katolik melawan Portugis dengan sekutunya Tidore yang
mayoritas Islam juga.Demikian juga Ternate pernah menjadi sekutu VOC berperang
melawan Spanyol dengan sekutu Tidore adalah Islam.Jadi di wilayah ini tidak ada
perang antar agama secara murni.Baik Kristen lawanIslam, Kristen lawan Katolik
atau Katolik melawan Islam secara murni
c.
VOC menghadapi Banten dan Mataram
Perjanjian persahabatan antara VOC dengan Mangkubumi
Banten,yang menyatakan bahwa Banten memberi hak kepadaVOC untuk melakukan
perdagangan dengan bebas di wilayah Banten.Tetapi kemudian perjanjian ini
dilanggar sehingga hubungan VOC-Banten menjadi renggang, tetapi kemudian
berhasil dipulihkan kembali, tetapi setelah itu kehadiran Portugis dan Inggris
juga memperkeruh hubungan VOC dengan Banten, sehingga hubungan mereka menjadi
renggang kembali sampai pada suatu saat VOC meninggalkan kantor dagangnya di
Banten dan mengangkutnya ke Jakarta dengan diam-diam dan kemudian mereka
memperkuat posisi Jakarta.Setelah itu VOC mengadakan Blokade terhadap Banten.
Banyak perahu dari para pedagang dan nelayan dirampas, dan pemilik kapal-kapal
itu adalah sebagian orang Cina, dan mereka dibawa ke Batavia.Pada saat
pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa hubungan VOC-Banten tidak baik, Banten
berkali-kali mengadakan penyerangan terhadap VOC dengan menggunakan pasukan
darat dan laut.[178]
Tahun 1656 dua kali kapal VOC atau Kompeni dirampas oleh
Banten dan juga Banten melakukan perusakan terhadap perkebunan VOC atau Kompeni
dan setelah itu sisa-sisa orang Belanda di Banten, meninggalkan Banten menuju
Batavia, dan sejak saat itu tidak ada lagi kegiatan dagang dan bisnis milik VOC
di wilayah Banten. Setelah Sultan Ageng
Tirtayasa meninggal posisinya digantikan oleh puteranya bernama Sultan Haji dan
menurut catatan sejarah, pada masa Sultan Haji ini hubungan VOC Banten
dipulihkan, bahkan VOC mulai melakukan intervensinya terhadap Banten, VOC mulai
berhasil menjalankan monopoli dagangnya di Banten.
Hubungan
VOC dengan kesultanan Mataram juga tidak berjalan mulus itulah sebabnya pada
suatu saat Mataram mengadakan penyerangan terhadap Batavia, yaitu terhadap VOC.
Dan peperangan mereka terjadi dalam beberapa waktu, sebab terjadi beberapa kali
penyerangan, yang dilakukan oleh Mataram terhadap VOC di Batavia dan sampai
meninggalnya Sultan Ageng Mataram, hubungan VOC dengan Mataram tidak
terpulihkan.[179]
Perang terbuka antara VOCdengan Banten dan Mataram pemicunya adalah dagang atau
bisnis, mencari keuntungan dengan monopoli perdagangan. Dan jika terjadi peperangan antara Banten
melawan VOC dan Mataram melawan VOC adalah perjumpaan militer yang didasarkan
pada kepentingan dagang;yang seharusnya kedua belah pihak saling diuntungkan,
jika sistem perdagangannya diatur dengan baik, bukan monopoli. Dan jika terjadi perjumpaan militer atau
perang terbuka, hal itu dipicu oleh kerakusan VOC.Bukan perang antar agama.Jadi
telah terjadi perjumpaan dagang antara VOC dengan Banten serta Mataram ,dan
juga perjumpaan militerantara kedua pihak itu.
d.
VOC menghadapi Banjar, Gowa, dan Makasar
Pengaruh Jawa terhadap Banjar sangat besar.Hal ini
dimulai ketika Majapahit berjaya di Nusantara ini, dan Demak mewarisi hubungan
ini ketika Majapahit runtuh, tetapi ketika Demak sudah mulai lemah, Banjar
sudah tidak lagi mengirim upeti kepada Demak. Permusuhan kerajaan Banjar dengan
Mataram terjadi antara tahun 1622-1637.Sebab tahun 1637 Banjar dan Mataram
mengadakan perjanjian damai, tetapi pada saat yang sama, VOC atau Kompani
sebagai pihak ketiga, mengajukan permintaan kepada raja Banjar untuk melakukan
monopoli perdagangan lada, tetapi raja Banjar tidak menyetujuinya. Maka VOC mulai melakukan tekanan politik dan
militer, dan ketika Raja Banjar mulai terdesak, maka ia terpaksa menyetujui
permintaan itu walaupun pada prakteknya mereka tidak bisa memenuhi isi
perjanjian itu, sehingga sering terjadi ketegangan antara pihak Kompeni dengan
Banjar, dan selain itu Kompani juga selalu melakukan intervensi terhadap urusan
rumah tangga atau pemerintahan Banjar.
Di tempat yang lain Kompeni juga memaksa kerajaan
Gowa,memberikan ijin pada Kompeniuntuk melakukan monopoli dagang.Dan karena
adanya tekanan politik, ekonomi dan militer, maka akhirnya terpaksa Gowa
memberikan ijin. Tetapi perlahan namun
pasti, hubungan Kompeni dengan Gowa dari hari kehari mengalami ketegangan yang
semakin meruncing, ketegangan ini semakin diperkeruh, ketika Kompeni mengundang para pejabat Gowa
yang berhutang kepadanya untuk makan bersama.Tetapi sesampainya di kapal mereka
di lucuti sehingga terjadilah perkelahian yang menimbulkan korban jiwa.[180]
Selain itu hubungan VOCdengan Gowa menjadi semakin
meruncing karena adanya pihak ketiga seperti Makasar yang tetap melakukan
hubungan dagang dengan Gowa, akhirnya VOC mengambil keputusan untuk menaklukkan
Gowa dengan cara menutup jalur perdagangan Gowa, yaitu jalur laut.
Ketika Gowa terdesak rupanya menyetujui diadakan perjanjian dengan VOC
dan perjanjian damai itu berlangsung tahun 1637-1654 dan setelah itu
pertempuran yang hebat antara VOC melawan Gowa yang dibantu oleh beberapa kerajaan kecil dari Nusantara
bagianTimur yang sama-sama menolok monopoli perdagangan VOC,[181]diantaranya
adalah Maluku. Peperangan dimenangkan
oleh pihak VOC, tetapi perang itumenelankorban dan biaya yang sangat tinggi
bagi VOC, sehingga dibuatlah perjanjian damai, tetapi perjanjian itu dilanggar,
maka pertempuran tidak bisa dihindarkan lagi, dan terakhir Gowa mengalami
kekalahan yang sangat parah, tetapi pertempuran antara VOC melawan Gowa terus
berlangsung untuk beberapa waktu. Dan
pada waktu yang hampir bersamaan telah terjadi pertempuran-pertempuran
dibeberapa wilayah lain dari kerajaan-kerajaan di Nusantara ini melawan VOC,
seperti terjadi di Aceh, Maluku, pulau Jawa dan tempat lain. Tetapi sayang pertempuran melawan VOC itu
sifatnya masih sendiri-sendiri dan sporadis, tidak ada koordinasi, dan
penyatuan kekuatan, bahkan
kerajaan-kerajaan lain sibuk berperang dengan sesamanya, sehingga
kekuatan tidak bisa digalang dijadikan satu.
Sebenarnya jika terjadi penggalangan kekuatan dari semua kerajaan yang ada di Kepulauan
Nusantara ini VOC atau siapapun sudah dapat diusir dari Bumi Pertiwi ini sejak
awal.
Dan di wilayah-wilayah ini pun tampak jelas, ketika terjadi perjumpaan VOCyang beragama
Protestan dengan kerajaan-kerajaan seperti Banjar,Mataram dan Gowa serta
kerajaan-kerajaan kecillainnya, yang
mayoritas beragama Islam. Penyebab
Perjumpaan Militer, yaitu berupa perang terbuka pada saat itu, bukanlah karena faktor agama, tetapi faktor
ekonomi dan polotik. Ekspansi yang
dilakukan oleh VOCadalah ekspansi ekonomi, berupa monopoli dagang. Kehadiran VOCdi beberapa wilayah Nusantara
bukan untuk memberitakan Injil, seperti
yang dikatakan oleh Van den End.
Orang-orang Belanda dalam wadah VOC tidak menggunakan kedudukannya di
Maluku untuk memberitakan Injil.Orang-orang Kristen di Halmahera ditelantarkan
oleh mereka,Kompeni tidak merasa terpanggil untuk mengabarkan Injil kepada
orang-orang non- Kristen.[182]
Jika di Ambon,Batavia, Semarang, dan Surabaya meraka
mendirikan gereja itu karena adanya kepentingan interen mereka, mereka
membangun gereja untuk kalangan mereka sendiri, untuk orang-orang VOC dan prajurit-prajurit
Belanda,atau paling banter untuk orang-orang pribumi yang sudah menjadi
Kristen.
Dan lebih tegas Muller-Kruger mengatakan bahwa tindakan
VOC di Ternate merupakan pejabaran dari prinsip kebebasan beragama yang dianut
VOC dan yang sudah tertulis dalam Piagam perjanjian VOC dengan para Penguasa
Pribumi sejak 1602 dan hal itu sangat merugikan perkembangan kekristenan di
bumi Nusantara ini. Piagam yang dibuat
VOC dengan Ternate tahun 1617 mengakibatkan suatu bahaya yang besar bagi gereja
dan pengkabaran Injil…”[183]Dalam
perjanjian yang dibuat antara VOC dan Tidore 1657: VOC berjanji tidak akan membuat umat Islam dan raja bimbang terhadap
kepercayaan mereka, VOCtidak akan
mencemooh, mencela dan melecehkan agama Islam, dan tidak akan memaksakan agama
Kristen kepada mereka, demikianlah yang dikutip Jan Aritonang dari Kompas
Diplomaticum II.[184]
Tetapi orang-orang
muslim diberbagai wilayah sering memanfaatkan dan menanggapi sikap
arogan VOC sebagai serangan Kristen kepada Muslim, sehingga menimbulkan pergerakan-pergerakan
Islam untuk melawan VOC atau Kompeni seperti yang dilakukan oleh kaum muslim di
Hitu dengan pasukan Ternate di Hoamoal (Seram Barat), dengan tuduhan kerajaan
Gowo (Makasar) seperti yang dicatat Ricklefts:
Persekutuan anti VOC
tersebut dipimpin oleh seorang Hitu beragama Islam, Kakiali …, yang pada masa
mudanya menjadi salah seorang murid Sunan Giri di Jawa. Pada tahun 1633 dia menggantikan ayahnya
sebagai ‘Kapitein Hitu’, pemimpin masyarakat Hitu di bawah naungan VOC. Sementara berpura-pura bersahabat dengan pihak Belanda, sekaligus ia mendukung
komplotan-komplotan anti VOC.
Orang-orang Hitu mulai membangun benteng-benteng di wilayah pedalaman,
dan para pejuang yang beragamaIslammulai menjarah perkampungan-perkampungan
Kristen. Penyelundupan cengkeh yang
melanggar peraturan-peraturan VOC semakin berkembang. Pihak VOC di Ambon tidak memiliki kekuatan
militer untuk menumpas perlawanan yang tersebar luas itu, maupun untuk
mengawasi perdagangan cengkeh. Pada
tahun 1634 VOC memperdaya Kakiali di atas sebuah kapal VOC dan menawannya, yang
menyebabkan larinya orang-orang Hitu ke benteng-benteng mereka dan bersiap-siap
menghadapi peperangan. Perlawanan
terhadap VOC menjadi makin bertambah besar dan bahkan diduga sudah merembes di
antara masyarakat Kristen.[185]
Tetapi perlu dicatat juga bahwa ketika Kompeni atau VOC masuk kewilayah Nusantara ini Islam
sedang menikmati masa “Honey Moon”
dengan masyarakat atau penduduk diTanah
Air ini. Jadi ia tidak menghendaki
kelompok lain,golongan atau agama lain “mengganggu” masa “Honey Moon” nya, itulah sebabnya ketika VOC masuk, maka diresponnya
sebagai suatu gangguan. Dan
kadang-kadang mereka sulit membedakan antara VOC dengan orang Kristen pribumi,
sehingga seharusnya tekat dan tindakan untuk memerangi VOC, tidak dilakukan secara membabi-buta,
kepada orang-orang Kristen pribumi yang tidak tahu menahu urusan mereka. Jadi
sebenarnya sudah benar, jika kerajaan-kerajaan di kepulauan Nusantara
inimemerangi VOC, dengan monopoli dagangnya, dan intervensinya. Tetapi memang mungkin ada sejumlah
orang-orang pribumi, termasuk orang Kristen di dalamnya yang bekerja pada VOC,
dan ketika terjadi perang mereka terpaksa harus berbuat sesuatu untuk
perusahaan, majikan atau atasan mereka.
e. VOC
Menghadapi Islam
B.Vlokke menulis:
“Bagi orang Indonesia Islam berfungsi sebagai titik pusat identitas untuk melambangkan keterpisahan terhadap
penguasa-penguasa Kristen yang asing.
Islama adalah suatu Way Of Life
dan agama dan meskipun di Indonesia proses pengislaman dari awal merupakan
proses bertahap, tetapi pandangan politik di dalamnya sudah terasa sejak awal
perkembangannya.[186]
Pada awal
kedatangannya ke Nusantara ini VOC berusaha menjalin hubungan yang baik dengan
Islam,bahkan dengan semua pihak dan masyarakat Nusantara, dengan harapan
mendapat respon yang baik dan mendapatkan dukungan, tetapi sayangnya sering
kedua belah pihak tidak memelihara hubungan baik yang sudah terjalin itu, yaitu
dengan adanya pelanggaran dari kedua belah pihak, sehingga terjadilah persengketaan. Di dalam persengketaan tersebut, seringkali Islam memandangnya sebagai suatu
kesempatan untuk memusuhi dan memerangi umat Kristen tanpa pandang bulu, sebab
bagi mereka, terutama kelompok radikal memusuhi orang Kristen, sepertinya sama
dengan memusuhi kafir, memusuhi “musuh
Allah”.
Tidak dipungkiri
memang kadang-kadang ada orang-orang Kristen pribumi yang bekerja pada VOC,
atau menjadi serdadu VOC, hal ini sangat merugikan orang-orang Kristen yang
lain, sebab semakin kuatlah anggapan mereka bahwa ada persekongkolan antara
orang Kristen pribumi dengan orang Kristen Barat dalam hal ini adalah VOC,
sehingga mereka merasa bahwa semua umat Kristen adalah musuh mereka yang harus
mereka kalahkan.
Dan juga memang ada
orang-orang pribumi yang menjadi Kristen, sebab mungkin mereka bekerja pada VOC
atau mungkin karena alasan-alasan lainnya seperti alasan sosial, ekonomi dan
politik, pada saat itu mereka melihat bahwa VOC memiliki ketiga hal
tersebut. Steenbrink mencatat bahwa
pernah terjadi pada tahun 1635 pemerintah kota Praja Batavia menetapkan bahwa
setiap orang yang dibaptis akan menerima uang santunan sebanyak dua Gulden
empat puluh sen. Mungkin tujuannya
sebagai hadiah, ucapan selamat atau stimulus bagi orang-orang Kristen untuk
mengikuti baptisan air.[187]
Tetapi kebijakan itu
hanya berjalan beberapa saat, sebab ketika pejabat kota tersebut berakhir masa jabatannya, dan digantikan oleh pejabat yang baru,
Pejabat baru tidak melanjutkan kebijakan itu,
dan Jan Picterezoon Coen (1587-1629), sebagai salah satu pejabat tinggi
VOC di Nusantara. Ia pernah tidak setuju
jika penduduk Islam Ternate masuk Kristen atau dikristenkan, sebab Coen lebih
sering melaksanakan status Quo, itulah sebabnya ia pernah berkata: “…orang-orang
Maluku dengan agama yang sekarang ini tentu saja harus dibenarkan. Kita harus mempertahankan hak kita untuk
mengekspor cengkeh, mengenai urusan-urusan yang lainnya kita akan menutup
mata.”[188]
Tetapi memang
ulama-ulama tertentu telah ikut andil menanamkan kebencian atau menyebar
kebencian dan fitnah, yang mungkin hal itu telah ikut membantu pola pikir umat
Islam terhadap umat Kristen dan agama Kristen, salah satunya adalah Nuruddin
ar-Raniri, seorang ulama yang berasal dari Gujarat India, tahun 1637 tiba di
Aceh dengan dukungan Sultan Iskandar Thani
(1634-1641) memusnahkan semua karya teolog-teolog Islam sebelum
dia, terutama dari kelompok
Tassawuf. Karya besarnya, telah menjadi salah satu buku bergengsi dalam kepustakaan MelayuIslam, yang berjudul
“Taman Raja,” buku ini mulai ditulis
1638 dan karyanya ini sebanyak tujuh jilid,
mirip ensiklopedi.
Dalam salah satu
karyanya yang bersifat polemik ia menyoroti dan beragumentasi tentang Yesus,
Alkitab, dan juga tentang orang Kristen yang bagi Raniri adalah kafir. Ia menyatakan bahwa Alkitab orang Kristen dan
Yahudi adalah palsu, itulah sebabnya menurut dia,orang-orang Islam boleh
menggunakan lembaran-lembaran Alkitab itu untuk bersuci setelah dari toilet,
jika tidak tertulis nama Allah di dalamnya.[189]
Jadi perjumpaan yang
bersifat negatif antara Kristen dengan Islam sering kali disebabkan adanya
pengaruh-pengaruh negatif dari para ulama terutama dari aliran garis keras,
dengan sikap arogannya yang melakukan penistaan dan pencemaran terhadap agama
lain. Seandainya seorang tokoh Kristen
menulis hal yang sama tentang Al-Quran mestinya akan terjadi pertumpahan darah
dan mungkin penulisya sudah dijatuhi fatwa mati oleh umat Islam atau diburu
bagaikan binatang liar.
Mengenai hal ini
Muller Kruger berkata:
Tersebarnya
orang-orang Kristen di Indonesia pada zaman VOC menunjukkan dengan jelas bahwa
hal ini berbarengan dengan penempatan pusat kekuasaaan di lapangan politik dan
ekonomi. Jakarta (Batavia) sebagai
sebagai pusat pemerintahan dan Ambon sebagai pusat produksi utama adalah
kota-kota yang paling penting. Kecuali
di Ibukota, orang-orang Kristen Inonesia sebenarnya hanya terdapat di Indonesia
Timur. Akan tetapi pekabaran Injil atau
pengkristenan hanya dilakukan di tempat-tempat dimana orang tidak
perluberbenturan denganIslam. . . .
Kekristenan Indonesia
seakan-akan telah muncul sebagai suatu agama baru di samping agama-agama
lain. Agama baru yang baru itu, disebut
agama Belanda. Di beberapa daerah orang
merasa perlu untuk memilih, entah menjadi Islam ataupun menjadi Kristen. Menjadi Islam pada hakikatnya berarti bahwa
orang kehilangan kemerdekaannya dengan menaati salah satu sultan Islam. Sedangkan menjadi Kristen berarti pula
mendapat perlindungan dari orang Belanda “melawan Islam”. Di samping itu terdapat juga keuntungan lain
seperti misalnya pembagian beras, uang baptisan, dsb. Dapatlah dimengerti bahwa banyak orang ingin
menempuh jalan ini. Tentu saja hal-hal
ini hampir-hampir tak pernah dilakukan secara perseorangan, akan tetapi
dianjurkan serta didesak oleh para kepala mereka. Sebab bagi para kepala ini pengkristenan pertama-tama merupakan soal
politik dan kemasyarakatan. Orang-orang
Kristenpun menganggap agamanya terutama sebagai perkara kemasyarakatan.[190]
Dan akhirnya VOC
atau kompeni yang telah bercokol di negeri ini selama hampir dua abad, harus dibubarkan oleh pemerintahan Hindia
Belanda, pada tanggal 31 Desember 1799.
16.
` erjumpaan Belanda
Dengan Islam
Dibubarkannya VOC
pada tanggal 31 Desember 1799 tidak berarti Belanda sudah angkat kaki dari kepulauan Nusantara ini, sebab kenyataannya
Belanda masih bercokol di negeri ini, hampir satu setengah abad lagi. 1 Januari
1800 adalah suatu babak baru bagi masyarakat di kepulauan Nusantara ini, yaitu
dengan adanya kebebasan beragama dan menjalankan syariat agamanya. Hal ini
dimulai tahun 1795 ketika Nederland atau Negeri Belanda direbut oleh Tentara
Revolusinya dari Perancis. Maka semua peraturan lama termasuk di dalamnya yang
mengatur urusan keagamaan ditiadakan dan diganti dengan aturan baru. Sebab
pemerintahan baru pada saat itu langsung mengumumkan kebebasan beragama. Dan kebebasan itu berlaku juga di wilayah
Nusantara ini yang memang pada saat itu berada didalam “kekuasaan” atau
kebijakan pemerintahan Belanda.[191]
Dan kebebasan
beragama pada saat itu memang sesuai dengan “jiwa” atau “Rohnya” Eropa Barat
pada saat itu. Hal ini terjadi terutama setelah adanya pencerahan. Dan kesempatan emas ini langsung dimanfaatkan oleh
Katolik Roma,yang hampir selama dua abad ditekan oleh kaum Protestan, terutama
setelah VOC yang menggantikan kedudukan Portugis dan Spanyol di wilayah
Nusantara bagian Timur. Sejumlah besar umat Katolik Roma di Protestankan pada
saat itu, dan selama hampir dua abad itu hampir tidak pernah ada Prater atau rohaniawan atau Pastor yang secara resmi
diutus ke Nusantara ini untuk perawatan kerohanian umat Katolik, apalagi untuk
tugas memberitakan Injil.Sedangkan mengenai agama Islam baik oleh Portugis
(1500-1602), maupun VOChampir tidak pernah disentuh, dalam arti dikristenkan
sebab justru, baik Portugis maupun VOC mereka tidak mau mengambil resiko harus
berbenturan dengan agama Islam secara umum. Tetapi jika terjadi perjumpaan
senjata itu semata-mata penyebabnya adalah masalah Sosial, politik, dan
ekonomi, sebab sama seperti tujuan Portugisdatang ke bumi Nusantara ini, demikanlah
halnya dengan VOC, mereka datang ke Indonesia ini untuk bisnis atau monopoli
perdagangan, sementara untuk yang lainnya mereka tutup mata.
Setelah pemerintahan
Hindia Belanda membubarkan VOC, pola
“kerja” mereka mengalami
perubahan:Pertama, mulai 1 Januari 1800
pemerintah pusat Hindia Belanda mulai mengambil alih semua wilayah laut yang
dikuasai oleh VOC. Kedua, mulai tahun 1816 sampai tahun 1864 pemerintahan
Hindia Belanda dalam hal ini eksekutif atau Raja Belanda yang memerintah
langsung wilayah Indonesia, tanpa campur tangan Legislatif atau DPR
Belanda. Ketiga, mulai 1864 parlemen
atau DPR Belanda mulai ikut menentukan kebijakan-kebijakan pemerintahan Hindia
Belanda di kepulauan Nusantara ini.
Tetapi selainitu, perubahan-perubahan dalam kebijakan pemerintah Hindia
Belanda juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain, diantaranya adanya gerakan
pencerahan dan pietisme atau revival di Eropa. Sebenarnya gerakanini
sudah mulai muncul sejak abad XVII,
tetapi dampaknya baru terasa pada abad XVIII dan termasuk telah mempengaruhi
orang-orang Belanda.[192]
Gerakan pencerahan
dan pietismetidak hanya mempengaruhi
dunia barat, tetapi juga berpengaruh besar dalam sejarah gereja di Indonesia.
Pengaruh pencerahan ini terutama menyangkut kebijakan penguasa-penguasa Hindia-Belanda
terhadap masyarakat Indonesia. Hubungan negara dengan gereja. Sikap pemerintah
mulai dari pusat, sampai ke daerah. Pengaruh pietisme dan pencerahan juga
menyangkut usaha pekabaran Injil di Indonesia. Sikap para pemberita Injil
terhadap agama, dan mempengaruhi kebijakan para pekabar Injil terhadap kelompok
orang yang sudah dimenangkannya, dan
dalam hal pembinaan.[193]
Kekristenan Pada Masa Hindia Belanda
(1800-1942)
Sampai tahun
1800, berarti hampir 300 tahun sudah
orang-orang Katolik (1511-1602), dan VOC
yang beragama Kristen Protestan (1602-31 Desember 1799), bercokol di negeri
ini. Tetapi sampai dengan tahun 1800 keadaan gereja atau umat Kristen di
Indonesia, tidak mencapai 1%. Jumlah
umat Kristen selama dua abad masa VOC, hampir tidak mempengaruhi
presentasi. Sampai tahun1810, pendeta hanya ada empat orang diseluruh
Nusantara, dan itupun belum ada pendeta dari putra pribumi yang berwenang
penuh, yang ada baru setingkat pendeta pembantu dan guru jemaat. Banyak jemaat yang menerima pelayanan pendeta
hanya 10 tahun sekali. Jemaat tidak memiliki Alkitab dalam bahasa yang bisa
dipahami oleh penduduk Indonesia.Banyak jemaat tidak memiliki majelis yang
dapat memimpin mereka. Pada saat itu agama Kristen hilang dari beberapa daerah,
seperti Bolaang Mongondow, Maluku Tenggara bahkan sepertinya sampai dengan
tahun 1800 agama Kristen sudah raib dari negeri ini.[194]
Pemerintah Hindia
Belanda yang telah mengambil alih wilayah kekuasaan VOC mereka bertanggung
jawab memelihara jemaat-jemaat yang ada pada saat itu, baik jemaat-jemaat dari
bangsa Belanda atau berbahasa Belanda, maupun jemaat-jemaat yang berbahasa
Melayu, dari penduduk pribumi. Baik itu yang Protestan (GPI) maupun Katolik (RK). Semua biaya
ditanggung oleh pemerintah, bahkan pengangkatan pekerja gerejawi dilakukan oleh
pemerintah, dan sepertinya pada saat itu semua agama menjadi agama negara,
termasuk Katolik, Islam, Hindu dan Budha.
Jadi tidak
mengherankan jika selama abad XIX usaha pemberitaan Injil oleh gereja yang
resmi, yaitu gereja-gereja yang diakui dan disokong pemerintah sangatlah
kurang. Sebab pemerintah Hindia Belanda pada saat itu tidak menjadi pelindung,
pengayom hanya atas salah satu agama saja, termasuk di dalamnya (GPI), walaupun pemerintah Hindia Belanda
mulai dari pusat, yaitu Raja sampai dengan pemerintahan terendah, beragama
Kristen Protestan. Tetapi sepertinya hal
itu tidak mempengaruhi atau menambah geregetuntuk memberitakan Injil.
Tetapi syukur kepada
Tuhan, rupanya gerakan pencerahan dan revival pertama-tama telah menimbulkan
kebangunan rohani bagi anggota-anggota jemaat atau anggota gereja, tetapi bukan
gereja dalam arti wadah atau organisasinya, tetapi manusia atau orang-orang
yang ada di dalamnya. Rupanya hal ini telah menjadi benih bagi lahirnya
berbagai badan misi atau Zending di Eropa dan di Amerika, bahkan spirit
pencerahan dan revival yang terjadi
dalam gereja-gereja Eropa dan Amerika terjadi juga di Asia dan Indonesia pada
saat itu.
[1]
Syafiq A. Mughni, “Masyarakat Arab Pra Islam” dalam
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam-Akar dan Awal, Jil.I (Jakarta: PT. Ichtiar Baru
Van Houve, 2002), 11.
[2]
Ibid, 12.
[3]
Ibrahim Lubis, Irma Suryani dan Harmaini Purba, Pengantar Studi Islam (Jakarta: PT Hecca Mitra Utama,2006), 173.
[4]
Ibrahim Lubis, Irma Suryani dan Harmaini Purba, Pengantar Studi Islam, 174.
[5]
Ibid, 174-175.
[6]
Ibid, 175.
[7]
Muhammad Husein Haekal, Sejarah Hidup
Muhammad (Jakarta: Pustaka Jaya, 1979), 1-3.
[8]
Mughni, “Masyarakat Arab Pra Islam”, dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Akar
dan Awal Jil. I, 12.
[9]
Ibid, 12-13.
[10]
Ibid.
[11]
Ibid, 13.
[13]
Mughni, “Masyarakat Arab Pra Islam” dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Akar
dan Awal Jil. I, 15.
[14]
Ibid.
[15]
Ibid, 16.
[16]
Ibid, 17.
[17]
John J. Donohue dan John L. Esposito, Islam
dan Pembaharuan,dalam Ensiklopedi
Masalah-masalah, Pengantar Amin Rais
(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), 348-423.
[18]
Mughni, “Masyarakat Arab Pra Islam” dalam Ensiklopedi
Tematis Dunia Islam Akar dan Awal Jil. I, 18.
[19]
Mughni, “Masyarakat Arab Pra Islam” dalam Ensikklopedi Tematis Dunia Islam Akar
dan Awal Jil. I, 19.
[21]
Mughni, “Masyarakat Arab Pra Islam” dalam
Ensikklopedi Tematis Dunia Islam Akar dan Awal Jil. I, 28.
[22]
H. Kraemer dan C. Taroreh, Agama Islam
Jil. I, 3.
[24]
Mughni, “Masyarakat Arab Pra Islam” dalam
Ensikklopedi Tematis Dunia Islam Akar dan Awal Jil. I, 29.
[25]
H.A.R. Gibb, Mohammedanism: An Hisorical
Survey (New York: The Mentor Books, 1955), 38.
[26]
Robert Morey, The Islamic Invation, Confronting The World’s Fastest Growing
Religion (Garden Grove: Overseas Ministry, 1992), 53-54.
[27]
Muhammad Husein Haekal, Sejarah Hidup
Muhammad, 24.
[28]
Rawdat, Zchievement and Heritage of
Muhammad, 11-12..
[29]
Muhammad Husein Haekal, Sejarah Hidup Muhammad,
24.
[30]
Ali Audah, “Asal Usul Muhammad SAW.” Dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Jld. I (Jakarta: Ictiar Baru van hove, 2002), 66.
[31]
Ibid., 76.
[32]
Ibid., 81.
[33]
John Culver, “Perjumpaan-Dalam Sejarah” Perjumpaan Umat Kristiani dengan Umat Islam, Sebuah Pendahuluan Historis Apologetis dan
Misiologis-Diktat Kuliah (Yogyakarta: Sekolah Tinggi Teologi Injili
Indonesia, 2006), 17.
[34]
Audah, “Asal-Usul Muhammad”, Dalam
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Jil. I, 76.
[35]
Ibid, 77.
[36]
Muhammad Husein Haekal, Sejarah Hidup
Muhammad, 55-56.
[37]
Audah, “Asal-Usul Muhammad”, Dalam
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Jil. I, 81.
[38]
Karen Amstrong, Sejarah Tuhan, Kisah
Pencarian Tuhan yang Dilakukan oleh Orang-orang Yahudi, Kristen dan Islam selama 4000 Tahun
(Bandung: Penerbit Mizan, 2001), 205.
[39]
Departemen Agama, “Quran Suci 95:1-5”
Al
Quran dan Terjemahannya (Jakarta: Departemen Agama RI, 1974).
[40]
Muhammad Husein Haekal, Sejahar Hidup
Muhammad, 91-96.
[41]
Muhammad Husein Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, 97.
[42]
Audah, “Asal-Usul Muhammad” Dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Jil. I.,
95.
[43]
Departemen Agama, “Quran Suci 26:214-216”
Al
Quran dan Terjemahannya.
[44]
Badri Yatim, “Muhammad SAW Di Mekah” dalam Ensiklopedi
Tematis Dunia Islam, Jld. I (Jakrata: Ichtiar Baru van Houve,
2002), 103.
[45]
Ibid., 118.
[46]
Ibid.
[47]
Mughni, , “Masyarakat Arab Pra Islam” dalam Ensiklopedi
Tematis Dunia Islam Akar dan Awal Jil.I, 36.
[48]
Muhammad Husein Haekal, Sejarah Hidup
Muhammad, 633.
[49]
Mughni, “Masyarakat Arab Pra Islam” dalam Ensiklopedi
Tematis Dunia Islam Akar dan Awal Jil.I, 38.
[50]
Muhammad Husein Haekal, Sejarah Hidup
Muhammad, 633-644.
[51]
Hamdani Anwar, “al-Khulafa ar-Rasyidun” dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jld II. Cet. II (Jakrata:Ichtiar Baru
van Houve, 2003), 38-39.
[52]
Hamdani Anwar, “al-Khulafa ar-Rasyidun”
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jld II. Cet. II, 48-49.
[53]
Ibid., 41.
[54]
Ibid., 50.
[55]
Ibid.
[56]
Ibid., 42.
[57]
Ibid, 52.
[58] Abd
Chaier, “Dinasti Umayyah” dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jld II. Cet. II (Jakarta: Ichtiar Baru van Houve, 2003),
63.
[59]
Ibid., 58-59.
[60]
Ibid., 64-65.
[61]
Ibid.
[62]
Ibid, 66-67.
[63]
Ibid., 67.
[64]
Ibid.
[65]
Ibid., 67-68.
[66]
Ibid, 68.
[67]
Ibid, 70.
[68]
Ibid., 71.
[69]
Nur Ahmad Fadil Lubis, “Dinasti Abbasiyah”
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jld.II
(Jakarta: Ichtiar Baru van Houve, 2002), 81.
[70]Chaier,
“Dinasti Umayyah” dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jld II. Cet. II, 62.
[71]
Lubis, , “Dinasti Abbasiyah” Ensiklopedi
Tematis Dunia Islam, Jld.II., 87.
[72]
Ibid.
[73]Ibid.
[74]
Ibid., 84-85.
[75]
Ibid., 85.
[76]
Lubis, , “Dinasti Abbasiyah” Ensiklopedi
Tematis Dunia Islam, Jld.II, 84-85.
[77]
Ibid.
[78]
Lubis, , “Dinasti Abbasiyah” Ensiklopedi
Tematis Dunia Islam, Jld.II, 85.
[79]
Ibid., 110.
[80]
Ibid., 111.
[81]
Ibid, 112.
[82]
Ibid., 111.
[83]
Anis A. Shorrosh, Kebenaran Diungkapkan,
Pandangan seorang Arab Kristen tentang Islam, (Jakarta: Yayasan Pusat Penginjilan
Alkitabiah, 1988), 181.
[84]
Ibid.
[86]
Ibid., 4-5.
[87]
Ibid., 10.
[88]
Ibid., 11.
[89]
Ibid.
[90]
HTh. Obbink, De Heilige Oorlog Volgent
den Koran (Utrecht 1901), 30.
[91]
Van Den End, Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam, 8.
[92]
Ibid., 13.
[93]
H. Berkhof dan I.H. Enklaar, Tokoh
Antagonis Darmo Gandul, Tragedi Sosial Historis dan Keagamaan di Penghujung
Kekuasaan Majapahit, 76-78.
[94]
Runciman, A History of The Crusader
(Cambridge, 1957), 84.
[95]
Ibid.
[96]
Van Den End, Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam, 16.
[97] A
Kenneth Curtis, J. Stephen Lang, dan Randy Petersen, 54-55.
[98]
Runciman, A History of The Crusader,
127 dan 149.
[99]
Van den End, Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam, 18.
[100]
Ibid, 19.
[101]
Runciman, A History of The Crusader,
227.
[102]
Van Den End, Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam, 22.
[103]
Th. Van Ven End, Harta Dalam Bejana,
114.
[104]
Ibid.
[105]
Ibid.
[106]
Iik Arifin Mansur noor, “Era Penjajahan” Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jil. II (Jakarta: Ichtiar Baru Van
Houve, 2005), 303.
[107]Morey,
Islamic-Invation, 100.
[108]
Ibid.
[109]
Bambang Nursena, Jangan Sebut Saudaramu Kafir, Bunga Rampai sekitar masalah Dakwah, Penginjilan dan Pluralitas Bangsa (Malang: Institut for Syriac Christian
Studies, 2008), 13.
[110]
Culver, Diktat Perjumpaan Umat Kristen
dengan Umat Islam, (tanpa halaman).
[111]
Yahya Mansur, Janji-Janji yang Terlupakan,
Ismael Selayang Pandang dari Alkitab, (Bandung: Tanpa Penerbit, 2006), 108.
[112]
Ibid., 110.
[113]
Ibid.
[114]
Ibid., 115-119.
[115]Ibid.,
117-118.
[116]
Anis A. Shorrosh, Kebenaran di Ungkapkan Pandangan Seorang Arab Kristen Tentang Islam,
89.
[117]
Abdul Salam, bin Abdul Maseh, Catatan
Seminar Islamologi, di Graha Bethel, Jakarta, pada tanggal, 17 Nopember
2010.
[118]
Chris Marantika, Catatan Kuliah
Islamologi (Yogyakarta: Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia, 2006).
[120]
Maulana Muhammad Ali, Islamologi-Dinul Islam, Cet. VII (Jakarta: Darul Kutubil
Islamiyah, 2007), 170-171.
[121]
Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), Pelajaran
Agama Islam,Cet.VI (Jakarta: Bulan
Bintang, 1978), 57-59.
[122]
Muhammad Ali, Islamologi-Dinul Islam, Cet. VII, 171.
[123]
Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), , Pelajaran
Agama Islam,Cet.VI , 61-64.
[124]
Muhammad Ali, Islamologi-Dinul Islam, Cet. VII, 172-173.
[125]
Ibid, 174.
[126]
Culver, Perjumpaan Umat Kristiani Dengan Umat Islam, Sebuah Pendahuluan Historis, Apologetis dan Misiologis, 30.
[127]
Ibid.
[128]
Van Den End, Sejarah Perjumpaan,
67-68.
[129]
Culver, Perjumpaan Umat Kristen dengan
Umat Islam, sebuah Pendahuluan,
Historis, Apologetis dan Misisologis, 40.
[130]
T.W. Arnold, “Letter oh Al-Hasyimi Inviting Al-Kindi to Embrace Islam” in The
Preaching of Islam: A History of the Propagation of the Muslim Faith,
433-450. Dan Jon Culver, Diktat Kuliah Doktoral (STII Yogyakarta,
2005), 30.
[131]
Culver, Perjumpaan Umat Kristen dengan
Umat Islam, sebuah Pendahuluan,
Historis, Apologetis dan Misisologis, 41.
[132]
Van den End, Sejarah Perjumpaan, 77.
[133]
Ibid, 78.
[134]
Ibid, 79.
[135]
Van Den End, Sejarah Perjumpaan, 80.
[136]
Ibid, 81.
[137]
A. Kenneth Curtis, J. Stephan Lang dan Randy Petersen, 57-58.
[138]
Van Den End, Sejarah Perjumpaan Gereja
dan Islam, 85.
[139]
Ibid, 80.
[140]
A. Kenneth Curtis, J. Stephan Lang dan Randy Petersen, 63-64.
[141]
Van Den End, Sejarah Perjumpaan, 87
[142]
Ibid.
[143]
Van Den End, Sejarah Perjumpaan,
88-89.
[144]
Zaky Rawdat, Zchievement and Heritage of
Muhammad, 10.
[145]
Morey, The Islamic Invation, Confronting The World’s Fastest Growing
Religion, 45.
[146]
Culver, Perjumpaan Umat Kristiani dengan
Umat Islam., 23.
[147] Runciman, A
History The Crucides I
[148]
Van Den End, Sejarah Perjumpaan,
31-32.
[149]
Ibid, 24.
[150]
Culver, Perjumpaan Umat Kristiani dengan
Umat Islam.
[151]
Van Den End, Sejarah Perjumpaan,
op.cit., 30.
[152]
Culver, Perjumpaan Umat Kristiani dengan
Umat Islam, 25-26.
[153]
Ibid., 27.
[154]
Ibid.
[155]
Nurul Huda, Tokoh Antagonis Darmogandul, Tragedi
social Historis dan keagamaan di Penghujung Kekuasaan Majapahit
(Yogyakarta: Pura Pustaka, 2005), 104-105.
[156]
Kartodirdjo, dkk., Sejarah Nasional
Indonesia III., 313.
[157]
Hasbullah Bakry, “Pandangan Islam Tentang
Kristen di Indonesia” dalam Jurnal Peninjau (1984), 196-197.
[158]
H. Abd Chair, “Dinasti Umayyah,” Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jil. II
(Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,
2005), 78.
[159]
Hasbullah Bakry, “Pandangan Islam Tentang
Kristen di Indonesia” dalam Jurnal Peninjau (1984), 196-197.
[160]
Sartono Kartodidjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru,1500-1900, dari Emporium sampai
Imperium, Jil.I (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992), 45.
[161]
Van Den End, Harta Dalam Bejana, 212.
[162]
Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan
Kristen danIslamdi Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005), 30.
[163]Ibid.,
31.
[164]
Ibid., 38-39.
[165]
Van Den End, Ragi Carita I, 61.
[166] W.
S. Watuseke, Sejarah Minahasa, Cet. II,
(Manado: t.p. 1965), 17.
[167]
Ibid., 19.
[168]
Van Den End, Ragi Carita I, 61.
[169]
Ibid.
[170] Jan
S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan, 41.
[171]
Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan,
41-42.
[172]
Th. van den End. Ragi Carita I, 28.
[173]
Ibid, 29-30.
[174]
Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah
Indonesia Baru,1500-1900, dari Emporium sampai Imperium, Jil.I, 70-71.
[175]
Ibid., 70.
[176]Gp. Rouffaer; J.W Ujserman
[177]
Van Den End, Ragi Carita I, 96.
[178]
Kartodirdjo, dkk., Sejarah Nasional
Indonesia III, 357-360.
[179]
Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia
Baru,1500-1900, dari Emporium sampai Imperium, Jil.I., 166.
[180]
Sartono Kartodirdjo, dkk., Sejarah
Nasional Indonesia III, 372-373.
[181]
Ibid, 374.
[182]
Van Den End, Ragi Carita I, 56.
[183]
H. Berkhof dan I.H. Enklaar, Sejarah
Gereja, 35.
[184]
Aritonang, Sejarah Perjumpaan, 62.
[185]
Ibid., 62-63.
[186]
Aritonang, Sejarah Perjumpaan, 60.
[187]
Ibid., 65.
[188]
Ibid. 60.
[189]
Ibid., 71-72.
[190]
Ibid., 62.
[191]
Van Den End, Ragi Carita I, 212.
[192]
Van Den End, Ragi Carita I, 138-139.
[193]
Ibid, 142.
[194]
Van Den End, Harta Dalam Bejana, 247.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar