Jumat, 16 September 2016

SEJARAH PERJUMPAAN KRISTEN DAN ISLAM




SEJARAH PERJUMPAAN
KRISTEN DAN ISLAM

1.      PENDAHULUAN
Kata “Perjumpaan” dalam budaya Inggris adalah “Encaunter”.
Baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris,  kedua istilah ini menyiratkan kesepadanan dari kedua belah pihak yang bertemu atau berjumpa.  Sementara perjumpaan pada saat itu, yaitu perjumpaan Kristen – Islam sebelum kedatangan Portugis ke Bumi Nusantara ini,  umat Kristen diposisikan dan memposisikan diri sebagai kaum yang imperior.  Itulah sebabnya tidak pernah terjadi perjumpaan yang sepadan.

Perjumpaan Kristen dengan Islam telah terjadi pada waktu yang sangat awal, yaitu dimulai ketika Islam lahir dan berkembang untuk pertama kalinya di Negeri asalnya, yaitu Jazirah Arab dan Timur Tengah melalui pendirinya, yaitu Muhammad.  Semenjak Islam menjadi relative kuat, perjumpaan Kristen – Islam, didominasi dengan Perjumpaan  Politik dan Perjumpaan Militeris, sebab semenjak Islam menjadi kuat, Muhammad sering memprakarsai berbagai ekpansi ke daerah-daerah Kristen dan Negara-negara Kristen, sehingga perjumpaan Politik-Militeris antara daerah-daerah Kristen, Negara-negara Kristen, atau umat Kristen dengan Islam tidak terelakan lagi.


2.      LATAR BELAKANG  ARAB
a.      Jazirah Arab
Kata “arab” berarti “padang pasir” atau “gurun”.  Dalam pengertian ini,   Arabia meliputi kawasan Gurun Suriah,   Jazirah Arabia, dan beberapa daerah Palestina serta Mesir.  Xenophon, seorang ilmuwan Yunani kuno, memberi batasan Arabia sebagai daerah padang pasir yang berada di Jazirah Arabia,   sehingga penduduk desa  yaitu kaum Badui yang menghuninya sejak dulu disebut dengan A’rab.[1]  Secara teknis,   yang dimaksud dengan Arab dalam tulisan disini adalah daerah dan penduduk yang bermukim di Jazirah Arabia.
Jazirah Arabia sebelah Utara dibatasi oleh Palestina dan Gurun Suriah (Badiah Asy-Syam),   di sebelah Selatan oleh Samudra Hindia dan Teluk Aden,   di sebelah Barat oleh Laut Merah,   dan di sebelah Timur olehTeluk Persia,   Sungai Eufrat,   Sungai Tigris,   dan Laut Arab.   Jazirah Arabia dikelilingi oleh lautan sebelah Selatan,   Barat dan Timur,   sedangkan di sebelah Utara oleh padang pasir yang amat luas. Oleh karena banyaknya air yang mengelilinginya,   maka kawasan ini diberi nama Jazirah Arabia sering juga disebut Syibh al-Jazirah al-Arabiyyah,   artinya “anak Benua Arabia”,   meskipun pada hakikatnya bukan merupakan jazirah atau benua tersendiri.[2]

b.      Bangsa Arab
Istilah Arab dalam bahasa Semit artinya Barat.[3]   Tetapi sebenarnya penduduk yang mendiami jazirah ini berasal dari sebelah Timur yaitu berasal dari suku Semit yang datang secara bergelombang, dari lembah-lembah Eufrat  yaitu lembah di pegunungan Utara Persia dan Babilonia atau  Irak dan Iran pada saat ini.
Bangsa ini termasuk bangsa ras kulit putih yang datang dari Pegunungan Mesopotamia di Selatan Kaukasus, berbatasan dengan Rusia atau Irak dan Iran Utara. 








 





Gbr. 3: Jazirah Arabia zaman Khalifah ar-Rasydun


Suku bangsa Arab yang tertua tidak diketahui secara pasti keberadaannya, diperkirakan mereka sudah musnah.  Tetapi pada saat ini hanya dapat diketahui beberapa suku bangsa Arab saja, diantaranya:  Pertama, suku Ad, pada saat ini mereka mendiami bagian Timur Yaman.  Kedua, suku Tsamud yang mendiami wilayah antara kota Mekah dan Siria.  Ketiga, suku Hadralmaut, mendiami sebelah Timur Yaman, di pantai Lautan Hindia.  Keempat, suku Thasm dan Jadis yang mendiami Yammah.  Kelima, suku Jurhum.  Keenam, suku Al-Amaliqah, suku ini merupakan suku Arab yang terbesar, mereka tersebar di hampir seluruh Jazirah Arab, diantaranya mendiami Hizas, Yaman, Syria, Sinai, Mesir dan Mesopotamia.[4]
Suku Qabtaniyah atau Qathan sering disebut sebagai Al-Arabul muta’aribah atau Arab sejati.  Ibrahim Lubis dan kawan-kawan memperkirakan bahwa suku bangsa ini sudah mendiami Yaman sekitar 3000 tahun sebelum Islam, dan dari Yaman inilah mereka tersebar ke seluruh Jazirah Arab termasuk Syria.  Beberapa kerajaan dari suku  bangsa ini adalah Saba di Yaman, Kerajaan Himsyar yang merupakan pecahan dari kerajaan Saba, tetapi kemudian dihancurkan oleh bangsa Abessinia, dan yang lainnya adalah kerajaan Ma’insyin.[5]
Dan suku bangsa yang dianggap Arab baru adalah suku Adnan, dan sub dari suku ini adalah suku Quraisy, sebagian umat Islam pada saat ini menamakannya Ismailyah dan mereka juga sering disebut sebagai Al-Arabul musta’rabah atau suku Arab Baru.[6]

c.       Politik
Sebelum Islam, Jazirah Arabia dan sekitarnya didominasi oleh dua kerajaan besar,   yaitu  (Romawi Timur) di sebelah Barat dan Sasaniah (Persia) di sebelah Timur.  Pada tahun 600 Bizantium dipimpin oleh seorang kaisar yang bernama Maurice,   yang menyandang gelar Agustinus,   dan dia mengklaim dirinya sebagai penerus Agustinus I yang telah memimpin Kekaisaran Romawi lebih dari 600 tahun sebelumnya.[7]  Pusat kekaisaran Bizantium adalah Constantinopel dan kekristenan  telah menjadi agama negaranya.  Bahasa resminya adalah  bahasa Latin,   tetapi secara perlahan-lahan digantikan oleh bahasa Romawi.  Adapun Kerajaan Sasaniah berada di bawah kekuasaan Khusraw II,   dan berpusat di Isfahan (Iran). Agama resmi Sasaniah adalah Zoroaster.  Jika kaisar Bizantium berkuasa sebagai aristokrat masyarakatnya,   maka para Raja Sasaniah mengaku diri sebagai pemilik otoritas ilahi.  Mereka adalah bayang-bayang Tuhan di muka bumi.[8]
Dua kerajaan besar itu selalu berada dalam konflik. Menjelang kelahiran Islam,   Kerajaan Persia melancarkan sejumlah serangan terhadap wilayah Kerajaan Romawi,   termasuk pengepungan kota Antiokia pada tahun 540,   dan Apamea tahun 573.  Pada tahun 582,   ibukota Provinsi Bosyra dikepung oleh pasukan kerajaan Ghassaniah (Ghassan).  Melemahnya kekuasaan kerajaan Bizantium di Timur diperburuk oleh bencana alam setelah kematian Kaisar Maurice yang terbunuh pada tahun 602,   dan kemudian digantikan oleh Kaisar Phocas. Karena kelemahan Phocas,   Khusraw II melancarkan serangan terhadap Bizantium.  Serangan itu mengakibatkan orang Persia masuk lebih jauh ke dalam wilayah Bizantium.  Bukan hanya Antiokia (613) dan Yerusalem (614) yang ditaklukkan, tetapi juga wilayah lain seperti Suriah,   Palestina, dan Mesir.  Sementara itu, Phocas pada tahun 610 diturunkan oleh seorang tentara dari salah satu wilayah Bizantium di Afrika Utara, dan diangkatlah Heraclius, seorang pengusaha yang lebih mampu dibandingkan Phocas.[9] 
Pada tahun 622, tahun yang sama ketika Nabi Muhammad SAW  hijrah ke Madinah,   Heraclius bergerak dari Constantinopel dan memimpin ekspedisi melalui Laut Hitam untuk menyerang Sasaniah.  Dalam sejumlah pertempuran ia menghancurkan pasukan Persia dan bergerak menuju wilayah pusat Sasaniah di Iran.  Khusraw sendiri akhirnya dijatuhkan dan pada tahun 628, Heraclius masuk ibukota Sasaniah di Isfahan.  Suriah dan Mesir akhirnya direbut kembali oleh Bizantium dan daerah yang telah diambil oleh Khusraw dikembalikan diantaranya Yerusalem.  Ketegangan seperti itu terus berlangsung bahkan sampai zaman perluasan Islam, dan dalam ketegangan itu mereka silih berganti memperoleh kemenangan.[10]
Sementara itu, Hedjaz tetap bebas dari kekuasaan Persia maupun Bizantium.  Dengan demikian, Mekah, tempat lahirnya Islam, sebagai entitas kota tidak pernah dijajah oleh kekuasaan asing.  Hedjaz bukan saja secara geografis, sulit dijangkau oleh dua super power ketika itu (Persia dan Romawi), tetapi yang terpenting adalah justru sikap para pemimpin (Amir) yang menjalankan “Politik Nonblok.”  Dalam berhubungan dengan kerajaan asing, perhatian para Amir kota itu hanyalah terpusat pada peningkatan ekonomi yang bersendikan perdagangan.
Tidak seperti Negeri Hirah yang dalam berpolitik berkiblat ke Persia, atau Kerajaan Ghassaniah yang condong ke Romawi, Mekah sama sekali tidak terlibat dalam persaingan politik antara kedua negara raksasa tersebut, meskipun keduanya terus-menerus bersaing untuk menguasai Jazirah Arabia. Namun demikian, bukan berarti Mekah tidak menjalin hubungan dengan para penguasa negeri tetangga atau asing.  Hanya saja pertalian tersebut sebatas persahabatan dagang.  Dengan melaksanakan politik seperti ini, suku-suku bangsa Arab dan bangsa-bangsa asing justru menaruh hormat kepada para Amir Mekah. Hubungan seperti itu dicatat dalam sejarah, misalnya adanya perjanjian dagang yang dibuat para Amir Mekah dengan penguasa Yammar, Yamamah, Taminghassaniah, Hirah, Syam atau Suriah dan Etiopia. [11]


d.      Ekonomi
Ekonomi yang dimaksudkan dalam bagian ini adalah  ekonomi praktis dalam kehidupan keseharian orang-orang Arab sebelum Islam lahir.
Jazirah Arab sebagian adalah padang pasir yang kering dan tandus.  Mata pencaharian utama orang-orang Arab pra Islam adalah pertanian. Mereka biasa menanam pada musim hujan terutama untuk wilayah-wilayah yang memiliki curah hujan yang cukup.  Tetapi selain itu orang-orang Arab juga biasa bertani atau bercocok tanam di sekitar wadi, yaitu sungai-sungai yang airnya mengalir hanya pada musim hujan saja dan juga di sekitar Oase, yaitu lembah atau dataran rendah yang tanahnya senantiasa lembab, sebab terdapat mata air di sekitar ini.[12]
Pada saat itu Yaman adalah salah satu Wilayah Arab yang paling subur dibandingkan daerah manapun di Jazirah Arab, itulah sebabnya penduduk Yaman diperkirakan saat itu telah mengenal sistim pertanian yang lebih maju dibandingkan dearah-dearah lain, sebab memang daerah mereka adalah daerah pertanian,[13] yang memiliki curah hujan yang cukup dan memiliki sejumlah bendungan untuk mengairi daerah pertanian Arab bagian Selatan.  Itulah sebabnya Yaman oleh sejumlah orang Islam disebut sebagai Wilayah Hujan (Al-Khadra ).  Tetapi ternyata di Jazirah Arab tidak banyak wilayah atau daerah yang memiliki tingkat kesuburan seperti Yaman, yang memungkinkan sebagian besar penduduknya hidup lebih sejahtera, sebagian besar Wilayah  Jazirah Arab malah padang pasir yang kering dan tandus, maka sebagian penduduknya hidup berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain yang dianggap lebih subur dan lebih memungkinkan bagi mereka untuk menyambung hidup.  Itulah sebabnya mereka sering disebut suku bangsa Nomaden karena mereka sering berpindah-pindah atau sering disebut juga Badawi yang artinya penduduk gurun.
Selain pertanian, sebagian besar Arab juga berpenghasilan sebagai pedagang, karena Jazirah Arab ini merupakan jalur perdagangan atau jalur lalu lintas antara dua Negara Adidaya  pada saat itu, yaitu Byzantium (Ramadi Timur) dengan Persia (Sasanah) terutama ketika kedua Negara ini dalam keadaan damai.  Tetapi selain itu banyak Sarjana Islam mengatakan bahwa masyarakat pra Islam sedang memulai hubungan dagang dengan China, India, bahkan dengan Byzantin dan Persia.[14]  Dan dunia Islam mengenal Siti Khodijah,   yang kemudian akan menjadi istri Muhammad yang pertama, ia dikenal sebagai seorang saudagar kaya raya, dan umat Islam pun mempercayai bahwa ketika muda Muhammad pernah belajar pada Siti Khodijah dalam dunia perdagangan, kemungkinan sebagai kurir.[15] Selain itu, umat Islam pun mengenal seorang saudagar yang bernama  Ummu Abu Jahal seorang pedagang parfum yang didatangkan dari Xamaa.²  Selain itu dunia Islam pun mengenal nama-nama yang sangat popular dalam dunia perdagangan pada awal berdirinya Islam.  Diantaranya adalah Abdul Manaf,  Abdul Syam, Abdul Mutlalib, Naufal yang merupakan saudagar-saudagar sukses pada zamannya.
Selain pertanian, perdagangan, orang-orang Arab pada saat itu juga telah mengenal Industri rumah seperti produk minyak wangi, kain wol, perhiasan, sutra, tepung gandum,   minyak zaitun, dan sebagainya.  Namun selain itu mereka juga sudah mengenal dunia perdagangan antar negara.[16]
Selain melalui pertanian, perdagangan, industri, tambang, dan juga peternakan,   sebagian masyarakat Arab hidup dalam kecukupan, bahkan beberapa bisa dikatakan kaya-raya,   tetapi sebagian Masyarakat Arab lainnya hidup dalam kemiskinan, tinggal dalam gubuk, dan sangat berkekurangan.  Itulah sebabnya seringkali mereka harus merampas atau menjarah orang-orang yang lebih kaya, terutama para pendatang atau orang asing atau suku lain. Sehingga timbulah permusuhan  di antara suku bangsa yang satu dengan suku bangsa yang lain.
Melihat dan mencermati praktek kehidupan ekonomi pada masa Islam lahir, di kemudian hari tokoh-tokoh Islam membuat rumusan tentang prinsip-prinsip Ekonomi Islam seperti Mahmud Taligani, Kursyid Ahmad, M. Umar Chapra, dan Abdul Hasan Bani Sadr.[17]

e.       Sosial
Sebelum Islam lahir penduduk Jazirah Arab dikenal dengan sebutan masyarakat Jahiliah.  Kata ini berasal dari kata “ Jahi yang artinya bodoh dari segi “ilm” atau ilmu.  Ini berarti orang-orang Arab pada saat itu tidak pandai atau kurang berilmu pengetahuan.  Tetapi sebagian Sarjana Islam yang lain mengatakan bahwa kata “Jahi” juga lawan dari kata “Hilm” yang artinya lemah lembut,   Sabr” yang artinya sabar dan juga lawan dari kata “Adab” yang artinya beradab atau berbudaya.  Ini berarti perilaku orang-orang Arab pra Islam adalah kasar, biadab, tidak bermoral dan tidak beradab atau berbudaya.[18]
Jadi jika kata Jahiliah diartikan kebodohan,   ini juga tidak mewakili semua orang Arab pada saat itu.  Demikian juga jika kata Jahiliah ini diartikan biadab dan tidak beradab ini pun mestinya tidak mewakili semua golongan dan manusia Arab pra Islam.  Tetapi mungkin benar jika kata Jahiliyah ini diartaikan bodoh,   biadab,   dan tidak beradab mewakili sebagian orang-orang Arab pra Islam dari kelas bawah yang memang jumlahnya adalah mayoritas.  Mereka dinyatakan bodoh mungkin karena mereka dari kalangan bawah,   belum mengenal pendidikan, dan mungkin juga mereka dinyatakan  bodoh karena mereka masih menyembah berhala.  Dan mungkin juga mereka dikatakan biadab dan belum beradab karena pada saat itu orang-orang Arab pra Islam masih terpisah-pisah dalam suku dan komunitas masing-masing dan dikatakan bahwa pada saat itu banyak terjadi perang antar suku, mereka biasa menjarah dan merampasi orang-orang yang lebih lemah dan para pendatang atau para pedagang.[19] 

f.       Agama
Sebelum Islam lahir, penduduk Jazirah Arab telah mengenal berbagai agama,   selain agama asli yang sering disebut juga sebagai “agama” Pagan atau penyembahan berhala.  Penduduk Arab juga telah mengenal kekristenan dan Yudaisme.  Tetapi kedua agama yang oleh orang Islam disebut sebagai Agama Taulid, yaitu agama yang menyembah Tuhan yang Esa,   tidak berakar kuat, terutama di Bihitar, Mekah, tempat dimana Islam lahir.[20]  Bukti bahwa kekristenan dan Yudaisme tidak berakar kuat di Mekah adalah masih adanya praktek penyembahan berhala di Kabah, yaitu batu hitam yang diperkirakan sisa meteor yang jatuh dalam Qur’an 25 ayat 43 di sebutkan adanya berhala seperti Latta dan Uzza dan mereka juga mengenal dewa Habal atau Baal.  Selain menyembah berhala sebagian besar masyarakat Arab pra Islam juga adalah Toteisme, yaitu mengkhususkan hewan atau tumbuhan yang dianggap suci,   seperti Asad (singa),  Fahd (singa), Namir (Harimau), Dtabbal (Biawak), Kalb (Anjing), Bird (Kera), Salabae (Kancil), Zib (Srigala) dan  Handalah (Timun Pahit).  Praktek Toteisme ini diperkuat dengan adanya corak bahwa Bani Al-Haris menguburkan rusa yang mati dan penduduk ikut berdukacita selama enam hari.[21]
Kepercayaan lain orang-orang Arab pra Islam adalah Anisme yaitu percaya adanya roh yang baik dan yang jahat yang memiliki pengaruh dalam hidup manusia, mereka juga menyembah pohon dan batu besar, bintang dan matahari juga tidak lepas dari penyembahan mereka.[22]
Menurut sejarawan Islam Burhanudin Dallu dalam bukunya “Jazirah Al-Arab Qobl al-Islam  yang artinya “Jazirah Arab sebelum Islam,” ia menyebutkan  bahwa dalam masyarakat lama terdapat penyembahan berhala, terutama bintang, sebab masyarakat yang bertani dan pertanian pada saat itu dianggap memiliki keterkaitan dengan peredaran bintang.[23]  Dan menurut Syafiq A. Mughni masyarakat Yaman kuno juga menyembah bulan, dan bulan dianggapnya Tuhan yang paling besar, dan juga mereka membuat berhala berbentuk bulan sabit dan mereka menyembahnya.  Tetapi suku-suku lain di Jazirah Arab menyembah matahari seperti Bani Tamin, Soba, Udai dan kerajaan Saba.  Dalam mitos Arab Selatan al-Zahra dianggap sebagai dewa matahari dan bulan.[24]
Ilmuwan Timur Tengah yang terkenal yaitu H. Gibb menyatakan alasan mengapa Muhammad tidak pernah menjelaskan dalam Al-Quran mengenai Allah, menurut Gibb disebabkan para pendengarnya telah mendengar tentang Allah jauh-jauh hari sebelum Muhammad dilahirkan.[25]  Jadi nama Allah sudah dikenal dan cukup popular dalam masyarakat Arab sebelum Muhammad memperkenalkan agama Islam kepada orang-orang Arab, hal ini sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Arthur Jeffrey, seorang professor dalam bidang kajian Islam dan Timur Tengah pada Universitas Colombia, menyatakan: Nama Allah sebagaimana yang dikenal dalam Al-Quran memang sudah dikenal dengan baik di Arab sebelum Islam.  Sesungguhnya baik nama Allah maupun Allat, bentuk feminism dari Allah, sering ditemukan di antara nama-nama ilah yang tertulis dalam prasasti-prasasti yang ditemukan di Afrika Utara.[26]
Dan memungkinkan faktor-faktor di atas inilah yang menyebabkan Islam membiarkan penduduk Jahiliah kepada masyarakat Arab sebelum Islam lahir.

g.       Mekah, Ka’bah dan Quraisy
Di depan Laut Merah antara Yaman dan Palestina membentang sejumlah bukit yang membentuk  bukit barisan, sepanjang kira-kira 80 km dari pantai, bukit-bukit mengelilingi lembah yang tidak begitu luas, dan bukit-bukit itu hampir menutupnya secara total, sehingga sepintas lalu orang-orang berfikir bahwa lembah-lembah itu termasuk dari wilayah Jazirah Arab lainnya.  Untuk dapat masuk kedalam lembah itu terdapat tiga buah jalan: Pertama jalan menuju Yaman,   yang Kedua jalan menuju Arab dari Laut Merah, terutama pelabuhan Jazirah, dan yang Ketiga jalan menuju Palestina.[27] 
Di dalam lembah yang terletak diantara bukit-bukit itu terdapat sebuah wilayah yang dikenal dengan nama Mekah.  Di wilayah Mekah terdapat sumber mata air, dan itulah sebabnya banyak Kafilah dari Yaman ke Palestina atau sebaliknya yang melewati lembah tersebut akan singgah dan membentangkan kemah mereka dan beristirahat di Mekah.
DR. Muhammad Husaen Haikal, Ph.D  mengatakan: Mata air yang memancar dari sumur  zamzam itu menarik hati beberapa kafilah untuk tinggal di dekat tempat itu.  







Gbr. 4: Ka’bah Saat ini, tempat umat Islam menunaikan Ibadah Haji
Dan ketika menelusuri beberapa sumber bahwa ternyata Kabilah Jurhun adalah yang pertama kali tinggal ditempat itu.  Sebelum datangnya Hagar dan anak laki-lakinya yang bernama Ismael.
Ismael setelah dewasa menikah dengan gadis dari kabilah Jurhun di tempat itu kemudian berdiri Mekah.  Dari putri  Mudzadz bin Amir salah seorang kabilah Jurhun lahirlah dua belas orang anak bagi Ismael, mereka inilah yang akan menjadi cikal bakal Arab al-Mustariba,   sementara Hagar adalah seorang Mesir dan Ibrahim seorang Mesopotamia, Irak dan Palestina.[28] 
Tentang asal mula Ka’bah para sarjana dan sarjana Islam masih berbeda pendapat.  Para sarjana Islam yakin bahwa Ka’bah dibangun oleh Ibrahim dan anaknya, yaitu Ismael.  Tetapi Sir William menulis dalam bukunya “The Life of Muhammad, ia menyatakan bahwa kemungkinan besar Ka’bah itu tidak dibangun oleh Ibrahim atau Abraham dan Ismael,   sebab tata cara ibadah di batu hitam itu jauh berbeda dengan tata cara Isriliat (Yudiaica) yang terdapat di Israel sejak ribuan tahun (sekitar 2400 tahun) sebelum Islam lahir, dan tata cara ibadah di Ka’bah lebih menunjuk tata cara ibadah Paganisme.[29]  Hal ini didukung oleh Herodotus,   Bapa Sejarah dan Diodorus Siculus yang menyebutkan bahwa tata ibadah di Ka’bah itu mencirikan tata ibadah paganisme yang sudah begitu tua di Jazirah Arab.

Gbr. 5: Penyembahan Berhala
Suku Quraisy adalah suku yang mendukung Qushayy untuk merebut Mekah dari Abu Gibran,   pemimpin Mekah seluluhnya dan karena itu ia mengijinkan suku Quraisy tinggal dan membangun pemukiman disekitar Ka’bah.  Itulah sebabnya ketika Islam lahir suku Qtar dari bani Qurisy adalah suku bangsa yang sudah menetap di Mekah dan di sekitar Ka’bah, bahkan Muhammad sendiri berasal dari suku bangsa ini.









 

















3.      MUHAMMAD DAN LAHIRNYA AGAMA ISLAM
Silsilah Muhammad yang dipegang dan diyakini kebenarannya oleh umat Islam pada saat ini adalah karya Ibnu Hisyam, istilah yang dimuat dalam kitab al-Sirah an Nabawiyyah karya Ibnu  Hisyam yaitu sebagai berikut.[30]
Silsilah Muhammad SAW : Pertama, Dari Pihak Ayah Ibrahim; Ismail; Nabit; Yasyjub; Ya’rub; Tairah; Nahur; Muqawwim; Udad; Adnan; Ma’ad; Nizar; Mudar; IIyas; Mudrikah; Khuzaimah; Kinanah; an-Nadr; Malik; Fihr; Galib; Luhay; Ka’b; Murrah; Kilab; Qusay; Abdul Manaf; Hasyim; Abdul Muttalib; Abdullah; Muhammad. 
Kedua,  Dari Pihak Ibu Ibrahim; Ismail; Nabit; Yasyjub; Ya’rub; Tairah; Nahur; Muqawwim; Udad; Adnan; Ma’ad; Nizar; Mudar; IIyas; Mudrikah; Khuzaimah; Kinanah; an-Nadr; Malik; Fihr; Galib; Luhay; Ka’b; Murrah; Kilab; Zuhrah; Abdul Manaf; Wahab; Aminah; Muhammad. 

Silsilah Muhammad di urutkan dan ditulis sampai pada Ibrahim atau Abraham, baik dari pihak Abdullah,   bapak kandung Muhammad maupun dari Aminah,   ibu kandung Muhammad. Dari Ibrahim sampai dengan Abdullah ada dua puluh Sembilan (29) generasi, jadi Muhammad generasi yang ketiga puluh (30) dan dari Ibrahim sampai Aminah ada dua puluh delapan (28) generasi,  dari Aminah Muhammad generasi dua puluh sembilan (29).
Ibrahim atau Abraham diperkirakan hidup sekitar 1980 tahun sebelum masehi,   sedangkan Muhammad lahir pada tahun 570 masehi, jadi dari Ibrahim sampai Muhammad ada jeda waktu sekitar 2470-2500 tahun.  Ini berarti ada sejumlah generasi yang tidak terdaftar atau tidak ditulis dalam silsilah tersebut, sebab Kitab Kejadian salah satu kitab dari kelima Kitab Musa menyatakan bahwa Israel berumur 40 tahun ketika mengambil Ribka sebagai istrinya (Kej. 25:20).  Ishak adalah saudara kandung (saudara seayah) dari Ismael,   mereka hidup dalam generasi yang sama, maka bisa diperkirakan bahwa Ismael pun telah menikah pada usia yang tidak jauh berbeda dengan Ishak, katakan saja sekitar usia 30 atau 40 tahun.  Dan sejarah mencatat bahwa ketika Abdullah menikah dengan Aminah berusia sekitar 24 tahun.[31]    Dan Muhammad pun ketika menikah dengan Siti Khadijah berusia 25 tahun.[32]  Jadi tradisi dari Ismael sampai Muhammad rata-rata seorang lelaki menikah pada usia 24 sampai 40 tahun, dan mungkin Ishak termasuk seorang laki-laki yang dianggap jomlo juga pada saat itu, karena ia menikah pada usia 40 tahun. Jika anggapan ini benar, berarti seorang laki-laki pada masa antara Ismael dan Muhmmad menikah rata-rata pada usia 24 – 30 tahun.  Ini   berarti semestinya akan ada sekurang-kurangnya 80-100 generasi dalam rentang waktu 2500 tahun itu. 
Muhammad kurang bersahabat dengan orang-orang Israel dan orang-orang Kristen bahkan menjelang kematiannya ia mulai mengutuki orang Yahudi dan Kristen dan menganggapnya sebagai musuh.[33]  Hal ini Nampak dalam beberapa ayat seperti Qu’ran 2:135.  Ia menolak agama Kristen, dan agama orang Yahudi sebagai jalan yang benar.  Ia menolak penyaliban Yesus (Qu’ran 4:156.)  Ia memerintahkan umat Islam untuk tidak bersahabat dengan orang-orang Kristen (Qu’ran 5:56.)  Ia mengutuk,   merendahkan dan mewajibkan orang Kristen dan Yahudi bayar upeti (Qu’ran 9:29),    ia menyerang ajaran Kristen tentang keberadaan Yesus Kristus.  (Qu’ran 9:30,    Qu’ran 3:35-66),  bahkan (Qu’ran 3:61) dikenal oleh orang Islam sebagai ayat “Mubahalah” atau kutukan.

a.      Riwayat Muhammad
Ketika Abdullah berusia 24 tahun, Abdul Muttalib bermaksud mencarikan jodoh baginya dan dari puluhan jodoh bagi Abdulah akhirnya jatuh kepada Aminah binti Wahhab dari bani Zahrah, dari kabilah Abdul Dar dan nenek dari ibunya berasal dari bani Asad.  Setelah Wahhad meninggal, Aminah diasuh oleh pamannya, Uhaib dan Abdul Muttalib melamar Aminah bagi Abdullah.[34]
Ketika musim berdagang tiba, Abdul Multalib mengutus Abdullah untuk berdagang ke Syam,   dimana ia harus meninggalkan istrinya yang sedang hamil.  Dalam perjalanan pulang, ketika rombongan kafilah ini sempai di Yabrib, Abdullah jatuh sakit, ketika Abdul Muttalib mendengar Abdullah sakit ia mengutus al-Haris, kakak Abdullah, tetapi ketika ia tiba di Yabrib Abdullah sudah meninggal dan dikuburkan di Yabrib, jadi ketika Aminah melahirkan Muhammad pada hari senin, tanggal 12 Robiul awal, tahun Gajah 570 Masehi, Abdullah pada saat itu sudah meninggal, berarti Muhammad lahir sebagai anak yatim.  Dan kemudian demi alasan kesehatan dan keselamatan maka pada saat itu Aminah menitipkan Muhammad kepada Halimah, istri Al-Haris, kakak kandung Abdullah yang tinggal di luar kota Mekah, sebab pada saat itu kota Mekkah sedang terjangkit wabah menular sehingga angka kematian bayi dan anak-anak (balita) cukup tinggi.  Dan biasa setelah seorang anak yang disusui dan diasuh berusia 7-8 tahun inang pengasuhnya akan mengambilnya, dan menyerahkannya kepada orang tua kandungnya.[35]
Muhammad Husain Haikal mencatat adanya banyak perbedaan pendapat tentang  tanggal dan waktu kelahiran Muhammad. Ada yang mengatakan Muhammad lahir pada bulan Muharam, yang lain bulan Safar, yang lain bulan Rajab, yang lain lagi bulan Ramadhan dan yang lain lagi bulan Rabiul awal, tetapi akhirnya ditetapkan dan disepakati bahwa ia lahir pada bulan Rabiul awal.  Dan tentang waktu, ada yang mengatakan Muhammad lahir pada siang hari,   tetapi juga yang lain mengatakan malam hari.  Dan juga tentang tempat kelahiran Muhammad,   ada yang mengatakan Muhammad lahir ketika Aminah tinggal dengan pamannya, tetapi yang lain berkata bahwa Muhammad lahir ketika Aminah tinggal dirumah mertuanya, ayah dari Abdullah,   yaitu Abdul Muttalib.[36]   Kemudian Muhammad tumbuh menjadi seorang pemuda yang gagah dan cerdas, dan setelah ia berusia 25 tahun ia menikah dengan seorang janda yang kaya raya bernama Siti Khadijah yang pada saat itu sudah berusia 40 tahun.
Dari perkawinannya dengan Siti Khadijah, Muhammad mendapatkan 2 anak laki-laki dan 4 anak perempuan, tetapi kemudian kedua anak laki-lakinya yaitu Qasim dan Abdullah at Tahir meninggal dunia ketika masih kanak-kanak di bawah usia 2 tahun, dan tiga anak perempuan Muhammad meninggal ketika Muhammad masih hidup, sedangkan Fatimah meninggal 6 bulan setelah Muhammad wafat.[37]

b.       Lahirnya agama Islam
Para sarjana Islam sering mengatakan bahwa sejak muda Muhammad sudah membenci penyembahan berhala,  ia menolak makanan yang sudah dipersembahkan pada berhala, tetapi Muhammad sangat menghargai Ka’bah sebagai tempat suci.  Dan hampir bisa dipastikan bahwa sebenarnya Muhammad tahu percis bahwa Ka’bah merupakan pusat penyembaan berhala orang-orang Arab pra-Islam. Dari sekian jumlah sesembahan orang Arab, ada tiga sesembahan yang sangat disenangi dan populer dikalangan orang-orang Arab pada saat itu, yaitu:  Pertama, Al-Lat, yang secara sederhana berarti Dewi.  Kedua, Al-Uzza berarti Yang Perkasa. Dan yang ketiga,  Al-Manat yang berarti Sang Penentu.  Sesembahan-sesembahan ini selain disembah di kuil-kuil tertentu seperti Thaif, Nakhlah sebelah tenggara Mekkah, dan Qudaid di Pesisir laut Merah,[38]  biasa di sembah juga di Ka’bah.
Salah satu kebiasaan Muhammad, ia sering merenung dan menyendiri ke Bukit Hira Dan setelah berjalan tujuh tahun,   pada tahun yang ketujuh ia menjadi lebih sering ke Bukit Hira (Gua Hira); selama dalam perenungannya atau semedinya.  Dia sering mendapat mimpi dan pada tanggal 17 Ramadhan 610,   ia merasa didatangi barisan malaikat.  Kepada Muhammad malaikat itu memberikan perintah: “Bacalah”, tetapi Muhammad menjawab bahwa ia tidak bisa membaca “Ummi” dan sebanyak 3 kali malaikat tersebut memberi perintah kepada Muhammad “Bacalah”, dan akhirnya ia berkata, “apa yang harus saya baca?” dan diceritakan bahwa malaikat tersebut yang adalah Jibril memeluk Muhammad dengan eratnya dan kemudian memberi perintah kembali untuk membaca.[39]
“Bacalah,  ” Namun Muhamad menjawab, “Saya tidak bisa membaca”.  Muhamad menceritakan bahwa setelah itu malaikat membawa dan memeluknya sampai tidak dapat bergerak.   Kemudian malaikat itu melepasnya sambil berkata lagi, “Bacalah”.  Akan tetapi Muhamad tetap menjawab bahwa dirinya tidak dapat membaca. Ia memegang tangan Muhamad untuk ketiga kalinnya dan membuatnya tidak berdaya,  kemudian melepaskannya kembali dan berkata,   “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Pemurah.  Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam.  Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”  (QS.96:1-5).

Dan ketika Muhammad menuruni Bukit Hira, ia berfikir bahwa ia mendengar suara dari atas: “Hai Muhammad, engkau adalah utusan Allah, dan aku adalah Jibril”.  Dan akhirnya Muhammad kembali ke rumahnya dengan perasaan yang gelisah.  Dan akhirnya ia menceritakan pengalaman spiritualnya tersebut kepada istrinya, yaitu Siti Khodijah dan Waraqah bin Naufal. Dan dikemudian hari Waraqahlah yang  ikut memproklamirkan kenabian dari Muhammad.[40]
















Gbr. 6: Gua Hira/Bukit Hira Tempat dimana Muhammad Bermeditasi
Menurut Haekal, seorang sarjana, sastrawan dan politikus Mesir (1880-1956) rasa kuatir Muhammad baru ada ketika ia menerima wahyu yang kedua, yang berisi perintah untuk memberi peringatan kepada manusia dan menyampaikan wahyu yang telah diturunkan kepadanya itu.[41]
Siti Khadijah,   Ali bin Abi Talib, Zaid bin Harisah, Abu Bakar as-Siddiq, Ustman bib Affan menjadi pengikut-pengikut Muhammad. Dan pertama kalinya Muhammad melakukan dakwah secara sembunyi-sembunyi.  Dan kemudian Abu Bakar juga senang berdakwah dengan diam-diam, sehingga pengikut Muhammad pada saat itu mulai bertambah banyak.  Dan setelah Muhammad melihat semakin banyak orang yang mempercayainya,   maka ia mulai berdakwah secara terang-terangan dan dengan semakin berani lagi.[42]
Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat, dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.  Jika mereka mendurhakaimu, maka katakanlah: “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa yang kamu kerjakan.” [43]
Tidak terlalu lama kemudian hampir sebagian penduduk Mekah menjadi pengikut Muhammad, terutama dari kalangan bawah.  Dan rupanya hal ini mulai menuai pertentangan,   sehingga akhirnya Muhammad serta pengikutnya harus hijrah ke Habbasyah (Etiopia) thn 615M,   karena Raja Negus (Najasyi) dikenal sebagai raja yang adil.[44]  Dan ketika Muhammad berada di Habbasyah, ia dan murid-muridnya mulai berdakwah.  Kemudian Muhammad pun hijrah ke Yatrib (Madinah) pada tahun 620 M (10 Julhijrah).  Dan sesudah di Yatrib, setelah Siti Khadijah meninggal, Muhammad menikahi dua wanita yaitu, Saidah dan Aisyah binti Abu Bakar.
Kehidupan Muhammad di Yatrib (Madinah) merupakan fase kedua dalam kegiatan dakwahnya.  Ia mulai membangun komunitas muslim yang militan.  Periode Madinah ini lebih dinamis, karena Muhammad dan dakwah-dakwah bersentuhan dengan kebutuhan sosial padang pasir yang semakin tinggi.  Madinah tidak hanya penting sebagai tempat yang dianggap suci oleh umat Islam, tetapi juga tempat dimana Muhammad memulai babak baru dalam sejarah Islam.  Agama Islam berkembang menjadi satu kekuatan “Sosial politik” dimana, kekuasaan agama mulai membaur dengan kekuasaan politik.  Dan hal ini di kemudian hari akan menyatukan pemerintahan sekuler dengan agama atau membentuk Negara agama.  Dan kaum masyarakat Madinah sampai saat ini merupakan simbol menyatunya kedua kekuatan tersebut,   dan dari Madinah inilah Muhammad mengunjungi mekah dan mengislamkan penduduknya.[45]   
DR. Badri Badrun, sehubungan dengan hal ini ia berkata: Periode Madinah menandai kemunculan Islam sebagai kekuatan sosial dan politik.  Pada periode ini Muhammad tidak hanya tampil sebagai rasul yang menyerukan Agama, tetapi juga sebagai kepala atau pemimpin dari suatu komunitas,   dengan demikian pembentukan masyarakat Islam (Pemerintahan Islam) telah dimulai.[46]
Komunitas Muslim Madinah telah tampil menjadi kekuatan sosial politik dan Agama di Jazirah Arab, dan telah menjadi suatu kekuatan yang harus diperhitungkan oleh pihak manapun juga pada saat itu.  Tampilnya kekuatan baru ini dapat dibedakan dalam beberapa tahap, pertama tahap konsilidasi internal umat dan masyarakat Madinah, dalam tahap ini Muhammad mulai dengan mempersatukan umat Islam yang berasal dari berbagai suku bangsa,   dan bahasa, maka mereka mulai mengatur hubungan antara kaum muslim dengan non muslim, khususnya Yahudi untuk kepentingan itu ia mulai menyusun program Madinah 1(622 M).
Tahap dua, keterlibatan umat muslim dan konflik ideologi dengan komunitas non muslim, konflik ini bermula dari konflik kecil antara umat Islam di Madinah dengan orang Yahudi, tetapi kemudian konflik meluas dan melibatkan masa yang banyak dalam beberapa kali berperang seperti Perang Badr (2H/624 M), Perang Uhud (3H/625 M), Perang Kandaq (5H/627 M), umat, komunitas, suku yang berseteru semakin banyak, pemicu pertikaianpun mulai beragam: politik, ideologi, ekonomi dan sebagainya.  Dan pada saat kekuatan Islam semakin besar, maka kekuatan non Islam semakin melemah.
Tahap ketiga, umat Islam mulai tampil efektif dan dalam periode ini Muhammad mulai mengambil inisiatif untuk menyerang, maka terjadilah perang Khabar (7H/628), perang Mu’tah,  perang Hunaim dan perang Tabas (9H/630) yang berlangsung di tempat masing-masing wilayah yang diserang.  Dan tahap terakhir adalah ketika Muhammad bersama umat Islam mulai menaklukkan Jazirah Arab, memang tidak semua orang masuk Islam, tetapi paling tidak mereka berada di bawah kekuasaan Muhammad dan Islam, sehingga mereka yang tidak bersedia masuk Islam harus membayar pajak keamanan  atau Jizyah.  Dalam periode ini Islam telah tampil menjadi kekuasaan yang luar biasa, selain daerah kekuasaan semakin luas, orang yang masuk Islam pun semakin banyak.

4.     Masa Al-Khulafa’ Ar-Rasyidun
Setelah Muhammad wafat, ada kebingungan di antara umat Islam untuk menentukan siapa yang akan menggantikan posisi Muhammad, untuk menjadi pemimpin umat, dalam arti pemimpin Agama, dan pemimpin sosial politik atau pemerintahan.  Pada saat itu umat Islam paling tidak mulai terbagi dalam dua kelompok: Kelompok pertama yaitu Abu Bakar, Umar bin Khotab, Usman bin Affan yang di dukung sebagian besar umat Islam.  Dan dikemudian hari kelompok ini disebut  juga Sunni.   Kelompok kedua, yaitu Ali bersama istrinya dan sebagian umat Islam yang pro kepada mereka, dan kelompok ini dikemudian hari dikenal dengan nama Syiah.
 Kelompok pertama menyatakan bahwa Khalifah yang pertama adalah Abu Bakar Sidiq, berikut Umar bin Khatab, lalu Ustman bin Affan dan terakhir Ali bin Abi Thalib dan keputusan ini yang diterima secara umum oleh umat Islam diseluruh dunia sampai saat ini.  Tetapi kelompok Ali dan Fatimah yang dinamakan juga kelompok Syiah, menganggap bahwa Khalifah yang pertama adalah Ali bin Abi Thalib dengan dukungan dari kelompok Ansar dan Syiah.[47] 
Haekal mencatat bahwa setelah Muhammad wafat pada buan Juni 632 Masehi, ia meninggal setelah menderita sakit, jasadnya dimakamkan di rumah Aisyah, salah seorang istrinya.  Dan ketika umat Islam berada dalam kebingungannya terpecah-pecahlah umat Islam dan mereka membentuk kelompok sendiri-sendiri, diantaranya adalah golongan Ansar, mereka adalah kaum mayoritas dan penduduk asli Madinah yang telah menjadi Muslim dan mereka yang telah dengan tulus menerima Muhammad dan kaum Muhajjirin, yaitu umat Islam yang hijjrah dari Mekah ke Madinah, dan telah dengan gigih melindungi Muhammad dan itulah sebabnya mereka merasa berhak menetukan seseorang atau seorang tokoh  diantara mereka yang akan menggantikan Muhammad yang telah wafat.   Golongan Ansar lalu menggabungkan diri kepada Saad bin Ubadah,  Ali bin Abi Thalib, Zubair Ibnu Al Awwam dan Talha bin Ukasdillah bergabung di rumah Fatimah Putri Muhammad.  Sedangkan kaum Muhajjirin, termasuk Usaid bin Hudzair mengabungkan diri kepada Abu Bakar.[48]
Tetapi pada saat itu persoalan tentang siapa yang akan menggantikan posisi Muhammad,  menjadi pemimpin umat Islam telah disepakati oleh sebagian besar umat yaitu Abu Bakar.
Setelah Muhammad  wafat kepemimpinan dilanjutkan oleh empat orang sahabat dengan gelar Khalifah atau disebut juga Al-Khulafa’-Ar-Rasidun  yang berarti “para pengganti yang memberi bimbingan,”  yang pertama adalah Abu Bakar Sidiq memerintah tahun 11-13 H/632-634 M.  Khalifah yang kedua adalah Umar bin Khatab memerintah tahun 13-24 H bertepatan dengan tahun 634-644 M.  Khalifah yang ketiga adalah Usman bin Affan tahun 34-36 H/644-656 M dan Khalifah yang terakhir dalam periode pertama ini adalah Ali bin Abi Thalib.  Ia memerintah tahun 36-41 H/656-661 M.  Jadi pemerintahan 4 orang Khalifah periode yang pertama ini kurang dari 30 tahun saja, tetapi walaupun demikian dampaknya atau pengaruhnya bagi dunia Islam sangat luar biasa.

a.      Abu Bakar Sidiq (11-13 H/ 632-634 M)
Nama aslinya adalah Abdullah bin Abi Kuhafaah at-Tamimi, Abu Bakar dua tahun lebih muda dibandingkan Muhammad, ia sering dipanggil dengan sebutan Abdul Ka’bah.   Setelah masuk Islam Muhammad mengganti namanya menjadi Abdullah, sebutan Abu Bakar merupakan nama panggilan karena ia adalah ayah dari Aisyah istri Muhammad yang masih muda belia ketika dinikahi Muhammad.  Kata Abu Bakar berasal dari kata Abu Bikr, yang berarti ayah si gadis, sedangkan gelar as-Sidiq artinya selalu membenarkan adalah gelar yang diberikan Muhammad, terutama dimulai ketika peristiwa Isra Mirad, sementara umat Islam yang lain kebingungan tentang kebenaran peristiwa itu, tetapi Abu Bakar tampil ke depan dan membenarkan peristiwa tersebut.
Ketika Abu Bakar memerintah, Fatimah putri Muhammad datang menanyakan warisan orang tuanya, tetapi Abu Bakar menjawab tidak ada warisan yang diwariskan Muhammad bagi keluarganya. Mendengar jawaban itu Fatimah kecewa dan dalam hidupnya sejak itu ia tidak pernah mendukung kepemimpinan Abu Bakar.[49]
Sebelum Muhammad meninggal, ia telah merencanakan sejumlah peperangan dan penyerangan diantaranya adalah penyerbuan ke Syam, seperti yang dituturkan oleh Haekal: “Begitu selesai kaum Muslimin menyelenggarakan pemakaman jenazah Muhammad, Abu Bakar memerintahkan pasukan Usana untuk meyerbu Syam, seperti apa yang telah direncanakan Muhammad. ”Maka pasukan Islam di Juref disiapkan dibawah kepemimpinan Usama, dan Abu Bakar sendiri yang melepas pemberangkatan pasukan tersebut.  Dan dalam waktu 20 hari pasukan Usama telah menyerang Balqa dan mengalahkannya dengan gemilang, dalam penyerangan itu semboyan mereka adalah :” Untuk kemenangan, matilah”.[50]
Bahkan dikatakan juga penyerangan ke Syam atau Balqa merupakan amanat Muhammad  sebelum meninggal.  Abu Bakar memerintah hanya 2 tahun 3 bulan, setelah menderita sakit selama 15 hari.  Ia meninggal dalam usia 62 tahun, yaitu pada tanggal 2 Jumadi Lakhir  tahun13 H. jenazahnya dimakamkan di samping makam Muhammad di rumah Aisyah, putrinya yang dinikahi Muhammad.  Dan sebelum ia meninggal, ia menunjuk Umar bin Khatab untuk menjadi Khalifah menggantikannya, dan penunjukan atau usul tersebut diterima umat Islam, maka kemudian Umar bin Khatab menjadi Khalifah Arab yang kedua, menggantikan Abu Bakar.

b.      Umar Bin Khatab  (13-24M/634-644M)
Setelah Abu Bakar meninggal dunia, jabatan Khalifah dipegang oleh Umar bin Khatab bin Nufail bin Abdul Uzza, bin Ribaah bin Abdullah bin Karth bin Rezaah bin Adi,  jadi ia termasuk bangsawan Quraisy dari Bani Adi, diperkirakan ia 13 tahun lebih muda dari Muhammad.  Umar dikenal sebagai pemberani, dengan kepribadian teguh dan watak keras dan ia juga merupakan seorang diplomator yang handal.  Ia memerintah sebagai Khalifah selama 10 tahun 6 bulan.  Ia meninggal dunia pada usia 63 tahun disebabkan karena luka tikam yang sangat banyak yang dilakukan oleh Abu Lu’lu’ah dari Persia dan ia dimakamkan di samping Muhammad dan Abu Bakar.[51]  
Setelah Umar menerima jabatan Khalifah yang pertama ia lakukan adalah memberhentikan Khalid bin Walid dari jabatan Panglima Tertinggi Islam, sebagai gantinya ia menunjuk Abu Ubaidah bin Jarab.  Penggantian ini dilakukan ketika tentara Islam sedang memerangi Romawi Timur di Yarmuk.  Pemberhentian Khalid bin Walid menunjukan kekuatan Umar.  Sebab Khalid adalah seorang panglima yang berkuasa, dikhawatirkan akan timbul pengkultusan.
Setelah penggantian panglima tertinggi Islam, Umar memerintahkan pasukan Islam bergerak ke Utara untuk memerangi kekuatan Byzantin di wilayah Suriah dan Palestina tetapi kota-kota lain juga dapat ditaklukan seperti Damaskus, Hims, Qinisrin, Laziqiah, Harb semua terletak di Suriah Utara, Akika, Yaffa dan Khaza termasuk wilayah Asia Kecil, daerah Turki sekarang.  Setelah itu tentara Islam mengepung Yerusalem, setelah sekian lama terjadi pengepungan, maka Uskup kota itu, yaitu Patriakh Sophorius berkeputusan untuk menyerah secara damai,   untuk menghindari pertumpahan darah.  Pada tahun 638M Khalifah Umar menerima penyerahan kota Yerusalem dari Patriakh Sophorius.  Kemudian ekspansi dan penyerangpun terus dilakukan dan banyak daerah pada saat itu menyatakan takluk pada tentara Islam, seperti: Gaza,  Askalon, Caesarea, Latkia Sidon, Tarsus, Harran, Amida dan Edessa di Asia Kecil serta Mesir, Hirah dan Mesopatamia, seluruh wilayah Persia ditaklukan kedalam wilayah Islam.  Pada masa pemerintahan Umar bin Khatab wilayah kekuasaan Islam bertambah luas, terbentang mulai Tripoli (Afrika Utara) di sebelah Barat, sampai Persia di sebelah Timur dari Yaman sebelah Selatan sampai Armenia sebelah Utara.[52]  
Setelah Umar bin Khatab meninggal, kepemimpinan umat Islam diteruskan oleh Usman bin Affan bin Abil As bin Umanayah bin Abdul Syamri bin Abdul Manaf bin Kusayi,   usia Ustman bin Affan 5 tahun lebih muda dibandingkan Muhammad, ia menikah dengan anak Muhammad yang bernama Ruqayah dan setelah Ruqayah meninggal tahun 3 H, ia dinikahkan dengan Ummu Kalsum putri Muhammad yang lain.







TANAH ARAB
Pada waktu lahirnya islam
 



Gbr. 7: Tanah Arab pada waktu Lahirnya Islam


c.       Ustman Bin Affan (644-656)
Umar tidak menunjuk dia sebagai penggantinya, tetapi ketika ia sedang sakit para pemuka Islam mendesaknya supaya ia menetapkan pemegang kekuasaan, supaya umat Islam tidak terpecah. Ketika Umar tidak bisa menyebutkan satu nama saja, maka dibentuklah tim formatur untuk memilih figur yang tepat untuk menggantikan Umar dan Ustman bin Affan pun terpilih pada saat itu, walau menurut Ali bin Abi Talib tata cara pemilihan yang dilakukan Abdul Rohman kurang sehat dan ia cukup kecewa,   tetapi ia akhirnya memberi dukungan juga terhadap Ustman.
 Ustman bin Affan memerintah sebagai Khalifah selama 12 tahun, dari tahun 24-36 H/644-656. Paruh pertama masa pemerintahannya ia mengikuti kebijakan Abu Bakar dan Umar bin Khatab, tetapi paruh kedua ia mulai memberlakukan kebijakkannya sendiri, dan hal yang sangat mengecewakan masyarakat adalah ketika ia mengganti seluruh gubernur yang diangkat oleh Abu Bakar dan Umar dan menggantinya dengan orang-orang dari keluarganya sendiri dan kekecewaan umat Islam semakin meningkat ketika para gubernur itu bertindak dengan sewenang-wenang dan hal ini menjadikan politik dalam kekhalifahan Ustman mulai memanas dan hal ini dimanfaatkan oleh kelompok Syiah yang ekstrim dengan menghasut rakyat dengan cara “Wisayah” artinya Muhammad sebenarnnya meninggalkan pesan bahwa Ali inilah yang berhak menggantikannya, sehingga pemerintahan Ustman diwarnai dengan adanya demo dari masyarakat yang menuntut agar khalifah Ustman memberhentikan para pejabat yang bertindak sewenang-wenang, diantaranya gubernur Mesir dan hal itu dikabulkan oleh Ustman,   sehingga para pendemo pulang ke Mesir dengan perasaan lega dan penuh kemenangan.  Tetapi di tengah perjalanan pulang mereka menangkap kurir yang membawa surat untuk Gubernur Mesir yang isinya supaya gubernur membunuh Muhammad bin Abu Bakar, salah satu pemimpin demo  yang  dianggap sebagai pembangkang jika ia telah sampai di Mesir, dan hal ini menjadikan para pendemo menjadi gusar dan mereka kembali ke Madinah untuk meminta pertanggung jawaban khalifah. Tetapi Ustman tidak mengerti dengan adanya surat seperti itu maka masa meminta Ustman untuk menyeret pembuat surat itu dan ketika Ustman tidak dapat menunjukkan siapa pembuat surat itu, akhirnya masa menyerang khalifah Ustman bin Affan dan mereka membunuhnya.  Dan ini merupakan pembunuhan yang kedua setelah Umar bin Khatab dalam sejarah pemerintahan para khalifah.[53]
Selama masa pemerintahan Ustman bin Affan, Khalifah ketiga ini pun melanjutkan kebijakan yang telah dilakukan oleh para pendahulunya yaitu mengadakan ekspansi dan menaklukkan daerah-daerah yang belum masuk ke dalam wilayah kekuasaan Islam.  Beberapa daerah yang ditaklukan pada masa  pemerintahan Ustman adalah: Barkah,   Tripoli bagian Barat, Nubia (Utara Sudan), daerah-daerah tersebut terletak di Afrika. Perluasan ke arah Timur pasukan Islam berhasil menundukkan Armenia Utara, sebagian daerah Tabaristan semuanya terletak di Asia dan kemudian tentara Islam juga menaklukkan pulau Siprus dan Rhodus yang merupakan kantong-kantong Kristen, dan kearah Barat, tentara Islam di bawah kepemimpinan Ustman juga menyerang Byzantin atau Romawi Timur dan selama pemerintahan Ustman tentara Islam berkali-kali melakukan penyerangan terhadap Byzantin yang adalah kantong Kristen dan sekaligus sebagai Negara Kristen pada saat itu, sehingga akhirnya Rhodes dan Pulau Siprus harus terlepas ke tangan tentara Islam.
Pada akhir pemerintahan Ustman kekuasaan Islam mulai meluas membentang mulai dari Tripoli di sebelah barat, sampai seluruh Asia tengah di sebelah Timur dan Turkistan di Utara.[54]

d.      Ali Bin Abi Thalib (36-44 H / 656-661 M)
Khalifah keempat dalam kelompok Al-Khulafa ar-Rasidun adalah Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf Al- Hasyimi ia merupakan adik sepupu Muhammad dan sejak dari kecil ia dididik oleh Muhammad dan setelah dewasa ia dinikahkan dengan putri bungsu dari pasangan Muhammad dengan Siti Khadijah yaitu Fatimah.  Melalui pasangan Ali-Fatimahlah garis keturunan Muhammad dilanjutkan sampai sekarang.
Setelah Ustman bin Affan terbunuh oleh pemberontak, para pemberontak itu datang meminta Ali untuk melanjutkan kepemimpinan Usman sebagai Khalifah keempat, awalnya Ali menolak karena tidak ada tokoh yang mendukung penunjukkannya sebagai Khalifah.  Tetapi karena desakan dan paksaan dari para pemberontak itu akhirnya ia menyetujui usul menjadi Khalifah yang keempat.[55]
Tokoh-tokoh Islam terpecah-pecah menanggapi penunjukan Ali sebagai Khalifah.  Dan ini merupakan awal perpecahan dalam tubuh Islam, diantaranya Aisyah menolak dengan keras pengangkatan Ali sebagai Khalifah.  Perang fisik yang besar terjadi antara tentara yang loyal kepada Ali dengan para penentangnya, diantaranya adalah perang Jamal atau perang Unta,   karena pada saat itu Aisyah sebagai pemimpin umat Islam yang memberontak menunggang unta dan perang Siffan antara tentara Ali melawan Muawiyah.  Masa pemerintahan Ali juga merupakan awal timbulnya aliran-aliran dalam Islam, diantaranya: Syiah, yang merupakan para pendukung Ali, Kawirij dan Murjiah.  Ali bin Abi Thalib memerintah selama 4 tahun 9 bulan,   ia meninggal pada usia 63 tahun, karena di bunuh oleh Abdul Rahman bin Muljam, seorang pendukung Kawirij maka dengan meninggalnya Ali berakhirlah masa pemerintahan al-Khulafa ar-Rasyidun yang berlangsung sekitar 30 tahun.[56]
Masa pemerintahan Ali sebagai khalifah tidak ada penambahan wilayah, sebab Ali sendiri disibukan dengan adanya pemberontak-pemberontak terutama yang dilakukan oleh kaum Mu’awiyah dan Khawirij, dan justru daerah kekuasaan Islam mulai menyusut.[57]   Jadi pada masa khalifah Ali hampir tidak ada penyerangan oleh tentara Islam kepada masyarakat dan wilayah kekristenan.

5.     Masa Dinasti Umayyah
a.     Cikal Bakal Lahirnya Dinasti Umayah
Bani Umayyah cikal bakalnya dari suku Qurasy.  Umayyah bin Abdul Syama bin Abdul Manaf adalah pemimpin suku Qurasy yang terpandang.[58]   Sebagian besar bani Hasyim membelanya dan kemungkinan besar hijrahnya Muhammad beserta para pengikutnya dari Mekah ke Madinah, salah satunya adalah karena penolakan dan perlawanan suku Qurasy di bawah kepemimpinan Umayyah pada tahun 8 H/630 dua tahun sebelum Muhammad wafat,   ketika Muhammad memimpin peyerangan ke Mekah dan ketika suku Qurasy yang di pimpin Umayyah terdesak, barulah bani Umayyah menyatakan menyerah dan bersedia masuk Islam. Setelah masuk Islam mereka sangat menonjol loyalitas dan dedikasinya terhadap Islam, seolah-olah ingin menebus keterlambatan mereka dalam Islam.  Dan akhirnya Muhammad  memberi posisi-posisi penting kepada mereka, diantaranya kepada Mu’awiyah bin Abdul Sopian bin Harb bin Umayyah yang telah diangkat oleh Muhammad menjadi penulis Wahyu. Dan pada masa Umar bin Khatab ia diangkat menjadi gubernur di Suriah (641M), dan masa khalifah Usman bin Affan wilayah kekuasaan Muawiyyah ditambah sehingga meliputi seluruh wilayah yang membentang dari Suriah sampai ke pantai Laut Tengah.  Dan rupanya masa jabatannya yang lama sebagai gubernur Suriah dipersiapkan untuk mendapatkan jabatan yang lebih tinggi lagi.  Dan rupanya kematian Usman bin Affan membuka jalan baginya untuk mendapatkan simpatik dari masyarakat Islam yang lebih luas dengan menuntut kepada Ali agar kasus pembunuhan terhadap Khalifah Ustman diselesaikan, hingga tuntas sambil selalu memperlihatkan jubah Ustman yang berlumuran darah dan jari-jari Na’jilah yang meratapi kematian Ustman, suaminya dan rupanya siasat seperti ini cukup berhasil untuk merongrong kepemimpinan Khalifah Ali.  Ketika Ali melihat gelagat seperti itu, ia meminta agar Mu’awiyah menyerahkan jabatannya sebagai Gubernur Suriah plus, tetapi ia menolak dan menuduh Ali terlibat dalam pembunuhan Ustman bin Affan, paling tidak Ali dituduhnya telah melindungi pembunuh Ustman.[59]  Sikap Mu’awiyah yang menentang Ali dianggapnya sebagai pemberontakan dan ini berarti harus diperangi, maka setelah menumpas pemberontakan Aisah, Ali merencanakan untuk memerangi Mu’awiyah di Suriah,   tetapi selama pertempuran Ali berulangkali mengirim surat dan utusan supaya Mu’awiyah menghentikan penentangannya terhadap Ali, tetapi hal ini tidak membawa hasil, sehingga pada tahun 657 M terjadilah pertempuran di Siffin (antara Suriah dan Irak), pada saat Ali berhadapan dengan pihak Mu’awiyah.  Dan ketika pertempuran hampir dimenangkan oleh Ali, Mu’awiyah mengangkat Al-quran dengan tombak  sebagai tanda untuk berdamai, gagasan ini berasal dari Amir bin As sahabat Muhammad yang dimintai nasihat oleh Mu’awiyah untuk menghindari kekalahannya.  Ali sebenarnya pada saat itu tidak mau menghentikan peperangan yang hampir dimenangkannya itu, tetapi karena desakan dari tentaranya, maka akhirnya dengan berat hati ia harus menghentikan peperangan itu dan perundingan pun dimulai dengan juru runding masing-masing, dipihak Ali diwakili oleh Abu Musa Al Asy’ari dan dipihak Mu’awiyah Amir bin As dan kesepakatan tercapai melalui juru runding masing-masing. Ketika Abu Musa menyatakan Ali turun dari jabatan Khalifah, jadi saat itu Amir bin As memproklamirkan pengangkatan Mu’awiyah sebagai Khalifah yang baru, menggantikan posisi Ali.  Dan perundingan pada saat itu telah mengambil perubahan dari pihak Ali, sebab sebagian diantara mereka tidak menyetujui adanya perundingan atau Tahkim, Karena dianggapnya melanggar Al-Quran.  Dan dari pihak Ali yang tidak menyetujui adanya Tahkim tersebut mereka keluar dan meninggalkan Ali.  Golongan inilah menamakan diri Khawirij.  Golongan ini sangat menyesal terjadinya perpecahan diantara umat Islam,   dan mereka menganggap Ali dan Mu’awiyah dan Amr bi As adalah orang-orang yang paling bertanggung jawab atas terjadinya perpecahan ini, itulah sebabnya mereka merencanakan untuk membunuh ketiga orang ini.  Tahun 661M  Ibnu Muljan pengikut golongan Tawarij bertindak membunuh Ali, tetapi ia tidak berhasil membunuh Mu’awiyah,   Amr bin As dan keadaan seperti ini sangat menguntungkan bagi Muawiyah, dan terbukalah lebar jalan baginya ke tempat tertinggi  dalam memimpin umat Islam.[60]
Pertama-tama Mu’awiyah menyerang Mesir yang dipimpin Gubernur yang diangkat Ali,   dan ia berhasil mengalahkan Mesir dan menyatukan tentara Islam di Mesir dengan tentaranya sehingga  kekuatannya semakin besar.  Menyadari keadaan seperti ini Hasan bin Ali yang diangkat oleh sekelompok pengikut Ali untuk menggantikan posisi Ali, ia mengundurkan diri dari jabatannya dan ini juga terjadi karena desakan Mu’awiyah dan Mu’awiyah memberinya harta yang banyak supaya Hasan dapat hidup dengan nyaman di Madinah.  Pada tahun 41 H/661 Mu’awiyah bertemu dengan Amr dan Husain, saudara Hasan, dan pada saat itu Hasan dan Husain membaur, artinya memberi dukungan kepada Mu’awiyah untuk menjadi Khalifah dan tahun itu disebut Am al-Jama’ah, sebab umat Islam bersatu kembali di bawah kepemimpinan seorang Khalifah yang baru.  Maka periode pemerintahan al-Khulafa al -Rasidun berakhir pada masa dinasti Umayyah mulai berkuasa dari tahun 661-750M.[61]   Khalifah dari dinasti Umayyah berjumlah empat belas orang, dan tiga orang diantaranya berasal dari keluarga Harb dan ketiga-tiganya dari keluarga Abi al As.
b.      Pemerintahan Keluarga Harb
Setelah Ali bin Abi Talib meninggal, pemerintahan Islam berpusat pada dinasti Umayyah.  Dan Mu’awiyah adalah Khalifah pertama dari Dinasti Umayyah dan ia juga  khalifah  pertama dari garis keturunan Harb. Setelah ia resmi menjadi Khalifah, ia mengangkat Amir bin As sebagai gubernur Mesir, jabatan yang sangat diinginkannya  dan setelah Amir meninggal maka Mu’awiyah mengangkat Abdulzab menggantikan posisi ayahnya.  Dan para pendukung lainnya diposisikan oleh Mu’awiyah pada posisi-posisi penting seperti Mujirah bin Syu’bah diangkat menjadi Gubernur Kufah kota tepi sungai Efrat, Irak. Ziyad bin Abasi menjadi Gubernur di Basra.  Setelah Mujirah meninggal, Kufah diserahkan pada Ziyad, yang pada masa pemerintahan Abi diangkat sebagai gubernur di Persia, Ubaidullah bin Zayad diangkat sebagai Gubernur Khurasy, setelah ayahnya meninggal dunia.[62]
Pemerintahan Mu’awiyah dapat dikatagorikan berhasil,  sebab ia dapat mewujudkan keamanan dalam negeri dengan membasmi para pemberontak, ia juga membawa rakyatnya pada kemakmuran, dan ekspansi Islam kenegara-negara lainpun cukup berhasil, sehingga Islam mencapai Afrika Utara, Khusaran dan Bukhara (Turkistan).[63]
Setelah Mu’awiyah meninggal dunia ia digantikan anaknya yaitu Yazid bin Mu’awiyah (Yazid I).  Pengumuman pengangkatan anaknya menjadi Khalifah diumumkannya sebelum ia turun dan meninggal, tetapi hal itu rupanya telah menjadikan gusar dan kecewa anak-anak sahabat seperti Husain bin Ali, Abdullah bin Zubair, Abdullah bin Umar, Abdulrahman bin Abu Bakar, mereka menolak rencana Muawiyah sehingga Muawiyah terpaksa menemui mereka dan meminta dukungan serta persetujuan mereka dengan menggunakan ancaman pedang.[64]
Setelah Mu’awiyah wafat 680 pembaiatan atau penunjukan Yazid I diulangi, karena ketika Mu’awiyah,    ayahnya masih hidup, sebagian kelompok yang menolak untuk  memberi dukungan kepada Yazid I.  Dan sehubungan  dengan ini, Yarid I bertindak dengan sangat tegas dan keras.  Ketika  Husein bin Ali menolak untuk membaiatnya, dengan tidak ragu ia membunuh Husein dan keluarganya beserta pengikutnya. Pada tanggal 10 Muharam 61H/680M, demikian juga ketika penduduk  Muslim Madinah yang rata-rata masih menyatakan simpati kepada keluarga Ali-Fatimah menolak untuk membaiat Yazid I, ia pun memerintahkan pasukannya untuk menyerang Madinah dan mengijinkan tentaranya berbuat apa saja yang dikehendakinya  terhadap penduduk Madinah dan menjarah, mengusir mereka dari Madinah.  Demikian juga Yazid I pernah memerintahkan tentaranya untuk mengepung Mekah dan melempari Ka’bah serta membakarnya ketika penduduk  Mekah yang berada di bawah kepemimpinan Abdullah bin Zubair dianggap membokongnya sehingga Ka’bah terbakar, dan pengepungan itu baru dihentikan ketika mereka  mendengar Yazid I meninggal dunia (Tahun 683).[65] 
Setelah Yazid I meninggal dunia, putranya Muawiyah II diangkat oleh penduduk  Suriah sebagai Khalifah, tetapi  ia memerintah 40 hari saja, ia mengundurkan diri karena alasan kesehatan; dan 3 bulan kemudian Marwan I sepupu jauhnya dari Yazid I dibaiat menggantikan Mu’awiyah II dengan kesepakatan pemangku jabatan Khalifah berikutnya adalah Khalid bin Yazid,   setelah itu Amir bin Sa’id bin As sepupu Marwan II.[66]  Tetapi kesepakatan tersebut dilanggar oleh Marwan I, sebab sebelum ia meninggal ia telah mengangkat dua pasang untuk menggantikan posisinya, sehingga hal ini menimbulkan pertentangan dan pemberontakkan.  Tetapi Marwan telah menumpas para pemberontak itu dengan keras dan kejam.
Setelah Marwan I meninggal kepemimpinan dilanjutkan oleh putranya, Abdul Malik bin Marwan, dan setelah ia wafat ia menunjuk kedua putranya untuk menggantikannya, yaitu Al Walid I dan Sulaeman setelah Abdul Malik meninggal posisi khalifah digantikan oleh Al Walid I.  Dan masa pemerintahan Al Walid I disebut oleh para penganut politik sebagai puncak kejayaan dan masa keemasan pemerintahan Dinasti Umayyah, selain situasi politik dalam negeri relatif terkendali, ia pun berhasil memperluas wilayah kekuasaan Islam dengan melakukan ekspansi-ekspansi kebeberapa daerah sampai ke Spanyol di sebelah Barat dan Sind (India)  disebelah Timur.[67] 
Setelah Al Walid I wafat,  kepemimpinan jatuh ketangan Sulaeman bin Abdul Malik,   adik dari Al Walid I.  Sebelum Sulaeman wafat ia telah menunjuk Umar bin Abdul Azis sepupunya.  Umar bin Abdu,  Azis, dengan gelar Umar II dilantik sebagai khalifah pada tahun 99H/717M.  Ia dikenal karena kesederhanaannya dan keadilannya, sehingga pada masa itu dikatakan banyak umat non Islam berbondong-bondong masuk Islam, termasuk dari umat kristiani, sebab Jizyah atau pajak keamanan akan dibebaskan dari setiap umat Kristen jika ia masuk Islam.[68]  
Umar II menghentikan peperangan atau kekuatan militer serta kekerasan untuk mengislamkan orang-orang non Islam, tetapi sebagai gantinya, ia mulai menggunakan dakwah dengan cara bijak dan persuasif, dan hasilnya Umar II berhasil mengislamkan banyak sekali orang di beberapa wilayah yang telah ditaklukkannya, terutama mereka yang berasal dari kalangan Dhimmi, yaitu warga non Muslim yang berada di Negara Islam dan mendapatkan perlindungan dengan kewajiban membayar Jizyah, pajak perlindungan.  Dan setelah mereka masuk Islam, mereka dibebaskan dari Jizyah.
Setelah Umar II wafat,  jabatan khalifah dilanjutkan oleh Yazid bin Abdul Malik (Yasid II),   ia adalah Khalifah yang gemar minum-minuman keras, pesta, mabuk dan bermain wanita,   ia memerintah hanya selama 4 tahun.  Kemudian jabatan Khalifah dalam Dinasti Umayyah dilanjutkan oleh Hisyam bin Abdul Malik, ia dikenal sebagai Khalifah yang teliti dan cermat.  Pada tahun 122H/745M orang Barbar di Afrika Utara melakukan pemberontakan karena tidak puas dan pajak (Jizyah) sangat tinggi dan pemberontakan semakin meluas meliputi seluruh Afrika Utara dan hal ini dimanfaatkan oleh Mazham Khawarij menjadi gubernur sparatis, tetapi pemberontakan ini akhirnya dapat ditumpas oleh pasukan Suriah.  Setelah Hisyam wafat, jabatan Khalifah dilanjutkan oleh Al-Wahid II sebagai khalifah kesebelas dalam dinasti Umayyah, kemudian Yasid III sebagai Khalifah yang kedua belas, Ibrahim menjadi Khalifah ketiga belas dan Marwan II sebagai Khalifah terakhir dalam Dinasti Umayyah.

6.     Masa Dinasti Abbasiyah
Masa Dinasti Abbasiyah adalah Dinasti yang berkuasa setelah Dinasti Umayyah.  Dinasti ini bertahan lebih dari 5 abad.  Yaitu mulai tahun 750-1258 M dan pernah membawa umat Islam pada masa Kejayaan.  Para sarjana membagi masa kekuasaan Abbasiyah menjadi beberapa periode,   berdasarkan ciri, pola perubahan pemerintahan, struktur sosial polotik dan tahap perkembangan peradaban yang dicapai.  Pembagian itu secara umum adalah sebagai berikut: Periode awal (750-847),  periode lanjutan (847-945),  periode Bawaihi (945-1055) dan periode Seljuk (1055-1258).[69]
Setelah berkuasa selama kurang lebih 89 tahun, akhiranya dinasti Umayyah runtuh.  Banyak ahli memperkirakan keruntuhan Dinasti ini disebabkan beberapa hal, diantaranya: adanya kelompok yang tidak menyukai pemerintahan Dinasti Umayyah, mereka menganggap dinasti ini tidak sah, sebab yang seharunya menduduki jabatan khalifah adalah keturunan-keturunan Muhammad.   Ada juga yang mengatakan bahwa system pemerintahan Umayyah telah menyimpang dari ajaran Islam.
Syiah mendukung penuh gerakan anti Umayyah ini, sebab Syiah didirikan oleh orang-orang yang mendukung dan setia kepada khalifah Ali bin Abi Thalib.  Abu Abas adalah orang yang dinobatkan menjadi khalifah pertama dari Dinasti Abbasiyah (750-754).  Setelah Abas meninggal, jabatan khalifah dipegang oleh Abu Ja’far (754-775), sejak pemerintahanAbas inilah dinasti Umayyah betul-betul telah runtuh.  Khalifah Abas tidak hanya mengeksekusi keluarga khalifah dari dinasti Umayyah, tetapi di juga meratakan makam-makam para khalifah dari dinasti itu.[70] 

a.      Periode awal (750-847)
Jika dihitung mulai dari Abu Abas as, Saffah sampai dengan al-wasiq ada sepuluh khalifah yang memerintah pada periode awal ini, yaitu: As Saffah (750-754), Al Mansur (754-775),  Al-Mahdi (775-785), Al-Hadi (785-786), Harun ar Rasyid (786-809), Al Amin (809),   Al-mamun (813-833), Ibrahim (817), Al Mustaqim (833-842), Al-Wasiq (842-847).[71]
Pemerintahan dinasti Umayyah nampak sangat sukuisme, yaitu Arab sentries, tetapi pemerintahan dinasti Abbasiyah mulai mengikut sertakan muslim non Arab dalam pemerintahnnya, diantaranya adalah tokoh-tokoh dari Persia dan Turki.  Sistim pemerintahan dinasti Abbasiyah pada saat itu adalah sentralisasi kekuasaan pada khalifah dan pusat.
Dan untuk menghindari ancaman terhadap khalifah dari sisa-sisa pengikut  dinasti Umayyah maka pusat pemerintahan dipindahkan ke Bagdad, yaitu wilayah Irak.[72] 
Nur Ahmad Fadil Lubis  menyatakan bahwa dalam pemerintahan dinasti Abbasiyah periode awal banyak melibatkan orang-orang Kristen, bahkan dikatakan orang-orang Kristen memainkan peran penting, tetapi mereka didampingi bahkan disaingi oleh orang-orang Islam dari Iran, itulah sebabnya dikemudian hari orang-orang Iran memegang peranan yang penting dalam pemerintahan Abbasiyah[73]  Sementara itu keturuanan dinasti Umayyah diburu,   dan dipenjarakan,  serta dibunuh.

b.      Periode Lanjutan (847-945)
Periode lanjutan dimulai dengan meninggalnya Al Wasiq dan berakhir ketika keluarga Buwaihi bangkit memerintah sebagai khalifah (847-932).  Dalam periode ini ada tiga belas khalifah, mulai dari Al- Mutawakkil (847-861), Al- Muntawasit (861-862), Al- Mustaqim (862-866), Al- Mutazz (866-869), Al- Muhtadi (869-870), Al- Mu’tamid (870-892),   Al’Mu’tadid (892-902), Al-Muktafi (902-908), Al- Muqtadir (908-932), Al-Qabiar (932-934),   Al- Radi (934-940), Al-Muttaqir (940-944), Al-Mutakfi (944-946).[74]
Masa periode ini ditandai dengan bangkitnya pengaruh Turki, orang-orang Turki memegang jabatan tinggi dalam pemerintahannya.  Periode ini juga ditandai dengan adanya persaingan di antara kekuasaan militer Bagdad dan Somarra, bahkan persaingan antar kelompok.  Pemerintahan para khalifah sangat singkat, sehingga mereka tidak sempat menanamkan pengaruh kepada para Gubernur dan militer.  Kekuasaan Gubernur semakin besar dan akibatnya mulai terjadi banyak penyalahgunaan wewenang oleh para pejabat.  Akibatnya banyak terjadi pemberontakan, maka mulailah terjadi perpecahan dalam tubuh Islam, dan beberapa daerah mulai  memisahkan diri dari dinasti Abbasiyah seperti Afrika Utara, Persia dan Spanyol.[75] 

c.       Periode Buwaihi (945-1055)
Periode ini dimulai dengan masuknya kelompok Buwaihi dan berakhir pada masa bangkitnya Bani Seljuk.  Jika periode sebelumnya yaitu periode lanjutan (847-945M). Ekspansi kekuasaan Islam untuk memperluas wilayah kekuasaan mereka agak berkurang, dan  pada masa dinasti Buwaihi ini, ekspensi Islam tidak jauh berbeda, tetapi jika ada ekspansi keluar sering dilakukan  oleh para gubernur atau pemimpin wilayah atau provinsi.  Jadi jarang atas nama pemerintah pusat atau khalifah, sehingga secara otomatis ketika provinsi tersebut berhasil meyakinkan atau merebut wilayah kekuasaannya atau masuk wilayah provensinya.  Dan pada masa dinasti ini juga terjadinya disintegrasi semakin terasa.  Mereka telah membagi-bagi wilayah taklukan muslim, diantaranya: Dinasti Buwaihi di Persia (932-1055), Dinasti Samariyah di Khurasan (874-965), Handaniah di Suriah (924-1003), Umayyah di Spanyol (756-1030),   Fatimiah di Mesir (969-1171) dan Gasawi di Afganistan (962-1187).[76] Pada masa dominasi Dinasti Buwaihi ini terdapat lima khalifah dan 11 panglima besar yang menjadi kepala pemerintahan.  Dan pada masa itu jabatan khalifah hanya menjadi symbol kebesaran dan kekuasaan saja. Orang-orang Buwaihi adalah pengikut Syiah.[77]

d.      Periode Seljuk (1055-1258)
Periode ini dimulai ketika suku Seljuk mengambil alih pemerintahan dan mengontrol para khalifah Abasiyyah. Masa pemerintahan Seljuk tahun 1055 dan berakhir pada tahun 1258 ketika tentara Mongol menyerang serta menaklukan Baghdad dan hampir seluruh dunia Islam, terutama bagian Timur.[78] 
Suku Seljuk adalah keturunan Seljuk bin Yakak seorang pemimpin konfederasi suku Turki.  Dan ia merupakan penguasa suku-suku Oqhuz di Turki.  Karir militer suku Seljuk sangat baik, itulah sebabnya mereka cepat menduduki posisi-posisi penting dalam militer kekhalifahan Islam, dan akhirnya mereka mengambil tempat pimpinan militer dan selama mereka menjadi panglima besar, khalifah berada di bawah pengaruh mereka.  Merekalah yang menjalankan urusan pemerintahan sehari-hari dan khalifah hanya mengurusi dan memiliki wewenang dalam bidang agama saja.
Pada masa Seljuk ini ada dua belas khalifah yang naik tahkta dan pada masa khalifah yang terakhir dari dinasti Seljuk Abasiyyah, tentara Mongol menghancurkan mereka
Selama akhir abad ke – 9 dan 10, sejumlah Dinasti Muslim muncul menguasai berbagai wilayah di Afrika Utara, Suriah, dan Iran.  Di Timur, Dinasti Buwaihi menguasai Iran Barat dan Irak (945 – 1055), dinasti Samaniyah berkuasa di Iran Timur serta Transoksania (hingga 999), dan dinasti Gaznawi di Afganistan dan Khurasan (hingga 1040).   Dinasti – dinasti ini mendorong timbulnya kerajaan-kerajaan Nomad.   Dengan melemahnya dinasti Abbasiyah,   tapal batas menjadi terbuka untuk masuknya suku-suku Nomad dari Asia Tengah.   Pada abad ke- 10, suku Qarakhanid menyerang dan menguasai Transoksania.  Abad berikutnya suku Seljuk merampas Iran dan Anatolia.  Suku Ghuzz dan Naiman juga mengikuti pada abad ke-12 hingga akhirnya suku Mongol menguasai sebagian besar wilayah ini pada abad ke-13.
Baghdad ditaklukkan pada tahun 945 oleh dinasti Persia yang beraliran Syiah bernama Dinasti Buwaihi.  Orang-orang Abbasiyah kemudian tidak mampu menjadi tuan di rumahnya sendiri.  Melemahnya kekuasaan Abbasiyah digantikan oleh berbagai tipe kepemimpinan politik yang mempertahankan bahkan memperluas kekuatan kolektif dunia Islam.  Akan tetapi, Dinasti Abbasiyah kemudian runtuh dengan adanya pukulan hebat dari bangsa Mongol.
Orang Mongol, yang terdiri dari kelompok-kelompok klan yang berdiri sendiri,   pada awalnya hidup didataran tinggi disebelah utara Gurun Gobi.  Sesekali mereka menyerang Cina atau menjarah Kafilah yang menyusuri jalur sutera yang menghubungkan Cina, India, dan Persia.  Sebagian besar bangsa Mongol tidak terpengaruh oleh peradaban dan agama yang mengelilingi mereka.  Mereka memeluk agama nenek moyang dan menyembah dewa mereka, Tengri (Si Langit Biru yang Kekal).   Akan tetapi pada akhir abad ke-12, seorang pemimpin yang bernama Jengiz Khan berhasil menyatukan suku-suku Mongol Tengah menjadi sebuah konfederasi yang kuat.  Ia memulai memimpin penyerangan ke daerah-daerah utara Cina,   kemudian berpaling kearah Asia Tengah untuk menjawab permintaan bantuan dari beberapa suku Turki yang sedang berjuang melawan konfederasi Mongol, yang dipimpin oleh Kara-Khitay.[79]
Setelah berhasil menyatukan seluruh suku Mongol, Jengiz Khan menghadapi Sultan Muhammad yang memimpin orang-orang Turki.  Sultan Muhammad adalah seorang Sultan yang ambisius dan pada awalnya menganggap remeh kekuatan Jengiz Khan.  Sejak tahun 1218 hingga 1221,   orang-orang Mongol menghantam basis kekuatan Sultan Muhammad, menghancurkan pemukiman dan meruntuhkan kota di Transoksania, Khawarizmi, dan Khurasan.  Bencana yang ditimbulkan invasi Mongol ini sangat besar.  Mereka, misalnya membunuh 700.000 penduduk kota Marw, membobolkan bendungan dekat Gurganj hingga seluruh penduduk kota tersebut mati tenggelam, menuangkan emas yang mengalir panas ke tenggorokan gubernurnya, membawa ribuan pengrajin muslim ke Mongolia sebagai budak meskipun sebagian besar mati diperjalanan.  Hal ini merupakan bagian dari strategi perang mereka, yakni menanamkan trauma dan rasa takut serta menjatuhkan mental hingga musuhnya tidak berani melawan.[80]
Kematian Jengiz Khan tahun 1227 memberikan kesempatan bagi umat Islam untuk bernapas karena para penggantinnya lebih menunjukan invasi mereka ke Cina, Rusia, dan Eropa Timur.  Dari sinilah angkatan perang Mongol mengancam kerajaan-kerajaan Kristen di pegunungan Kaukasus dan wilayah Islam di Irak dan Anatolia.  Salah satu akibat dari serangan mereka adalah kalahnya orang-orang Seljuk pada tahun 1243.  Mongol membuat mereka menjadi negeri-negeri boneka di bawah kekuasaan mereka dan membiarkan suku-suku Turki memecah-belah Anatolia menjadi kerajaan-kerajaan kecil.  Akibat lain adalah persekutuan yang agak aneh tetapi cukup bertahan lama antara orang-orang Mongol dengan kerajaan Armenia (yang sebelumnya mendukung pihak tentara Salib melawan Islam).  Persekutuan ini membuat orang Eropa berfikir bahwa persekutuan yang lebih besar antara Mongol dari Timur dan Kristen dari Barat akan bisa membuat dunia Islam porak-poranda. Tetapi orang-orang Mongol tidak perlu menunggu bantuan tersebut.  Pada tahun 1256, cucu Jengiz Khan, Hulagu Khan,   memperbarui serangan ke pusat pemerintahan Islam.  Meskipun Hulagu Khan menganut agama tradisi Mongol, permaisurinya adalah penganut Kristen Nestorian yang mungkin mempengaruhi Hulagu Khan untuk membenci Islam.  Selanjutnya, klaim Khalifah Abbasiyah sebagai pemimpin seluruh umat Islam tentu telah menyinggung kewibawaan Hulagu Khan.[81]
Balatentara Mongol menyeberangi Pegunungan Zagros dan memasuki negeri Irak.  Tentara khalifah berusaha bertahan dengan sekuat tenaga, akan tetapi setelah berhasil menghancurkan sebuah bendungan, pasukan Mongol berhasil memorak-porandakan kamp pertahanan tentara Islam.  Tentara Hulagu Khan bergerak maju menghujani kota Baghdad dengan batu yang dilemparkan dengan alat khusus hingga Khalifah dan para pengikutnya menyerah kalah pada bulan Februri 1258.  Setelah itu, balatentara Mongol menghancurkan kota, membakar sekolah dan perpustakaan, merubuhkan masjid dan istana, dan membunuh lebih satu juta orang Islam.
Adapun orang Kristen dan Yahudi dibiarkan.  Seluruh keluarga kafilah di gulung dalam karpet dan dibiarkan di injak-injak kuda para tentara.   Air sungai berubah warna akibat darah manusia dan tinta buku.  Mayat bergelimpangan di seluruh penjuru kota.  Bau tersebar ke seluruh pelosok  hingga menjadi salah satu alasan balatentara Mongol berangkat meninggalkan Baghdad.  Baghdad hancur luluh dan pasukan Mongol pergi dengan  membawa sebanyak mungkin harta rampasan perang.  Ini adalah tragedi peradaban dan kemanusiaan Dinasti Abbasiyah, sebuah Dinasti yang pernah mencapai zaman keemasannya.[82]




e.       Perpecahan Islam
Masyarakat Islam pada zaman Muhammad, al-Khulafa ar-Rasidun, Dinasti Umayyah dan periode awal dinasti Abbasiyah ditandai dengan utuhnya kekuasaan dan masyarakat Islam ditangan seorang khalifah.  Tetapi sejak abad ke 4H / 10 M, ketika wilayah kekuasaan Islam semakin meluas dan tidaklah memungkinkan seorang khalifah dapat memerintah dengan efektif,  maka para khalifah mulai menunjuk para wakil, yaitu gubernur atau Amir di beberapa wilayah Islam, tetapi ketika kekuasaan mereka semakin besar, mereka mulai meninggalkan para khalifah dan menegakkan pemerintahan sendiri-sendiri, tetapi sekalipun  sebagian gubernur bertindak demikian, tetapi sebagian diantara mereka masih mengakui kekuasaan khalifah berada di atas mereka.
Perpecahan kekuasaan yang terjadi pada saat itu tidak hanya berdampak pada pemerintah pusat, yaitu pemerintahan Khalifah, dimana kekuasaan pusat yang mengontrol dan mempersatukan keutuhan wilayah-wilayah, menjadi lemah dan memudar, tetapi juga dikemudian hari  para pemimpin wilayah atau gubernur yang kuat akan menguasai wilayah-wilayah dengan pemimpinnya yang lemah.  Selain itu  juga akan memicu  peperangan diantara umat Islam sendiri.
Selain pecahnya kekuasaan dan wilayah Islam, masyarakat Islam juga terpecah ke dalam beberapa aliran.  Keagaman dalam Islam, diantaranya: Aliran Syiah mulai menampakkan kembali keberadaan dan jati dirinya setelah sekian lama mereka berdiam diri dan terkesan menyembunyikan diri,   karena takut terhadap para penguasa “lawan politik mereka”.  Tetapi setelah abad 10 M, Syiah bukan hanya muncul tetapi ia mulai berkiprah dalam dunia politik dan tercatat dalam sejarah dinasti Fatimiah dan Dinasti Zaidine memerintah atas nama Syiah, sedangkan Dinasti Buwaihi dan Handani mendukung perkembangan Syiah.  Dan pada abad 11 Masehi,  Syiah pun mulai bangkit,  Hal ini ditandai dengan munculnya kekuatan dinasti Gaznawi dan dinasti Seljak.
Perpecahan kekuasaan Islam sebenarnya bukan sesuatu yang terjadi secara tiba-tiba,   tetapi sebenarnya perpecahan itu sendiri mulai nampak ketika Muhammad wafat.  Beberapa sumber mengatakan bahwa sebelum jenasah Muhammad dimakamkan sudah terjadi perdebatan tentang siapa yang akan menggantikan Muhammad. Dikatakan paling tidak ada dua kubu, yaitu kubu Abu Bakar, Aisyah dan Umar dengan kubu Ali dan Fatimah.  Orang-orang Syiah mengatakan bahwa Ali bin Abi Thalib,  khalifah yang pertama dan yang sah,[83]  sebagai pengganti Muhammad.  Munculnya berbagai sekte atau aliran dalam Islam sebenarnya terjadi seiring dengan munculnya perpecahan karena adanya perebutan kekuasaan dalam tubuh Islam

7.     Perjumpaan Politik
Pada tahun 380 M  Kaisar Romawi, Theodosius telah menjadikan kekristenan sebagai agama Negara, dan sejak saat itu  kekristenan telah tersebar dengan sangat cepat.   Pada saat Muhammad meninggal pada tahun 632, Ia telah memimpin 27 kali peperangan dan masih merencanakan 39 kali peperangan lainnya.[84]  Dan pada saat itu ia telah menaklukkan seluruh Jazirah Arab kepada dirinya dan juga kepada agama Islam.[85]   Dan setelah Muhammad wafat,   di bawah kepemimpinan khalifah Abu Bakar Sidiq, tentara Islam berani mengobarkan perang terhadap dua kekuatan adidaya, yaitu Persia dan Byzantin, bahkan beberapa saat setelah selesai pemakaman Muhammad, di bawah pemerintahan Abu Bakar tentara Islam telah mengempung dan menaklukan Syam.
Pada tahun 600 M kekaisaran Romawi Timur atau Byzantium yang meliputi Eropa Tenggara (wilayah Balkan), Asia kecil, Syria, Palestina, Mesir dan Afrika Utara.  Pada saat itu telah menganut agama Kristen.  Jadi pada saat Muhammad dan para khalifah serta semua pengganti mereka menyerang dan menaklukan  daerah-daerah tersebut, berarti mereka telah menyerang umat Kristen dan daerah kantong-kantong Kristen.  Dan juga Persia yang walaupun agama resminya adalah Zoroaster, pada abad VI telah menjadi pusat perkembangan Gereja Nestorian.  Dan pada abad VII M,    sebagian penduduk Mekah dan Jazirah Arab sudah mengenal dan memeluk agama Kristen.  Sehubungan dengan hal ini, Th van den End berkeyakinan bahwa  di Semenanjung Arabia terdapat kelompok besar orang Yahudi, di kota-kota Arabia Barat dan Selatan.  Agama Kristen tersebar dimana-mana.  Di gurun-gurun terdapat banyak Biara dan Biarawan.  Di Arabia Utara beberapa suku telah memeluk agama Kristen. Di Hejaz dan Yaman jumlah orang Kristen sangat besar dan telah memiliki Uskup yang berkedudukan di Yaman.[86]  Ketika Muhammad menaklukkan Jazirah Arab pada dirinya.  Berarti  dia telah mengislamkan penduduk dan Masyarakat yang beragama Kristen juga.
Pada pertengahan Abad VII sampai Abad XI ketika kekuasaan Islam telah mencapai Afrika Utara dan Sipayak, berarti banyak suku bangsa yang beragama Kristen, daerah-daerah Kristen dan negeri-negeri yang penduduknya beragama Kristen telah ditaklukkan dan dikuasai tentara Islam dan sebagian besar dari mereka telah di Islamkan.  Dan hanya sebagian kecil saja dari orang-orang  Kristen di Wilayah tersebut yang masih mempertahankan iman mereka walaupun harus hidup di dalam tahanan yang berat dari pemerintahan Islam dan harus membayar upeti (Jizya) untuk hidup mereka.
Selama kurang lebih 450 tahun Muhammad dan para pengikutnya telah mengislamkan sejumlah besar orang Kristen, menaklukkan dan menduduki negeri mereka,   dan telah membunuh orang Kristen dalam jumlah yang tidak terhitung.  Dan telah menyebabkan sejumlah besar anak-anak Kristen menjadi yatim piatu karena kematian bapak dan ibu mereka atau kedua-duanya, dan telah menyebabkan sejumlah wanita Kristen menjadi janda karena kematian suami mereka yang disebabkan keganasan tentara Islam dalam  ekpansinya ke daerah-daerah Kristen dan daerah-daerah yang berpenduduk Kristen.
Di bawah pemerintahan Khalifah Umar bin Khatab, tentara Islam telah merebut Yerusalem,   kota yang dianggap suci oleh orang Kristen dan Yahudi pada tahun 637.  Dan Anthiokia pada tahun 638.[87]   Pada tahun 697 Karthago, ibu kota provinsi Afrika jatuh ketangan tentara Islam.  Dan tahun 711 Magrib separuh di duduki Islam.  Pada tahun yang sama Islam menerobos Asia Kecil, kemudian mengepung Konstantinopel, ibu kota Romawi Timur.[88] 
Sampai abad VIII daerah-daerah Kristen yang belum diduduki Islam hanyalah Yunani, Italia, Prancis dan Inggris.  Tetapi pada tahun 846 Tentara Islam berhasil merebut kota Roma dan menjarah Gereja Santo Petrus, yang merupakan Gereja pusat kekristenan Barat pada saat itu.  Perbuatan-perbuatan tentara Islam yang dianggap biadab  pada saat itu menyebabkan mereka sangat dibenci.  Bijlefeld, dalam bukunya De Islam  berkata bahwa orang-orang  Eropa menyebut mereka sebagai orang-orang Saracen artinya orang-orang kafir atau penjahat-penjahat.[89]
Istilah jihad dipakai dalam Qur’an.  Kata kerja dari Jihad adalah “Jahada” artinya berusaha.  Kata kerja ini sering dipakai dalam kaitan “Jahada fisabillilah” artinya berusaha di jalan Allah[90]   Para Ulama Islam telah membagi dan membedakan jihad dalam empat kategoris; berusaha dengan hati,   dengan tekad, dengan tangan dan dengan pedang.  Cara yang pertama adalah berjuang melawan iblis dan godaannya.  Jihad yang kedua dan ketiga adalah membela kebenaran dan memberantas kebatilan.  Dan jihad yang keempat adalah mengorbankan harta benda dan hidup mereka dalam peperangan dan untuk mengabarkan nama Allah.[91]  Jika dengan cara-cara damai mereka gagal mencapai tujuan,   mereka akan menggunakan pedang untuk menewaskan bangsa-bangsa, daerah-daerah yang tidak mau menyerah. Biasanya mereka memberikan waktu tiga hari untuk menyerah dan jika lawan tidak mau menghiraukan himbauan itu, maka mereka akan menyerang.  Orang-orang Arab pada saat itu melakukan enspansi dengan didorong masalah ekonomi dan rangsangan agama mereka.
Pada abad VII sampai XI,  luas wilayah umat Kristen berkurang banyak karena adanya ekspansi,  pendudukkan dan penaklukkan Islam ke daerah-daerah Kristen, oleh tentara Islam, di antaranya Afrika dan Spanyol.   Pada masa pendudukan Islam dan penjajahan Arab kondisi Gereja sangat memprihatinkan,   pemimpin-pemimpin Gereja seperti Paus dan Uskup lebih tertarik pada hal-hal dunia, korupsi dalam Gereja merajalela, dan tingkat pendidikan para pemimpin dan pelayan Gereja sangat rendah.[92]  Tetapi kemudian paus-paus yang baik mulai bangkit dan mengadakan pembaharuan dalam Gereja, demikian juga beberapa tokoh Kristen Jerman dan para biarawan dari Cluny di Perancis Timur.[93] 

8.     PERJUMPAAN MILITER
a.      Era Perang Salib
Gereja mulai kurang peka terhadap kekerasan yang terjadi pada saat itu,   bahkan pemimpin-pemimpin Gereja mulai menggunakan kekerasan dengan mengatas namakan Gereja.  Mereka memegang peraturan Agustinus ketika meminta Negara untuk menggunakan kekerasan untuk menaklukkan kaum musyrik, mereka mengartikan Lukas 13:23 secara harapiah sehingga pada abad-abad terakhirnya tepatnya abad IX pemimpin Gereja Paus Leo IV, setelah Gereja di Roma direbut oleh orang-orang Arab menyatakan bahwa setiap orang yang gugur dalam mempertahankan gerejanya akan memperoleh pahala di surga.  Beberapa tahun kemudian Paus Yohanes VIII (872-882) memberi gelar “Martyr” kepada orang-orang yang gugur dalam perang Salib.  Dikatakan bahwa gugurnya mereka telah menghapus dosa mereka.[94] Pada pertengahan abad XI orang-orang Kristen mulai memegang statemen-statemen tersebut terutama dalam memerangi kelompok-kelompok atau orang-orang yang memusuhi Gereja.  Yaitu orang-orang Islam dan Negara Islam yang menjajah Spanyol selama berabad-abad.
Paus Alexander II menjanjikan penghapusan siksa dalam neraka bagi setiap orang yang mau berjuang untuk membebaskan Spanyol dari penjajahan Negara Islam.  Dan beberapa puluh tahun kemudian,   sebagian dari wilayah Spanyol dapat dibebaskan dari Islam.[95]   Tetapi Tidak semua pemimpin Gereja seperti Paus Leo IV, Paus Yohanes VIII dan Paus Alexander II; diantaranya  adalah Patriach Konstantinopel, ketika Kaisar Nikephorus Phokas tahun 970 meminta dia untuk mengeluarkan pernyataan bahwa prajurit-prajurit yang gugur dalam peperangan untuk membebaskan Syria dan Palestina dari pendudukan Islam akan menjadi martyr dan masuk surga,  tetapi sang Patriach menolak permintaan tersebut.[96]  Pada tahun 1071 tentara Islam menghancurkan tentara Byzantium lalu ia mengambil alih seluruh wilayah Asia dari kekuasaan Byzantium,   akibatnya orang-orang Barat yang hendak berziarah ke Yerusalem sering mengalami gangguan dan penganiayaan dari tentara Islam, itulah sebabnya Byzantium mengutus duta-dutanya untuk menyampaikan pesannya dan meminta bantuan kepada pemimpin Gereja Eropa Barat.
Pada tahun 1095 Paus Urbanus mengadakan rapat di Perancis, dan menyerukan agar orang Kristen Barat membantu meringankan penderitaan orang Kristen Timur dan para peziarah ke Tanah Suci.  Ia menyerukan agar orang-orang Kristen melancarkan Perang Suci untuk membebaskan tempat-tempat Suci.   Mendengar pidato Paus Urbanus yang berkharisma, maka pada saat itu bangkitlah semangat masyarakat Eropa Barat untuk membantu orang-orang Kristen Timur dan untuk membebaskan Yerusalem, dan mereka berjanji untuk segera menggalang kekuatan dan segera berangkat menuju Yerusalem.  Beberapa orang raja dari Eropa ikut serta dalam rombongan tentara yang besar itu.  Tentara Salib dari Eropa harus berjalan sekitar 5000 Kilometer dengan menunggang kuda atau berjalan kaki di daerah yang tidak mereka kenal sebelumnya, sehingga diperkirakan banyak sekali tentara yang mati dalam perjalanan pada saat itu.  Tempat perhentian pertama Long March yang begitu besar dan begitu jauh adalah Konstantinopel.[97] 
Di situ ternyata jauh sekali perbedaan antara orang-orang Kristen Romawi Timur dengan orang Kristen Eropa Barat yang berasal dari Romawi bagian Barat dahulunya, yang telah memisahkan diri berabad-abad sebelumnya. Watak mereka sangat kasar dan kelihatannya kurang beradab,   mereka merampoki rumah-rumah penduduk yang berada di luar tembok,   merampas timah hitam di atas Gereja.[98]   Bahkan orang-orang Byzantium terkejut ketika melihat tentara Barat membuat kerusuhan di kota Konstaninopel pada hari Jumat Agung.  Kelihatannya ada banyak persamaan antara tentara “Salib” dari Eropa Barat dengan tentara Turki yang berkuasa pada saat itu.[99]   Tetapi tidak semua tentara Salib dari Eropa Barat itu kejam dan kurang beradab, mereka yang telah bertobat biasanya hidup lebih santun dan toleransi.
G.E. von Grunebaum dalam bukunya Medieval Islam,  halaman 53 sebagaimana dikutip Van den End berkata:   Perang-perang salib bukanlah perang Gereja Kristen  melawan Islam,   tetapi perang antara orang-orang Kristen Barat yang masih kurang beradab melawan tentara Islam.  Sebagaimana kekejaman tindakan orang-orang Turki tidak berasal dari keislaman mereka,   begitu juga kekejaman orang-orang Eropa Barat yang beragama Kristen tidaklah bersumber pada agama Kristen.[100]
Peperangan yang dilakukan tentara Salib di Asia Kecil berhasil memukul kalah tentara Islam Turki.  Sehingga Byzantium berhasil merebut kembali sebagian dari wilayah mereka yang telah direbut dan diduduki oleh Islam.  Setelah melakukan perjalanan selama tiga tahun dan juga sejumlah peperangan akhiranya tentara Salib dari Eropa sampai ke Yerusalem pada tanggal 7 Juli 1099 mereka memasuki kota Yerusalem, tetapi mereka dihadang oleh tentara dan penduduk yang ada di kota,   yang sebagian adalah Kristen dan Yahudi, dan banyak diantara penduduk dan tentara yang terbunuh dalam penghadangan tersebut.[101]
Tentara Salib yang tinggal di Yerusalem untuk waktu yang agak lama,   mereka segera bisa menyesuaikan diri dengan tetangga Arab mereka, bahkan diceritakan Raja Yerusalem pertama adalah Baldwin, ia seorang bangsawan dari Eropa, salah seorang dari rombongan tentara Salib yang datang untuk pertama kalinya.  Dikatakan ia mengganti pakaiananya dengan pakaian ketimuran dan membiarkan jenggotnya panjang, dan makan sambil duduk di atas permadani di lantai.  Maka kalau dikemudian hari tumbuh permasalahan, hal itu sering disebabkan oleh setiap fanatisme pendatang-pendatang baru dari Eropa Barat.  Raja-raja Kristen mengadakan persekutuan dengan Negara-negara Islam. 
Sekitar tahun 1100-1144 wilayah Islam terpecah-pecah sehingga mereka tidak bisa menahan serangan tentara Salib, sehingga sebagian wilayah yang telah diduduki orang Islam bisa direbut kembali.  Tetapi perang salib besar pada tahun 1147 telah memberikan kemenangan kepada pihak Islam.  Dan perang Salib 1187 merupakan kekalahan yang cukup berarti bagi tentara Salib, sehingga mereka dipukul mundur oleh tentara Islam divbawah kepemimpinan Sultan Saladin, dan Yerusalem jatuh kembali ketangan Islam dan juga Mesir.  Tetapi tahun 1229-1244 Yerusalem sempat direbut kembali oleh orang-orang Kristen, tetapi tahun1291 benteng Kristen terakhir Syiria, Palestina dan Acra direbut oleh orang-orang Islam Mesir.
Perjumpaan umat Kristen dengan umat Islam di bidang politik dan militer, lebih banyak  negatifnya, dibandingkan positifnya,  sering terjadi perang terbuka diantara kedua kelompok umat beragama itu.  Perang Salib I, pihak Kristen berhasil  mempertahankan Byzantium dari serangan Islam Turki, bahkan orang-orang Kristen mempersatukan kembali sebagian wilayahnya yang telah diduduki sekian lama oleh tentara Islam.  Tetapi perang Salib juga sempat terjadi antara orang-orang Kristen Eropa Barat dengan orang-orang Kristen Timur atau Byzantium,  dan Byzantium di kalahkan, sehingga tentara Salib pernah menobatkan seorang Perancis sebagai Kaisar  Romawi Timur.  Pada tahun 1267 Yunani berhasil merebut kembali kekuasaan Byzantium dari tentara Salib,  tetapi kondisinya sudah sangat lemah, sehingga ketika kesultanan Turki dengan kekuatannya menyerang Byzantium, mereka tidak mampu bertahan.[102]

b.      Dampak Perang Salib
Perang Salib dari segi  rohani sangat merugikan umat Kristen dan martabat agama Kristen.  Salib yang dimengarti  umat Kristen mengajarkan cinta kasih dan hidup damai, tetapi pada saat itu harus dipakai sebagai kedok atau topeng untuk melegalkan peperangan,   serta untuk merekrut  tentara dan sukarelawan sebanyak mungkin.  Untuk
 dimasukkan ke dalam pertempuran yang berkaitan dengan agama demi mengejar ambisi, ekonomi, dan untuk mendapatkan wilayah-wilayah baru atau negara tertentu.
Kelakuan dan tindakan orang-orang Kristen  dari Eropa Barat terhadap orang Islam di Austria,   Yerusalem tahun 1099  dan  Alexandaria tahun 1365 telah meninggalkan luka yang dalam bagi umat Islam pada masa itu dan juga masa-masa sesudahnya.  Dan ketika orang Islam melakukan serangan balasan, yang paling menderita adalah kekaisaran Romawi Timur, sebab orang-orang Eropa Barat ketika mereka terdesak mereka dapat pulang ke negerinya, sementara kekaisaran Romawi Timur atau Byzantium dengan ibu kotanya konstantinopel menjadi sasaran amuk dan bulan-bulanan tentara Islam, sehingga menyebabkan puluhan kota dan ratusan desa rusak sebagai akibat peperangan yang berlangsung selama 200 tahun itu.  Ratusan ribu orang dari kedua belah pihak mati, sebagai korban atau tumbal dari sebuah ambisi dan sikap arogansi dari pihak-pihak yang berperang.  Lebih dari itu  justru daerah-daerah Kristen  seperti Siria yang paling menderita.  Dan perang Salib juga telah menjadikan sikap penguasa Muslim dan juga sebagian umat muslim sesudah perang salib itu tidak begitu toleran lagi terhadap umat Kristen.[103]   Ketika orang-orang Mamluk bangkit memerintah pada awal abad 14, mereka memerintah dengan sikap anti Kristen.  Sehingga orang-orang Kristen Nestorian, Koptik,    Yakobit dan Ortodoks Yunani Timur menjadi korban.  Th. van den End melaporkan jumlah anggota jemaat mereka menurun dengan sangat tajam, dan hal ini diperburuk dengan adanya perpecahan antara Gereja Barat dengan  Gereja Timur, yaitu Gereja Ortodoks Yunani.[104]
Dengan demikian benarlah penilaian Runciman tentang perang Salib terutama dari pihak Kristen: Banyak keberanian, tetapi kurang kehormatan, banyak pengabdian tetapi kurang pengertian.  Cita-cita yang mulia tercemar oleh kekejaman dan kerakusan, semangat berusaha dan ketabahan dinodai oleh kecongkakan yang buta dan picik.  Orang-orang Kristen di Teluk Persia, Anatolia dan Syiria telah menjadi korban bulan-bulanan para prajurit gagah perkasa, mereka yang tidak berdosa telah gugur.  Mereka akhirnya jadi korban penindasan dan perhambaan orang-orang yang memusuhi mereka.[105]   Dan sebaliknya bagi pihak Islam, Perang Salib juga telah meninggalkan luka yang dalam seperti yang dipaparkan Iik Arifin Mansyur Noor.  Perang Salib telah meninggalkan luka sejarah yang tidak mudah pupus bagi umat Islam dalam pandangannya terhadap Barat.[106]

9.     Perjumpaan Biblis Teologis
Agama Yahudi  atau Yudaisme, agama Kristen dan agama Islam sering disebut sebagai agama Tauhid, yaitu agama yang mengaku dan menekankan ke Esaan Tuhan.  Dan ketiga agama ini berasal dari rumpun suku bangsa dan bahasa yang sama yaitu Semit atau Semitik, bahkan ketiga agama ini bersumber dari satu tokoh atau leluhur yang sama yaitu Abraham atau Ibrahim.  Jika agama Yahudi atau Yudaisme  lebih nampak sifat sukuismenya, sehingga  oleh para sarjana Islam sering disebut sebagai agama “khusus” untuk orang-orang Yahudi atau Israel.  Tetapi agama Kristen dan agama Islam sering disebut sebagai agama universal yaitu agama yang memiliki sifat kesejagatan dan agama yang sama-sama missioner dengan daya juang dan daya sebar yang luar biasa, dengan  tingkat keagresipan yang sangat tinggi.  Dan akibatnya hal ini sering menimbulkan persaingan yang ketat diantara umat Kristiani dengan umat Islam.

a.      Perjumpaan Biblis
Kekristenan dalam Perjumpaan Biblis dengan Yudaisme, bukan hanya mengakui dan mengutip kitab agama Yahudi yaitu Tenak (Torah, Nabiim dan Ketubim) tetapi agama Kristen telah  mengadopsi dan menjadikan Tenak secara utuh sebagai bagian dari Alkitab orang Kristen dan itu yang disebut “Perjanjian Lama” atau Old Testament.  Perjanjian Lama atau Old Testament orang Kristen isinya atau kontennya sama persis dengan isi kitab Tenak orang Yahudi.  Sehingga kalau pada suatu saat orang Kristen sedang ziarah ke Yerusalem dan jika ia tidak sempat membawa Perjanjian Lama ia bisa meminjam Tenak orangYahudi.
Orang-orang Yahudi menyatakan bahwa Musa atau nabi Musa adalah pendiri dari agama Yudaisme ini.  Dan Nabi Musa hidup sekitar 1400 tahun sebelum Kristus yang diyakini oleh umat Kristen sebagai pendiri kekristenen, dan itulah sebabnya wajar sekali jika kekristenan mengutip dan menggunakan kitab orang Yahudi sebab ketika kekristenan lahir agama Yahudi sudah ada dan mapan.
Agama Islam adalah agama yang lahir hampir VI abad setelah kekristenen.  Dan itulah sebabnya wajar jika Al-Quran berisi dan mengutip sebagian dari kitab Taurat dan kitab Injil. Tetapi yang terjadi dengan  Islam adalah ia tidak melakukan apa yang telah di lakukan agama Kristen terhadap Perjanjian Lama, yang telah diwahyukan Tuhan sebelumnya, dan menerimanya dengan tanpa keraguan, secara utuh sebagai Firman Tuhan yang tanpa salah, dengan didasari suatu keyakinan bahwa Allah adalah Allah yang konsisten dan Allah yang Maha Bijak, Maha Tahu, Allah yang tidak pernah berubah dan Allah tidak pernah menyesal, seolah-olah Ia manusia, sehingga pada suatu saat Ia harus merevisi FirmanNya karena adanya kesalahan.  Itulah sebabnya dalam Injil Matius 5:17-19 Tuhan Yesus berkata dengan tegas:  Dalam ayat 17,  “Janganlah kamu menyangka, bahwa Aku datang untuk meniadakan Hukum Taurat atau Kitab para Nabi.  Aku datang bukan untuk meniadakan,   melainkan untuk menggenapinya.” ayat 18, “Karena Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya selama belum lenyap langit dan bumi ini, satu iota atau satu titikpun tidak ada yang akan ditiadakan sebelum semuanya terjadi”.  Dan  ayat 19:  “Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah Hukum Taurat sekalipun yang paling kecil dan mengajarkannya demikian kepada orang lain ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Surga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Surga”.
Di dalam Al-Quran memang tercantum nama sejumlah kitab yang tercantum dalam Tenak atau  Perjanjian Lama atau Perjanjian Baru.  Tetapi ternyata banyak sekali yang telah disimpangkan, tidak sama dengan apa yang terdapat di dalam Tenak dan Injil. Tetapi Ironisnya, kemudian umat Islam menuduh dan menyebarkan fitnah bahwa Kitab Suci Orang Yahudi dan Kitab Suci orang Kristen telah dipalsukan atau diselewengkan.  Sehubungan dengan isu ini Robert Morey berkata: Orang muslim berusaha mencegah setiap upaya untuk membandingkan Yesus yang Alkitabiah dengan Muhammad yang Quraniah.  Pencegahan ini dilakukan dengan menuduh bahwa Alkitab telah korup dan salah.[107]   Jadi  menurut Islam, Yesus dalam Perjanjian Baru bukanlah Yesus yang  benar. Dan sehubungan dengan hal di atas, Robert Morey, memaparkan diskusi persahabatan yang telah dilakukannya dengan mahasiswa muslim:[108]
Muslim       : Al-Quran selalu benar dalam segala hal.
Non Muslim: Namun Al-Quran bertentangan dengan Alkitab dalam hal Yesus.
Muslim        : Kalau demikian pasti Alkitab yang salah.
Non Muslim: Bagaimana anda tahu?  Apakah anda punya bukti yang
                      terdokumen?
Muslim        : Saya tidak perlu bukti, sebab saya tahu Alkitab salah.
Non Muslim: Tetapi bagaimana anda mengetahuinya?
Muslim        : Alquran selalu benar dalam segala hal.
 Salah satu contoh adalah tentang kisah Yusuf anak Yakub, moyang Israel, sebab kisah ini termasuk salah satu kisah yang sangat popular di kalangan Yahudi, Kristen dan Islam. Terutama kisah Yusuf dirumah Potifar (Kej 39:1-20) bandingkan dengan surat Yusuf atau Qur’an 12:20-32.
Kejadian 39:1-20
Qur’an 12:20-32
Ayat 1.  Adapun Yusuf telah dibawa ke Mesir; dan Potifar, seorang Mesir, pegawai istana Firaun, kepala pengawal raja, membeli dia dari tangan orang Ismael yang telah membawa dia kesitu
Ayat 2. Tetapi Tuhan menyertai Yusuf,   sehingga ia menjadi orang yang selalu berhasil dalam pekerjaannya; maka tinggallah ia di rumah tuannya orang Mesir itu.
Ayat 3.  Setelah dilihat tuannya, bahwa Yusuf disertai Tuhan dan bahwa Tuhan membuat berhasil segala sesuatu yang dikerjakannya, 
Ayat 4.  Maka Yusuf mendapat kasih tuannya,   dan ia boleh melayani Dia; kepada Yusuf diberikannya kuasa atas rumahnya dan segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf
Ayat 5.  Sejak Ia memberikan kuasa dalam rumahnya dan atas segala miliknya kepada Yusuf, Tuhan memberkati rumah orang Mesir itu karena Yusuf, sehingga berkat Tuhan ada atas segala miliknya, baik di rumah maupun yang di ladang.
Ayat 6.  Segala miliknya diserahkannya pada kekuasaan Yusuf, dan dengan bantuan Yusuf ia tidak usah lagi mengatur apapun selain dari makannya sendiri.  Adapun Yusuf itu manis sikapnya dan elok parasnya
Ayat 7.  Selang beberapa waktu istri tuannya memandang Yusuf dengan berahi, lalu katanya “Marilah tidur dengan aku.”
Ayat 8. Tetapi Yusuf menolak dan berkata kepada istri tuannya itu: “Dengan bantuanku tuanku tidak lagi mengatur apa yang ada di rumah ini dan ia telah menyerahkan segala miliknya pada kekuasaanku, 
Ayat 9.  Bahkan di rumah ini ia tidak lebih besar kuasanya dari padaku, dan tiada yang tidak diserahkannya kepadaku selain dari pada engkau sebab engkau istrinya.  Bagaimanakah mungkin aku melakukan kejahatan yang besar ini dan berbuat dosa terhadap Allah?
Ayat 10.  Walaupun dari hari kehari perempuan itu membujuk Yusuf, Yusuf tidak mendengarkan bujukannya itu untuk tidur disisinya dan bersetubuh dengan dia.
Ayat 11.  Pada suatu hari masuklah Yusuf ke dalam rumah untuk melakukan pekerjaannya,   sedang dari seisi rumah itu seorangpun tidak ada dirumah.
Ayat 12.  Lalu perempuan itu memegang baju Yusuf sambil berkata : “Marilah tidur dengan aku.” Tetapi Yusuf meninggalkan bajunya ditangan perempuan itu dan lari keluar.
Ayat 13 Ketika dilihat perempuan itu bahwa Yusuf meninggalkan bajunya dalam tangannya dan telah lari keluar,   
Ayat 14.  dipanggilnyalah seisi rumah itu lalu katanya kepada mereka : “Lihat, dibawanya kemari seorang Ibrani, supaya orang ini dapat mempermainkan kita.  Orang ini mendekati aku untuk tidur dengan aku tetapi aku berteriak-teriak dengan suara keras
Ayat 15 dan ketika didengarnya bahwa aku berteriak sekeras-kerasnya,   ditinggalkannyalah bajunya padaku lalu ia lari keluar.”
Ayat 16. Juga ditaruhnya baju Yusuf itu disisinya, sampai tuan rumah pulang.
Ayat 17.  Perkataan itu jugalah yang diceritakan perempuan itu kepada Potifar, katanya : ”Hamba orang Ibrani yang engkau bawa kemari itu datang kepadaku untuk mempermainkan aku
Ayat 18. Tetapi ketika aku berteriak sekeras-kerasnya ditinggalkannya bajunya padaku,   lalu ia lari keluar
Ayat 19.  Baru saja didengar oleh tuannya yang disampaikan istrinya kepadanya : “Begini begitulah aku diperlakukan oleh hambamu itu maka bangkitlah amarahnya
Ayat 20. Lalu Yusuf ditangkap oleh tuannya dan dimasukkan ke dalam penjara tempat tahanan-tahanan raja dikurung.  Demikianlah Yusuf dipenjarakan disana.
Ayat 20.  Dan mereka menjual Yusuf dengan harga yang murah, yaitu beberapa dirham saja dan mereka merasa tidak tertarik hatinya kepada Yusuf.
Ayat 21. Dan orang Mesir yang membelinya berkata kepada istrinya : “Berikanlah kepadanya tempat (dan layanan) yang baik,   boleh jadi dia bermanfaat kepada kita atau kita pungut dia sebagai anak.  Dan demikian pulalah kami memberikan kedudukan yang baik kepada Yusuf dimuka bumi (Mesir), dan agar kami ajarkan kepadanya tabir mimpi.  Dan Allah berkuasa terhadap urusannya, tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.
Ayat 22. Dan tatkala ia cukup dewasa kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.
Ayat 23.  Dan wanita (Julaiha) yang Yusuf tinggal dirumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu seraya berkata : “Marilah kesini, Yusuf berkata : Aku berlindung kepada Allah sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik.  Sesungguhnya orang-orang yang zalim tiada akan beruntung.
Ayat 24. Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andai kata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya.  Demikianlah agar kami memalingkan dari padanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf  itu termasuk hamba-hamba kami yang terpilih.
Ayat 25. Dan keduamya berlomba-lomba menuju pintu dan wanita itu menarik baju gamis Yusuf dari belakang hingga koyak dan kedua-duanya mendapati suami wanita itu di depan pintu.  Wanita itu berkata :”Apakah pembalasan terhadap orang yang bermaksud berbuat serong dengan istrinya selain dipenjarakan atau dihukum azab yang pedih?
Ayat 26. Yusuf berkata : “Ia menggodaku untuk menundukkan diriku kepadanya dan seorang saksi dari keluarga wanita itu memberikan kesaksiannya: jika baju gamisnya koyak dimuka, maka wanita itu benar dan Yusuf termasuk orang-orang yang dusta.
Ayat 27. Jika baju gamisnya koyak dibelakang maka wanita itulah yang dusta dan Yusuf termasuk orang-orang yang benar.
Ayat 28. Maka tatkala suami wanita itu melihat baju Yusuf koyak dibelakang berkatalah dia : “Sesungguhnya kejadian itu adalah diantara tipu daya kamu sesungguhnya tipu daya kamu besar.
Ayat 29. Hai Yusuf : berpalinglah dari ini dan kamu hai istri ku mohon ampunlah atas dosa mu karena kamu sesungguhnya orang-orang yang berbuat salah.
Ayat 30. Dan wanita-wanita dikota itu berkata : “Istri Al-Aziz menggoda bujangnya untuk menundukkan dirinya kepadanya sesungguhnya cintanya kepada bujangnya sangatlah mendalam.  Sesungguhnya kamu memandangnya dalam kesesakan yang nyata.
Ayat 31. Maka tatkala wanita itu (Zulaikha) mendengar cercaan mereka, diundangnyalah wanita-wanita itu, dan disediakannya bagi mereka tempat duduk dan diberikannya kepada masing-masing mereka  sebuah pisau (untuk memotong jamuan), kemudian dia berkata kepada Yusuf: “Keluarlah (nam[pakanlah dirimu) kepada mereka.”  Maka tatkala wanita-wanita itu melihatnya, mereka kagum kepadanya, dan mereka melukai tangannya dan berkata: “Maha sempurna Allah, Inibukan manusia.  Sesungguhnya ini tidaklah lain dari malaikat yang mulia.”
Ayat 32.  Zulaikha berkata: “Itulah dia orang yang kamu cela aku karena tertarik kepadanya, dan sesungguhnya aku telah menggoda dia untuk menundukan dirinya kepadaku. . . .

Tabel 1: Perbandingan Antara Kej. 39:1-20 dengan Qur’an 12:20-32 (Surat Yusuf)
Dan ternyata pandangan ini juga terdapat pada kisah Maria dan Yesus dalam  Qur’an yang berbeda dengan yang terdapat di dalam Injil.  Bandingkan Lukas 2:1-7 dengan Surat Maryam  atau  Qu’ran 19:16-36
Dan ternyata pandangan ini  juga terdapat pada kisah Maria dan Yesus dalam Qur’an yang berbeda dengan yang terdapat di dalam Injil. Bandingkan Lukas 27:1-7 dengan Surat Maryam atau Qur’an 19:16-36.
Lukas 1:26-38
Maryam/Quran 19:16-32
Ayat 26. Dalam bulan yang keenam Allah menyuruh malakait Gabriel pergi ke sebuah kota di Galilea bernama Nazaert.
Ayat 27. Kepada seorang perawan yang bertunangan dengan seorang bernama Yusuf dari keluarga Daud; nama perawan itu Maria.
Ayat 28. Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata: “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.”
Ayat 29. Maria terkejut mendengar perkataan itu, lalu bertanya di dalam hatinya,apakah arti salam itu.
Ayat 30. Kata melaikat itu kepadanya: ”Jangan takut, hai Maria, sebab engkau beroleh kasih karunia di hadapan Allah.
Ayat 31. Sesungguhnya engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang Anak Laki-laki dan hendaklah engkau menamai Dia Yesus.
Ayat 32. Ia akan menjadi besar dan akan disebut Anak Allah Yang Maha Tinggi.  Dan Tuhan Allah akan mengaruniakan kepadaNya takhta Duad, bapa leluhur-Nya,
Ayat 33. Dan akan menjadi raja atas kaumnya dan kerajaan-Nya tidak akan berkesudahan.”
Ayat 34. Kata Maria kepada malaikat itu: ”Bagaimana hal itu mungkin terjadi, karena aku belum bersuami?”
Ayat 35. Jawab malaikat itu kepadanya: ”Roh Kudus akan turun atasmu dan kuasa Allah Yang Mahatinggi akan menaungi engkau; sebab itu anak yang akan kaulahirkan itu akan disebut kudus, Anak Allah.
Ayat 36. Dan sesungguhnya, Elisabet, sanakmu itu, iapun sedang mengandung seorang anak laki-laki pada hari tuanya dan inilah bulan yang keenam bagi dia, yang disebut mandul itu.
Ayat 37. Sebab bagi Allah tidak ada yang mustahil.”
Ayat 38. Kata Maria: ”Sesungguh-nya aku ini adalah hamba Tuhan; jadilah padaku menurut perkataanmu itu.”  Lalu malakait itu meninggalkan dia.
Ayat 16.  Dan ceritakanlah kisah Maryam di dalam Al-Quran yaitu ketika ia menjauhkan diri dari keluarganya kesuatu tempat disebelah timur.
Ayat 17. Maka ia mengadakan tabir yang melindunginya dari mereka: Lalu kami mengutus roh Kami kepadanya maka ia menjelma di hadapannya dalam bentuk manusia yang sempurna
Ayat 18. Maryam berkata: “Sesungguhnya aku berlindung dari padamu kepada Tuhan yang maha pemurah jika kamu seorang yang bertakwa.”
Ayat 19. Ia (Jibril) berkata sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci.
Ayat 20. Maryam berkata: ”Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusiapun menyentuhku dan aku bukan pula seorang pezina.
Ayat 21. Jibril berkata :”Demikianlah Tuhanmu berfirman: Hal itu adalah mudah bagiKu dan dapat menjadikannya suatu tanda bagi manusia sebagai rahmat dari kami dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan”
Ayat 22. Maka Maryam mengandungnya lalu ia menyisihkan diri dengan kandungan itu ketempat yang jauh.
Ayat 23. Maka rasa sakit akan melahirkan anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma dan dia berkata : “Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini dan aku menjadi barang yang tidak berarti, lagi dilupakan
Ayat 24. Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah: “Janganlah kamu bersedih hati sesungguhnya Tuhan mu telah menjadikan anak sungai di bawah mu
Ayat 25. dan goyanglah pangkal pohon kurma itu kearahmu, niscahya pohon itu akan menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu
Ayat 26. Maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu.  Jika kamu melihat seorang manusia maka katakanlah :”Sesungguhnya aku telah bernazar berpuasa untuk Tuhan yang maha pemurah, maka aku tidak akan berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini.
Ayat 27. Maka Maryam membawa anak itu pada kaumnya dengan menggendongnya. Kaumnya berkata : “Hai Maryam,   sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang amat mungkar.
Ayat 28. Hai saudara perempuan Harun,   ayahmu sekali-kali bukanlah seorang yang jahat dan ibumu sekali-kali bukanlah seorang pezina.
Ayat 29. Maka Maryam menunjuk kepada anaknya.  Mereka berkata: “Bagaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam ayunan?
Ayat 30. Berkata Isa: “Sesungguhnya aku ini hamba Allah, Dia memberiku Alkitab (Injil) dan Dia menjadikan aku seorang nabi.
Ayat 31. dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati dimana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepada ku (mendirikan) shalat dan menunaikan zakat selama aku hidup.
Ayat 32. dan berbakti kepada ibuku, dan dia tidak menjadikan aku seorang yang sombong dan celaka.
Ayat 33. Kesejahteraan semoga dilimpahkan kepadaku pada hari aku dilahirkan, pada hari aku meninggal dan pada hari aku dibangkitkan hidup kembali
Ayat 34 Itulah Isa Putra Maryam yang mengatakan perkataan yang benar yang mereka berbantah-bantahan tentang kebenaran.
Ayat 35. Tidak layak bagi Allah mempunyai anak, maha suci Dia.  Apabila Dia telah menetapkan sesuatu maka Dia hanya berkata kepadanya : “Jadilah” maka jadilah ia
Ayat 36. Sesungguhnya Allah adalah Tuhan…

Tabel 2: Perbadingan Antara Lukas 1:26-38 dengan Qur’an 19:16-32 (Surat Maryam)
Dan penyimpangan ini juga terdapat pada kisah Maria dan Yesus di dalam Qur’an berbeda dengan yang terdapat dalam Injil, bandingkan  Lukas  2:1-7  dengan surat Maryam atau Qur’an 19:16-36.  Contoh lain kisah Nuh dalam Alquran berbeda dengan kisah Nuh dalam Kitab Kejadian.  Bandingkan Kejadian 6:9, 9:29 dengan surat Nuh  atau  Qur’an  71.
Demikian  juga kisah sejumlah Tokoh  dalam Qur’an  banyak yang berbeda dengan kisah  yang  terdapat  di dalam Alkitab.  Terutama surat Al A’raaf  yang  mengisahkan tentang Nuh,   Lot, Musa dan untuk menjawab pertanyaan tentang perbedaan-perbedaan tersebut banyak Tokoh Islam menyatakan bahwa Islam lahir sebagai korektor  atau hakim terhadap  agama-agama sebelumnya, dengan kata lain sebenarnya mereka ingin menyatakan kisah tokoh-tokoh tertulis dalam Al-Quran itulah yang benar, dan untuk menegaskan hal ini mereka juga sering melemparkan tuduhan bahwa Kitab Suci orang Kristen dan orang Yahudi telah diselewengkan atau telah dipalsukan.
Sebenarnya ironis sekali jika Qur’an yang ditulis abad ketujuh Masehi berani mengoreksi, menghakimi Firman Tuhan atau Perjanjian Lama yang sudah ditulis dua puluh abad sebelumnya dan yang dipelihara sedemikian  rupa oleh Tuhan dan para Rabbi Yahudi.  Dan juga ironis sekali ketika mereka coba mengurangi otoritas dan keberadaan Yesus Kristus yang telah ditulis oleh para saksi mata dari kehidupan Yesus di atas muka bumi ini, dengan dorongan Roh Allah.  Yang sedemikian rupa supaya para penulis tidak melakukan kesalahan pada naskah aslinya.  Tetapi VI abad kemudian Islam berani mengatakan bahwa Injil memiliki kesalahan.
Perjumpaan Kristen dengan Islam ini di warnai kritik, tuduhan, fitnahan dan pendustaan.  Sebenarnya akan sangat arif jika kedua belah pihak sama-sama menahan diri dari tuduhan pencemaran dan penghakiman terhadap keyakinan dan Kitab Suci agama orang lain.  Perbedaan Alkitab dengan Al-Quran jelas tidak bisa disangkal, tetapi seandainya perbedaan itu tidak dibesar-besarkan,   tetapi justru harus menjadi kajian dan penyelidikan bersama, yaitu baik pihak Kristen maupun pihak Islam.  mengkaji masing-masing Kitab Sucinya dengan jujur.  Seandainya para sarjana Islam mengunakan metode-metode penafsiran yang sama dengan Al-Quran mereka,   seperti mereka telah menggunakannya untuk kitab suci orang lain itu baru namanya fair atau adil.  Seandai High Criticisme dan Low Criticisme digunakan juga terhadap Al-Quran itu namanya adil.  Hal ini sama dengan apa yang dikatakan  Bambang Naersena : “….sorak kegirangan melihat dan mendengar Kitab Suci orang lain di edel-edel, tetapi naik pitam kalau Kitab Sucinya disinggung : “Ini karya orientalis”,  “Ini fitnah dari musuh-musuh Islam”.  Padahal metode yang sama mereka sambut dengan gegap gempita kalau itu diberlakukan untuk Kitab Suci orang Kristen.[109]
Sepertinya jika Muhammad memperhatikan hal yang sama untuk Torat dan Injil seperti yang telah Yesus  katakan tentang Torat, di dalam Matius 5:17-19, mestinya para pengikutnya dan umat Islam di seluruh dunia tidak akan pernah melakukan tindakan-tindakan seperti  yang selama ini mereka lakukan.  Orang-orang Islam menganggap Torat dan Injil sudah tidak asli lagi.  Jika mereka saling menghargai mestinya dunia ini akan damai,  dan hidup manusia akan rukun.  Seandainya umat Islam menghargai dan menaruh hormat kepada Kitab Suci orang Kristen, sama seperti orang Kristen menghargai Torah, betapa menyenangkannya hidup di dalam dunia ini, sebab kerukunan dan kebersamaan akan mewarnai hidup ini.  Tidak akan ada kebencian, tidak akan ada fitnah dan tidak akan ada teroris.
Sehubungan dengan Ishak dan Ismael banyak penulis Islam, media Islam, dan masyarakat Islam tidak bisa menerima apa yang dikatakan oleh kitab Kejadian, salah satu dari kitab Torah yang ditulis oleh nabi Musa, terutama ayat yang berbunyi : “Usirlah hamba perempuan itu beserta anaknya, sebab anak hamba itu tidak akan menjadi ahli waris bersama-sama dengan anakmu, Ishak” (Kej 21:10). Dan juga tentang siapa yang dikurbankan oleh Abraham: Ishak atau Ismael, terus menjadi wahana perdebatan dan menjadi topik yang sering ditulis dan dibahas oleh tokoh-tokoh Islam, sepertinya mereka tidak pernah lelah melakukan usaha-usaha tersebut dan tidak jarang mereka melontarkan fitnah yang keji terhadap orang-orang Yudaisme dan Kristen, seperti judul sebuah traktat yang tertulis dalam majalah Panji masyarakat no 811 tahun XXXVI 1-10 Desember 1994,   hal 47-50.  Judul artikel tersebut berbunyi: “Penulis Nasrani mengubah teks-membelokkan sejarah”.[110]
Seandainya jika penulis artikel ini ditanya, apa dasarnya anda melontarkan tuduhan kejam seperti itu? Apakah karena kisah Ismael dan Ishak yang tertulis dalam Alquran tidak sama dengan apa yang tertulis dalam Alkitab orang Kristen dan Kitab orang Yahudi?  Pernahkah ia menggali dengan jujur, meggunakan metode penafsiran yang sama untuk Al-Quran dengan metode yang mereka gunakan untuk Kitab Suci orang Kristen?  Apakah mereka menerima apa yang tertulis dalam Al-Quran dengan iman buta tanpa menggunakan rasio.  Lalu ketika ada sumber  atau kitab lain yang berbeda dengan sumber atau kitab sucinya, dengan cepat ia mengatakan bahwa kitab itu palsu.  Apa maksudnya dengan terus berusaha menabur fitnah dan kebencian seperti itu?  Penulis merasa cara-cara seperti ini tidak cocok dengan budaya dan keberadaan masyarakat Indonesia yang majemuk ini.  Sebagian umat Kristen awam menganggap tidak terlalu mempermasalahkan Ishak atau Ismael yang dikorbankan oleh Abraham pada saat itu, bagi mereka tidak terlalu penting memikirkan Ishak atau Ismail ‘Anak Perjanjian’ bagi Abraham itu.  Bagi mereka Ishak atau Ismail sama saja, sebab yang pasti seekor dombalah yang telah dikorbankan oleh Abraham pada saat itu.
Umat Kristen dan sarjana-sarjana Kristen mengetahui bahwa agama Islam dan Qur’an mengklaim bahwa Ismaillah yang menjadi Anak Perjanjian bagi Abraham atau Ibrahim, tetapi sepertinya mereka tidak terlalu pusing dengan hal itu dan itulah sebabnya mereka hampir tidak pernah mempersalahkan hal itu, apa lagi dengan cara menuduh Muhammad dan umat Islam telah mengubah teks dan sejarah.
Umat Kristen sangat menghargai Ismail dan Muhammad, benar atau tidak bahwa Muhammad berasal dari garis keturunan Ismail, itu tidak terlalu menjadi masalah.  Tetapi memang betul apa yang ditulis oleh Yahya Mansyur.  Bagi seorang Arab,  seorang yang yang besar atau termasyur harus mempunyai silsilah untuk membuktikan bahwa garis keturunannya berasal dari seorang bapak yang mulia.  Hal ini terungkap dalam istilah kembar mereka “hasab wa-nasab” yang berarti sifat yang mulia berasal dari keturunan yang mulia.  Maka jika Muhammad adalah seorang Nabi yang besar maka wajarlah bagi orang Arab yang beragama Islam untuk menunjukkan suatu silsilah yang membuktikan leluhurnya atau nenek moyangnya berasal dari seorang yang besar, seperti Abraham dan Ismail.[111] 
Jadi dengan demikian dapatlah dipahami jika para sarjana Islam sedemikian mati-matian membela dan mempertahankan bahwa Ismail adalah anak penerima janji bagi Abraham, jadi Ismail harus dibela karena ada keterkaitannya dengan kebesaran Muhammad, walaupun silsilah atau garis keturunan Muhammad yang berasal dari Ismail, sama sekali tidak dinyatakan oleh  para tokoh sejarah.  Dengan kata lain secara ilmiah, pernyataan atau pengakuan mereka cacat hukum dan ada manipulasi data yang dilakukan oleh tokoh-tokoh yang menyusun silsilah Muhammad.  Tetapi walaupun demikian tidak tertutup kemungkinan bahwa memang benar ia adalah keturunan Ismail,   keturunan Abraham.[112] 
Dalam buku yang sama Yahya Mansyur mencatat dan mendaftarkan tujuh persamaan yang menakjubkan antara Ishak dan Ismail.[113]  Nama Ishak dan nama Ismael disebut-sebut secara berdampingan dalam Alkitab (Kej.17:19-20; 21:12-13; 25:9; I Taw. 1:28; Gal. 4:22).   Dan Alkitab menguraikan bahwa Abraham memperoleh delapan putera, enam dari Ketura (25:1-4), satu dari Hagar, dan satu dari Sara.  Namun yang penting untuk diperhatikan ialah: Alkitab tidak pernah menyebut enam putra Ketura sebagai “anak-anak Abraham” atau “keturunan Abraham”.   Mereka selalu disebut sebagai anak-anak yang “di lahirkan oleh Ketura” (Kej.25:2) atau “keturunan Ketura” ( I Taw. 1:32).  Dalam Alkitab, mereka tidak pernah digelari sebutan “anak-anak Abraham” atau “keturunan Abraham”.  Hanya Ishak dan Ismael sajalah yang diberi gelar istimewa itu.  Alkitab sengaja menonjolkan Ishak dan Ismael sedemikian rupa untuk menyoroti peranan mereka dalam rancangan Tuhan.  Hal itu akan menjadi nyata bila memperhatikan ketujuh persamaan yang ada diantara mereka seperti berikut:
Pertama, kedua-duanya dinamai oleh Allah sebelum mereka dilahirkan.  Sebelum Ishak dan Ismail lahir, nama dan ketentuan tentang masing-masing diberikan oleh malaikat TUHAN atau Allah sendiri (Kej. 16:11-12; 17:19,  21).  Komentar Teologis: Ismael sudah ada di dalam kandungan ibunya ketika ia dinamai, sedangkan Sara belum hamil ketika kelahiran Ishak diberitakan.  Hal itu menggaris bawahi bahwa kelahiran Ishak merupakan mukjizat; hal itu mengajak Abraham dan Sara untuk percaya pada janji dan kuasa Allah.  Berita kelahiran Ismael menekankan kemerdekaan dan gaya hidup mengembara, perhatikan istilah  “lakunya seperti keledai liar” dengan Ayub 38:8-11).
Kedua, nama kedua-duanya, Ishak dan Ismael, diambil dari permainan kata.  Nama Ishak (bhs. Ibrani  yitshak) berkaitan dengan hal “Tertawa”(17:17; 18:12; 21:6),   sedangkan nama Ismael (bhs. Ibrani  yishmael) berkaitan dengan kepedulian Allah untuk “mendengarkan”(16;11; 17:20; 21:17).  Misalnya, ketika Abraham mendengar bahwa Sara akan melahirkan Ishak, maka kejadian 17:17 berkata, “Lalu tertunduklah Abraham dan tertawa serta berkata dalam hatinya: “Mungkinkah bagi seorang yang berumur seratus tahun melahirkan seorang anak?”  Perkataan, ”dan tertawa” dalam bahasa Ibrani adalah wayitshak.  Secara harfiah kata itu berarti, “ dan Ishak”! Jadi, secara tidak sadar Abraham meneguhkan janji Allah sambil tertawa.  Dalam kasus tentang Ismael,   Kejadian 21:17 menjelaskan bahwa “Allah mendengar” suara Ismael ketika ia menderita dan menangis di padang gurun.  Dalam bahasa Ibrani, perkataan “Allah mendengar” ialah: yishmaelohim-nama panjanng untuk yishmael!.  Dengan demikian, nama Ishak dan Ismael memperlihatkan adanya permainan kata yang sangat berarti.  Komentar teologis:  Berita kelahiran Ishak sebagai janji Allah membuat Abraham dan Sara tertawa karena mereka kurang percaya.  Fakta bahwa mereka tertawa menyingkapkan adanya pergumulan iman.  Di kemudian hari, pergumulan itu membuahkan iman yang teguh.  Nama Ismael indah sekali, tetapi arti rohani yang terkandung dalam namanya (“Allah akan mendengar) tidak setara pentingnya dengan tema perjuangan iman.
Ketiga, kedua-duanya mendapat janji-janji.  Ishak mendapat: Janji dari Allah (17:19, 21;26;23).  Tanah Kanaan ( 26:3-4) banyak keturunan ( 26:4,  24) janji Mesianis yaitu menjadi berkat bagi semua bangsa ( 26:4), berkat Allah ( 26:24), penyertaan Allah (26:24). Ismael mendapat: Banyak keturunan ( 16:10), kemerdekaan ( 16:12),   tempat kediaman dekat saudaranya ( 25:18), Allah berkata ( 17: 20),   menjadi suatu bangsa yang besar (17:20, ; 21;13, 18), penyertaan Allah ( 21:20).  Komentar teologis: Terlihat ada banyak persamaan antara janji-janji yang dikaruniakan kepada kedua saudara tersebut.  Namun, perjanjian Allah yang disampaikan kepada Ishak serta janji Mesianis-Nya,   meninggikan peranan Ishak atas Ismael.  Pendek kata Ishak mendapat berkat Perjanjian, sehingga ia menjadi berkat yang besar bagi semua bangsa, sedangkan Ismael mendapat janji berkat sehingga melalui keturunannya ia menjadi bangsa yang besar.
Keempat, kedua-duanya menerima tanda perjanjian yaitu Sunat.  Sesuai dengan perintah Allah, Ismael disunat ketika berumur 13 tahun ( Kej 17:25), sedangkan Ishak disunat ketika ia berumur 8 hari ( kej.21:4).  Komentar teologis : Sunat sebagai tanda perjanjian ( 17:10-11) hanya berlaku dirumah Abraham sebagai mana ditegaskan oleh perkataan “ di antara kamu” (“setiap laki-laki di antara kamu harus disunat”, 17:10, 12).  Artinya pelaksanaan sunat di luar rumah perjanjian Israel tidak berlaku sebagai tanda perjanjian, sebagai mana dikatakan dalam Yeremia 9:25-26.  Sampai Ismael berumur 15 tahun ia berada di kemah Abraham  dan mengambil bagian dalam berkat yang dikhususkan bagi umat perjanjian.  Waktu itu sunat menjadi tanda perjanjian baginya. Setelah ia terpisah dari kemah Abraham, praktik sunat yang dilakukan oleh keturunannya hanya menjadi sekedar adat istiadat nenek moyang terlepas dari perjanjian Allah.
Kelima, seruan dari Malaikat yang berada di langit menyelamatkan nyawa kedua-duanya.  Malaikat Allah berseru dari langit kepada Hagar untuk memperlihatkan kepadanya sebuah sumur supaya Ismael tidak mati kehausan (Kej 21: 17-19).  Dalam kasus Ishak, Malaikat TUHAN berseru dari langit kepada Abraham untuk mencegah Abraham mencabut nyawa anaknya ( Kj 22 : 11-14).  Komentar teologis : Turun tangan Allah menyelamatkan dua garis keturunann Abraham sehingga mereka tidak musnah! Ismael diselamatkan oleh air yang disediakan untuk menyambung kehidupannya; Ishak diselamatkan oleh domba yang disediakan untuk mengganti nyawanya.  Disini terlihat ada ajaran rohani simbolis yang sangat berarti! Penyelamatan Ismael oleh air yang disediakan melambangkan keselamatan secara umum, sedangkan penyelamatan Ishak oleh domba yang disediakan melambangkan cara bagaimana keselamatan diperoleh.  Namun, perhatikan penjelasan malaikat Allah: Ismael diselamatkan untuk menjadai suatu bangsa yang besar ( 21:18), sedangkan Ishak diselamatkan untuk menjadi berkat yang besar bagi semua bangsa (22:18; 26:4).
Keenam, kedua-duanya memperoleh seorang istri yang sepadan oleh karena pemeliharaan orang tuanya.  Hagar, seorang wanita dari Mesir, mendapatkan seorang istri bagi Ismael dari sanak saudaranya di Mesir (Kej. 21:21).  Abraham mendapatkan seorang istri bagi Ishak dari sanak saudaranya di Aram-Mesopotamia (24:10).  Komentar Teologis: Di sini terlihat adanya usaha kedua orang tua tersebut untuk melestarikan keturunan Abraham.  Usaha ini memperlihatkan adanya kesungguhan Abraham dan Hagar untuk bertanggung jawab atas kelangsungan janji-janji Ilahi tentang anak-anaknya. Bandingkan kesungguhan mereka dengan kesembronoan Esau dalam mendapatkan seorang istri.  Esau dicela karena tidak menghiraukan nasihat orang tuanya ketika ia menikah dengan putri-putri dari Kanaan (Kej. 26:34-35; 28:8).
Ketujuh, kedua-duanya ketika wafat, diberikan gelar sebagai seorang Bapa Leluhur.  Ismael: “Umur Ismael ialah seratus tiga puluh tujuh tahun.  Sesudah itu ia meninggal.  Ia mati dan dikumpulkan kepada kaum leluhurnya” (Kej. 25:17).  Ishak: “Adapun umur Ishak seratus delapan puluh tahun.  Lalu meninggallah Ishak, ia mati dan  dikumpulkan kepada kaum leluhurnya, . . . ( 35:28-29).  Komentar teologis :  Berita wafat yang disampaikan dengan gaya seperti ini disampaikan juga ketika Abraham ( Kej 25: 7-8),   Yakub ( 49:33) dan Yusuf        ( 50:26) meninggal.  Menarik bahwa Ismael adalah satu-satunya orang di luar perjanjian yang wafatnya diberitakan dengan gaya seorang Bapa Leluhur! Mengenai hal itu Ernst Knauf memberi komentar berikut: “Setidak-tidaknya,   Ismael meninggal dengan cara yang berbahagia, yaitu seperti bapa-bapa leluhur.  Penting untuk diperhatikan bahwa Esau tidak meninggal dengan cara demikian.[114]

Persamaan-persamaan tersebut antara Ishak dan Ismael sungguh mengherankan. Persamaan – persamaan yang mencolok itu, yang dimulai dari berita kelahiran sampai berita kematian mereka memperlihatkan bahwa Ismael betul-betul seorang keturunan Abraham secara jasmani.  Persamaan yang paling berarti ialah cara keduanya diselamatkan dari kebinasaan,   yaitu oleh seruan malaikat dari langit.  Pesan itu dari langit mengisyaratkan bahwa keduanya di pelihara Allah untuk mencapai suatu kententuan ilahi.  Janji yang diproleh Ishak setelah ia diselamatkan bagi semua bangsa: “Oleh keturunanmulah, yaitu Ishak (Kej. 21:12) semua bangsa di bumi akan mendapat berkat” (Kej. 22:18). Tetapi janji yang diproleh Ismael setelah ia diselamatkan: “Aku akan membuat dia menjadi bangsa yang besar” (21:18) – tidak jelas memperlihatkan ketentuannya.  Namun, cara kedua putra Abraham ini disebut-sebut secara berdampingan di dalam Alkitab yang menyingkapkan tiga hal penting.  Pertama, mereka merupakan sutu tipe atau gambaran teologis.  Ismael melambangkan jalan hukum Taurat,   sedangkan Ishak melambangkan jalan anugerah.  Hal itu dinyatakan dalam fakta bahwa Ismael adalah anak yang dilahirkan atas usaha manusia, sedangkan Ishak atas janji Allah.  Rasul Paulus telah memberi persepektif itu dalam Galatia 4:21-31.
Kedua,   mereka merupakan suatu gambaran misiologis.  Ishak melambangkan orang-orang percaya yang menjadi terang bagi bangsa-bangsa (Yes. 49:6; 60:3; Mat.  5:14), sedangkan Ismael melambangkan bangsa-bangsa yang akan datang kepada terang itu (Yes. 60:3-7).  Sebagaimana Thomas Thompson menjelaskan secara tepat, kelahiran Ishak adalah tanda pemeliharaan Allah bagi bangsa Israel, sedangkan janji-janji kepada Ismael merupakan tanda awal akan pemeliharaan Allah bagi seluruh dunia.
Ketiga, fakta bahwa Ishak dan Ismael disebut-sebut secara berdampingan dan mempunyai banyak persamaan, menandakan sesuatu yang agak misterius.  Mungkin fenomena itu dapat di mengerti sebagai pertanda “hubungan timbal balik” antara dua umat beragama,  Kristen dan Islam.  Maksudnya jika orang-orang Kristen hidup menurut semboyan, ”Let the church be the church” atau biarlah Gereja tetap seperti Gereja yang Allah kehendaki, maka berkat besar dapat dicurahkan pada semua kaum dan bangsa, termasuk Islam.  Di pihak lain, apa yang terbaik dalam agama Islam dapat saja membawa berkat bagi kita.  Misalnya umat Islam di Indonesia berperan dalam masyarakat untuk melawan film erotis,   penjualan minuman keras, perjudian, dan lain sebagainya.  Hal itu membawa dampak positif kepada kita juga.[115]
 Ada sekian banyak perbedaan antara Alkitab dengan Al-Quran, tetapi juga ada sejumlah persamaan yang sangat nampak, diantaranya adalah bahwa ketiga agama besar ini berakar pada tokoh yang bernama Abraham atau Ibrahim.  Dengan demikian orang Yahudi,   orang Kristen dan orang Islam adalah bersaudara, sebab berasal dari satu ‘Bapak’ yang sama.

b.      Perjumpaan Teologis
Dalam perjumpaan Teologis Kristen dengan Islam, ketuhanan Yesus Kristus adalah topik  teologis yang paling banyak dipertanyakan, dipermasalahkan dan disanggah oleh pihak Islam.  Tetapi yang cukup menarik adalah nama Yesus atau Isa disebut sebanyak 97 kali dalam 93 ayat Al-Quran.  Menurut Islam, Yesus Kristus ialah seorang dari 6 nabi yang masing-masing memiliki gelar istimewa.
Adam artinya yang dipilih Tuhan
Nuh artinya Pengkotbah untuk Tuhan
Abraham artinya Sahabat Allah
Musa artinya Juru bicara Tuhan
Yesus artinya Firman Tuhan
Muhammad artinya Rasul Allah.[116]

Kesalah-pahaman Muhammad tentang ketuhanan Yesus Kristus disebabkan sumber informasi Muhammad tidak datang dari orang Kristen Ortodoks dan juga bukan dari Torah atau Perjanjian Lama  dan juga Perjanjian Baru,   tetapi dari sekte bidat Kristen setempat dan sumbernya dari dongeng-dongeng Yahudi.  Tetapi walaupun demikian figur Yesus yang dikatakan di dalam Al-Quran memiliki banyak kemiripan dan cukup dekat dengan apa yang tertulis dalam Alkitab.[117]   Muhammad adalah sungguh seorang yang teliti dan cerdas.  Jadi dengan demikian benarlah penilaian Dr. Chris Marantika tentang orang-orang Islam sebagai orang-orang yang dekat dengan surga,  sebab Muhammad adalah seorang yang dekat dengan sorga.[118]

Persamaan dan Perbedaan Yesus dengan Muhammad
Dr. Anis A. Shorrosh  coba mendaftarkan perbedaan dan persamaan  antara Yesus Kristus dengan nabi Muhamma SAW  yaitu sebagai berikut:[119]
JESUS
MUHAMMAD
NamaNya berarti Juruselamat
Lahir dari perawan Maryam
Tidak mempunyai bapa duniawi
Lahir 4 tahun sebelum Masehi di Betlehem
Dibesarkan oleh Maria, ibuNya dan Jusuf, bapak angkatnya
Bekerja sebagai tukang kayu di Nazaret.
Berbicara bahasa Ibrani, Aram dan mungkin Yunani.
Melek huruf, tidak menulis buku.
Menarik jemaat dengan ajaran dan mujizat.
Pindah ke Kapernaum karena ditolak oleh orang sekampungNya.
Tidak pernah menikah
Hidupnya tidak berdosa
Mengajarkan untuk mengasihi musuh-musuhnya
Mendirikan kerajaan rohani
Mati disalib di Bukit Tengkorak / Golgota pada umur 33 tahun.
Bangkit pada hari ketiga.
Perjanjian Baru menubuatkan kedatanganNya kembali.
Disebutkan dalam Qur’an 97 kali.
Banyak pengikut-pengikutnya (Kristen) dikenal dengan pengabdian,   kasih dan memperdulikan orang lain.
Namanya berarti Yang Terpuji
Lahir dari Aminah, bapaknya adalah Abdullah
Lahir 570 setelah Masehi di Mekkah
Dibesarkan oleh ibunya, perawat Halimah, kemudian oleh paman dan kakeknya.
Mula-mula sebagai gembala kemudian menjadi pemimpin kafilah unta.
Berbicara hanya bahasa Arab.
Melek huruf, menulis Alqur’an
Menarik jemaat dengan ajaran dan pedang.
Pindah ke Madinah karena ditolak oleh orang-orang sekampungnya.
Mengawini 15 istri.
Berdoa dengan sungguh-sungguh dan teratur untuk pengampunan dosa-dosanya.
Melancarkan peperangan, memimpin 66 kali pertempuran.
Memerintahkan pembunuhann banyak orang laki-laki dan wanita (yang pertama adalah penyair wanita).
Mendirikan kerajaan di dunia. Mati di Madinah karena radang paru-paru dan keracunan pada usia 63 tahun.
Tetap dalam kubur, menunggu sampai hari penghakiman.
Tidak ada dalam kitab suci nubuat (ramalan) kedatangannya kembali.
Disebutkan dalam Qur’an 25 kali.
Pengikut-pengikutnya (Muslim) dikenal karena fanatisme pengabdian untuk perang, pembalasan, bahkan membunuh Muslim-muslim lain.

Tabel 3: Perbedaan Yesus dengan Muhammad
YESUS DISEBUT:
Alfa dan Omega
Amin
Hari-hari Purba
Roti Hidup
Penakluk
Penasehat
Anak Daud
Pintu Sorga
Matahari
Hidup kekal
Sahabat bagi orang-orang berdosa
Yang pertama dan Yang Akhir
Allah Juruselamat kami
Gembala Yang Baik
Yang Kudus Milik Allah
Harapan kemuliaan
Aku adalah Aku
Gambar dari Allah Yang Tidak Kelihatan
Hakim orang yang hidup dan mati
Raja Kekal
Hidup
Sinar
Roti Hidup
Tuhan
Pengantara
Mesias
Allah Maha Kuasa
Anak Tunggal Bapa
Paskah kami
Damai Kami
Putra Damai
Nabi
Imam
Penebus
 Hakim Adil
Mawar Sharon Juruselamat
Adam Kedua
Anak Allah
Guru yang datang dari Allah
Kebenaran dan Kemuliaan
Pemberian Yang tak Terucapkan
Jalan
Firman Allah
Firman yang menjadi Manusia
MUHAMMAD DISEBUT:
Pesuruh,   kurir
Pengkhotbah
Yang Memperingatkan
Anak Abdullah
Pendawah, Pengabar
Rasul
Tabel 4: Perbedaan gelar Yesus dengan Muhammad
Gelar-gelar yang Yesus miliki memang sangat tidak sepadan dengan gelar dan sebutan yang dimiliki oleh Muhammad. Gelar-gelar Yesus dalam Alkitab hanya dapat dibandingkan dengan gelar-gelar Allah dalam Al-Quran, terutama sehubungan dengan Sembilan puluh Sembilan nama Allah yang sering disebut dengan istilah  Asma’ul-husna

Empat sifat utama Allah dalam Al Quran adalah: Rabb, Rahman, Rahim, dan Malik.  Empat sifat itu dalam Surat al-Fatihah sangat jelas, sifat-sifat  itu diyakini  sebagai sifat Allah yang paling utama, dan sifat Allah selebihnya hanyalah merupakan cabang dari empat sifat utama itu.  Berdasarkan Hadits yang di riwayatkan sahabat Abu Hurairah, yaitu Hadits yang dianggap lemah oleh Imam Thirmidhi, dikatakan bahwa jika  Sembilan puluh Sembilan nama Tuhan ditambah dengan nama Allah, maka genaplah menjadi seratus.  Nama-nama itu hanya sebagian saja yang dimuat dalam Qur’an  sedangkan yang lainnya  hanya kesimpulan beberapa perbuatan Allah yang diuraikan dalam Qur’an.  Tetapi tak ada satu dalil pun yang menganjurkan supaya orang Islam menghitung nama-nama itu dengan Tasbih atau dengan cara apa pun. Sifat-sifat Allah yang luhur harus dan hanya dapat dikenakan  kepada Allah saja.[120]
  Adapun nama-nama Allah (asma’ul-husna) yang disebutkan dalam Qur’an Suci adalah sebagi berikut: Pertama, nama yang berhubungan dengan Allah ialah, Al-Wahid atau Ahad (Yang Maha Esa), Al-Haqq (Yang Maha benar), al-Quddus (Yang Maha suci), al-Shamad (Yang segala sesuatu bergantung kepada-Nya), sedang Dia sendiri tidak bergantung kepada siapapun), al-Ghani (Yang Maha-cukup sendiri), al-Awwal (Yang Paling Awal), al-Akhir (Yang paling akhir),   al-Hayyu (Yang paling kekal), al-Qayyum (Yang maujud sendiri).[121] 
Kedua, nama yang berhubungan dengan mahkluk Allah ialah, al-Khaliq (Yang menciptakan), al-Bari (Yang menciptakan Ruh), al-Mushawwir (Yang membentuk),   al-Badi’ (Yang menciptakan pertama kali).
Ketiga, nama yang berhubungan dengan sifat cinta kasih Allah (selain sifat Rabb,   Rahman dan rahim) ialah al-Rauf (Yang maha kasih dan  sayang), al-Wadud (Yang penuh cinta kasih), al-Lathif (Yang lembut hati), al-Tawwab (Yang berulang-ulang kasih sayang-Nya), al-Halim (Yang maha penyantun), al-‘Afwwu (Yang maha mengampuni), al-Syakur (Yang melipatkan ganjaran), al-Salam (Pencipta pendamaian), al-Mu’min(Yang menganugerahkan keamanan), al-Barru (Yang dermawan), Rafi’ud-darajat (Yang meningkatkan derajat), al-Razzaq (Pemberi Rejeki), al-Wahhab (Yang maha memberi), al-Wasi’(Yang melimpah dengan peberian-Nya).[122]
Empat,   nama yang berhubungan dengan keagungan dan kemuliaan Allah ialah: al-‘Adzim(Yang Maha Agung), al-‘Aziz (Yang Maha Perkasa), al-‘Aliyyu atau Muta’al (Yang Maha- Luhur), al-Qawiyyu (Yang Maha-Kuat), al-Qahhar (Yang Maha Unggul), al-Jabbar (Yang memperbaiki segala sesuatu dengan kekuatan yang luar biasa),   al-Mutakabbir (Yang memiliki kebesaran), al-Kabir (Yang Maha besar), al-Karim (Yang Maha-mulia), al-Hamid (Yang Maha-terpuji), al-Majid (Yang Maha-jaya), al-Matin (Yang Maha-kuat), azh-Zahir (yang menang), Dhul-jalali wal-ikram (Yang mempunyai keagungan dan kemualiaan).[123]
Lima, nama yang berhubungan dengan ilmu Allah ialah: Al-‘Alim (Yang Maha tahu),   al-Hakim (Yang Maha bijaksana), Asamih’(Yang Maha mendengar), al-Khabir (Yang Maha waspada),  al-Bashir (Yang Maha melihat), Asy-syaid (Yang Maha menyaksikan), Ar-Raqib (Yang Maha menguasai), al-Bahtin (Yang Maha- tahu segala sesuatu yang tersembunyi), al-Muhaimin (Yang menjaga semuanya).
Enam,   nama yang berhubungan dengan penguasaan Allah terhadap makhluk ialah: Al-Qadir atau Muqtadir (Yang Maha-kuasa), al-Wakil (Yang mengurus segala sesuatu), al-Waliyyu (Yang melindungi), al-Hafizh (yang memelihara), al-Maalik (Raja), al-Malik (Yang memiliki),   al-Fattah (Yang memutus perkara), al-Haasib atau al-Hasiib (Yang menghitung), al-Muntaqim atau Dhun tiqam (Yang menimpakan pembalasan), al-Muqith (Yang menguasai segala sesuatu).
Ketujuh, nama Tuhan yang diambil dari beberapa perbuatan atau sifat Tuhan yang disebutkan dalam Qur’an Suci ialah: Al-Qabidlu (Yang menyempitkan), al-Basithu (Yang melapangkan),   al-Rafi’uh (Yang meninggikan), al-Muizzu (Yang memberi kehormatan), al-Mudhillu (Yang mendatangkan kehinaan), al-Mujib (Yang mengabulkan Do’a). al-Baits (Yang membangkitkan dari kubur), al-Muhsyi (Yang mencatat segala sesuatu), al-Mubdi (Yang memulai), al-Mu’id (Yang mengulaing), al-Muhyi (Yang memberi hidup), al-Mumuit (Yang menyebabkan mati), Malikul-mulk (Yang memiliki kerajaan), al-Jami (Yang menghimpun),   al-Mughni (Yang memperkaya), al-Mu’thi (Yang memberi), al-Mani’(Yang menahan atau mencegah), al-Hadi (yang memberi petunjuk), al-Baqi (yang kekal), al- Warits (Yang mewariskan segala sesuatu).[124]
Adapun sisa dari sembilanpuluh sembilan Asma’ul-husna ialah, an-Nur (Cahaya); sebenarnya ini bukan nama Allah, Allah disebut Nur dalam arti yang memberi cahaya (24:35); ash-Shabur (Yang maha sabar), ar-Rasyid (yang menunjukan), al-Muqsith (Yang tak berat sebelah), al-Wali (Yang memerintah), al-Jalil (yang penuh kebesaran), al-‘Adlu (Yang Maha adil), al-Khafidlu (Yang memelihara), al-Wajid (yang maujud), al-Muqaddim (Yang terdahulu), al-Mu’akhkhir (Yang terakhir), adl-Dlarr (yang mendatangkan kemalangan), an-Nafi’u (yang memberi faedah).  Masih ada sifat Allah yang termasuk golongan ini yang akan kami bahas nanti , mengingat dua sifat ini memerlukan pembahasan yang terperinci; dua sifat itu ialah yang berhubungan dengan Kalam (Firman) dan iradah (Kehendak).[125]
10.                  Perjumpaan Misiologi - Apologetis
“Agama” Kristen adalah agama universal.  Dan selain sifat keuniversalannya itu, agama  Kristen juga adalah agama yang missioner.  Tetapi umat Islam juga sering menyebut Islam sebagai agama Universal dan missioner.  Dan karena sifat ke Universalannya dan kemisionerannya itu, telah menjadikan dan mendorong pengikut atau pemeluk kedua agama ini melakukan tugas-tugas misi dan dakwah dari agamanya masing-masing.
Dalam sejarah perkembangan Islam mulai dari periode awal yaitu awal abad VII Masehi sampai dengan awal abad XX  penyebaran agama Islam banyak diwarnai dengan tekanan politik dan kekerasan atau pedang.  Sehingga banyak orang, terutama non Muslim berkata bahwa metode yang dipakai penyebarluasan agama Islam adalah pedang dan dakwah,   julukan ini pasti tidak sedap didengar oleh Islam,  itulah sebabnya mereka sering sekali menyangkal pernyataan ini.  Tetapi sejarah telah mencatat ekspansi-ekspansi yang dilakukan Islam atau tentara Islam mulai dari awal abad VII - XI akhir adalah: mengepung negeri yang akan diduduki, memeranginya, jika mereka menang, mereka akan menekan masyarakat dari wilayah yang ditaklukkannya itu untuk masuk Islam.  Jika mereka tidak mau, mereka harus membayar upeti atau jizya.
Teolog-teolog Islam juga biasa menyerang asas-asas kekristenan dengan berbagai macam tindakan, tetapi para ulama Islam yang lebih arif  biasanya mereka mengundang orang-orang Kristen untuk masuk Islam, diantaranya seorang Teolog dan sekaligus Apologet Islam yang bernama Al-Hasyimi mengajak sahabatnya Al-Kindi seorang teolog Kristen untuk masuk Islam.[126]
Keempat Khalifah Ar-Rasydun memerintah umat Islam dan Negara Islam sekitar 30 tahun (632-661M).  Kemudian setelah itu pemerintahan Islam dilanjutkan oleh para khalifah dari Dinasti Umayyah, yang berkuasa sekitar 90 tahun (661-750).  Kedua periode pemerintahan para khalifah di atas adalah masa transisi dan konsilidasi Islam.  Dan dari segi misi atau penyebar-luasan agama Islam yang dilakukan oleh para pemimpin Islam selama itu, metodanya agak monoton yaitu dengan cara tekanan politik, dimana masyarakat sampai dengan pemimpin wilayah atau Negara yang ditaklukkan dan diduduki serta dijadikan wilayah Islam, harus masuk Islam.  Dan daerah-daerah atau negara yang ditaklukan pada saat itu, adalah rata-rata daerah Kristen, kecuali Persia,   yang jumlah penduduk Kristianinya berimbang dengan penganut agama Zoroaster.  Pemimpin dan masyarakat dari wilayah atau Negara yang ditaklukkan,  jika mereka tidak mau masuk Islam mereka harus membayar upeti,   dan pada saat itu ada satu istilah untuk orang-orang Kristen dan Yahudi yang tidak masuk Islam, yaitu “Dhimmi.”
Tetapi suasana menjadi sedikit berubah ketika Dinasti Abasiyyah mengambil alih pemerintahan Islam, mulai dari tahun 750M.  Pada saat itu ulama-ulama Islam mulai mengajak tokoh-tokoh Kristen untuk masuk agama Islam.  Lewat dakwah Islam dan juga perdebatan. [127] Ketika Islam menduduki atau menjajah daerah-daerah Kristen, mereka bukan hanya ingin mengalahkan militer dan kekuasaan umat Kristen, tetapi mereka juga menyerang dan “ingin mengalahkan doktrin-doktrin Kristiani”.
Menyikapi penyerangan terhadap azas-azas kekristenan yang terjadi pada saat itu,   maka para tokoh Gereja,   teolog-teolog Kristen mulai angkat bicara untuk membela agama  mereka dari pelecehan dan penyerangan para penguasa Islam pada saat itu.

a.      Teolog Nestorian, Persia
Pada tahun 451 Kaisar Romawi Timur memprakarsai konsili Kalsedon untuk menyelesaikan pertikaian dogmatik mengenai antara para pengikut Nestorian dengan para pengikut Cyrilus, dan konsili Kalsedon menolak pandangan dogmatik kedua kelompok itu,   dan reaksi para pengikut Nestorian  adalah menolak hasil konsili Kalsedon dan akibatnya mereka ditekan oleh pemerintah Romawi Timur, akhirnya mereka melarikan diri ke Persia dan dikemudian hari Persia merupakan pusat perkembangan dan penyebaran  Gereja Nestorian ke seluruh Asia.  Gereja Nestorian dikepalai seorang Patriach dengan gelar Khatolikos.

1). Timotius I (728-823)
Pada tahun 785M jabatan Katholikos dipegang oleh Timotius I (Hidup 728-832).  Sebelum menjadi Katholikos ia memegang jabatan Uskup dekat Mosul.  Ia memiliki hubungan dekat dengan Gubernur Islam, sehingga ia dan keuskupannya dibebaskan dari membayar pajak ini.  Dan hubungan Timotius I juga dengan para khalifah Abasiyyah cukup baik,   diantaranya khalifah Muhammad Al-Mahdi (775-785) dan khalifah Harun Al Rasyid (785-809). [128]  Sejarah mencatat bahwa para penguasa Islam  atau khalifah pada zaman itu suka berdiskusi tentang agama, dengan Timotius I yang terpelajar itu, diantaranya adalah khalifah Muhammad Al-Mahdi.  Dialog ini dimulai dengan beberapa pertanyaan sang khalifah kepada Katholikos itu.

2). Al-Kindi
Tentang latar belakang kehidupan Al-Kindi tidak banyak diketahui, tapi kemungkinan besar ia adalah seorang Nestorian yang menjadi pejabat tinggi pada masa khlifah al-Ma’mun (813-833).  Al-Kindi berasal dari suku Najran di Arabia Selatan yang merupakan Pusat kekristenan di Arabia, pada masa Muhammad.  Sedangkan al-Hasyimi  berasal dari suku Quraisy, satu suku dengan Muhammad.[129]  Pada suatu saat sahabatnya Al-Hasyimi yang Muslim itu mengajak dia untuk masuk Islam.
Al-Kindi dan Al-Hasyimi sering melakukan surat menyurat sehubungan dengan agama.  Bunyi dari salah satu surat Al-Hasyimi kepada Al-Kindi adalah sebagai berikut: “Dengan nama Allah, Pemurah dan Penyayang, saya telah memulai surat ini dengan salam damai, sesuai cara Tuhanku dan nabi di atas segala nabi, yaitu Muhammad Rasul Allah, . . . Dengan segala ketulusan hati, saya mengharapkan buat saudara, segala sesuatu yang saya harapkan buat saya, keluarga dan orang tua saya sendiri, maka kami akan menguraikan agama yang kami peluk dan yang berkenan kepada Allah . . .dan mengingat budi pekertimu yang tinggi . . . saya merasa berbelaskasihan kepadamu supaya engkau jangan tetap menganut agamamu (Kristen), . . . saya mengajak saudara untuk memeluk agama yang telah Allah tentukan buat saya, supaya saudara dapat dengan yakin masuk Firdaus dan luput dari neraka . . .[130]
Jawaban Al-Kindi enam kali lebih panjang dibandingkan surat dari al-Hasyimi.  Ia mulai dengan berdoa untuk khalifah al-Hasyimi, lalu dimohonkannya bimbingan dari Kristus untuk menjawab secara tepat.  Kemudian al-Kindi Mulai dengan menguraikan Trinitas, lalu disusul dengan kritik yang tajam tentang kenabian Muhammad, dan setelah itu ia menunjukan kontradiksi yang tajam dalam Alquran sebelum khalifah Utsman bin Affan membakar dan memusnahkan naskah-naskah yang bertentangan itu.[131]

b.      Teolog  Gereja Ortodoks, Timur
Setelah Islam mengadakan ekspansi besar-besaran, ke wilayah Romawi Timur, umat Kristen dan wilayah Kristen berkurang sangat sangat banyak, diantaranya adalah lepasnya Aleksandria, Mesir, Palestina, Syiria ke tangan Islam, dan juga adanya pendudukan Islam terhadap Yerusalem dan Antiokhia, menjadikan para Patriach dari wilayah-wilayah yang diduduki Islam,  mereka hampir tidak memiliki kesempatan untuk berhubungan dengan Konstantinopel.  Tetapi dari segi hubungan pribadi, kelihatannya tidak dapat begitu saja diputuskan, buktinya tiga  orang Patriach dari Timur, yaitu Aleksandria, Antiokhia dan Yerusalem tetap memiliki hubungan baik dengan rekan sejawat mereka Patriach dari Konstantinopel.   Tetapi bagi  orang-orang Ortodoks Timur di Syria dan Mesir tetap menganggap Kaisar Romawi Timur itu Raja mereka, itulah sebabnya mereka disebut ‘Melkit’,   yang berarti Raja atau Kaisar.  Jadi orang-orang Melkit sama dengan orang-orang Raja atau orang-orang Kaisar.   Dan orang-orang Melkit hanya menganggap kekhalifahan sebagai “emir” atau wakil.[132]

1). Yohanes Damascenus
Yohanes adalah anak seorang pejabat tinggi di bawah kekhalifahan Islam, kemudian setelah dewasa ia sendiri memegang jabatan yang tinggi di kekhalifahan Islam, tetapi kemudian ia mengundurkan diri dan menjadi Rahib di sebuah Biara dekat Yerusalem, dan ia meninggal disana.   Ia dipandang sebagai Bapak Gereja Yunani yang terakhir.   Karya utama Yohanes terdiri dari tiga bagian.  Pertama, Dialectica De Haerossibus,  yang berupa penguraian tentang ajaran-ajaran  sesat.  Kedua,  De Fide Orthodoxa, berisi tentang penguraian iman Orthodoks.   Dan yang ketiga,   Disputatio Christian et Saraceni, yaitu berupa perdebatan antara orang Kristen dengan orang Islam.[133]   Tentang pokok-pokok ajaran Islam, Yohanes bertanya mengenai sumber wibawa Muhammad, dan dari mana ia mendapatkan wahyu?  Islam menjawab bahwa Muhammad mendapatkannya ketika ia tidur.   Tetapi Yohanes bertanya lagi, siapa yang menjadi saksi penerimaan wahyu itu? Nabi yang mana yang telah meramalkan kedatangan dia? Mengapa pernyataan Al-Quran tidak diteguhkan dengan bukti-bukti? [134] 
Yohanes  juga menjawab serangan Islam yang menyatakan bahwa orang Kristen adalah musyrik, menyembah  Allah Trinitas di samping  Allah.  Ketika para Apologi Islam menuding orang Kristen menyembah Salib.  Ia berkata bahwa orang Islam juga mencium batu hitam.  Ia juga mempertanyakan pribadi Muhammad dan juga keabsahan Al-Quran sebagai Firman Allah.  Sikap Yohanes sama dengan Timotius I dan Al-Kundi, sebab Yohanes sama sekali tidak memberikan penilaian positif terhadap Islam.  Ia menganggap Islam sebagai salah  satu bidat Kristen dari aliran Arianisme.[135] 

2). Niketes dari Byzantium
Kaisar Basilius I (867-886), ia merupakan Kaisar dari Disasti Makedonia.  Ingin mengembalikan Wilayah Byzantium yang sudah diduduki Islam, dan yang sebagian Penduduknya sudah menganut Islam.  Untuk tujuan itu ia meminta Niketes menulis semacam Apologet Kristen.  Tetapi hasilnya dianggap terlalu Ilmiah tidak cocok untuk masyarakat awam pada umumnya.  Ia mencela Muhammad dengan sangat tajam, tetapi memang ia memahami isi Al-Quran dengan sangat baik.[136] 

3). Bartolomeus dari Edessa (  ± 1100)
Ia menyebut dirinya sebagai seorang rahib yang tidak berpendidikan dan memang tulisannya tidak sesistematis Niketes, tetapi ia memahami Al-Quran dengan baik.
Berikutnya adalah Akaminatos, Uskup Agung Atena (1225).  Dan mantan kaisar yang sudah masuk Biara, Johanes Kantakusinos (1360) yang menyusun buku-buku pembelajaran  atau  apologet Kristen terhadap tuduhan orang-orang Islam.

Tokoh Gereja Eropa Barat  Abad Pertengahan
Eropa Barat semula masuk dalam kekaisaran Romawi Raya, tetapi Abad kelima Masehi Romawi Raya terbagi dua, yaitu Romawi Barat dan Timur.  Kemudian Romawi Barat di rusak dan dikuasai oleh Bangsa German,   yang  merusak semua tatanan kehidupan yang sudah ada.  Jadi antara abad V - XII Eropa Barat ini selalu menjadi bulan-bulanan Bangsa German, Viking dan juga orang-orang Arab.  Islam pernah menduduki dan menjajah Spanyol,   mulai tahun 711,   menjajah Perancis tahun 730, dan menjajah Sisilea mulai tahun 850.  Walaupun berabad-abad mereka dijajah Islam, tetapi mereka tidak pernah belajar tentang Islam.
Abad  XII  Eropa Barat mulai berkembang situasi politik mulai kondusif.  Para Cendekiawan mulai berkesempatan belajar dan menulis dengan tenang.  Sebab pada awalnya hanya biara-biara yang menjadi pusat pendidikan, selain sebagai pusat keagamaan.  Tetapi mulai dari saat itu, berdirilah  lembaga-lembaga pendidikan sampai dengan Universitas-universitas, diantaranya Universitas Paris dan Oxford di Inggris.[137]  Eropa Barat mulai menata kehidupan sosial dan  peradabannya.  Dan mulai saat itu juga  tokoh-tokoh Gereja dan para teolog mulai  memikirkan pembelaan Iman mereka terhadap berbagai tuduhan Islam, diantaranya:

4). Petrus Vinerabilis (1095-1151)
Petrus adalah Kepala Biara Cluny  yang sangat terkenal, ia menyatakan pembelaan iman Kristen terhadap Islam.  Usahanya ini telah didahului dengan belajar memahami Islam dari sumbernya yaitu Al-Quran.  Dan ia telah berusaha untuk menterjemahkan Qur’an kedalam bahasa Latin.  Dalam pendahuluan terjemahannya itu, ia menulis pembelaan Iman Kristen terhadap tuduhan orang-orang Islam.  Petrus mengecam Muhammad.  Tetapi dilain pihak ia lebih missioner ia mulai memikirkan umat Islam dibalik ajaran Islam yang ditolaknya secara mutlak,   dan ia juga menulis: Aku menulis buku ini terdorong oleh kasih terhadap orang-orang Islam.[138] 
Petrus meyakini bahwa Allah yang disembah oleh orang Islam bukan berhala, dia berkata, bahwa orang-orang Kristen tidak boleh menggunakan paksaan dalam mendekati orang Islam.  Lebih lanjut ia juga berkata bahwa Gereja Kristen hanya boleh menggunakan pekabaran Injil dengan memakai firman Tuhan.  Dan menolak paksaan dan hukuman mati sebagai alat untuk membuat orang bertobat.  Dan Sweetman  juga berkata  bahwa Gereja menolak perdebatan dalam suasana tegang  atau marah.  Gereja harus mengungkapkan kebenaran dengan sikap yang lunak dan bijaksana.[139]

5). Thomas Aquinas
Ia seorang dari Ordo Dominican yang memiliki kerinduan untuk memenangkan bidat-bidat dan non Kristen melalui khotbah dan  Apologet.   Seluruh teologi Thomas terarah kepada pembelaan iman Kristen terhadap tuduhan kepercayaan-kepercayaan lain dan para bidat.  Salah satu karyanya yang terkenal adalah Summa Theologica dan Summa contra Gentiles, yaitu berisi tentang ikhtisar iman Kristen dan sanggahan terhadap orang-orang bukan Kristen.[140]



6). Raimond Martin ( 1228-1286)
            Ia seorang Dominican yang mengerti banyak tulisan-tulisan Imam Al- Ghozali, Razi,   dan Ibn Rushd.  Ia melawan Islam dengan manggunakan filsafat Islam. Raimond melayani di Tunisia, dan berkat kerja keras para rahib di Tunisia, sejumlah pejabat dan tokoh Islam di Tunisia menjadi Kristen.[141] 

7). Recoldus De Munte Crusis ( 1260-1325)
Ia telah mempelajari Islam di kota Bagdad dengan sangat ketat dari sumber Islam.  Tanggapan Recoldus terhadap ajaran Islam dan Qur’an sangat negative, tetapi ia sangat mengahargai kesusilaan orang-orang Islam, semangat Islam untuk mempelajari agama,   seperti dalam laporannya yang ia tulis.
Terhadap kesusilaan ini ia melimpahkan pujian.  Dalam laporan perjalanannya ia berkata:  “ Betapa besar semangat orang-orang arab untuk mengadakan studi tentang agama,   keikhlasan mereka dalam doa, kemurahan hati mereka terhadap orang-orang miskin,   rasa takzim terhadap nama Allah dan terhadap sang nabi serta tempat-tempat suci; kesopan-santunan mereka dalam tingkah laku, keramahan mereka terhadap orang asing, kerukunan dan kasih mereka satu sama lain.”[142]

8). Fransiskus dari Asisi
            Fransiskus sangat prihatin dengan nasib orang-orang Islam yang tidak mengenal kasih Kristus.  Dan dalam ordo yang didirikannya itu, ia menetapkan dua aturan dalam menjangkau orang-orang Islam.  Pertama: Jangan berdebat dan berselisih paham dengan orang-orang Islam.  Kedua, mereka harus peka terhadap kehendak Tuhan dan dengar-dengaran, sehingga mereka paham, kapan waktunya mereka harus memperkatakan Injil.[143]



11.                  Perjumpaan Damai
Perjumpaan Damai, yang penulis maksudkan adalah perjumpaan Kristen dengan Islam yang tidak menimbulkan bentrokan fisik yang dapat menyebabkan pertumpahan darah dari kedua belah pihak, tetapi ternyata perjumpaan damaipun berdampak cukup negatif bagi umat Kristen.    Sebab umat Kristen berada pada posisi sebagai kaum atau kelompok imperior,  sementara pihak Islam berada pada posisi superior,   dan naskah perjanjian dibuat oleh pihak Islam.
Orang-orang Arab dan Mekah pra Islam, adalah orang-orang yang menghargai Pluralisme dan perbedaan.  Hal ini bisa dibuktikan dengan banyaknya agama di Mekah dan Jazirah Arab pada saat itu, ada penganut Yudaisme, Kristen, Zoroaster dan agama
Sabean, yaitu agama yang percaya satu Tuhan, tapi agama itu pada saat ini sudah musnah.[144] 
Kerukunan masyarakat Arab pun dapat dilihat dengan adanya 360 berhala di dalam Kaabah.  Kata Kaabah sendiri dalam bahasa Arab berarti kubus dan merujuk pada kuil batu berbentuk empat persegi di Mekah, dimana biasanya para ilah atau berhala disembah.  Robert Morey  berkata: “Jika ada orang asing datang ke Mekah dan ingin melakukan pemujaan kepada dewa lain, selain dari ketiga ratus enam puluh dewa yang sudah ada di Kaabah, maka orang tersebut boleh menambahkan dewanya di Kaabah.”[145]   Adanya 360 berhala di Kaabah, ini mewakili 360 agama yang ada di Mekah atau di Jazirah Arab.  Sejarah pra islam juga menyatakan bahwa kota Mekah merupakan jalur perdagangan yang biasa di kunjungi, di singgahi dan dilewati berbagai suku bangsa yang ada di sekitar Jazirah Arab.
Pada awal kepemimpinan Muhammad ia bergaul dengan orang-orang Kristen.  Bahkan yang jadi salah satu sahabatnya adalah seorang Kristen.
Pada awal ekspansi  Islam terhadap wilayah-wilayah Kristen, Muhammad dan para muhajirin relative bersahabat terhadap orang-orang Kristen.
Muhammad dan para pengikutnya menyadari bahwa wilayah-wilayah yang telah ditaklukkan dan didudukinya berasal dari banyak suku bangsa atau etnis dan agama yang berbeda-beda.  Untuk menghindari banyak konflik dan penolakkan disaat pemerintahan mereka belum stabil, mereka mencoba untuk agak fleksibel dan menggunakan kebijakan yang berbeda-beda.[146]   Tetapi memang nanti setelah Muhammad merasa telah menjadi kuat sikapnya akan menjadi sangat berbeda.
Perjumpaan damai lainnya dapat dilihat dari sikap Umar bin Khatab tahun 637 ketika ia memimpin tentara Islam mengepung kota Yerusalem, setelah beberapa bulan dikepung,   akhirnya demi menghindari pertumpahan darah dari kedua belah pihak, Patriach Sopronius menyatakan menyerah dan bersedia untuk  memenuhi syarat-syarat yang harus ia dan penduduk Yerusalem lakukan.  Ketika Umar bin Khatab memasuki Yerusalem dan meninjau Gereja Suci,   didampingi Patriach Sopronius, tibalah saatnya untuk sholat, maka sang Patriach menawarkan kepada Umar untuk sholat di dalam Gereja tersebut.  Tetapi Umar menolak dan berkata: “Jika saya sholat disini, maka pengikut saya akan menjadikan alasan untuk mengambil tempat ini dari tangan orang Kristen.  Lalu ia keluar dan melakukan sholat di luar Gereja.”[147] 
Perjumpaan damai juga dapat dilihat ketika Khalid Ibn al-Walid  mengadakan perjanjian dengan penduduk Hira, termasuk di dalamnya  Gereja Nestorian.   Walid memberitahukan perjanjian itu kepada  Khalifah Umar bin Khatab yang memerintah pada saat itu:
“Bismillahnir Rahmannir Rahiim.  Inilah perjanjian antara Khalid Ibn Al-Walid dengan orang – orang Hira.  Khalifah Abu Bakar telah memberi perintah agar saya berangkat dari Yamama kepada penduduk Irak, baik orang Arab maupun orang Parsi,   dan menyerukan lebih dahulu agar mereka percaya kepada Allah dan Rasul- Nya dan untuk menjanjikan Firdaus kepada mereka dan untuk memperingati mereka tentang api neraka.  Kalau mereka menerima agama Islam, maka mereka akan mempunyai hak- hak dan kewajiban- kewajiban yang sama dengan orang muslim.  Akhirnya saya sampai ke kota Hira dan berjumpa dengan Iyas Ibn Qabisa Al-Ta’ bersama beberapa pemimpin kota itu.  Saya menganjurkan agar mereka percaya kepada Allah dan Rasul-Nya,   tetapi mereka menolak.  Kemudian saya menawarkan kepada mereka jizya atau berperang.  Mereka menjawab:”Kami tidak mau berperang, kami ingin berdamai dengan syarat-syarat yang sama seperti bagi Alhl’ulkitab yang lain , yaitu pembayaran jizya.  ” saya menghitung jumlah mereka:7000 orang.  1000 orang dari antara mereka saya kecualikan karena telah lanjut usia; sehingga orang-orang yang harus membayar jizya berjumlah 6000 orang.  Sesuai dengan itu kami menyepakati pembayaran 6000 Dinar.
Kemudian kami sepakat bahwa mereka tidak akan melanggar perjanjian itu,   bahwa mereka tidak akan menyokong orang-orang yang tidak percaya untuk menentang orang muslim Arab atau Persia dan  . . . apabila salah seorang dari antara mereka menjadi tua dan lemah, atau kena penyakit, atau menjadi miskin, maka ia akan dibebaskan dari jizya dan ia bersama keluarganya akan dipelihara oleh kas negara (bayt mal al muslimin) selama ia tinggal di daerah Islam (dar-al-islam).  Kalau mereka meninggalkan daerah Islam maka keluarga mereka tidak akan dipelihara oleh orang-orang muslim.  Kalau salah seorang memeluk agama Islam maka ia harus dijual dengan harga yang setinggi mungkin harga mana yang harus dibayarkan kepada bekas tuan-tuan mereka dari Akhl’ulkitab.  Mereka akan berhak memakai segala jenis pakaian , kecuali pakaian seragam militer, asalkan pakaian mereka tidak sama dengan pakaian orang muslim.  Kalau salah seorang dari antara mereka ditemukan sedang memakai seragam militer, maka ia akan ditangkap dan harus mempertanggung jawabkan perbuatannya itu.  Kalau jawabannya tidak memuaskan maka ia akan dikenakan denda sebesar harga pakaian tersebut.   Kami juga sepakat bahwa pembayaran oleh mereka akan dilakukan kepada kas negara; kalau mereka membutuhkan sokongan, itu akan diberikan juga dari kas negara.   Dan kepada Irak yang pada saat itu berpenduduk Kristen diberlakukan perjanjian dan ketentuan yang sama. [148]


Tetapi ketika Damsyik ditaklukkan pada tahun 636 isi perjanjian ditambah beberapa poin larangan, diantaranya larangan untuk mendirikan gedung Gereja yang baru.  Tetapi diijinkan untuk merenovasi gedung Gereja yang sudah ada.  Lonceng Gereja dilarang dibunyikan pada waktu jam sholat, dan salib-salib tidak boleh dinampakkan di depan umum.
Tetapi ada beberapa pemimpin Gereja Yakobit dan Nestorian yang menyambut pemerintahan Islam di daerah mereka dengan senang hati, diantaranya adalah Uskup Michael,   dari Gereja Yakobit di Syiria, ia yakin bahwa Allah membangkitkan kaum Ismael untuk membebaskan mereka dari penindasan Byzantium.
Seorang uskup Nestarian yang sedang bersama penguasa Islam bernama Ishu’yab III suatu saat menulis,   orang-orang Islam berada bersama kami sebagaimana kamu mengetahui.  Tetapi mereka tidak menyerang agama Kristen, mereka menjunjung kepercayaan kami,   menghormati imam-imam kami, dan orang-orang suci Tuhan dan memberikan jasa untuk Gereja-gereja dan monesteri-monesteri kami.

12.                  Dampak Perjumpaan Kristen-Islam terhadap Kekristenan
a.      Jumlah Umat Kristen Menurun
Daerah-daerah Kristen atau kantong-kantong Kristen yang dikuasai, diduduki, dan dijajah Islam mengalami penurunan jumlah umat yang sangat drastis, sebab diseluruh daerah Kristen yang dikuasai Islam, mereka dipaksa untuk masuk Islam,  dan jika tidak mau, mereka diwajibkan untuk membayar pajak badan yang sangat berat, sehingga akhirnya banyak orang Kristen terpaksa harus masuk Islam.  Selain itu status dhimmi bagi umat Kristen telah merampas hak-hak azasi mereka sebagai manusia, mereka dianggap imperior, rendah dan kurang bermartabat, pasti hal ini sangat menyakitkan dan memberatkan bagi umat Kristen, sehingga mereka yang lemah iman, mereka akan meninggalkan iman kepada Yesus Kristus dan masuk agama Islam.
Sehubungan dengan hal ini Jon Culver  pernah mengutip pendapat Abu Yusuf yang menulis Kitab Al-Khuraj antara tahun 786-798” Tanah Arab berbeda dibandingkan tanah bukan Arab.  Dalam hal ini orang-orang Arab wajib memeluk agama Islam.  Jizya atau pajak tidak diberlakukan  bagi mereka, hanya memeluk agama Islam dituntut dari mereka.” [149]  Akibatnya jumlah orang Arab yang Kristen menurun dengan sangat cepat.  Misalnya di Najran, Arabia Selatan jumlah orang Kristen turun dari 40.000 dan menjadi 4000 dalam jangka waktu 80 tahun.  Tetapi terhadap orang Kristen dan Yahudi di luar Jazirah Arab mereka diberi kebebasan untuk menganut agama mereka dengan kewajiban membayar jizya (pajak badan), dan menuruti ketentuan serta larangan yang dikeluarkan oleh Islam.   Hal ini dapat dilihat ketika Muhammad mengirim surat pada tahun 630 kepada Syeikh Yuhanna Ibnu Rubu, kepala suku Kristen yang ada di Agaba.[150]
“Assalamu’alaikum! Segala Puji bagi Allah; Tidak ada Tuhan melainkan  Dia.  Saya tidak akan berperang melawan kamu sebelum menulis surat kepadamu.  Terimalah Islam atau bayarlah jizya dan taatilah Allah dan Rasul-Nya serta utusan-utusan Rasul itu. …. kalau anda ingin hidup aman, di darat dan di laut, maka taatilah Allah dan Rasullullah,   maka anda akan terlindung dari segala serangan orang-orang Arab dan orang-orang bukan Arab.  Kalau anda menolak, maka saya tidak akan menerima apa-apa dari anda sebelum berperang melawan anda dan membunuh prajurit-prajurit anda dan menawan wanita-wanita serta anak-anak anda.  Saya adalah rasulullah, saya mempercayai kebenaran, Allah, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya dan Isa, anak Mariam yang adalah Kalam Allah.  Datanglah sebelum celaka datang menimpa diri anda! … Perlindungan Allah dan Rasul-Nya adalah di atasmu.  Kalau anda menaklukkan diri, damai akan menyertai anda …”[151]

Pembatasan dan larangan-larangan bagi umat Kristen atau kaum dhimmi dari penguasa Islam selama abad pertama, pendudukan Islam di Timur Tengah menjadi lebih jelas ketika memperhatikan klasifikasi yang dibuat oleh Jon Culver, Ph.D. yaitu sebagai berikut:[152]
1.       Kerugian yang bersifat hukum: Di pengadilan pembuktian dan saksi dari seorang Kristen tidak diterima untuk menghukum seorang muslim; lagi pula,   pembunuhan atas seorang dhimmi tidak boleh dibalas dengan hukuman mati.
2.      Pembatasan berkenaan dengan pernikahan:  seorang dhimmi pria tidak boleh menikah seorang wanita yang beragama Islam.  Sebaliknya seorang muslim pria,   bebas menikahi seorang wanita Kristen.
3.      Pelarangan berkenaan dengan pakaian:  Kaum dhimmi wajib berpakaian khusus yang menunjukkan bahwa mereka bukan umat Islam.
4.      Pelarangan berkenaan dengan Kendaraan dan Senjata:  Mereka yang bukan kaum Islam boleh menunggang keledai tetapi tidak boleh menunggang kuda; mereka juga dilarang keras membawa senjata.
5.      Pembatasan berkenaan dengan Bangunan:  Seorang Kristen tidak boleh membangun rumah yang lebih tinggi dari rumah-rumah kaum muslim; kaum Kristen tidak boleh membangun Gereja-gereja baru, namun ketentuan ini kadang-kadang tidak dijalankan.
6.      Pembatasan berkenaan dengan Agama:  Kaum Kristen tidak boleh mencemooh nabi Muhammad, menyerang umat Islam atau mempertobatkan orang-orang Islam.  Namun mereka bebas masuk Islam

Dan sejarah mencatat bahwa jumlah pemeluk agama Kristen di wilayah-wilayah yang diduduki Islam berkurang sangat drastis sebab adanya larangan untuk bersaksi kepada orang-orang non Kristen terutama kepada umat Islam dan juga karena adanya larangan mendirikan gedung Gereja baru.
Selain itu membayar jizya atau pajak rupanya bagi sebagian umat Kristen yang lemah iman dan ekonomi sangat memberatkan.  Dan solusi yang paling mudah untuk terlepas dari jizya adalah beralih agama, menganut agama Islam.  DR. Kenneith Scott mencatat laporan dari sumber Arab yang menyatakan bahwa upeti atau jizya berkurang separuhnya setelah satu generasi Iskandaria atau Mesir ditaklukkan dan diduduki Islam  pada tahun 635 M.[153]  Ini berarti jumlah orang Kristen yang harus membayar pajak itu berkurang sangat drastis, dan bahkan di Saudi Arabia pada saat ini hampir sudah tidak ada lagi orang Kristen, dan dibeberapa daerah Timur Tengah lainnya, yang dahulu merupakan pusat kekristenan pada saat ini hanya ada sedikit saja orang-orang Kristen.[154]

b.      Hubungan Kristen-Islam Menjadi Tidak Harmonis
Perang Salib telah meninggalkan luka sejarah yang tidak mudah pupus bagi umat Islam terhadap Barat, dan umat kristiani di seluruh muka bumi.  Dan juga bagi sebagian umat kristiani Perang Salib telah menjadi beban sejarah yang harus ditanggung dengan segala konsekwensinya.  Memang jika diamati dengan kepala dingin, kejujuran serta ketulusan sebenarnya tidak ada yang perlu disalahkan, dan juga tidak perlu ada yang dibenarkan, sebab jika ada yang disalahkan, sesungguhnya kedua belah pihak bersalah dalam hal ini. 
Sebagian umat Islam hampir melupakan sama sekali semua ekspansi, pendudukan, penjajahan  yang telah dilakukan tentara Islam atau kekhalifahan Islam  terhadap daerah-daerah dan Negara-negara Kristen pada jaman dahulu, mulai abad VII Masehi sampai dengan awal abad XX, yaitu dengan berakhirnya dinasti Otoman Turki pada Perang Dunia (PD) I.  Tetapi  sepertinya  yang ada dalam  benak umat Islam hanyalah tentang kebrutalan, dan keganasan tentara Salib dari Eropa Barat, sepertinya mereka tidak pernah mengingat keganasan tentara Islam, terutama Islam Turki. 
Generasi kristiani dan generasi Islam berikutnya, telah mewarisi hubungan yang tidak harmonis, dan mungkin hubungan yang tidak hamonis ini akan terus diwariskan pada generasi-generasi selanjutnya jika tidak segera diadakan rekonsiliasi.  Dan semenjak Perang salib umat islam menjadi tidak toleran lagi terhadap umat kristiani.

c.       Umat Kristen Kehilangan Daya Juang
Orang-orang Nestorian dan Yakobit dikenal karena keberanian dan kegigihan mereka dalam bersaksi atau memberitakan Injil.  Tetapi  dengan adanya status dhimmi secara psikologis telah menjadikan orang-orang Nestorian dan Yakobit kehilangan daya saing, daya saksi dan daya juang.  Sebab mereka telah menjadi kelompok imperior, sementara umat Islam menjadi kelompok superior.

d.      Perkembangan Kekristenan Terhambat
Abad VII – XV merupakan masa jayanya atau masa keemasan kekhalifahan Islam dan juga Negara-negara Islam.  Merekalah yang menguasai dunia ini pada saat itu, mereka menguasai dan menduduki banyak Negara, mereka menguasai dan mengendalikan politik dunia, mereka mengendalikan perekonomian dunia, dengan menguasai jalur-jalur lalulintas perdagangan, salah satunya adalah mereka menguasai dan menutup jalur lalulintas darat, dari Eropa Barat ke Benua Asia dan Amerika, bahkan Australi.
            Ketika Islam menutup jalur lalulintas darat di atas, sesungguhnya Islam telah melakukan monopoli dagang, tetapi lebih dari itu, bagi umat Kristiani Eropa Barat mereka tidak memiliki akses ke wilayah-wilayah lain, sehingga bukan hanya jalur perdagangan Eropa Barat ke Asia yang tertutup, tetapi pemberitaan Injilpun terhambat karena dampak dari Perang salib di atas, sehingga agama Kristen tidak bisa disebar luaskan ke Negara-negara lain, sehingga perkembangan kekristenan menjadi terhambat.

e.       Kekristenan Diserang
Islam telah telah melakukan serentetan ekspansi atau penyarangan, serta telah melakukan  pendudukan  secara fisik terhadap wilayah-wilayah Kristen, tetapi selain penyerangan seperti yang telah disebutkan di atas, islam juga telah melakukan penyerangan terhadap doktrin-doktrin atau azas-azas kristiani, diantaranya adalah: Pertama, Islam menuduh bahwa Alkitab telah korup dan salah, itulah sebabnya dalam banyak dialog dan perjumpaan, islam selalu mencegah setiap upaya untuk membandingkan Yesus yang Alkitabiah dengan Muhammad yang Quraniah. 
      Kedua, Umat Islam sering salah paham sehubungan dengan sifat ketuhanan Yesus Kristus, hal ini disebabkan sumber informasi Muhammad tentang Yesus tidak datang dari orang Kristen Ortodoks, bukan dari Torah atau Perjanjian Lama,  dan juga Perjanjian Baru,   tetapi dari sekte-sekte bidat.



13.                 PERJUMPAAN KRISTEN-ISLAM DI INDONESIA
a.      Perjumpaan Kristen-Islam Pra Portugis
Sebelum kedatangan Portugis dan VOC atau Belanda umat Kristen dibumi Palapa ini jumlahnya sangat sedikit, itulah sebabnya tidak pernah tampil kepentas sejarah, sehingga tidak pernah tercatat dalam sejarah,  sebab tidak memiliki sesuatu yang dapat dibanggakan pada saat itu, entah itu berupa kekuatan, jumlah umat yang besar atau negara kuat yang membantu mereka.  Keberadaan umat Kristen di Negeriini saat itu seperti “Underground” dibawah tanah atau rahasia.  Hal ini terjadi karena beberapa faktor: Pertama, orang-orang Kristen yang datang ke kepulauan Nusantara ini pada saat itu ialah para pedagang murni, tujuan mereka hanya bisnis atau usaha, mencari keuntungan semata.  Bukan untuk menyebarkan agama atau kepercayaan mereka secara khusus kepada penduduk setempat dan juga setiap orang yang ditemuinya. Hal ini didasarkan kepada beberapa pertimbangan diantaranya menghindari resiko penolakan yang akan berakibat pada bisnis mereka. 
Kedua, diperkirakan orang Kristen pertama kali datang kenegeri ini adalah para pedangan Kristen dari Mesir dan Persia.  Kondisi kekristen di Mesir dan Persia sejak pertengahan abad ke VII M menjadi semacam kelompok agama atau manusia yang dianggap imperior  atau  rendah atau dianggap manusia kelas dua oleh Islam.  Sebab di negerinya sana Persia dan Mesir mereka di perlakukan demikian oleh Islam.  Hak-hak mereka banyak yang dirampas.  Harus membayar upeti dipaksa untuk masuk Islam, diusir dari kampung halamannya atau terdesak dari kampung halamannya setelah pendudukan Islam terhadap negeri mereka.  Sehingga banyak orang Persia yang Kristen Nestorian, mengambil jalan imigrasi kedaerah-daerah yang belum dikuasai Islam, lewat jalur perdagangan dari pada mereka harus bayar upeti dan dipaksa untuk masuk Islam, atau tetap bertahan dinegeri asal mereka dengan hak-haknya yang dirampas, sehingga mereka tidak memiliki kemerdekaan lagi dalam hidupnya. Keadaan psikologis seperti inilah yang terjadi dengan para pedagang Persia dan Mesir setelah negara mereka diduduki oleh Islam. Keadaan psikologis sebagai manusia imperior inilah,  yang menjadikan para pedagang Kristen dari Persia dan Mesir tidak memiliki keberanian atau nyali untuk tampil menjadi penyaksi Kristus dalam kehidupan hari-hari mereka sebagai pedagang.  Bagi mereka saat itu rupanyaagama cukup dijalankan dalam hidup pribadi atau keluarga saja, bukan untuk disaksikan atau diperlihatkan kepada orang lain.
Dan keadaan Psikologis tersebut bagi seorang penganut agama tertentu akan menjadikan mereka kehilangan daya saing, kehilangan daya saksi dan kehilangan daya juang.  Itulah sebabnya bagi para pedagang Persia dan Mesir yang beragama Kristen yang telah tiba  diwilayah kepulauan Nusantara ini lebih baik memilih sikap pasrah dan diam karena trauma yang mereka alami di negeri mereka, apalagi pada saat itu agama Hindu dan Budha sedang mengalami masa jaya di negeri ini.
Masuknya Islam kebumi Nusantara pada abad XIII telah menjadikan orang-orang Kristen yang sudah ada pada saat itu tidak berani untuk menampakkan jati dirinya, mereka sangat takut sejarah pahit yang pernah terjadi terhadap nenek moyang mereka dapat terulang kembali dalam kehidupan mereka.  Kedatangan Islam telah menjadikan orang Kristen pada saat itu lebih diam lagi.  Itulah sebabnya pada saat itu tidak ada perjumpaan yang berarti antara Kristen dengan Islam.
Kata “Perjumpaan” dalam budaya Inggris adalah “Encaunter”. Baik dalam bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris,  kedua istilah ini menyiratkan kesepadanan dari kedua belah pihak yang bertemu atau berjumpa.  Sementara perjumpaan pada saat itu, yaitu perjumpaan Kristen – Islam sebelum kedatangan Portugis ke Bumi Nusantara ini,  umat Kristen diposisikan dan memposisikan diri sebagai kaum yang imperior.  Itulah sebabnya tidak pernah terjadi perjumpaan yang sepadan.
Jika menyimak penilaian Kyai Kalamwadi, dalam buku yang berjudul Darmagandul, ia memberikan penilaian yang lain terhadap para Sunan, yang dikemudian hari dijuluki Wali Sembilan atau Wali Songo, yang sedemikian dihormati dan dipuji bahkan dimuliakan oleh orang-orang Islam sampai saat ini.  Menurut Kyai Kalamawadi mereka adalah orang Islam atau  pemuka-pemuka agama Islam yang sangat agresif dan misioner.  Ketika pertama kali mereka datang kesuatu wilayah yang baru, mereka akan begitu ramah dan berusaha mendapat simpati dari para penguasa pada saat itu dan juga masyarakat, tetapi jika pada suatu saat, ketika  jumlah mereka sudah banyak dan posisinya sudah mulai kuat, maka mereka akan menggalang kekuatan untuk merebut kekuasaan dari orang-orang yang telah menolong mereka, seperti dalam cerita Prabu Brawijaya yang dikhianati oleh para Sunan  atau  Wali, sehingga kerajaan Majapahit yang besar dan berjaya itu runtuh.[155]

b.    Perjumpaan Portugis-Islam
Malaka dikenal sebagai pintu gerbang menuju kepulauan Nusantara.Rupanya julukan ini sesuai dengan keberadaan Malaka dengan Selat Malakanya yang menjadi jalur utama lalu lintas laut bagi perdagangan dari Asia menuju pelabuhan-pelabuhan berbagai pulau di Nusantara.Pada akhir abad XV,  Malaka menjadi salah satu pusat perdagangan Asia.  Jadi tidak aneh jika Portugis sangat tertarik terhadap Malaka dan menginginkan wilayah itu berada dalam kekuasaannya.  Sebab daerah tersebut memiliki nilai bisnis dan ekonomi yang sangat menggiurkan.Itu yang menjadi alasan Portugis datang ke Malaka dan merebutnya dari Sultan Muhammad Syah pada tahun 1511.[156]
Wilayah-wilayah yang memiliki kemajuan tingkat ekonomi yang tinggi biasanya ramai didatangi berbagai bangsa dan suku bangsa yang hendak  berdagang dan mencari penghidupan.  Dan ternyata wilayah dengan tingkat kemajuan ekonomi yang tinggi seperti Malaka pada saat itu, telah menarik perhatian para pedagang bahkan para tokoh agama, datang mengunjunginya.  Para ulama Islam telah datang dan mengembangkan agama Islam dikota ini, apalagi pemerintahan pada saat itu membari fasilitas dan kebebasan kepada para ulama untuk mengembangkan Islam.
Portugis menaklukkan  penguasa Malaka yang bergelar “Sultan,” yaitu Sultan Muhammad Syah. Gelar Sultan adalah sebutan untuk raja yang beragama Islam dan dari kerajaan Islam.  Jadi hampir bisa dipastikan pada saat itu Malaka yang ditaklukkan Portugis pada tahun 1511 adalah sebuah kerajaan Islam atau paling tidak sebuah kerajaan yang dipimpin oleh seorang raja yang beragama Islam.  Ini berarti ketika Portugis menyerang Malaka, telah terjadi perjumpaan militer antara Portugis yang beragama Katolik dengan Malaka yang penguasanya beragama Islam.  Tetapi memang hubungan Portugis dengan Islam sudah tidak harmonis sejak awalnya di Eropa Barat, sebab Islam pernah mengadakan ekspansi ke Semenajung Liberia dan merebut serta menduduki beberapa wilayah Spanyol, bahkan islam pernah melakukan ekspansi dan menduduki atau menjajah Portugal selama 533 tahun.[157]
Bahkan Islam terus mengadakan ekspansi, mereka merebut Cordoba, Granada, dan Toledo yang merupakan Ibukota Visigoth. Islam menaklukkan Sevilla Ibukota Spanyol bahkan ketika pasukan itu bergerak ke Utara mereka berhasil menaklukan Zaragosa dan Barcelona bahkan ekspansi Islam mencapai Tours Perancis.[158]Dan Prof. KH. Hasbullah Bakry, dalam Jurnal Peninjauyang berjudul“ Pandangan Islam Tentang Kristen di Indonesia, ia mengutip karya Harry W. Hasard  dalam bukunya “Atlas of Islamic History” tentang nagara-negera Eropa Barat dan Timur yang pernah dijajah Islam, diantaranya yang paling lama adalah  Spanyol, selama 781 tahun, yaitu mulai 711 sampai 1491 M.  Dan Portugal dijajah Islam mulai 716 sampai 1249.[159]
Pengalaman pahit bagi Portugis dijajah Islam selama 533 tahun, sehingga menjadi sangat wajar  jika dalam benak mereka, ada anggapan bahwa Islam adalah musuh mereka.  Dan itulah sebabnya dalam perjumpaan Portugis dengan Islam di Selat Malaka, Portugis menjadi cukup agresif  untuk memerangi dan mengalahkan kerajaan Islam di Malaka.
Dalam perjumpaan militer antara Portugis dengan Islam di Malaka, sepertinya  bagi Portugis sedang membuka babak baru perang terbuka dengan Islam untuk membalas perlakuan Islam kepada mereka, ketika Islam menjajah mereka. 
Dan secara kebetulan  kedatangan Portugis di wilayah kepulauan Nusantara ini hampir bersamaan dengan berdirinya kesultanan-kesultanan atau kerajaan-kerajaan Islam diBumi Pertiwi ini, setelah mereka menaklukkan atau mengalahkan kerajaan-kerajaan Hindu yang telah berjaya selama beberapa abad sebelumnya, diantaranya adalah: Samudra Pasai, Malaka, Kesultanan Aceh, yangmerupakan kerajaan-kerajaan Islam dibekas kerajaan Hindu Sriwijaya. Kesultanan Demak, Tuban, Gresik, Ampel Ganding bahkan kesultanan Islam Ternate sebelumnya adalah wilayah kerajaan Hindu Majapahit.  Kesultanan Cirebon dan Banten berdiri diwilayah kerajaan Hindu Tarumanagara, Galuh dan Pakuan Pajajaran.[160]
Jadi dengan demikian perjumpaan militer atau perang terbuka antara Portugis dengan Islam hampir mustahil untuk dapat dihindarkan lagi ketika Portugis memasuki wilayah Nusantara ini. 
Setelah Portugis menaklukkan atau merebut Malaka dari Sultan Mahmud Syah tahun 1511, satu tahun berikutnya Portugis sudah tiba di kepulauan Maluku, yaitu tahun 1512 dan di daerah kepulauan Nusantara bagian Timur ini juga, Portugis harus berhadapan dengan beberapa penguasa dan kerajaan Islam, diantaranya Ternate.  Dan rupanyasejak satu atau dua abad sebelum kedatangan Portugis di Kepulauan Nusantara ini, para ulama Islam telah memanfaatkan jalur perdagangan yang ramai antara Malaka, Jawa, Makasar dan Maluku, selain untuk berdagang, mereka juga telah berdakwah dan melakukan islamisasi di daerah-daerah perdagangan yang dikunjunginya.  Dan pada saat Portugis masuk kedaerah  Maluku dan sekitarnya tahun 1512 beberapa daerah disekitar Maluku telah menerima pengaruh Islam dari para ulama yang datang dari Jawa dan Melayu.
Dan juga pada saat itu sudah berdiri beberapa kerajaanIslam, diantaranya Ternate. Pada tahun 1522, Portugis membuat benteng pangkalan dagang di Ternate, yang akan menjadi pusat kegiatan dagang meraka untuk wilayah Indonesia bagian timur. Dan sampai tahun itu Portugis telah memiliki tiga pusat perdagangannya di Asia yaitu Gowa (India), Malaka dan Ternate.
Sebenarnya walaupun Portugistelah mengalami kepahitanyang di sebabkan oleh penjajahan yang dilakukan Islam,  tetapi tujuan utama mereka datang ke Asia, termasuk kepulauan Nusantara ini, adalah tujuan ekonomi dan dagang, jadi bukan untuk balas dendam terhadapIslam di Nusantara ini, dan justru mereka cukup berhati-hati, untuk  menghindari gesekan, pertentangan bahkan perjumpaan militer dengan Islam, sebab mereka tidak mau tujuan ekonomi mereka menjadi gagal.
Dan hal ini juga dapat dilihat ketika Portugis melakukan monopoli dagang diwilayah Nusantara ini, ia tidak menyerang kesultanan-kesultanan atau wilayah Islam secara membabi buta, tetapi justru Portugis masih bisa berkongsi dengan kesultanan-kesultanan tertentu dan membantu kesultanan-kesultanan tersebut dalam menghadapi ancaman dari musuh-musuh mereka bersama-sama, tetapi tentunya hal ini juga dilakukannya jika  hal itu menguntungkan posisinya dan juga usaha monopoli dagangannya.[161]
Tetapi walaupun Portugis cukup berhati-hati, namun karena perbuatan-perbuatannya yang arogan, kejam, licik, dan sombong serta suka memeras masyarakat pribumi  dengan monopoli dagangnya itu,sehingga belakangan banyak wilayah yang tidak mau menjalin kerjasama perdagangan, bahkan karena perbuatan-perbuatannya itu Portugis menuai perlawanan dari masyarakat, terutama penguasa-penguasa Islam. terutama setelah kematian Sultan Hairun, dari kerajaan Ternate,  di dalam bentengatau pangkalan dagang Portugis. Dan hal ini telah menjadikanmasyarakatTernate menjadi murka kepada Portugis, mereka bukan hanya menbenci dan menyerang Portugis, tetapi perkampungan-perkampungan Katolik pribumipun ikut diserang dan dibakar.  Dan sejak peristiwa itu hubungan Portugis dan masyarakat Ternate tidak terpulihkan lagi sampai pada akhirnya Belanda masuk dan mendesak atau mengusir Portugis keluar dari wilayah Indonesia bagian Timur.
Sebenarnya hubungan Portugis-Ternate semula sangat baik. Pada tahun 1512 ketika Portugis terdampar di Ambon, raja Ternate Abu Lais mengundang Portugis ke Ternate, dan Portugis diberi izin untuk mendirikan pangkalan dagangnya di Ternate, tetapi dikemudian hari Portugis terlalu ikut campur dalam urusan pemerintahan kerajaan Ternate. Hal ini menjadi semakin jelas ketika  Abu Lais wafat maka terjadilah sedikit ketegangan di lingkungan istana.  Tetapi akhirnya Tabarija naik jadi Sultan menggantikan Abu Lais (1523-1535).  Tetapi pada tahun 1535 Panglima  Portugis   Don Tristaode Atayde mencopot Sultan Tabarija yang dituduhnya berkhianat dan mengirimnya ke Goa (India) untuk diadili Gubernur Jenderal disana, lalu de Atayde mendudukan Hairun,Saudara tiri sekaligus pesaing Tabarija diatas tahta kesultanan Ternate. Dan hal itu menimbulkan reaksi yang keras dari umatIslamTernate.  Tetapi de Atayde segera diganti oleh Antonio Gelvao, yang lebih kooperatif, sehingga hubungan Portugis-Ternate mulai membaik kembali.  Tetapi selain bangsa Portugis yang datang dan berdagang di Ternate pada saat itu, ada juga orang-orang asing lainnya yang berdagang sekaligus berdakwah, terutama ulama-ulama dari Persia, Arab, Jawa dan suku Melayu.  Dan mereka itulah yang terus-menerus menghasut masyarakat Ternate Tidore untuk terus memusuhi dan menghambat kekristenan.  Bahkan mereka berkata:
“Para pemimpin Islam melarang semua orang dengan ancaman hukuman berat bila mereka berani berhubungan dengan Imam-imam asing itu. Salah seorang adik raja yang sering mendampingi imam dan mulai bersimpati terhadap mereka segera disingkirkan dan dilarang keras, tidak boleh lagi bergaul dengan imam-imam itu…  Guru-guru Islam mendukung Sultan bahwa setiap pemuka masyarakat yang pindah agama, masuk agama Kristen harus disita sebagian milik dan hartanya.”[162]

Portugis juga sadar bahwa respon pemimpin-pemimpin pribumi, dan juga masyarakat sudah kurang bersimpati kepada mereka, dan kekuatan Islam semakin besar, tetapi karena ambisi dan keserakahan  pemimpin-pemimpin Portugis, seperti terlihat ketika mereka menawan Sultan Hairun tahun 1544atas perintah Jurdao de Freitas Panglima  Portugis di Ternate,  seperti yang dikatakan oleh Heuken:
De Freitas adalah sahabat Tabarija.  Ia mendapat informasi bahwa pada tahun 1543 Tabarija sudah direhabilitasi oleh Raja Portugis melalui penguasa Portugis di Goa, bahkan juga sudah masuk Kristen.  Freitas berniat mendukung Tabarija untuk kembali menduduki tahta Ternate.  Karena itulah pada tahun 1544 ia melancarkan tuduhan atas Sultan Hairun dan membawanya sebagai tawanan ke Malaka.  Niat ini sejalan dengan rencana De Freitas untuk perbaikan dan menjalani kerjasama dengan Sepanyol, untuk memperkuat posisi politis dan bisnisnya maupun untuk menggiatkan Penginjilan.  Ternyata Tabarija meninggal di Malaka tanggal 30 Juni 1545 dalam perjalanaan ke Ternate, sementara Sultan Hairun kemudian dinyatakan bersih dari segala tuduhan.  De Freites sendiri dicopot dari jabatannya. Tetapi sejak saat itu kepercayaan Sultan Hairun terhadap Portugis praktis sudah hilang.  Apa lagi selama Hairun ditahan, De Freitas mengambil alih tahta Ternate dengan alasan bahwa Tabarija-dalam surat wasiatnya sebelum meninggal-sudah menghibahkan seluruh wilayah Kesultanan Ternate pada Portugis.[163]

Tahun1570 sebenarnya sudah dimulai masa perdamaian antara Portugis dengan Ternate, tetapi panglima Portugis yang baru, Diogo Lopez de Mesquita berniat melenyapkan Sultan Hairun dengan tipu daya, itulah sebabnya ia mengundang Hairun ke benteng Portugis Sao Paolo di Ternate untuk menandatangani perjanjian damai tersebut, tetapi setelah penandatanganan perdamaian, ketika mereka sedang melakukan infeksi tiba-tiba sultan Hairun dibunuh atas perintah Diogo Lopes de Mesquita, di benteng Portugis Sao Paolo, Ternate.  Maka sejak itu permusuhan Portugis dengan kesultanan Ternate membara kembali. Sultan Baabullah, putra Sultan Hairun berjanji dan bertekad untuk membalas kematian ayahnya dengan melakukan aksi peperangan dan pertumpahan darah.[164]
Dan ternyata ancaman tersebut, bukan hanya gertakan belaka dari Sultan Baabullah terhadap Portugis, sebab sejak itu Baabullah selalu melancarkan serangan dan perang terbuka, terhadap Portugis.  Tetapi yang sangat disayangkan adalah orang-orang Katolik pribumi harus ikut menanggung akibat dari dosa Diogo Lopez de Mesquita, atas pembunuhannya terhadap Sultan Hairun, sebab sejak itu perkampungan umat Katolik pribumi sering menjadi sasaran penyerangan prajurit Islam Ternate, sehingga orang KatolikAmbon  atau  Maluku dan wilayah lainnya di kepulauan Nusantara bagian Timur ini terus teraniaya, dan banyak yang dibunuh, serta dipaksa untuk meninggalkan iman Kristiani mereka.
Dan sejak kematian sultan Hairun keberadaan orang-orang Katolik di Maluku semakin menderita. Sebab mereka yang menjadi sasaran amuk dan murka orang-orangIslamTernate dan situasi yang kacau dan panas ini tidak pernah berhasil dipulihkan sampai Portugisangkat kaki dari bumi ternate, karena terdesak oleh VOC. 
Perang terbuka  antara Portugis melawan Ternate, menjadi semacam Perjumpaan Militer Portugis-Islam.Perjumpaan militer tersebut dipicu oleh beberapa faktor,  diantaranya adalah dosa Diogo Lopez de Mesquita, yang telah menuai balas dendam dari kesultanan Ternate,  yang walaupun pada akhirnya Lopez de Mesquita dicopot dari jabatannya sebagai panglima Portugis untuk Ternate, tetapi ternyata hal itu tidak berpengaruh banyak terhadap murka umat Islam Ternate.  Selain itu juga adanya intervensi politik yang dilakukan oleh Portugis terhadap Kesultanan Ternate.  Faktor yang lainnya pastinya adalah monopoli ekonomi yang telah dilakukan oleh Portugis terhadap para pedagang Islam dan juga para pedagang lokal. Sebenarnya jika dicermati urutan peristiwa perjumpaan militer tersebut, tidak terlihat sama sekali faktor balas dendam bangsa Portugis terhadap Islam Ternate, karena mereka pernah dijajah Islam selam 533 tahun.  Sebab justru perang terbuka antara Portugis-Islam Ternate, telah dikobarkan untuk pertama kalinya oleh kesultanan Ternate, karena banyak kesalahan Portugis.Tetapi bandingkan juga apa yang dikatakan oleh Theo van den End. 
Tetapi kita akan salah menilai keadaan pada zaman itu andaikata kita mengira bahwa perang Gerilya itu dicetuskan oleh pertentangan orang-orang Islam dan orang-orang Kristen.  Hal agama tidak merupakan pokok pertikaian yang satu-satunya ataupun yang utama.  Perselisihan-perselisihan lokal, yang sudah ada sejak dahulu kala, antara kampung-kampung dan kelompok-kelompok kampung (“ Ulisiwa “ dan “ Ulimia “) bercampur dengan persaingan antara Ternate dan Tidore, antara Ternate dengan Portugal, dan akhirnya dikaitkan dengan perbedaan dalam hal agama.  Hal itu menjelaskan juga mengapa orang-orang Islam dengan relatif mudah masuk Kristen dan sebaliknya, kalau ada desakan atau anjuran  untuk berbuat demikian.  Salah seorang pemimpin Kristen yang bersemangat dalam perang Gerilya itu ialah Manuel dari Hatiwi.  Kita mendengar juga tentang Misionaris-misionaris yang mendirikan benteng perkampungan, dan mengorganisir pasukan-pasukan para militer dan yang luka-luka dalam pertempuran.  Orang-orang Kristen banyak yang murtad, tapi banyak juga yang lebih suka hidup di hutan atau mati syahid dari pada mengingkari Iman mereka.[165]

Perjumpaan Portugis Islam bukan hanya terjadi diwilayah Maluku dan sekitarnya, tetapi juga dibeberapa wilayah Nusantara lainnya, diantaranya Sulawesi Utara, Sulawesi Selatan, Aceh, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Timur.

1). Di Sulawesi Utara
Kesultanan Ternate pada masa Sultan Haerun mengalami masa jaya sehingga kesultanan ini bisa mengalahkan kerajaan-kerajaan lain yang ada disekitarnya, bahkan pada masa itu kesultanan Ternate mengadakan ekspansi kewilayah-wilayah yang lebih jauh karena alasan politik dan agama. Pada tahun 1563 Sultan Hairun bermaksud hendak mengirimkan pasukannya kewilayah Sulawesi Utara, untuk menaklukkannya dan mengislamkannya. Dan ketika rencana mereka ini tercium, Portugis segera mendahului rencana Sultan Hairun ini, berlayar menuju Sulawesi Utara. Mereka tiba di Manado lama pada bulan Mei 1563.[166]Manado pada saat itu terletak di kepulauan kecil lepas pantai Minahasa. Struktur pemerintahan Manado pada saat itu kelihatannya kurang memiliki hubungan dengan Minahasa daratan.
Pada saat Portugis tiba di Manado, seorang misionaris Roma Katolik Peter Magelhaes menyertainya, dan mereka semua disambut gembira oleh penduduk setempat.Dan dalam waktu beberapa saat Peter Magelhaes telah membaptis beribu-ribu orang, yang tentunya sebelum jemaat baru ini menerima pengajaran dan pembinaan yang layak.  Th.van den End mencatat bahwa raja dan 1500 rakyat Manado di baptiskan,  Raja Garrasalodan rakyatnya dibaptis sebanyak 2000 orang. Lima tahun kemudian seorang misionaris lain datang dan membaptis seorang raja dari pulau Sangir bersama rakyatnya;  dan juga Raja Banggai beserta rakyatnya. Para misionaris menyadari bahwa cara kerja mereka terlalu dangkal, itulah sebabnya pada suatu hari Magelhaes pernah menolak permintaan raja Garrasalo beserta rakyat Minahasa ketika mereka minta dibaptis.
Ketegangan antara Potugis dengan Ternate menjadi hambatan bagi para misionaris untuk mengunjungi Sulawesi Utara kembali, sebab ketika mereka pulang ke benteng atau markas mereka, rupanya Sultan Ternate telah menyerang Sulawesi Utara dan mereka memaksa orang yang baru menjadi Katolik itumeninggalkan iman mereka,  dan dipaksa masuk Islam, atau kembali pada agama lama mereka.
Dan itulah sebabnya ketika seorang prater mengunjungi Sulawesi Utara, setelah beberapa tahun, mereka tidak menemukan lagi orangKatolikdi beberapa daerah tertentu, karena sebagian dari mereka telah di Islamkan dan sebagian lagi kembali pada agama lama mereka.[167]
Setelah VOC merebut Maluku dari Portugis tahun 1605. Tetapi tahun 1606 Spanyol merebut Maluku Utara kembali dari VOC.Dan setelah Spanyol berhasil melakukan hal itu, tahun 1606 pekerjaan misi terbuka kembali.  Tetapi ketegangan antara Portugis-Spanyol, Portugis-Islam, dan juga Spanyol-Islam telah menjadi salah satu penghambat pekerjaan misi.Demikain juga pertikaian Portugis–Belanda, dan Spanyol-Belanda ikut mempengaruhi pekabaran Injil pada saat itu.

2). Di Nusa Tenggara Timur (NTT)
Kayu cendana adalah kayu yang mahal dan memiliki nilai jual yang tinggi di India dan di Cina, itulah sebabnya kayu cendana dari NTT diburu oleh pedagang-pedagang dari manca negara dan tahun 1550 kapal-kapal Portugis telah tiba diNTTuntuk mengangkut kayu cendana, salah satu pelabuhan yang biasa disinggahi adalah pelabuhan Solur, disebelah Timur pulau Flores.
Gereja diNTTdimulai tahun 1556 ketika Prater Antonio Taveira, seorang dominikan datang ke Flores dan membaptis 5000 orang dari sekitar Timor, Flores dan Tarantaka.  Beberapa waktu kemudian datang prater-prater yang lain, lalu mereka membangun benteng di Solur, bagi perlindungan orang-orang percaya baru dari gangguan dan serangan orang-orang Islam dari Jawa dan Makasar.  Dan di Ternate  juga dibangun benteng untuk melindungi orang-orang Kristen dibawah pimpinan Prater-Prater.[168]
Pada akhir abad  XVI  jumlah orangKatoliksudah menjadi 25.000 orang dan pusatnya Solur, tetapi beberapa saat kemudian timbul ketegangan, setelah dua pemuda yang dikirim ke Malaka untuk belajar berpindah agama, dan juga selain itu orang-orang percaya baru terpecah menjadi dua kelompok, seperti kelompok-kelompok semula, sebelum mereka menjadi Katolik, yaitu golongan “Deman” dan “Paji”.  Lalu salah satu kepala kelompok ditahan oleh Portugis, tetapi justru hal ini telah memancing kemarahan dari anggota kelompok tersebut sehingga timbullah keributan yang menyebabkan benteng yang sudah dibangun dengan susah payah dibakar dari dalam.  Dan akibatnya sebagian besar jemaat murtad, beberapa gereja dirusak dan beberapa pastor mati terbunuh dalam insiden tersebut.  Tetapi pekerjaan misi tetap jalan terus.  Tetapi beberapa tahun kemudian suasana diperkeruh ketika VOC datang ke daerah NTT, terlebih lagi ketika VOC pada tahun 1616 berusaha merebut benteng Solur,sehingga timbul ketegangan antara Portugis yang didukung kelompokDemandengan VOC yang didukung kelompok Paji,yang  sebagian sudah menjadi Islam dan sebagian kembali pada agama lama mereka.  Dan juga pada saat itu VOC mendapat dukungan dari Islam yang cukup berarti, dan sangat merepotkan Portugis.[169]

3). Di Batavia
Sisa-sisa kerajaan Hindu Majapahit diujung Timur pulau Jawa masih bertahan setelah Majapahit runtuh diserang kesultanan Demak yang didukung oleh para Sunan dan Wali dan kerajaan-kerajaan Islam lainnya di Pulau Jawa. Raja-raja kerajaan Hindu seperti Panarukan dari Blambangan mestinya mereka menganggap Portugis sebagai sahabat yang bisa diajak bekerjasama. Hubungan politik akhirnya membawa serta hubungan agama. Maka Portugis mengirim beberapa misionaris ke Panarukan dan Blambangan pada tahun 1569-1599. Para Prater berhasil membaptis beberapa orang termasuk anggota keluarga kerajaan, tetapi menjelang tahun 1600 kedua kerajaan itu diserang dan ditaklukkan oleh kerajaan-kerajaan Islam yang ada disekitarnya, dan semua penduduknya dipaksa masuk Islam.[170]  Dan pada saat itu Portugis hampir tidak bisa memberikan perlindungan yang berarti pada dua kerajaan Hindu yang menjadi sekutunya itu

4). Di Sulawesi Selatan
Pekabaran Injil di Sulawesi Selatan pada masa Portugis, hampir tidak melibatkan Portugis sebagai suatu bangsa atau sebagai pemegang amanat Paus.  Portugis tidak mau mengunjungi Makasar, sebab Makasar tidak memiliki rempah-rempah yang mereka butuhkan. Pekabaran Injil di Makasar terjadi karena pada tahun 1537 beberapa bangsawan dari Makasar datang ke Ternate, dan ketika mereka bertemu Antonio Galvao, mereka tertarik untuk belajar tentang kekristenan sampai mereka mengambil keputusan untuk dibaptis.  Mereka inilah yang membuka pintu bagi Injil di Sulawesi Selatan, dan pada saat itu pengaruh Islam terlalu kuat.  Tahun 1540-an kegiatan misi dijalankan oleh perorangan, diantaranya yang paling menonjol adalah seorang pedagang yang bernama  Antoni de Pay Va sehingga beberapa raja dan bangsawan dari kerajaan Supo, yang terletak di teluk Pare-pare dan Sian atau Panghajane,  mengambil keputusan untuk dibaptis, tetapi kejadian itu diprotes dan didakwa oleh para ulama Islam yang sedang melakukan proses islamisasi disana. Tetapi karena tidak ada tenaga rohaniawan, maka orang-orangKatolikbaru ini terlantar untuk beberapa waktu.[171]

5). Di Aceh
Sejak Malaka dikuasai oleh Portugis tahun 1511, maka pusat perdagangan Islam di Malaka berpindah ke Aceh, jadi dengan demikian Aceh segera menjadi kota yang ramai dan sangat penting bagi bisnis orang-orang Islam.  Dan Malaka ditinggalkan oleh para pedagang Islam terutama mereka yang sangat fanatik.  Dan pada saat itu Aceh menjadi musuh Portugis, setiap saat Aceh bisa menjadi ancaman yang berbahaya.  Ditambah lagi sultan Mahmud Syah yang telah bersekutu dengan setiap kerajaan Islam yang dapat menjadi sekutunya.  Sultan Mahmud Syah selalu menggalang kekuatan, dan terus bergerilya menyerang dan menggangu keberadaan Portugis di Malaka,  dengan tujuan akhirnya ingin merebut kembali Malaka dari tangan Portugis.  Pada saat itu Portugis telah menjadikan Malaka sebagai pusat lalu lintas pelayaran dan perdagangan yang cukup penting.

14.                 Perjumpaan Spanyol-Islam
       Abad XV Portugis dan Spayol merupakan dua negara kecil di Eropa Barat yang sudah cukup maju pada saat itu.  Dan karena ambisi-ambisi mereka yang sangat besar, pada abad itu mereka melakukan berbagai ekspedisi, mereka mulai menjelajahi pantai Barat Afrika, mereka mencari jalan laut ke India, ini berarti perjalanan mereka menuju Asia Selatan dan Tenggara. Ekspedisi yang mereka lakukan di dorong keinginan untuk menemukan kekayaan “India” dan juga keinginan lainnya yang tidak kalah pentingnya,  yaitu menemukan jalan laut ke Asia, sebab menurut perhitungan mereka, jika mereka berhasil menemukan jalan lain ke Asia lewat lautan, berarti mereka akan berhasil mengalihkan  jalur lalu lintas perdagangan Asia-Eropa melalui jalur tersebut, sebab selama itu Turki adalah bangsa yang menguasai jalur perdagangan tersebut. Dan mungkin alasan lainnya yang menguatkan semangat penjelajahan mereka adalah ada kaitannya dengan misi, yaitu untuk memberitakan Injil.[172]Selain mencari wilayah-wilayah baru yang akan dikuasainya.
Dalam perjalanan menuju benua “India” di bawah pimpinan Vasco da Gama, sampailah mereka di sebuah benua yang tidak mereka kenal sebelumnya, yaitu benua Amerika.  Karena terjadi persaingan yang tidak sehat antara Portugis dengan Spanyol, akhirnya Sri Paus pada tahun 1494 membagi dunia menjadi dua; benua Amerika diserahkan kepada Spanyol dan Asia kepada Portugis.  Tetapi dikemudian hari kedua belah pihak melanggar perbatasan  tersebut, sehingga Brasilia pernah dikuasai Portugis dan Filipina di Asia dikuasai Spanyol. Tetapi Spanyol juga  pernah memasuki Kepulauan Nusantara Bagian Timur, yaitu daerah Maluku dan Ternate, sehingga menjadikan hubungan kedua negara bertetangga, tersebut pernah memanas di Indonesia Timur.[173]
Jadi Spanyol masuk ke wilayah Nusantara, karena adanya pelanggaran kesepakatan bersama, yaitu lewat jalur Filipina.
      
15.                 Perjumpaan VOC dengan Islam
Dalam bagian ini pun penulis menggunakan istilah yang sama, untuk menamakan perjumpaan dua kelompok ini,  yaitu Perjumpaan VOC dengan Islam. Hal ini sengaja penulis lakukan untuk membedakan dan menyatakan bahwa, VOC tidak mewakili umat Kristen dimanapun, tidak mewakili umat Kristen Belanda, tidak mewakili umat Kristen dunia dan juga tidak mewakili umat Kristen Indonesia pada saat itu. Hal ini dapat dilihat dan dibuktikan dari beberapa faktor: Pertama, menurut J.C Van Leuis VOC adalah kongsi dagang dari sejumlah perseroan yang bergerak dibidang perdagangan di Belanda, yang terdiri dari perseroan-perseroan di Amsterdam, perseroan-perseroan di New Zeland, di Delft, Enkhuisen dan Hoorn yang didirikan tahun 1602, oleh Staten-General  “Republik Kesatuan Tujuh provinsi”, dengan hak untuk berdagang, berlayar dan memegang kekuasaan dikawasan antara Tanjung Harapan dengan kepulauan Salomon.[174]
VOC adalah singkatan dari “Verenigde Oost Indische Compagnie”. Kepemimpinannya terdiri dari 17 anggota, yang sering disebut juga “Tujuh Belas Tuan” atau Heenen Seventeen.  Jika dilihat dari jumlah pemimpin tujuh belas orang, maka kemungkinan besar VOC adalah kongsi dagang dari tujuh belas perseroan atau tujuh belas perusahaan dagang Belanda, yang bergarak dibidang ekonomi, itulah sebabnya sering disebut “Kompani” dari kata Compagnie (Belanda), Company (Inggris), yang artinya perusahaan, jadi bukan badan misi atau lembaga penginjilan.
Kedua, suatu bukti bahwa VOC tidak mewakili umat Kristen adalah adanya pertentangan-pertentangan  dengan negara-negara Eropa lainnya yang beragama Kristen, misalnya Inggris, Spanyol dan juga Portugis. Sebab seandainya VOC mewakili umat Kristen Eropa, mestinya pertentangan-pertentangan itu tidak akan terjadi.   Ketiga, VOC juga tidak mewakili umat Kristen Indonesia padasaat itu karena kedatangannya ke Nusantara ini untuk berbisnis dan terlihat jelas setiap peperangan yang terjadi baik dengan kerajaan-kerajaan di Nusantara ini maupun sesama negara Eropa, adalah karena masalah politik, kekuasaan, dan ekonomi. 
Jadi ketika terjadi Perjumpaan Militer antara VOC dengan kerajaan-kerajaan  Islam di Nusantara ini, VOC tidak mewakili kelompok umat Kristen manapun juga.

a.     Kedatangan VOC ke Indonesia
Keberadaan negeri Rayuan Pulau Kelapa ini sedemikian terkenal di manca negara, karena keelokannya, kesuburannya dan juga karena rempah-rempahnya seperti cengkeh, pala, lada, dan sebagainya.   Dan rupanya keberadaannya inilah yang telah menarik perusahaan dagang Belanda untuk mengadakan ekspedisi, dengan tujuan  untuk mencari berbagai peluang untuk mengembangkan bisnis mereka.
Pada tahun 1595 perusahan dagang Amsterdam untuk pertama kalinya mengirimkan kapal dagangnya yang terdiri dari empat kapal yang dipimpin oleh Cornelis de Houtman, dan setelah hampir dua tahun melakukanekspedisi ini, maka  pada tanggal 14 Agustus 1597 mereka sudah tiba kembali di Tessel menyusul rombongan kedua berangkat tanggal 1 Mei 1598 yang dipimpin oleh Van Nede, Van Hemskerck dan Van Warwijck, kapalnya bertolak dari Middelburg, Vlissingen dan dari Roteerdam, dan dikirim lagi rombongan ketiga dari Amsterdam bualan April 1599 di bawah pimpinan Van der Hagen dan rombongan keempat bulan Juni 1600.[175]
Disebutnya beberapa nama kota atau provinsi seperti: Tessel, Vlissingen, Middelburg, Rotterdam dan Amsterdam; pasti hal ini ada kaitannya dengan beberapa perseroan, dan beberapa provinsi, sebab pada saat itu pemerintahan Belanda berbentuk Republik Kesatuan dari tujuh provinsi.
Dan penjelajahan-penjelajahan yang dilakukan oleh empat rombongan orang yang berlayar, dari provinsi yang berbeda dan dari perusahaan yang berbeda pula selama lima tahun (1595-1600) yang tentunya juga telah menelan biaya yang tidak sedikit pula. Dan hasilnya pada tahun1602 yang tentunya juga setelah melewati proses rapat yang alot dan panjang, maka terbentuklah VOC pada saat itu.
Sebagaimana halnya Portugis dari uraian diatas telah memanfaatkan jasa para pelaut atau mualim Indonesia untuk bisa berlayar memasuki perairan Nusantara dan tiba diwilayah yang telah mereka tetapkan untuk dikunjungi, pastilah demikian juga dengan Belanda. Bahkan dalam buku Sejarah Nasional Indonesia jilid III dicatat bahwa pelayaran pertama kali dilakukan oleh orang-orang Belanda dibawah pimpinan Cornelis de Houtman pada tahun 1595, selain mereka menggunakan jasa orang Portugis yang pernah datang dan berlayar di Indonesia, mereka juga menggunakan jasa para pelaut atau mualim setempat. Mulai pelayaran di Selat Sunda sampai ke Banten, kapal-kapal Belanda yang pertama menerima tawaran dari pemilik-pemilik perahu yang mereka jumpai di selat Sunda untuk mengantarkan mereka ke Banten dengan upah atau jasa lima real. Seperti yang dikatakan oleh Gp. Rouffaer dan J.W Ujserman…de overste Van den Parao Presentarde Ons Tot.[176]
Dan hal yang sudah juga tercatat dalam jurnalnya (Log Break) dari kapal-kapal Eropa untuk pertama-tama datang keperairan Nusantara pada abad XVI dan XVII menggunakan para pelaut atau mualim setempat sebab pasti sangat rumit berlayar diantara pulau yang kedalamannya berbeda satu dengan yang lain, ditambah lagi sistem pelayaran yang belum canggih seperti saat ini, dan juga para pelaut yang belum mengenal situasi perairan Indonesia dengan baik, pasti hal ini menjadi masalah yang memiliki tingkat kesulitan yang tinggi, dan solusi terbaik adalah memanfaatkan para pelaut dan nelayan setempat.
Tujuan perdagangan VOC hampir sama dengan tujuan dagang Portugis, dan juga jenis barang hasil Bumi Nusantara yang dicari dan dibutuhkan kedua bangsa Eropa ini adalah sama, yaitu rempah. Tetapi yang agak mengherankan adalah mengapa VOC datang kebenteng-benteng Portugis dan masyarakatKatolik, dan bukankepada masyarakat yang masih menganut agama suku dan ke wilayah-wilayah yang belum dirintis oleh Portugis? Mungkin pertimbangan VOC pada saat ituadalah kehadiran Portugis di Bumi Nusantara ini akan menjadi ancaman dalam persaingan dagang mereka. Itulah sebabnya VOC mendesak Portugis keluar dari Bumi Nusantara ini.  Faktor berikutnya adalah Belanda dan Portugis pernah terlibat perang selama lima puluh tahun, berarti mereka pernah bermusuhan.   Faktor lain adalah Portugis adalah Katolik, sedangkan Belanda adalah Protestan. Pertimbangan lainnya adalah bahwa bisnis atau dagang tidak mengenal tetangga atau saudara, jika itu menjadi ancaman dan pesaing, maka jika perlu disingkirkan, lawan harus disingkirkan.
Ambon adalah wilayah yang pertama diduduki oleh VOC, dan karena VOC atau orang Belanda menganut agama Kristen Protestan, maka berdirilah Gereja Protestan yang pertama di Ambon, yang selama dua abad telah menjadi Gereja terbesar di Nusantara. Tetapi selain Ambon dan Maluku, VOC membutuhkan tempat lain di wilayah Indonesia bagian Barat yang memungkinkan untuk dijadikan semacam markas atau pusat kegiatan dagang VOC, maka pada saat itu dipilihlah Batavia dengan pertimbangan, sosial, ekonomi, politik. Dan itulah sebabnya VOC merebut Batavia yang akan dijadikannya pusat kegiatan mereka untuk kepulauan Nusantara ini, bahkan untuk seluruh Asia(1619). Di Batavia berkedudukan Gubernur Jenderal dengan seluruh aparat pemerintahannya. Dan dari tempat inilah VOC mengatur dan mengontrol usaha perdagangannya untuk seluruh kepulauan Nusantara bahkan Asia.[177]
Ketika VOC masuk wilayah Nusantara ini Portugis sudah bercokol di Negeri ini selama kurang lebih 80 tahun. Dan VOC tahu persis bahwa Portugislah yang harus terlebih dahulu diperangi dan diusir dari wilayah Negeri ini, sebab bagi VOC Portugis akan menjadi pesaing dan penghambat segala usah dan rencana monopoli perdagangan mereka, ditambah pula beberapa jalur pelayaran yang strategis pada saat itu dikuasai oleh Portugis, diantaranya adalah jalur perdagangan dan jalur lalu lintas Goa-Malaka-Maluku dan sebaliknya.
Sedangkan perjumpaan militer antara VOC dengan tentara-tentara dari beberapa kesultanan terjadi karena masing-masing memiliki kepentingan. Sebenarnya VOC menghindari peperangan selama masih memungkinkan untuk berdamai. Hal ini sangat jelas sebab tujuan VOC datang ke negeri ini adalah berdagang, cari keuntungan. Berperang itu sangat merugikan kedua belah pihak dan biayanya tidak kecil, selain akan menyita dan menguras waktu, tenaga, pikiran, uang, bahkan tidak mustahil nyawa juga. Dan usaha dagang akan sangat terganggu dan terhambat jika terjadi perang yang terus menerus. Serdadu-serdadu Belanda yang menyertai mereka dirancang sebagai pasukan keamanan untuk mengukuhkan monopoli perdagangan mereka. Tetapi juga tidak bisa disangkal, sejarah mencatat bahwa VOC terlalu rakus sehingga permintaan-permintaannya kepada para penguasa setempat sering terlalu tinggi dan sulit untuk dipenuhi, yaitu monopoli perdagangan. Tetapi juga VOC sering menunjukkan sikap arogansinya, kesombongannya menempatkan diri sebagi bangsa yang superior, sementara masyarakat pribumi imperior. Dan VOC juga terlalu sering mencampuri urusan dan kebijakan pemerintah setempat, bahkan tidak segan-segan melakukan tindakan intervensi terhadap beberapa kerajaan di Nusantara ini.
Jadi walaupun tujuan awalnya hanya sekedar berdagang, cari keuntungan, tetapi karena pada kenyataannya di lapangan, sering kali sikap arogansi dan intervensinya sedemikian kuat, maka banyak kerajaan atau kesultanan yang memusuhi dan membenci VOC, bahkan tidak sedikit kesultanan yang merencanakan dan melakukan penyerangan dengan mencari gara-gara supaya ada jalan untuk memerangi VOC.  Itulah sebabnya sejarah mencatat selama VOC bercokol di Bumi Nusantara ini hampir dua abad,  telah diwarnai dengan sejumlah peperangan besar, seperti ketika ia menghadapi kesultanan Banten dan Mataram. Dan mungkin hampir tidak tercatat dalam sejarah Indonesia maupun Dunia sejumlah peperangan kecil yang telah dilakukannya.
Ketika VOC memerangi penguasa-penguasa setempat, atau diperangi oleh penguasa-penguasa setempat,  umat Kristen pribumi yang tidak tahu menahu dosanya VOC, sering harus ikut menanggung dampak buruknya.  Sama seperti ketika terjadi perjumpaan militer antara Portugis dengan Ternate, sejumlah perkampunganKatolikdiserang dan dibakar, orang-orang Kristen dibantai, ketika mereka tidak mau memeluk agama Islam, seperti yang terjadi di Sulawasi Utara.

b.    VOC menghadapi Portugis, Spanyol, Maluku
Dalam wilayah ini sebenarnya hampir tidak ada yang namanya perjumpaan militer antara Kristen-Islam.Memang sering terjadi pertempuran antara Portugis melawan Ternate, tetapi pertempuran itu tidak dapat diartikan perang antara Kristen dengan Islam, sebab kedua kelompok yang bertikai itu tidak mewakili dua golongan agama.Peperangan antara Portugis dengan Ternate murni motif politik dan ekonomi.Hal ini juga dapat dilihat dengan jelas ketika Portugis yang adalah Negara Katolik bertempur melawan Spanyol yang adalah Katolik juga.VOC yang adalah Protestan bertempur melawan Portugis yang Katolik. Tetapi di daerah Maluku ini juga Ternate bertempur melawan Tidore atau kerajaan lainnya yang sama-sama Islam.
Ternate  yang adalah Islam pernah bersekutu dengan Spanyol yang adalah Katolik melawan Portugis dengan sekutunya Tidore yang mayoritas Islam juga.Demikian juga Ternate pernah menjadi sekutu VOC berperang melawan Spanyol dengan sekutu Tidore adalah Islam.Jadi di wilayah ini tidak ada perang antar agama secara murni.Baik Kristen lawanIslam, Kristen lawan Katolik atau Katolik melawan Islam secara murni

c.      VOC menghadapi Banten dan Mataram
Perjanjian persahabatan antara VOC dengan Mangkubumi Banten,yang menyatakan bahwa Banten memberi hak kepadaVOC untuk melakukan perdagangan dengan bebas di wilayah Banten.Tetapi kemudian perjanjian ini dilanggar sehingga hubungan VOC-Banten menjadi renggang, tetapi kemudian berhasil dipulihkan kembali, tetapi setelah itu kehadiran Portugis dan Inggris juga memperkeruh hubungan VOC dengan Banten, sehingga hubungan mereka menjadi renggang kembali sampai pada suatu saat VOC meninggalkan kantor dagangnya di Banten dan mengangkutnya ke Jakarta dengan diam-diam dan kemudian mereka memperkuat posisi Jakarta.Setelah itu VOC mengadakan Blokade terhadap Banten. Banyak perahu dari para pedagang dan nelayan dirampas, dan pemilik kapal-kapal itu adalah sebagian orang Cina, dan mereka dibawa ke Batavia.Pada saat pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa hubungan VOC-Banten tidak baik, Banten berkali-kali mengadakan penyerangan terhadap VOC dengan menggunakan pasukan darat dan laut.[178]
Tahun 1656 dua kali kapal VOC atau Kompeni dirampas oleh Banten dan juga Banten melakukan perusakan terhadap perkebunan VOC atau Kompeni dan setelah itu sisa-sisa orang Belanda di Banten, meninggalkan Banten menuju Batavia, dan sejak saat itu tidak ada lagi kegiatan dagang dan bisnis milik VOC di wilayah Banten.  Setelah Sultan Ageng Tirtayasa meninggal posisinya digantikan oleh puteranya bernama Sultan Haji dan menurut catatan sejarah, pada masa Sultan Haji ini hubungan VOC Banten dipulihkan, bahkan VOC mulai melakukan intervensinya terhadap Banten, VOC mulai berhasil menjalankan monopoli dagangnya di Banten.
Hubungan VOC dengan kesultanan Mataram juga tidak berjalan mulus itulah sebabnya pada suatu saat Mataram mengadakan penyerangan terhadap Batavia, yaitu terhadap VOC. Dan peperangan mereka terjadi dalam beberapa waktu, sebab terjadi beberapa kali penyerangan, yang dilakukan oleh Mataram terhadap VOC di Batavia dan sampai meninggalnya Sultan Ageng Mataram, hubungan VOC dengan Mataram tidak terpulihkan.[179] Perang terbuka antara VOCdengan Banten dan Mataram pemicunya adalah dagang atau bisnis, mencari keuntungan dengan monopoli perdagangan.  Dan jika terjadi peperangan antara Banten melawan VOC dan Mataram melawan VOC adalah perjumpaan militer yang didasarkan pada kepentingan dagang;yang seharusnya kedua belah pihak saling diuntungkan, jika sistem perdagangannya diatur dengan baik, bukan monopoli.   Dan jika terjadi perjumpaan militer atau perang terbuka, hal itu dipicu oleh kerakusan VOC.Bukan perang antar agama.Jadi telah terjadi perjumpaan dagang antara VOC dengan Banten serta Mataram ,dan juga perjumpaan militerantara kedua pihak itu.

d.      VOC menghadapi Banjar, Gowa, dan Makasar
Pengaruh Jawa terhadap Banjar sangat besar.Hal ini dimulai ketika Majapahit berjaya di Nusantara ini, dan Demak mewarisi hubungan ini ketika Majapahit runtuh, tetapi ketika Demak sudah mulai lemah, Banjar sudah tidak lagi mengirim upeti kepada Demak. Permusuhan kerajaan Banjar dengan Mataram terjadi antara tahun 1622-1637.Sebab tahun 1637 Banjar dan Mataram mengadakan perjanjian damai, tetapi pada saat yang sama, VOC atau Kompani sebagai pihak ketiga, mengajukan permintaan kepada raja Banjar untuk melakukan monopoli perdagangan lada, tetapi raja Banjar tidak menyetujuinya.   Maka VOC mulai melakukan tekanan politik dan militer, dan ketika Raja Banjar mulai terdesak, maka ia terpaksa menyetujui permintaan itu walaupun pada prakteknya mereka tidak bisa memenuhi isi perjanjian itu, sehingga sering terjadi ketegangan antara pihak Kompeni dengan Banjar, dan selain itu Kompani juga selalu melakukan intervensi terhadap urusan rumah tangga atau pemerintahan Banjar.
Di tempat yang lain Kompeni juga memaksa kerajaan Gowa,memberikan ijin pada Kompeniuntuk melakukan monopoli dagang.Dan karena adanya tekanan politik, ekonomi dan militer, maka akhirnya terpaksa Gowa memberikan ijin.  Tetapi perlahan namun pasti, hubungan Kompeni dengan Gowa dari hari kehari mengalami ketegangan yang semakin meruncing, ketegangan ini semakin diperkeruh,  ketika Kompeni mengundang para pejabat Gowa yang berhutang kepadanya untuk makan bersama.Tetapi sesampainya di kapal mereka di lucuti sehingga terjadilah perkelahian yang menimbulkan korban jiwa.[180]
Selain itu hubungan VOCdengan Gowa menjadi semakin meruncing karena adanya pihak ketiga seperti Makasar yang tetap melakukan hubungan dagang dengan Gowa, akhirnya VOC mengambil keputusan untuk menaklukkan Gowa dengan cara menutup jalur perdagangan Gowa, yaitu  jalur laut.  Ketika Gowa terdesak rupanya menyetujui diadakan perjanjian dengan VOC dan perjanjian damai itu berlangsung tahun 1637-1654 dan setelah itu pertempuran yang hebat antara VOC melawan Gowa yang dibantu oleh  beberapa kerajaan kecil dari Nusantara bagianTimur yang sama-sama menolok monopoli perdagangan VOC,[181]diantaranya adalah Maluku.   Peperangan dimenangkan oleh pihak VOC, tetapi perang itumenelankorban dan biaya yang sangat tinggi bagi VOC, sehingga dibuatlah perjanjian damai, tetapi perjanjian itu dilanggar, maka pertempuran tidak bisa dihindarkan lagi, dan terakhir Gowa mengalami kekalahan yang sangat parah, tetapi pertempuran antara VOC melawan Gowa terus berlangsung untuk beberapa waktu.  Dan pada waktu yang hampir bersamaan telah terjadi pertempuran-pertempuran dibeberapa wilayah lain dari kerajaan-kerajaan di Nusantara ini melawan VOC, seperti terjadi di Aceh, Maluku, pulau Jawa dan tempat lain.  Tetapi sayang pertempuran melawan VOC itu sifatnya masih sendiri-sendiri dan sporadis, tidak ada koordinasi, dan penyatuan kekuatan, bahkan  kerajaan-kerajaan lain sibuk berperang dengan sesamanya, sehingga kekuatan tidak bisa digalang dijadikan satu.  Sebenarnya jika terjadi penggalangan kekuatan  dari semua kerajaan yang ada di Kepulauan Nusantara ini VOC atau siapapun sudah dapat diusir dari Bumi Pertiwi ini sejak awal.
Dan di wilayah-wilayah ini pun tampak jelas,  ketika terjadi perjumpaan VOCyang beragama Protestan dengan kerajaan-kerajaan seperti Banjar,Mataram dan Gowa serta kerajaan-kerajaan kecillainnya,  yang mayoritas beragama Islam.  Penyebab Perjumpaan Militer, yaitu berupa perang terbuka pada saat itu,  bukanlah karena faktor agama, tetapi faktor ekonomi dan polotik.  Ekspansi yang dilakukan oleh VOCadalah ekspansi ekonomi, berupa monopoli dagang.   Kehadiran VOCdi beberapa wilayah Nusantara bukan untuk memberitakan  Injil, seperti yang dikatakan oleh Van den End.  Orang-orang Belanda dalam wadah VOC tidak menggunakan kedudukannya di Maluku untuk memberitakan Injil.Orang-orang Kristen di Halmahera ditelantarkan oleh mereka,Kompeni tidak merasa terpanggil untuk mengabarkan Injil kepada orang-orang non- Kristen.[182]
Jika di Ambon,Batavia, Semarang, dan Surabaya meraka mendirikan gereja itu karena adanya kepentingan interen mereka, mereka membangun gereja untuk kalangan mereka sendiri, untuk orang-orang VOC dan prajurit-prajurit Belanda,atau paling banter untuk orang-orang pribumi yang sudah menjadi Kristen.
Dan lebih tegas Muller-Kruger mengatakan bahwa tindakan VOC di Ternate merupakan pejabaran dari prinsip kebebasan beragama yang dianut VOC dan yang sudah tertulis dalam Piagam perjanjian VOC dengan para Penguasa Pribumi sejak 1602 dan hal itu sangat merugikan perkembangan kekristenan di bumi Nusantara ini.  Piagam yang dibuat VOC dengan Ternate tahun 1617 mengakibatkan suatu bahaya yang besar bagi gereja dan pengkabaran Injil…”[183]Dalam perjanjian yang dibuat antara VOC dan Tidore 1657:  VOC berjanji tidak akan membuat  umat Islam dan raja bimbang terhadap kepercayaan mereka,  VOCtidak akan mencemooh, mencela dan melecehkan agama Islam, dan tidak akan memaksakan agama Kristen kepada mereka, demikianlah yang dikutip Jan Aritonang dari Kompas Diplomaticum II.[184]
Tetapi orang-orang  muslim diberbagai wilayah sering memanfaatkan dan menanggapi sikap arogan VOC sebagai serangan Kristen kepada Muslim, sehingga menimbulkan pergerakan-pergerakan Islam untuk melawan VOC atau Kompeni seperti yang dilakukan oleh kaum muslim di Hitu dengan pasukan Ternate di Hoamoal (Seram Barat), dengan tuduhan kerajaan Gowo (Makasar) seperti yang dicatat Ricklefts:
Persekutuan anti VOC tersebut dipimpin oleh seorang Hitu beragama Islam, Kakiali …, yang pada masa mudanya menjadi salah seorang murid Sunan Giri di Jawa.  Pada tahun 1633 dia menggantikan ayahnya sebagai ‘Kapitein Hitu’, pemimpin masyarakat Hitu di bawah naungan VOC.  Sementara berpura-pura bersahabat dengan  pihak Belanda, sekaligus ia mendukung komplotan-komplotan anti VOC.  Orang-orang Hitu mulai membangun benteng-benteng di wilayah pedalaman, dan para pejuang yang beragamaIslammulai menjarah perkampungan-perkampungan Kristen.  Penyelundupan cengkeh yang melanggar peraturan-peraturan VOC semakin berkembang.  Pihak VOC di Ambon tidak memiliki kekuatan militer untuk menumpas perlawanan yang tersebar luas itu, maupun untuk mengawasi perdagangan cengkeh.  Pada tahun 1634 VOC memperdaya Kakiali di atas sebuah kapal VOC dan menawannya, yang menyebabkan larinya orang-orang Hitu ke benteng-benteng mereka dan bersiap-siap menghadapi peperangan.  Perlawanan terhadap VOC menjadi makin bertambah besar dan bahkan diduga sudah merembes di antara masyarakat Kristen.[185]

Tetapi perlu dicatat juga bahwa ketika Kompeni  atau VOC masuk kewilayah Nusantara ini Islam sedang menikmati masa “Honey Moon” dengan masyarakat atau  penduduk diTanah Air ini.  Jadi ia tidak menghendaki kelompok lain,golongan atau agama lain “mengganggu” masa “Honey Moon” nya, itulah sebabnya ketika VOC masuk, maka diresponnya sebagai suatu gangguan.  Dan kadang-kadang mereka sulit membedakan antara VOC dengan orang Kristen pribumi, sehingga seharusnya tekat dan tindakan untuk memerangi  VOC, tidak dilakukan secara membabi-buta, kepada orang-orang Kristen pribumi yang tidak tahu menahu urusan mereka.   Jadi  sebenarnya sudah benar, jika kerajaan-kerajaan di kepulauan Nusantara inimemerangi VOC, dengan monopoli dagangnya, dan intervensinya.  Tetapi memang mungkin ada sejumlah orang-orang pribumi, termasuk orang Kristen di dalamnya yang bekerja pada VOC, dan ketika terjadi perang mereka terpaksa harus berbuat sesuatu untuk perusahaan,  majikan atau atasan mereka.
e.   VOC Menghadapi  Islam
B.Vlokke menulis: “Bagi orang Indonesia Islam berfungsi sebagai titik pusat identitas untuk  melambangkan keterpisahan terhadap penguasa-penguasa Kristen yang asing.  Islama adalah suatu Way Of Life dan agama dan meskipun di Indonesia proses pengislaman dari awal merupakan proses bertahap, tetapi pandangan  politik di dalamnya sudah terasa sejak awal perkembangannya.[186]
Pada awal kedatangannya ke Nusantara ini VOC berusaha menjalin hubungan yang baik dengan Islam,bahkan dengan semua pihak dan masyarakat Nusantara, dengan harapan mendapat respon yang baik dan mendapatkan dukungan, tetapi sayangnya sering kedua belah pihak tidak memelihara hubungan baik yang sudah terjalin itu, yaitu dengan adanya pelanggaran dari kedua belah pihak, sehingga terjadilah persengketaan.  Di dalam persengketaan tersebut,  seringkali Islam memandangnya sebagai suatu kesempatan untuk memusuhi dan memerangi umat Kristen tanpa pandang bulu, sebab bagi mereka, terutama kelompok radikal memusuhi orang Kristen, sepertinya sama dengan memusuhi  kafir, memusuhi “musuh Allah”.
Tidak dipungkiri memang kadang-kadang ada orang-orang Kristen pribumi yang bekerja pada VOC, atau menjadi serdadu VOC, hal ini sangat merugikan orang-orang Kristen yang lain, sebab semakin kuatlah anggapan mereka bahwa ada persekongkolan antara orang Kristen pribumi dengan orang Kristen Barat dalam hal ini adalah VOC, sehingga mereka merasa bahwa semua umat Kristen adalah musuh mereka yang harus mereka kalahkan.
Dan juga memang ada orang-orang pribumi yang menjadi Kristen, sebab mungkin mereka bekerja pada VOC atau mungkin karena alasan-alasan lainnya seperti alasan sosial, ekonomi dan politik, pada saat itu mereka melihat bahwa VOC memiliki ketiga hal tersebut.  Steenbrink mencatat bahwa pernah terjadi pada tahun 1635 pemerintah kota Praja Batavia menetapkan bahwa setiap orang yang dibaptis akan menerima uang santunan sebanyak dua Gulden empat puluh sen.  Mungkin tujuannya sebagai hadiah, ucapan selamat atau stimulus bagi orang-orang Kristen untuk mengikuti baptisan air.[187]
Tetapi kebijakan itu hanya berjalan beberapa saat, sebab ketika pejabat kota tersebut  berakhir masa jabatannya,  dan digantikan oleh pejabat yang baru, Pejabat baru tidak melanjutkan kebijakan itu,  dan Jan Picterezoon Coen (1587-1629), sebagai salah satu pejabat tinggi VOC di Nusantara.  Ia pernah tidak setuju jika penduduk Islam Ternate masuk Kristen atau dikristenkan, sebab Coen lebih sering melaksanakan status Quo, itulah sebabnya ia pernah berkata: “…orang-orang Maluku dengan agama yang sekarang ini tentu saja harus dibenarkan.  Kita harus mempertahankan hak kita untuk mengekspor cengkeh, mengenai urusan-urusan yang lainnya kita akan menutup mata.”[188]
Tetapi memang ulama-ulama tertentu telah ikut andil menanamkan kebencian atau menyebar kebencian dan fitnah, yang mungkin hal itu telah ikut membantu pola pikir umat Islam terhadap umat Kristen dan agama Kristen, salah satunya adalah Nuruddin ar-Raniri, seorang ulama yang berasal dari Gujarat India, tahun 1637 tiba di Aceh dengan dukungan Sultan Iskandar Thani  (1634-1641) memusnahkan semua karya teolog-teolog Islam sebelum dia,  terutama dari kelompok Tassawuf.  Karya  besarnya, telah menjadi salah satu  buku bergengsi  dalam kepustakaan MelayuIslam, yang berjudul “Taman Raja,”  buku ini mulai ditulis 1638 dan karyanya ini sebanyak tujuh jilid,  mirip ensiklopedi.
Dalam salah satu karyanya yang bersifat polemik ia menyoroti dan beragumentasi tentang Yesus, Alkitab, dan juga tentang orang Kristen yang bagi Raniri adalah kafir.  Ia menyatakan bahwa Alkitab orang Kristen dan Yahudi adalah palsu, itulah sebabnya menurut dia,orang-orang Islam boleh menggunakan lembaran-lembaran Alkitab itu untuk bersuci setelah dari toilet, jika tidak tertulis nama Allah di dalamnya.[189]
Jadi perjumpaan yang bersifat negatif antara Kristen dengan Islam sering kali disebabkan adanya pengaruh-pengaruh negatif dari para ulama terutama dari aliran garis keras, dengan sikap arogannya yang melakukan penistaan dan pencemaran terhadap agama lain.  Seandainya seorang tokoh Kristen menulis hal yang sama tentang Al-Quran mestinya akan terjadi pertumpahan darah dan mungkin penulisya sudah dijatuhi fatwa mati oleh umat Islam atau diburu bagaikan binatang liar.
Mengenai hal ini Muller Kruger berkata: 

Tersebarnya orang-orang Kristen di Indonesia pada zaman VOC menunjukkan dengan jelas bahwa hal ini berbarengan dengan penempatan pusat kekuasaaan di lapangan politik dan ekonomi.  Jakarta (Batavia) sebagai sebagai pusat pemerintahan dan Ambon sebagai pusat produksi utama adalah kota-kota yang paling penting.  Kecuali di Ibukota, orang-orang Kristen Inonesia sebenarnya hanya terdapat di Indonesia Timur.  Akan tetapi pekabaran Injil atau pengkristenan hanya dilakukan di tempat-tempat dimana orang tidak perluberbenturan denganIslam. . . .
Kekristenan Indonesia seakan-akan telah muncul sebagai suatu agama baru di samping agama-agama lain.   Agama baru yang baru itu, disebut agama Belanda.   Di beberapa daerah orang merasa perlu untuk memilih, entah menjadi Islam ataupun menjadi Kristen.   Menjadi Islam pada hakikatnya berarti bahwa orang kehilangan kemerdekaannya dengan menaati salah satu sultan Islam.  Sedangkan menjadi Kristen berarti pula mendapat perlindungan dari orang Belanda “melawan Islam”.  Di samping itu terdapat juga keuntungan lain seperti misalnya pembagian beras, uang baptisan, dsb.  Dapatlah dimengerti bahwa banyak orang ingin menempuh jalan ini.   Tentu saja hal-hal ini hampir-hampir tak pernah dilakukan secara perseorangan, akan tetapi dianjurkan serta didesak oleh para kepala mereka.  Sebab bagi para kepala ini  pengkristenan pertama-tama merupakan soal politik dan kemasyarakatan.  Orang-orang Kristenpun menganggap agamanya terutama sebagai perkara kemasyarakatan.[190]

Dan akhirnya VOC atau kompeni yang telah bercokol di negeri ini selama hampir dua abad,  harus dibubarkan oleh pemerintahan Hindia Belanda, pada tanggal 31 Desember 1799.

16.                  `       erjumpaan Belanda Dengan Islam
Dibubarkannya VOC pada tanggal 31 Desember 1799 tidak berarti Belanda sudah angkat  kaki dari kepulauan Nusantara ini, sebab kenyataannya Belanda masih bercokol di negeri ini, hampir satu setengah abad lagi. 1 Januari 1800 adalah suatu babak baru bagi masyarakat di kepulauan Nusantara ini, yaitu dengan adanya kebebasan beragama dan menjalankan syariat agamanya. Hal ini dimulai tahun 1795 ketika Nederland atau Negeri Belanda direbut oleh Tentara Revolusinya dari Perancis. Maka semua peraturan lama termasuk di dalamnya yang mengatur urusan keagamaan ditiadakan dan diganti dengan aturan baru. Sebab pemerintahan baru pada saat itu langsung mengumumkan kebebasan beragama.  Dan kebebasan itu berlaku juga di wilayah Nusantara ini yang memang pada saat itu berada didalam “kekuasaan” atau kebijakan pemerintahan Belanda.[191]
Dan kebebasan beragama pada saat itu memang sesuai dengan “jiwa” atau “Rohnya” Eropa Barat pada saat itu. Hal ini terjadi terutama setelah adanya pencerahan. Dan kesempatan emas ini langsung dimanfaatkan oleh Katolik Roma,yang hampir selama dua abad ditekan oleh kaum Protestan, terutama setelah VOC yang menggantikan kedudukan Portugis dan Spanyol di wilayah Nusantara bagian Timur. Sejumlah besar umat Katolik Roma di Protestankan pada saat itu, dan selama hampir dua abad itu hampir tidak pernah ada Prater  atau rohaniawan atau Pastor yang secara resmi diutus ke Nusantara ini untuk perawatan kerohanian umat Katolik, apalagi untuk tugas memberitakan Injil.Sedangkan mengenai agama Islam baik oleh Portugis (1500-1602), maupun VOChampir tidak pernah disentuh, dalam arti dikristenkan sebab justru, baik Portugis maupun VOC mereka tidak mau mengambil resiko harus berbenturan dengan agama Islam secara umum. Tetapi jika terjadi perjumpaan senjata itu semata-mata penyebabnya adalah masalah Sosial, politik, dan ekonomi, sebab sama seperti tujuan Portugisdatang ke bumi Nusantara ini, demikanlah halnya dengan VOC, mereka datang ke Indonesia ini untuk bisnis atau monopoli perdagangan, sementara untuk yang lainnya mereka tutup mata. 
Setelah pemerintahan Hindia Belanda membubarkan VOC,  pola “kerja” mereka  mengalami perubahan:Pertama,  mulai 1 Januari 1800 pemerintah pusat Hindia Belanda mulai mengambil alih semua wilayah laut yang dikuasai oleh VOC. Kedua, mulai tahun 1816 sampai tahun 1864 pemerintahan Hindia Belanda dalam hal ini eksekutif atau Raja Belanda yang memerintah langsung wilayah Indonesia, tanpa campur tangan Legislatif atau DPR Belanda.  Ketiga, mulai 1864 parlemen atau DPR Belanda mulai ikut menentukan kebijakan-kebijakan pemerintahan Hindia Belanda di kepulauan Nusantara ini.  Tetapi selainitu, perubahan-perubahan dalam kebijakan pemerintah Hindia Belanda juga dipengaruhi oleh beberapa faktor lain, diantaranya adanya gerakan pencerahan dan pietisme atau revival di Eropa. Sebenarnya gerakanini sudah mulai muncul  sejak abad XVII, tetapi dampaknya baru terasa pada abad XVIII dan termasuk telah mempengaruhi orang-orang Belanda.[192]
Gerakan pencerahan dan pietismetidak hanya mempengaruhi dunia barat, tetapi juga berpengaruh besar dalam sejarah gereja di Indonesia. Pengaruh pencerahan ini terutama menyangkut kebijakan penguasa-penguasa Hindia-Belanda terhadap masyarakat Indonesia. Hubungan negara dengan gereja. Sikap pemerintah mulai dari pusat, sampai ke daerah. Pengaruh pietisme dan pencerahan juga menyangkut usaha pekabaran Injil di Indonesia. Sikap para pemberita Injil terhadap agama, dan mempengaruhi kebijakan para pekabar Injil terhadap kelompok orang  yang sudah dimenangkannya, dan dalam hal pembinaan.[193]

Kekristenan Pada Masa Hindia Belanda (1800-1942)
Sampai tahun 1800,  berarti hampir 300 tahun sudah orang-orang  Katolik (1511-1602), dan VOC yang beragama Kristen Protestan (1602-31 Desember 1799), bercokol di negeri ini. Tetapi sampai dengan tahun 1800 keadaan gereja atau umat Kristen di Indonesia, tidak mencapai 1%.  Jumlah umat Kristen selama dua abad masa VOC, hampir tidak mempengaruhi presentasi.  Sampai tahun1810,  pendeta hanya ada empat orang diseluruh Nusantara, dan itupun belum ada pendeta dari putra pribumi yang berwenang penuh, yang ada baru setingkat pendeta pembantu dan guru jemaat.  Banyak jemaat yang menerima pelayanan pendeta hanya 10 tahun sekali. Jemaat tidak memiliki Alkitab dalam bahasa yang bisa dipahami oleh penduduk Indonesia.Banyak jemaat tidak memiliki majelis yang dapat memimpin mereka. Pada saat itu agama Kristen hilang dari beberapa daerah, seperti Bolaang Mongondow, Maluku Tenggara bahkan sepertinya sampai dengan tahun 1800 agama Kristen sudah raib dari negeri ini.[194]
Pemerintah Hindia Belanda yang telah mengambil alih wilayah kekuasaan VOC mereka bertanggung jawab memelihara jemaat-jemaat yang ada pada saat itu, baik jemaat-jemaat dari bangsa Belanda atau berbahasa Belanda, maupun jemaat-jemaat yang berbahasa Melayu, dari penduduk pribumi. Baik itu yang Protestan  (GPI) maupun Katolik (RK). Semua biaya ditanggung oleh pemerintah, bahkan pengangkatan pekerja gerejawi dilakukan oleh pemerintah, dan sepertinya pada saat itu semua agama menjadi agama negara, termasuk Katolik, Islam, Hindu dan Budha.
Jadi tidak mengherankan jika selama abad XIX usaha pemberitaan Injil oleh gereja yang resmi, yaitu gereja-gereja yang diakui dan disokong pemerintah sangatlah kurang. Sebab pemerintah Hindia Belanda pada saat itu tidak menjadi pelindung, pengayom hanya atas salah satu agama saja, termasuk di dalamnya  (GPI), walaupun pemerintah Hindia Belanda mulai dari pusat, yaitu Raja sampai dengan pemerintahan terendah, beragama Kristen Protestan.  Tetapi sepertinya hal itu tidak mempengaruhi atau menambah  geregetuntuk memberitakan Injil.
Tetapi syukur kepada Tuhan, rupanya gerakan pencerahan dan revival pertama-tama telah menimbulkan kebangunan rohani bagi anggota-anggota jemaat atau anggota gereja, tetapi bukan gereja dalam arti wadah atau organisasinya, tetapi manusia atau orang-orang yang ada di dalamnya. Rupanya hal ini telah menjadi benih bagi lahirnya berbagai badan misi atau Zending di Eropa dan di Amerika, bahkan spirit pencerahan dan revival yang terjadi dalam gereja-gereja Eropa dan Amerika terjadi juga di Asia dan Indonesia pada saat itu.



[1] Syafiq A. Mughni,  Masyarakat Arab  Pra Islam” dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam-Akar dan Awal, Jil.I (Jakarta: PT. Ichtiar Baru Van Houve, 2002), 11.

[2] Ibid, 12.

[3] Ibrahim Lubis, Irma Suryani dan Harmaini Purba, Pengantar Studi Islam (Jakarta: PT Hecca Mitra Utama,2006), 173.

[4] Ibrahim Lubis, Irma Suryani dan Harmaini Purba, Pengantar Studi Islam, 174.

[5] Ibid, 174-175.

[6] Ibid, 175.

[7] Muhammad Husein Haekal, Sejarah Hidup Muhammad (Jakarta: Pustaka Jaya, 1979), 1-3.

[8] Mughni,  Masyarakat Arab  Pra Islam”, dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Akar dan Awal Jil. I, 12.

[9] Ibid, 12-13.

[10] Ibid.

[11] Ibid, 13.
[12] H. Kraemer  dan  C. Taroreh, Agama Islam  Jil. I  (Tanpa Penerbit dan Tanpa Tahun), 1.

[13] Mughni,   Masyarakat Arab Pra Islam  dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Akar dan Awal Jil. I, 15.

[14] Ibid.

[15] Ibid, 16.

[16] Ibid, 17.

[17] John J. Donohue dan John L. Esposito, Islam dan Pembaharuan,dalam  Ensiklopedi Masalah-masalah, Pengantar Amin Rais (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1995), 348-423.

[18] Mughni, “Masyarakat Arab Pra Islam  dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Akar dan Awal Jil. I, 18.

[19] Mughni,   Masyarakat Arab Pra Islam  dalam Ensikklopedi Tematis Dunia Islam Akar dan Awal Jil. I, 19.

[20] Zaky Rawdat,  Zchievement and Heritage of Muhammad  (Jakarta, 2008), 10-11.

[21] Mughni, “Masyarakat Arab Pra Islam dalam Ensikklopedi Tematis Dunia Islam Akar dan Awal Jil. I, 28.

[22] H. Kraemer dan C. Taroreh, Agama Islam Jil. I, 3.

[23]Baharuddin  Dallu,  Jazirah al-Arab qabl al-Islam (Bairut: t.p. 1989)
[24] Mughni, “Masyarakat Arab Pra Islam dalam Ensikklopedi Tematis Dunia Islam Akar dan Awal Jil. I, 29.

[25] H.A.R. Gibb, Mohammedanism: An Hisorical Survey (New York: The Mentor Books, 1955), 38.

[26] Robert Morey, The Islamic Invation, Confronting The World’s Fastest Growing Religion (Garden Grove: Overseas Ministry, 1992), 53-54.

[27] Muhammad Husein Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, 24.
[28] Rawdat, Zchievement and Heritage of Muhammad, 11-12..

[29] Muhammad Husein Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, 24.
[30] Ali Audah, “Asal Usul Muhammad SAW.” Dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Jld. I  (Jakarta: Ictiar Baru van  hove, 2002), 66. 
[31] Ibid., 76.

[32] Ibid., 81.

[33] John Culver,  Perjumpaan-Dalam Sejarah  Perjumpaan Umat Kristiani dengan Umat Islam,   Sebuah Pendahuluan Historis Apologetis dan Misiologis-Diktat Kuliah (Yogyakarta: Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia, 2006), 17.

[34] Audah, “Asal-Usul Muhammad”, Dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Jil. I, 76.

[35] Ibid, 77.
[36] Muhammad Husein Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, 55-56.

[37] Audah, “Asal-Usul Muhammad”, Dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Jil. I, 81.

[38] Karen Amstrong, Sejarah Tuhan, Kisah Pencarian Tuhan yang Dilakukan oleh Orang-orang Yahudi, Kristen dan Islam selama 4000 Tahun (Bandung: Penerbit Mizan, 2001), 205.

[39] Departemen Agama, “Quran Suci 95:1-5 Al Quran dan Terjemahannya (Jakarta: Departemen Agama RI, 1974).

[40] Muhammad Husein Haekal, Sejahar Hidup Muhammad, 91-96.

[41] Muhammad Husein Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, 97.

[42] Audah, “Asal-Usul MuhammadDalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Jil. I., 95.

[43] Departemen Agama, “Quran Suci 26:214-216 Al Quran dan Terjemahannya.

[44] Badri Yatim,  Muhammad SAW Di Mekahdalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam,  Jld. I (Jakrata: Ichtiar Baru van Houve, 2002), 103.

[45] Ibid., 118.

[46] Ibid.
[47] Mughni, , “Masyarakat Arab Pra Islam  dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Akar dan Awal Jil.I, 36.
[48] Muhammad Husein Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, 633.
[49] Mughni, “Masyarakat Arab Pra Islam  dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam Akar dan Awal Jil.I, 38.

[50] Muhammad Husein Haekal, Sejarah Hidup Muhammad, 633-644.

[51] Hamdani Anwar,  al-Khulafa ar-Rasyidun  dalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jld II. Cet. II  (Jakrata:Ichtiar Baru van Houve, 2003), 38-39.
[52] Hamdani Anwar, “al-Khulafa ar-Rasyidun Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jld II.      Cet. II, 48-49.

[53] Ibid., 41.

[54] Ibid., 50.
[55] Ibid.

[56] Ibid., 42.
[57] Ibid, 52.

[58] Abd Chaier, “Dinasti Umayyahdalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam,  Jld II. Cet. II  (Jakarta: Ichtiar Baru van Houve, 2003), 63.  

[59] Ibid., 58-59.
[60] Ibid., 64-65.
[61] Ibid.

[62] Ibid, 66-67.

[63] Ibid., 67.

[64] Ibid.

[65] Ibid., 67-68.

[66] Ibid, 68.

[67] Ibid, 70.

[68] Ibid., 71.
[69] Nur Ahmad Fadil Lubis, “Dinasti Abbasiyah Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jld.II (Jakarta: Ichtiar Baru van Houve, 2002), 81.

[70]Chaier, “Dinasti Umayyahdalam Ensiklopedi Tematis Dunia Islam,  Jld II. Cet. II, 62.

[71] Lubis, , “Dinasti Abbasiyah Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jld.II., 87.

[72] Ibid.

[73]Ibid.

[74] Ibid., 84-85.

[75] Ibid., 85.

[76] Lubis, , “Dinasti Abbasiyah Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jld.II, 84-85.

[77] Ibid.

[78] Lubis, , “Dinasti Abbasiyah Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jld.II, 85.
[79] Ibid., 110.

[80] Ibid., 111.

[81] Ibid, 112.

[82] Ibid., 111.

[83] Anis A. Shorrosh,   Kebenaran Diungkapkan,   Pandangan seorang Arab Kristen tentang Islam,   (Jakarta: Yayasan Pusat Penginjilan Alkitabiah, 1988), 181.

[84] Ibid.
[85] Van Den End,  Sejarah  Perjumpaan Gereja dan Islam,  7.

[86] Ibid., 4-5.

[87] Ibid., 10.

[88] Ibid., 11.
[89] Ibid.

[90] HTh. Obbink, De Heilige Oorlog Volgent den Koran  (Utrecht 1901), 30.

[91] Van Den End, Sejarah  Perjumpaan Gereja dan Islam, 8.

[92] Ibid., 13.

[93] H. Berkhof dan I.H. Enklaar, Tokoh Antagonis Darmo Gandul, Tragedi Sosial Historis dan Keagamaan di Penghujung Kekuasaan Majapahit, 76-78.

[94] Runciman, A History of The Crusader (Cambridge, 1957), 84.

[95] Ibid.

[96] Van Den End, Sejarah  Perjumpaan Gereja dan Islam, 16.

[97] A Kenneth Curtis, J. Stephen Lang, dan Randy Petersen, 54-55.

[98] Runciman, A History of The Crusader, 127 dan 149.

[99] Van den End, Sejarah  Perjumpaan Gereja dan Islam, 18.

[100] Ibid, 19.

[101] Runciman, A History of The Crusader, 227.
[102] Van Den End, Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam, 22.
[103] Th. Van Ven End, Harta Dalam Bejana, 114.

[104] Ibid.

[105] Ibid.

[106] Iik Arifin Mansur noor,   Era PenjajahanEnsiklopedi Tematis Dunia Islam, Jil. II (Jakarta: Ichtiar Baru Van Houve, 2005),  303.
[107]Morey, Islamic-Invation, 100.

[108] Ibid.
[109] Bambang Nursena, Jangan  Sebut Saudaramu Kafir, Bunga Rampai sekitar masalah Dakwah, Penginjilan dan Pluralitas Bangsa   (Malang: Institut for Syriac Christian Studies, 2008), 13.
[110] Culver, Diktat Perjumpaan Umat Kristen dengan Umat Islam, (tanpa halaman).
[111] Yahya Mansur, Janji-Janji yang Terlupakan, Ismael Selayang Pandang dari Alkitab,  (Bandung: Tanpa Penerbit, 2006), 108.

[112] Ibid., 110.

[113] Ibid.
[114] Ibid., 115-119.
[115]Ibid., 117-118.

[116] Anis A. Shorrosh,  Kebenaran di Ungkapkan Pandangan Seorang Arab Kristen Tentang Islam, 89.

[117] Abdul Salam, bin Abdul Maseh, Catatan Seminar Islamologi, di Graha Bethel, Jakarta, pada tanggal, 17 Nopember 2010.

[118] Chris Marantika, Catatan Kuliah Islamologi (Yogyakarta: Sekolah Tinggi Teologi Injili Indonesia, 2006).

[119] Anis A. Shorrosh,  Kebenaran di Ungkapkan Pandangan Seorang Arab Kristen Tentang Islam,89.   
[120] Maulana Muhammad Ali,  Islamologi-Dinul Islam, Cet. VII (Jakarta: Darul Kutubil Islamiyah,   2007),  170-171.

[121] Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), Pelajaran Agama Islam,Cet.VI (Jakarta:  Bulan Bintang, 1978),  57-59.

[122] Muhammad Ali, Islamologi-Dinul Islam, Cet. VII, 171.

[123] Haji Abdul Malik Karim Amrullah (HAMKA), , Pelajaran Agama Islam,Cet.VI , 61-64.
[124] Muhammad Ali, Islamologi-Dinul Islam, Cet. VII,  172-173.

[125] Ibid, 174.
[126] Culver, Perjumpaan Umat  Kristiani Dengan Umat Islam, Sebuah Pendahuluan Historis, Apologetis dan Misiologis, 30.
[127] Ibid.
[128] Van Den End, Sejarah Perjumpaan, 67-68.

[129] Culver, Perjumpaan Umat Kristen dengan Umat Islam, sebuah Pendahuluan,  Historis, Apologetis dan Misisologis, 40.

[130] T.W. Arnold,  “Letter oh Al-Hasyimi Inviting Al-Kindi to Embrace Islam” in The Preaching of Islam: A History of the Propagation of the Muslim Faith, 433-450.  Dan Jon Culver, Diktat Kuliah Doktoral (STII Yogyakarta, 2005), 30.

[131] Culver, Perjumpaan Umat Kristen dengan Umat Islam, sebuah Pendahuluan,  Historis, Apologetis dan Misisologis, 41.

[132] Van den End, Sejarah Perjumpaan, 77.

[133] Ibid, 78.

[134] Ibid, 79.

[135] Van Den End, Sejarah Perjumpaan, 80.

[136] Ibid, 81.
[137] A. Kenneth Curtis, J. Stephan Lang dan Randy Petersen, 57-58.

[138] Van Den End, Sejarah Perjumpaan Gereja dan Islam, 85.

[139] Ibid, 80.

[140] A. Kenneth Curtis, J. Stephan Lang dan Randy Petersen, 63-64.

[141] Van Den End, Sejarah Perjumpaan, 87
[142] Ibid.

[143] Van Den End, Sejarah Perjumpaan, 88-89.
[144] Zaky Rawdat, Zchievement and Heritage of Muhammad, 10.

[145] Morey, The Islamic Invation, Confronting The World’s Fastest Growing Religion, 45.
[146] Culver, Perjumpaan Umat Kristiani dengan Umat Islam., 23.

[147]  Runciman, A History The Crucides I
[148] Van Den End, Sejarah Perjumpaan, 31-32.
[149] Ibid, 24.

[150] Culver, Perjumpaan Umat Kristiani dengan Umat Islam.

[151] Van Den End, Sejarah Perjumpaan, op.cit., 30.

[152] Culver, Perjumpaan Umat Kristiani dengan Umat Islam, 25-26.

[153] Ibid., 27.

[154] Ibid.
[155] Nurul Huda, Tokoh Antagonis Darmogandul, Tragedi social Historis dan keagamaan di Penghujung Kekuasaan Majapahit (Yogyakarta: Pura Pustaka, 2005), 104-105.

[156] Kartodirdjo, dkk., Sejarah Nasional Indonesia III., 313.

[157] Hasbullah Bakry, “Pandangan Islam Tentang Kristen di Indonesia” dalam Jurnal Peninjau (1984), 196-197.

[158] H. Abd Chair,  Dinasti Umayyah,”  Ensiklopedi Tematis Dunia Islam, Jil. II (Jakarta:  PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005), 78.

[159] Hasbullah Bakry, “Pandangan Islam Tentang Kristen di Indonesia” dalam Jurnal Peninjau (1984), 196-197.

[160] Sartono Kartodidjo,  Pengantar Sejarah Indonesia Baru,1500-1900, dari Emporium sampai Imperium, Jil.I (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1992), 45.
[161] Van Den End, Harta Dalam Bejana, 212.
[162] Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan Kristen danIslamdi Indonesia (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2005),  30.

[163]Ibid., 31.

[164] Ibid., 38-39.

[165] Van Den End, Ragi Carita I,  61.

[166] W. S. Watuseke,  Sejarah Minahasa, Cet. II,  (Manado: t.p. 1965), 17.
[167] Ibid., 19.
[168] Van Den End, Ragi Carita I, 61.

[169] Ibid.

[170] Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan, 41.
[171] Jan S. Aritonang, Sejarah Perjumpaan, 41-42.

[172] Th. van den End. Ragi Carita I, 28.

[173] Ibid, 29-30.

[174] Sartono Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru,1500-1900, dari Emporium sampai Imperium, Jil.I, 70-71.
[175] Ibid., 70.

[176]Gp. Rouffaer;  J.W Ujserman
[177] Van Den End, Ragi Carita I, 96.
[178] Kartodirdjo, dkk., Sejarah Nasional Indonesia III, 357-360.

[179] Kartodirdjo, Pengantar Sejarah Indonesia Baru,1500-1900, dari Emporium sampai Imperium, Jil.I., 166.
[180] Sartono Kartodirdjo, dkk., Sejarah Nasional Indonesia III,  372-373.

[181] Ibid, 374.
[182] Van Den End, Ragi Carita I, 56.

[183] H. Berkhof dan I.H. Enklaar, Sejarah Gereja, 35.

[184] Aritonang, Sejarah Perjumpaan, 62.

[185] Ibid., 62-63.

[186] Aritonang, Sejarah Perjumpaan, 60.
[187] Ibid., 65.

[188] Ibid. 60.

[189] Ibid., 71-72.
[190] Ibid., 62.

[191] Van Den End, Ragi Carita I, 212.
[192] Van Den End, Ragi Carita I, 138-139.

[193] Ibid, 142.
[194] Van Den End, Harta Dalam Bejana, 247.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar