DASAR KEKRISTENAN / INJIL
Hal-hal
yang akan dibahas dalam bagian ini adalah:
1) Dosa.
2) Hukuman bagi manusia berdosa.
3) Penebusan oleh Yesus Kristus, melalui
kematian dan kebangkitanNya.
4) Iman / percaya dan pertobatan.
5) Gunanya perbuatan baik /
ketaatan, dan apa hubungan perbuatan baik / ketaatan dengan iman.
I) Dosa.
1) Pentingnya kesadaran akan dosa.
Kesadaran
akan dosa adalah sesuatu yang sangat penting, karena kalau kita tidak menyadari
bahwa kita adalah orang yang berdosa, maka kita tidak akan merasa butuh seorang
Juruselamat.
Karena
itu, kalau dalam pelajaran ini saudara sepertinya ‘ditelanjangi’ dosa-dosanya,
maka:
jangan
menjadi marah.
juga jangan
berhenti mengikuti pelajaran ini dengan alasan saudara merasa tidak damai,
tidak sukacita dsb. Bandingkan dengan 2Kor 7:8-10 - “Jadi meskipun aku telah menyedihkan
hatimu dengan suratku itu, namun aku tidak menyesalkannya. Memang pernah
aku menyesalkannya, karena aku lihat, bahwa surat itu menyedihkan hatimu
- kendatipun untuk seketika saja lamanya -, namun sekarang aku bersukacita,
bukan karena kamu telah berdukacita, melainkan karena dukacitamu membuat
kamu bertobat. Sebab dukacitamu itu adalah menurut kehendak Allah,
sehingga kamu sedikitpun tidak dirugikan oleh karena kami. Sebab dukacita
menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan
yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan
kematian”.
Sebaliknya
bersyukurlah, karena dengan makin menyadari dosa, saudara akan lebih mudah
untuk percaya kepada Yesus dan diselamatkan. Dan kalau saudara adalah orang
yang sudah betul-betul percaya kepada Kristus, maka kesadaran akan dosa tetap
merupakan sesuatu yang sangat penting, karena itu bisa memberikan kerendahan
hati kepada saudara dan juga memungkinkan saudara untuk berjuang dalam
pengudusan.
2) Kitab Suci / Firman Tuhan adalah standard
untuk menentukan dosa atau tidak.
Banyak orang
menentukan sesuatu itu dosa atau tidak berdasarkan:
a) Pandangan umum / manusia.
Ini jelas
salah, karena seluruh dunia adalah orang berdosa sehingga sering terjadi bahwa
suatu dosa dianggap benar oleh masyarakat, dan sebaliknya, sesuatu yang benar justru
dicela / dikecam.
Illustrasi: Dalam kalangan orang gila, yang waras itu yang dianggap gila! Dalam
gereja yang sudah meninggalkan Alkitab, orang kristen yang Injili / Alkitabiah
dianggap sebagai orang extrim, fanatik, dsb.
Penerapan:
Jangan
melakukan sesuatu hanya karena semua orang menyetujuinya atau juga
melakukannya, dan jangan menolak melakukan sesuatu hanya karena banyak orang
menentang hal itu. Bisa saja, semua orang banyak itu salah semua!
b) Suara hati / hati nurani.
Memang
kadang-kadang suara hati masih bisa dijadikan standard, tetapi seringkali tidak
bisa. Mengapa? Karena:
Perlu diingat bahwa karena
manusianya berdosa, maka suara hatinyapun ikut dikotori oleh dosa.
Tit 1:15
- “Bagi orang suci semuanya suci; tetapi bagi orang najis dan orang tidak
beriman suatupun tidak ada yang suci, karena baik akal maupun suara hati
mereka najis”.
Karena itu
suara hati / hati nurani tidak lagi bisa menjadi standard yang benar.
Suara hati akan padam kalau
tidak dituruti.
Seseorang
yang mencuri / menyontek / berzinah untuk pertama kalinya, biasanya mendapatkan
bahwa suara hatinya mengecam dirinya, sehingga ia menjadi gelisah, takut,
berdebar-debar, dsb. Tetapi kalau ia meneruskan tindakan itu, maka
lama-kelamaan suara hatinya akan diam.
Suara hati sangat dipengaruhi
pandangan sekitar / umum.
Seorang anak
yang dibesarkan dalam lingkungan keluarga yang suka mencaci maki / mengeluarkan
kata-kata kotor, tidak akan ditegur oleh hati nuraninya pada waktu ia mengeluarkan
makian / kata-kata kotor. Seseorang yang melakukan dosa yang sudah umum
dilakukan orang di sekitarnya, seperti berdusta / ngaret, mungkin sekali suara
hatinya tidak akan menegur dia.
Jadi
jelaslah bahwa suara hati ini tidak bisa dijadikan standard yang akurat untuk
menentukan apakah sesuatu tindakan itu dosa atau tidak.
Penerapan: Karena
itu, janganlah saudara berani melakukan sesuatu hal, hanya karena perasaan /
hati saudara tetap merasa enak! Sebaliknya, janganlah saudara tidak melakukan
sesuatu hal, hanya karena hati / perasaan saudara merasa tidak enak.
Standard
yang benar untuk menentukan apakah sesuatu itu dosa atau tidak adalah Kitab
Suci / Firman Tuhan.
Ini terlihat
dari:
a) 2Tim 3:16 - “Segala
tulisan yang diilhamkan Allah memang bermanfaat untuk mengajar, untuk
menyatakan kesalahan, untuk memperbaiki kelakuan dan untuk mendidik orang
dalam kebenaran”.
Jadi ayat
ini mengatakan bahwa salah satu fungsi Firman Tuhan adalah untuk menunjukkan
kesalahan / dosa-dosa kita. Jadi Firman Tuhan itu seperti cermin bagi kita yang
bisa kita pakai untuk melihat kejelekan-kejelekan kita sendiri.
b) 1Yoh 3:4 yang berkata bahwa “dosa
adalah pelanggaran hukum Allah”.
c) Ro 3:20b - “oleh hukum Taurat orang
mengenal dosa”.
Illustrasi: Dalam
setiap negara ada undang-undang. Apakah tindakan kita salah atau benar tidak
didasarkan pada pandangan umum ataupun pandangan pribadi, tetapi didasarkan
pada undang-undang tersebut. Tidak peduli kita menganggap tindakan kita itu
benar, ataupun seluruh masyarakat menganggap tindakan kita itu benar, tetapi
kalau undang-undang menganggap kita salah, maka kita salah.
Kitab Suci /
Firman Tuhan adalah undang-undang yang Allah berikan kepada kita, dan karena
itu Kitab Suci / Firman Tuhan ini adalah standard hidup kita.
Jadi, kalau
saudara mau melakukan sesuatu, maka jangan pedulikan pandangan umum ataupun
hati nurani saudara, tetapi pikirkan lebih dulu bagaimana pandangan / ajaran
Kitab Suci tentang hal itu. Kalau Kitab Suci menyetujuinya, maka lakukanlah;
sebaliknya kalau Kitab Suci mengecamnya / menganggapnya sebagai dosa, maka
janganlah melakukannya.
3) Macam-macam dosa:
a) Dosa bisa dilakukan:
melalui perbuatan,
seperti berzinah, membunuh, dsb.
melalui perkataan,
seperti dusta, fitnah, mengeluarkan kata-kata kotor / cabul, memaki-maki,
membicarakan kejelekan orang tanpa ada gunanya, dsb.
melalui hati / pikiran /
motivasi yang berdosa, misalnya iri hati, benci, pergi ke gereja untuk cari
pacar, memberi persembahan supaya diberkati oleh Tuhan, dsb.
b) Dosa juga bisa dilakukan:
secara aktif, dimana
kita melakukan sesuatu yang dilarang oleh Allah, misalnya kita berzinah, kita
membunuh orang, dsb.
secara pasif, dimana
kita tidak melakukan apa yang Allah perintahkan.
Yak 4:17 - “Jadi
jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak
melakukannya, ia berdosa”.
Contoh:
tidak pergi ke gereja pada hari Minggu (kecuali karena sakit).
tidak mau belajar Firman Tuhan / berdoa / memuji Tuhan / melayani Tuhan.
tidak mengasihi Tuhan dengan segenap hati, pikiran, perasaan (Mat 22:37). Saya
kira setiap orang senantiasa berbuat dosa karena tidak mentaati hukum
ini!
tidak mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri (Mat 22:39).
tidak menolong mereka yang membutuhkan pertolongan / layak ditolong, padahal
kita bisa melakukannya (Amsal 3:27
Mat 25:42-45).
c) Dosa juga bisa dilakukan:
dengan sengaja / disadari.
dengan tidak sengaja / tidak
disadari.
Ada 2 hal
yang perlu diperhatikan:
Sekalipun dosa yang tidak disengaja memang
lebih ringan dari dosa yang disengaja, tetapi dosa yang tidak disengaja itu
tetap adalah dosa! Bdk. Kel 21:12-13 Luk
12:48.
Kesengajaan memperberat dosa, sehingga
biarpun suatu dosa relatif kecil (seperti ngaret / terlambat, iri hati,
berdusta, dsb), tetapi kalau terus menerus dilakukan dengan sengaja, ini
diperhitungkan cukup berat!
4) Hukum Taurat (10 Hukum Tuhan) adalah bagian
Firman Tuhan yang mempunyai fungsi khusus dalam menunjukkan dosa-dosa kita
(Ro 3:20 1Tim 1:8-10).
10 Hukum
Tuhan ini terdapat dalam Kel 20:3-17 dan Ul 5:7-21.
Sambil
mempelajari arti dari 10 Hukum Tuhan itu, marilah kita membandingkannya dengan
hidup kita sendiri supaya kita bisa mengetahui / menyadari dosa-dosa kita.
HUKUM 1:
Jangan ada padamu allah lain di hadapanKu (Kel 20:3).
Penekanan
hukum ini: obyek / tujuan penyembahan hanya satu yaitu Allah (tidak boleh ada
allah lain).
Contoh
pelanggaran terhadap hukum ini:
menyembah banyak allah / dewa,
atau melakukan syncretisme / menggabungkan 2 agama atau lebih
(1Raja 18:21).
Misalnya:
meskipun sudah menjadi orang kristen, tetapi masih pergi ke G. Kawi,
kelenteng, dsb. Atau, sudah menjadi orang kristen tetapi masih ikut kebatinan,
menggunakan magic, dsb.
Ada orang
kristen / hamba Tuhan yang begitu takut dengan tuduhan melakukan pengkristenan
/ kristenisasi, sehingga pada waktu memberitakan Injil, mereka berkata: ‘Aku
tidak minta kamu pindah agama. Aku hanya minta kamu percaya kepada Kristus’.
Kata-kata bodoh ini sama artinya dengan menyuruh seseorang menjadi seorang syncretist,
yang jelas merupakan pelanggaran terhadap hukum pertama ini!
berdoa kepada roh-roh nenek
moyang / orang tua.
berdoa kepada Maria / orang
suci.
sembahyang di kuburan (Cing
Bing), memberi sesajen, dsb.
menyembah manusia, baik
pai-kwie maupun sungkem (bdk. Mat 4:10 - “Maka berkatalah Yesus
kepadanya: ‘Enyahlah, Iblis! Sebab ada tertulis: Engkau harus menyembah Tuhan,
Allahmu, dan hanya kepada Dia sajalah engkau berbakti!’”).
Menyimpan / mempercayai jimat,
benda-benda G. Kawi / kelenteng seperti: Hu, Pat-kwa, kantong merah G. Kawi,
dll.
Konsekwensi
dari hukum 1 ini adalah bahwa Allah harus diutamakan / dikasihi lebih daripada
apapun / siapapun juga, misalnya:
diri sendiri
(Luk 14:26b).
Kalau
saudara royal dalam mengeluarkan uang untuk diri sendiri (untuk makanan /
pakaian, dsb), tetapi pelit / kikir dalam memberi persembahan kepada Tuhan,
maka saudara sudah mengutamakan diri sendiri lebih dari pada Tuhan.
keluarga,
seperti suami, istri, orang tua, anak, cucu, dsb (Luk 14:26a).
Setiap orang
kristen mempunyai tanggung jawab terhadap keluarga, dan ini tetap harus
dilakukan (1Tim 5:8), tetapi ia tidak boleh melakukan semua itu begitu
rupa sehingga menyingkirkan Tuhan.
pekerjaan / uang
(bdk. Mat 6:24).
Orang
kristen memang wajib untuk bekerja sehingga bisa mencukupi kebutuhannya sendiri
dan keluarganya (2Tes 3:10-12). Karena itu jangan menggunakan ayat seperti
Mat 6:25-34 untuk menjadi orang malas yang tidak mau bekerja. Tetapi
bagaimanapun juga kita tidak boleh mementingkan pekerjaan lebih dari Tuhan.
Kalau suatu pekerjaan harus dilakukan dengan melakukan dosa, baik itu dosa
aktif seperti dusta atau bekerja pada hari Minggu, maupun itu dosa pasif
seperti tidak bisa berbakti, tidak bisa belajar Firman Tuhan, tidak bisa
melayani dsb, dan saudara tetap melakukan pekerjaan itu, maka jelas bahwa
pekerjaan itu sudah menjadi ‘allah lain’ bagi saudara!
boss / rekan
bisnis.
study /
pelajaran sekolah.
Tentu saja
pelajar / mahasiswa kristen juga harus belajar dengan baik, tetapi ia tidak
boleh terus belajar sehingga mengabaikan kebaktian, saat teduh dsb.
pacar / teman.
hobby, seperti
nonton bioskop, TV, olah raga, dsb.
undangan
pernikahan / HUT.
Kalau saudara membuang
kebaktian, karena adanya undangan pernikahan / HUT, maka itu berarti saudara
sudah mengutamakan undangan pernikahan lebih dari Tuhan.
Juga kalau misalnya hujan lebat
saudara tidak berbakti, tetapi dengan curah hujan yang sama, saudara tetap bisa
pergi untuk memenuhi undangan pernikahan, maka itu jelas menunjukkan bahwa
saudara mengutamakan undangan pernikahan itu lebih dari pada Tuhan.
handphone
(= telpon genggam).
Harus diakui
bahwa handphone memang merupakan sesuatu yang sangat menolong kita.
Tetapi bagaimanapun handphone tidak boleh kita letakkan di atas Tuhan,
misalnya dengan cara tetap menyalakan handphone pada waktu berbakti,
ikut Pemahaman Alkitab, bersaat teduh / berdoa, dsb, dan begitu handphone
berbunyi, kita langsung meninggalkan Tuhan dan menerima handphone
tersebut. Saudara harus menghormati, mementingkan dan mengutamakan Tuhan di
atas handphone, atau urusan apapun yang diberikan oleh handphone
tersebut, dan karena itu matikanlah handphone pada waktu melakukan
segala sesuatu yang berhubungan dengan Tuhan! Ini juga berlaku untuk telpon
biasa dan pager / radio panggil.
pelayanan (bdk.
Luk 10:38-42).
Sekalipun
kita melakukan pelayanan itu untuk Allah, tetapi kalau kita begitu sibuk dengan
pelayanan sehingga tidak ada waktu untuk bersekutu dengan Tuhan (saat teduh /
doa), dan tidak ada waktu untuk belajar Firman Tuhan, maka pelayanan itu menjadi
allah lain bagi kita.
Charles
Haddon Spurgeon: “Anything becomes an idol when it keeps us away from God” (=
Segala sesuatu menjadi berhala kalau hal itu menjauhkan kita dari Allah).
Augustine: “Christ
is not valued at all unless he be valued above all” (= Kristus tidak
dihargai sama sekali kecuali Ia dihargai di atas semua) - ‘The
Encyclopedia of Religious Quotations’, hal 78.
Saya pernah
membaca cerita tentang seorang pendeta di Inggris yang memberitahu pelayannya
bahwa kalau ia sedang berdoa ia tidak mau diganggu oleh siapapun. Tetapi suatu
hari ketika pendeta itu sedang berdoa, ada tamu datang, dan ketika si pelayan
itu melihat tamu itu, ia lalu ‘membangunkan’ si pendeta dari doanya. Si pendeta
memarahi pelayannya dengan berkata: ‘Bukankah sudah kuberitahu bahwa aku tidak
mau diganggu kalau sedang berdoa?’. Tetapi pelayannya menjawab: ‘Tuan, tamu
yang datang adalah anaknya raja’. Pendeta itu menjawab: ‘Saya tidak peduli dia
anak raja. Beritahu dia untuk menunggu, karena saya sedang berbicara dengan
Rajanya sendiri’.
Ini adalah
contoh dimana seseorang betul-betul mengutamakan Tuhan!
Renungkan:
berapa kali saudara melanggar hukum pertama ini? Seandainya dalam Kitab Suci
hanya ada satu hukum ini saja, maka dosa kita sudah bukan main banyaknya!
HUKUM 2:
Jangan membuat dan menyembah patung berhala (Kel 20:4-6).
Kel 20:4
melarang untuk membuat patung. Ada 2 kemungkinan untuk menafsirkan bagian ini:
1. Kel 20:4 ditafsirkan secara
terpisah dari Kel 20:5, tetapi yang dimaksud dengan ‘patung’ bukanlah
patung biasa, tetapi ‘patung berhala’ [NIV/NASB: ‘an idol’ (= patung
berhala)].
2. Kel 20:4 dan Kel 20:5
tidak boleh dipisahkan sehingga berdiri sendiri-sendiri, tetapi harus
ditafsirkan dalam suatu kesatuan. Jadi, yang dilarang bukanlah sekedar ‘membuat
patung’, tetapi ‘membuat patung untuk disembah’. Membuat patung, asal bukan
patung berhala (seperti patung Buddha, Kwan Im, dsb) atau patung untuk
disembah, bukanlah dosa. Ini terlihat dari beberapa bagian Kitab Suci dimana
Tuhan sendiri menyuruh membuat patung, misalnya:
patung
ular tembaga (Bil 21:4-9).
Tuhan
sendiri yang menyuruh membuat patung ular ini, sehingga tindakan Musa membuat
patung itu jelas bukan dosa. Memang akhirnya patung ini dihancurkan, tetapi itu
terjadi karena akhirnya patung ini disembah (2Raja 18:4).
patung
kerub di atas tutup tabut perjanjian (Kel 25:18-20).
Ini perlu
diketahui karena pada jaman ini ada banyak gereja / hamba Tuhan (biasanya dari
kalangan Pentakosta / Kharismatik) yang begitu extrim dengan menyuruh
menghancurkan seadanya patung, lebih-lebih kalau patungnya berbentuk
naga atau orang yang matanya seperti mata setan, dsb.
Penekanan
hukum ini: cara penyembahan harus benar. Jadi, kalau hukum 1 mempersoalkan
tujuan / obyek penyembahannya harus benar, maka hukum 2 ini menekankan cara
penyembahannya juga harus benar. Sekalipun kita mempunyai obyek / tujuan
penyembahan yang benar, yaitu Allah, tetapi kalau kita menyembahNya dengan cara
yang salah, yaitu melalui patung, maka kita berdosa. Untuk itu perhatikan
ayat-ayat di bawah ini:
Kel 32 -
tujuan mereka menyembah Allah. Ini terlihat dari Kel 32:5 dimana Harun
berkata: ‘Besok hari raya bagi TUHAN’. Tetapi penyembahan
terhadap Allah itu mereka lakukan melalui anak lembu emas / berhala.
Ul 12:4,31
(NIV): “You must not worship the LORD your God in their way” (= Kamu
tidak boleh menyembah TUHAN Allahmu dengan cara mereka).
Ayat ini
dengan jelas menunjukkan larangan penyembahan terhadap Allah dengan cara orang
kafir (menggunakan berhala).
Thomas
Manton: “It
is idolatry not only to worship false gods in the place of the true God, but to
worship the true God in a false manner” (= Adalah merupakan penyembahan
berhala bukan hanya menyembah allah-allah palsu menggantikan tempat Allah yang
benar, tetapi juga menyembah Allah yang benar dengan cara yang palsu / salah).
Contoh
pelanggaran terhadap hukum ini (Catatan: ada hal-hal yang overlap /
bertumpukan antara pelanggaran terhadap hukum pertama dan pelanggaran terhadap
hukum kedua):
menyembah
patung berhala.
Ada beberapa
ayat Kitab Suci yang menunjukkan kebodohan penyembahan berhala, seperti
Ul 4:28 Maz 115:4-8 Yes 2:8
Yer 10:5. Tetapi mungkin ayat / text yang menunjukkan kebodohan
penyembahan berhala secara paling menyolok adalah Yes 44:14-20 yang
berbunyi sebagai berikut: “Mungkin ia menebang pohon-pohon aras atau ia
memilih pohon saru atau pohon tarbantin, lalu membiarkannya tumbuh menjadi
besar di antara pohon-pohon di hutan, atau ia menanam pohon salam, lalu hujan
membuatnya besar. Dan kayunya menjadi kayu api bagi manusia, yang memakainya
untuk memanaskan diri; lagipula ia menyalakannya untuk membakar roti. Tetapi
juga ia membuatnya menjadi allah lalu menyembah kepadanya; ia mengerjakannya
menjadi patung lalu sujud kepadanya. Setengahnya dibakarnya dalam api dan di
atasnya dipanggangnya daging. Lalu ia memakan daging yang dipanggangnya itu
sampai kenyang; ia memanaskan diri sambil berkata: ‘Ha, aku sudah menjadi
panas, aku telah merasakan kepanasan api.’ Dan sisa kayu itu dikerjakannya
menjadi allah, menjadi patung sembahannya; ia sujud kepadanya, ia menyembah dan
berdoa kepadanya, katanya: ‘Tolonglah aku, sebab engkaulah allahku!’ Orang
seperti itu tidak mengetahui apa-apa dan tidak mengerti apa-apa, sebab matanya
melekat tertutup, sehingga tidak dapat melihat, dan hatinya tertutup juga,
sehingga tidak dapat memahami. Tidak ada yang mempertimbangkannya, tidak ada
cukup pengetahuan atau pengertian untuk mengatakan: ‘Setengahnya sudah kubakar
dalam api dan di atas baranya juga sudah kubakar roti, sudah kupanggang daging,
lalu kumakan. Masakan sisanya akan kubuat menjadi dewa kekejian? Masakan aku
akan menyembah kepada kayu kering?’ Orang yang sibuk dengan abu belaka,
disesatkan oleh hatinya yang tertipu; ia tidak dapat menyelamatkan jiwanya atau
mengatakan: ‘Bukankah dusta yang menjadi peganganku?’”.
kepercayaan terhadap jimat, benda-benda keramat (seperti keris), Hu, kantong
merah dari G. Kawi, Pat Kwa, dsb.
menyembah
/ menghormati salib, Kitab Suci.
Kita memang
mempercayai dan menghormati Kitab Suci sebagai Firman Allah. Tetapi bukan
bendanya / bukunya itu sendiri yang kita hormati, melainkan isinya.
menyembah
patung Yesus / Maria / malaikat / orang suci.
berdoa
sambil menghadap pada salib atau sambil membayangkan Yesus.
menyembah
roti dan anggur dalam Perjamuan Kudus.
Saya pernah
pergi ke gereja dimana pada waktu mengadakan Perjamuan Kudus, pendeta dan
majelisnya berlutut dan menyembah pada seluruh meja Perjamuan Kudus. Ini jelas
juga salah. Roti dan anggur hanyalah lambang dari tubuh dan darah
Kristus, bukan Kristus-nya sendiri, sehingga penyembahan terhadap hal-hal itu
merupakan penyembahan berhala.
berdoa
sambil menggunakan yosua / kemenyan.
Sekalipun
dalam Perjanjian Lama ada penggunaan kemenyan, tetapi dalam Perjanjian Baru
semua itu tidak lagi diijinkan.
dalam
Perjanjian Baru, ini mencakup semua penyembahan terhadap Allah yang dilakukan
tanpa melalui Yesus (1Tim 2:5 Yoh 14:6).
Renungkan:
berapa kali saudara melanggar hukum kedua ini?
HUKUM 3:
Jangan menyebut nama Tuhan
Allahmu dengan sembarangan / sia-sia (Kel 20:7).
Sebetulnya
kata ‘Tuhan’ dalam Kel 20:7
menunjuk kepada nama ‘Yahweh’ / ‘Yehovah’, tetapi saya berpendapat bahwa ini
juga bisa diberlakukan terhadap Kata ‘Tuhan’, ‘Allah’, ‘Yesus’, ‘Kristus’, ‘God’,
‘Lord’, dsb.
Perlu
diingat bahwa sikap / cara kita menggunakan nama Tuhan, menunjukkan sikap kita
terhadap Tuhan sendiri.
Contoh
pelanggaran terhadap hukum ini:
mencaci
maki / menghujat / mengutuk Tuhan (Im 24:10-16,23).
bersumpah
dusta / mengutuk dengan menggunakan nama Tuhan (Im 19:12).
seruan-seruan
(kebiasaan) dengan menggunakan nama Tuhan seperti: ‘Masya Allah’, ‘Aduh Allah’,
‘Ya Allah’, dsb. Mengatakan ‘Insya Allah’ (= Jika Allah menghendaki) sebetulnya
bukan dosa, asal kita betul-betul memaksudkan hal itu. Tetapi kalau kita
mengucapkannya hanya sebagai basa basi, maka itu juga termasuk menyebut nama
Allah dengan sia-sia.
mengatakan
‘Haleluya / Puji Tuhan’ sekedar sebagai suatu kebiasaan sehingga keluar dari
mulut tanpa hatinya betul-betul memuji Tuhan.
menggunakan nama Tuhan untuk lelucon / percakapan yang tidak ada gunanya.
Contoh: ada gereja
yang mengeluarkan lelucon berjudul ‘kuda kristen’. Ceritanya adalah sebagai
berikut: Ada sebuah gereja yang mempunyai seekor kuda. Kuda itu dilatih untuk
berjalan kalau mendengar kata-kata ‘Puji Tuhan’, dan berhenti kalau mendengar
kata ‘Haleluya’. Suatu hari seorang pendeta tamu, yang adalah pendeta
Pentakosta, menaiki kuda itu setelah diajar tentang kata sandi yang diperlukan
untuk menjalankan dan menghentikan kuda itu. Ia lalu berkata ‘Puji Tuhan’, dan
kuda itu lalu mulai berjalan. Ia berkata lagi ‘Puji Tuhan’ berkali-kali dan
kuda itu berlari makin lama makin cepat. Tiba-tiba pendeta itu melihat bahwa di
depannya ada suatu sungai. Ia menjadi panik sehingga lupa kata sandi untuk
menghentikan kudanya. Ia lalu memejamkan matanya dan berdoa: ‘Tuhan tolong
hentikan kuda ini, Haleluya, Amin’. Kuda itu mendengar kata ‘Haleluya’ dalam
doa pendeta itu dan ia berhenti, persis di tepi sungai. Pendeta itu membuka
matanya dan melihat kuda itu berhenti persis di tepi sungai, dan ia lalu
berseru ‘Puji Tuhan’, dan byur, ia dan kudanya masuk ke sungai!
Boleh jadi
cerita ini lucu, tetapi apa manfaatnya? Sedikitpun tidak ada! Dan karena itu
ini termasuk cerita yang menggunakan nama Allah secara sembarangan! Karena itu
jangan mengkulak cerita-cerita seperti ini!
menyanyi
memuji Tuhan hanya dengan mulut tetapi tidak dengan hati.
berdoa
yang hanya di mulut saja.
Kalau
saudara menganggap bahwa pelanggaran terhadap hukum ini adalah dosa remeh, maka
perhatikanlah:
Kel 20:7b
mengatakan: “TUHAN akan memandang bersalah orang yang menyebut namaNya
dengan sembarangan”.
Dalam 10 hukum
Tuhan, hukum ini diletakkan pada urutan nomer 3!
Renungkan:
berapa kali saudara melanggar hukum ketiga ini?
HUKUM 4:
Ingatlah dan kuduskanlah hari Sabat (Kel 20:8-11).
Tuhan
menciptakan alam semesta dalam 6 hari, dan Ia beristirahat pada hari ke 7, lalu
menguduskan (memisahkan) hari ke tujuh itu (Kej 2:1-3).
Perubahan
Sabat dari Sabtu menjadi Minggu:
Hari Sabat
sebetulnya adalah hari Sabtu, tapi sejak kebangkitan Tuhan Yesus, orang-orang
kristen berbakti pada hari pertama / hari Minggu (Yoh 20:19 Kis 20:7
1Kor 16:2). Disamping itu, perlu kita ingat bahwa hari Pentakosta
(Kis 2:1-13), yang merupakan ‘hari berdirinya gereja’, juga jatuh pada
hari Minggu (bdk. Im 23:15-16 Ul 16:9).
Bandingkan dengan Wah 1:10 dimana istilah ‘hari Tuhan’ juga dianggap
menunjuk pada hari Minggu.
Homer Hailey: “The
ante-Nicene writers who wrote after John followed a consistent pattern in
considering ‘the first day,’ ‘the Lord’s day,’ the ‘resurrection day,’ and the
day of meeting, Sunday, as identical. Ignatius (30-107 A.D.) writes, ‘Let every
friend of Christ keep the Lord’s day as a festival, the resurrection day, the
queen and chief of all the days (of the week)’ (A-N-F, I, p. 63). Justin
(110-165 A.D.), writing of the day which the saints met for worship identified
it as ‘Sunday ... the first day ... and Jesus Christ our Saviour on the same
day rose from the dead’ (I, p. 168). The teaching of the Twelve (120-190 A.D.):
‘But every Lord’s day do ye gather yourselves, and break bread’ (VII, p. 381).
Clement (153-217 A.D.), writing agonist (against?) Gnostics, identifies the Lord’s
day with the resurrection, saying, ‘He, in fulfillment of the precept,
according to the Gospel, keeps the Lord’s day ... glorifying the Lord’s
resurrection’ (II, p. 545). Tertullian (145-220 A.D.) identifies ‘the Lord’s
day’ as ‘every eighth day’ (III, p. 70). Constitution of the Holy Apostles
(250-325 A.D.): ‘And on the day of our Lord’s resurrection, which is the Lord’s
day, meet more diligently’ (VII, p. 423); and ‘on the day of the resurrection
of the Lord, that is, the Lord’s day, assemble yourselves together, without
fail’ (ibid. p. 471)” [= Penulis-penulis sebelum
Nicea yang menulis setelah Yohanes mengikuti pola yang konsisten dalam menganggap
‘hari pertama’, ‘hari Tuhan’, ‘hari kebangkitan’, dan hari pertemuan, Minggu,
sebagai identik. Ignatius (30-107 M) menulis: ‘Hendaknya setiap
teman Kristus memelihara hari Tuhan sebagai suatu perayaan, hari kebangkitan,
ratu dan kepala dari semua hari (dari suatu minggu)’ (A-N-F, I, hal 63). Justin
(110-165 M), menulis tentang hari dimana orang-orang kudus bertemu untuk
kebaktian menyebutnya sebagai ‘Minggu ... hari yang pertama ... dan Yesus
Kristus Juruselamat kita bangkit dari antara orang mati pada hari yang sama’
(I, hal 168). The teaching of the Twelve (120-190 M): ‘Tetapi setiap hari Tuhan
kamu berkumpul dan memecahkan roti’ (VII, hal 381). Clement (153-217 M),
menulis menentang Gnostics, mengidentikkan hari Tuhan dengan kebangkitan,
dengan berkata: ‘Ia, dalam penggenapan ajaran / perintah, sesuai dengan Injil,
memelihara hari Tuhan ... memuliakan kebangkitan Tuhan’ (II, hal 545).
Tertullian (145-220 M) mengidentikkan / menyebut ‘hari Tuhan’ sebagai ‘setiap
hari ke 8’ (III, hal 70). Constitution of the Holy Apostles (250-325 M): ‘Dan
pada hari kebangkitan Tuhan, yang adalah hari Tuhan, bertemulah dengan makin
rajin’ (VII, hal 423); dan ‘pada hari kebangkitan Tuhan, yaitu, hari Tuhan,
kumpulkanlah dirimu bersama-sama, tanpa gagal (jangan pernah gagal untuk
bertemu)’ (ibid. hal 471)] - hal 107.
William Barclay: “By early in
the second century the Sabbath had been abandoned and the Lord’s Day was the
accepted Christian day” (= Pada awal abad kedua hari
Sabat telah ditinggalkan dan hari Tuhan diterima sebagai hari Kristen) - hal 43.
Bagian ini penting untuk diingat kalau saudara menghadapi orang Advent,
yang berkeras bahwa hari untuk berbakti haruslah Sabtu, yang merupakan hari
Sabat Perjanjian Lama.
Larangan dan
keharusan pada hari Sabat:
Kita tidak boleh melakukan
pekerjaan sehari-hari (Kel 20:9-10).
Kita
bukannya tidak boleh melakukan apa-apa pada hari Sabat. Jadi, ajaran para ahli
Taurat dan orang Farisi, yang boleh dikatakan melarang segala sesuatu pada hari
Sabat, dan yang menyebabkan hari Sabat menjadi beban yang sangat berat, adalah
salah. Yang tidak boleh dilakukan adalah pekerjaan sehari-hari. Bahkan pada
masa sibuk (masa ujian, dsb), kita harus tetap memelihara hari Sabat. Ini
terlihat dari Kel 34:21 - “Enam
harilah lamanya engkau bekerja, tetapi pada hari yang ketujuh haruslah engkau
berhenti, dan dalam musim membajak dan musim menuai haruslah
engkau memelihara hari perhentian juga”.
Kita boleh berbuat baik /
menolong orang pada hari Sabat (Mat 12:9-12). Karena itu janganlah menggunakan
hukum Sabat ini sebagai alasan untuk tidak menolong orang yang membutuhkan
pertolongan.
Kita boleh melayani Tuhan pada
hari Sabat (Mat 12:5). Bahkan sebetulnya hari Sabat diadakan supaya
saudara bebas dari pekerjaan sehari-hari sehingga bisa berbakti dan melayani
Tuhan.
Memang ada tempat-tempat yang
boleh tetap buka pada hari Sabat, seperti rumah sakit, apotik. Tetapi ada
syaratnya, yaitu:
para pegawai yang dipekerjakan pada hari itu harus
mempunyai hari Sabat / istirahat sendiri di luar hari Sabat yang umum (hari
Minggu).
mereka tetap membuka tempat-tempat itu bukan dengan
motivasi untuk mencari uang, tetapi untuk melayani / menolong orang.
Kita tidak
boleh mempekerjakan pegawai / pelayan
(Kel 20:10), dan kita juga tidak boleh menyuruh anak kita untuk belajar!
Mereka juga membutuhkan istirahat! Ada 6 hari untuk bekerja / belajar bagi
mereka; biarkan mereka beristirahat pada hari Sabat. Ini perlu dicamkan oleh
para orang tua, khususnya mereka yang kadang-kadang menghukum anaknya dengan
melarang pergi ke gereja dan menyuruhnya belajar di rumah, karena anak itu
mendapatkan nilai / rapor yang jelek. Hukumlah anak dengan cara lain, bukan
dengan menyuruh mereka melanggar peraturan Sabat!
Kita harus
berbakti kepada Tuhan di gereja (Im 19:30 26:2
Luk 4:16).
Berbakti
kepada Tuhan, bukanlah sekedar merupakan anjuran, tetapi merupakan suatu
keharusan. Jadi, kalau kita tidak melakukannya, kita berdosa.
Seseorang mengatakan: “After
looking at the earth for six days we need the Lord’s day to look up” (=
Setelah melihat pada bumi / dunia selama 6 hari, kita membutuhkan hari Tuhan
untuk melihat ke atas).
Yang dimaksud ‘gereja’; adalah
persekutuan orang kristen, bukan gedungnya. Jadi, sekalipun kebaktian itu tidak
diadakan di gedung gereja, tetapi di restoran, hotel, rumah, dsb, itu tidak
jadi soal. Ingat bahwa orang kristen abad pertama juga tidak mempunyai gedung
gereja, sehingga banyak yang berbakti di rumah-rumah yang digunakan sebagai
tempat berbakti.
Juga kita harus memilih gereja
yang benar, yang betul-betul percaya, tunduk dan mengajarkan Firman Tuhan,
sebagai tempat kita berbakti.
Bahwa tidak
semua ‘gereja’ adalah ‘gereja’ di hadapan Tuhan, terlihat dari istilah ‘jemaah
Iblis’ [NIV: ‘a synagogue of Satan’ (= sinagog Setan)] dalam
Wah 2:9 dan Wah 3:9, dan juga dari istilah ‘rumahmu’
(bukan ‘rumahKu’ atau ‘rumah BapaKu’) yang digunakan oleh Yesus untuk menunjuk
kepada Bait Allah (Mat 23:38).
Perlu
diingat bahwa kalau kita berbakti di gereja yang tidak benar, apalagi yang
sesat, maka:
Tuhan tidak menganggap bahwa saudara sudah berbakti
kepadaNya.
kita mendukung dan memberi semangat kepada gereja sesat
itu.
Kalau
saudara segan untuk meninggalkan gereja saudara, padahal saudara tahu bahwa
gereja saudara itu sesat, saudara perlu merenungkan pertanyaan ini secara
serius: ‘Apakah aku mengikut Kristus, atau mengikut gerejaku?’.
Ada orang-orang yang berbakti
kepada Tuhan di rumahnya sendiri (membaca Kitab Suci sendiri, berdoa sendiri,
menyanyi sendiri, dsb). Dengan adanya Mimbar agama Kristen di TV pada hari
Minggu, hal ini bisa dilakukan oleh makin banyak orang. Tetapi ini bukan cara
berbakti yang benar, dan ini terlihat dari:
Ul 12:5-7 - “Tetapi tempat yang akan dipilih TUHAN, Allahmu,
dari segala sukumu sebagai kediamanNya untuk menegakkan namaNya di sana, tempat
itulah harus kamu cari dan ke sanalah harus kamu pergi. Ke
sanalah harus kamu bawa korban bakaran dan korban sembelihanmu, persembahan
persepuluhanmu dan persembahan khususmu, korban nazarmu dan korban sukarelamu,
anak-anak sulung lembu sapimu dan kambing dombamu. Di sanalah kamu makan di
hadapan TUHAN, Allahmu, dan bersuka-ria, kamu dan seisi rumahmu, karena dalam
segala usahamu engkau diberkati oleh TUHAN, Allahmu”.
adanya Kemah Suci atau Bait Suci.
Kalau Tuhan
memang menghendaki setiap orang percaya berbakti sendiri-sendiri di rumah
masing-masing, untuk apa didirikan Kemah Suci / Bait Allah?
adanya hamba-hamba Tuhan.
Kalau memang
Tuhan menghendaki setiap orang percaya berbakti di rumahnya masing-masing, apa
gunanya Tuhan menetapkan adanya hamba Tuhan / gembala (Ef 4:11), penatua
dan diaken (1Tim 3:1-13), dsb?
tidak bisanya kita bersekutu dengan saudara seiman,
kalau kita berbakti sendiri di rumah masing-masing. Perlu diingat bahwa Kristen
sangat menekankan persekutuan dengan saudara seiman.
Ibr 10:25
- “Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan
ibadah kita, seperti dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita
saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang
mendekat”.
Jangan membolos dari kebaktian
hari Minggu, dengan alasan:
ada tamu.
arisan / pertemuan RT / RW.
bekerja / lembur.
belajar.
piknik / keluar kota.
pergi ke pesta HUT.
ada acara dari ‘para-church’ (persekutuan, dsb).
Para pemimpin maupun pengikut dari para-church ini harus menyadari
bahwa para-church didirikan untuk mendukung gereja, dan bukannya untuk
menyaingi gereja. Karena itu mereka seharusnya tidak mengadakan acara pada hari
Minggu!
ikut ‘kebaktian’ Pernikahan.
Ingat bahwa upacara pernikahan di gereja sebetulnya bukanlah suatu
kebaktian! Saya berpendapat bahwa hari Minggu bukanlah hari untuk menikah,
tetapi untuk berbakti. Orang kristen sebaiknya tidak menikah pada hari Minggu!
Mengapa? Karena ini bukan hanya menyebabkan pengantinnya tidak bisa berbakti,
tetapi juga menyebabkan banyak orang berdosa karena membolos dari kebaktian.
Alasan yang
sah untuk tidak pergi ke kebaktian adalah kalau saudara sakit, dan itupun tentu
bukan sembarang sakit. Sakitnya harus cukup berat (sehingga memang tidak
memungkinkan saudara untuk berbakti) atau menular. Sedangkan alasan yang lain
adalah kalau terjadi hal-hal yang memang sangat extrim, seperti banjir yang
hebat atau kerusuhan.
Satu hal
lain yang perlu disadari adalah bahwa membolos dari kebaktian Minggu, bukan
hanya merupakan suatu dosa, tetapi juga merupakan suatu tindakan yang sangat
kurang ajar kepada Tuhan.
Illustrasi: Ada seorang melihat seorang pengemis. Ia kasihan dan ingin memberinya
uang. Dalam kantongnya ada 7 keping uang, dan ia lalu memberikan 6 keping
kepada pengemis itu, dan menyisakan 1 keping untuk dirinya sendiri. Tetapi
pengemis itu, yang melihat bahwa orang itu menyisakan satu keping untuk dirinya
sendiri, lalu menyambar sisa yang 1 keping itu, dan lari. Ini betul-betul
menunjukkan orang yang kurang ajar bukan? Tetapi itu coba bandingkan dengan
analoginya: Allah mempunyai 7 hari, dan ia memberikan 6 hari bagi kita untuk
bekerja, belajar, mengurus urusan-urusan kita dsb. Ia hanya menyisakan satu
hari bagi diriNya sendiri, yaitu hari Sabat. Tetapi kita sering lalu menyambar
hari yang satu itu dari tangan Allah, dan tetap menggunakannya untuk diri kita
sendiri! Apa bedanya orang yang membolos dari kebaktian dengan pengemis yang
kurang ajar tadi?
Pelanggaran
terhadap peraturan Sabat merupakan dosa yang berat, karena pada jaman
Perjanjian Lama, orang yang melanggar peraturan Sabat dijatuhi hukuman mati
(Kel 31:14-15 Bil 15:32-36).
Sekarang renungkan: kalau saudara melihat seseorang mencuri dan seorang lain
membolos dari kebaktian / bekerja pada hari Sabat, yang mana yang saudara
anggap lebih jahat / lebih memalukan? Saya yakin bahwa hampir semua orang di dunia
ini akan menganggap bahwa yang mencuri itulah yang dosanya lebih berat / lebih
memalukan. Tetapi Kitab Suci tidak menjatuhkan hukuman mati kepada pencuri,
melainkan hanya hukuman denda (Kel 22:1), sedangkan terhadap pelanggar
peraturan Sabat, Kitab Suci menjatuhkan hukuman mati. Karena itu jelaslah bahwa
Kitab Suci / Tuhan menganggap bahwa pelanggaran peraturan Sabat adalah dosa
yang lebih besar dari pada mencuri! Karena itu jangan remehkan pelanggaran
terhadap hukum ini!
Renungkan:
berapa kali saudara melanggar hukum keempat ini?
HUKUM 5:
Hormatilah ayahmu dan ibumu (Kel 20:12).
Calvin
berpendapat bahwa hukum ini tidak hanya berlaku untuk orang tua, tetapi untuk
semua otoritas di atas kita, seperti:
pemerintah (Ro 13:1-2 1Pet 2:13-14).
majikan / boss (Ef 6:5).
pimpinan gereja (Kis 23:1-5)
suami (Ef 5:22).
guru / dosen / pimpinan di
sekolah.
Sekalipun
saya setuju bahwa sebagai orang kristen kita harus mentaati dan menghormati
semua otoritas di atas kita, tetapi saya berpendapat bahwa hukum ke 5 ini
khusus berhubungan dengan orang tua. Alasan saya: dalam Kitab Suci, hukum ke 5
ini selalu diterapkan dalam hubungan orang tua dengan anak (Mat 15:4-6 Ef 6:2-3).
Kol 3:20
mengatakan bahwa anak harus taat kepada orang tua ‘dalam segala hal’.
Tetapi kalau kita menafsirkan bagian ini dengan melihat ayat-ayat lain dalam
Kitab Suci, maka kita harus memberi perkecualian, yaitu kalau mereka memberikan
perintah yang bertentangan dengan Firman Tuhan. Kalau mereka memerintahkan
sesuatu yang dilarang oleh Firman Tuhan, atau melarang kita melakukan apa yang
diperintahkan oleh Firman Tuhan, maka berlaku hukum: “Kita harus lebih taat
kepada Allah dari pada kepada manusia” (Kis 5:29). Tetapi dalam hal
itupun kita harus tetap menghormati mereka (tidak boleh menolak untuk taat
dengan cara yang kurang ajar)!
Perlu juga
diketahui bahwa dalam Perjanjian Lama orang yang melanggar hukum ini juga
dijatuhi hukuman mati (Kel 21:15,17
Im 20:9 Ul 21:18-21).
Karena itu:
jangan meremehkan dosa ini!
orang tua harus mengajar anaknya untuk
hormat dan taat kepada mereka, dan bukannya membiarkan anak untuk berlaku
kurang ajar terhadap mereka!
Renungkan:
berapa kali saudara melanggar hukum kelima ini?
HUKUM 6:
Jangan membunuh (Kel 20:13).
Hukum ini
berhubungan hanya dengan sesama manusia. Sekalipun merusak tanaman atau
membunuh binatang secara sembarangan (tanpa ada gunanya) bisa dikatakan sebagai
sesuatu yang salah, tetapi itu bukan merupakan pelanggaran terhadap hukum ini.
Alasannya: Ro 13:9 dan Mat 22:37-39 menghubungkan hukum ini dengan
sesama manusia.
Contoh
pelanggaran terhadap hukum ini:
Membunuh orang.
Ada
pembunuhan yang tidak bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap hukum ke 6
ini, bahkan bisa dikatakan sebagai tidak berdosa, yaitu:
pembunuhan yang dilakukan dalam
rangka pembelaan diri pribadi, dimana situasinya adalah ‘membunuh atau
dibunuh’.
Dasar Kitab
Suci untuk ini adalah:
Mat 22:39 yang mengharuskan kita untuk juga mengasihi
diri sendiri.
Kel 22:2-3 - “Jika seorang pencuri kedapatan waktu membongkar,
dan ia dipukul orang sehingga mati, maka si pemukul tidak berhutang darah;
tetapi jika pembunuhan itu terjadi setelah matahari terbit, maka ia berhutang
darah. Pencuri itu harus membayar ganti kerugian sepenuhnya; jika ia orang yang
tak punya, ia harus dijual ganti apa yang dicurinya itu”.
Ini suatu
hukum yang kelihatan aneh, sehingga banyak yang menafsirkan bahwa di sini
pencuri yang kepergok itu menyerang pemilik rumah, dan sebagai tindakan bela
diri pemilik rumah membunuh pencuri itu. Bandingkan dengan terjemahan NIV yang
berbunyi: “If a thief is caught breaking in and is struck so that he
dies, the defender is not guilty of bloodshed” (= Jika seorang
pencuri kedapatan waktu mencuri dan dipukul sehingga mati, pembela diri itu
tidak bersalah melakukan pencurahan darah).
Ester 9 menunjukkan bahwa pada waktu orang Yahudi
mau dibasmi, mereka membela diri, dan membunuh orang-orang yang mau membunuh
mereka. Dan tindakan ini tidak pernah disalahkan / dikecam oleh Tuhan.
Alasan lain adalah: kalau kita membiarkan diri dibunuh,
maka nanti si pembunuh itu juga harus dihukum mati, sehingga akan ada 2 orang yang
mati. Sedangkan kalau kita membunuhnya sebagai tindakan bela diri, yang mati
hanya satu orang.
Banyak orang
tidak menyetujui hal ini berdasarkan Mat 5:39b yang berbunyi: “Janganlah
melawan orang yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar
pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu”. Tetapi perlu diingat
bahwa Mat 5:39 menggunakan istilah ‘menampar’ yang jelas tidak
membahayakan jiwa, bukannya ‘membacok’, ‘menusuk’, dsb. Jadi, Mat 5:39
berlaku untuk serangan yang tidak membahayakan jiwa kita.
Juga ada
yang tidak menyetujui hal ini dengan alasan bahwa pada waktu Yesus ditangkap
dan dibunuh, Ia tidak melawan / membela diri. Tetapi perlu diingat bahwa Yesus
memang datang ke dunia untuk mati menebus dosa kita. Kalau waktu ditangkap dan
mau dibunuh Ia melawan, bagaimana mungkin Ia menebus dosa kita?
Kalau
pembelaan diri diijinkan, maka jelas bahwa belajar ilmu bela diri, selama tidak
ada unsur-unsur yang tidak alkitabiah seperti tenaga dalam dsb, juga diijinkan!
pembunuhan dalam perang /
pembelaan diri nasional.
Kalau
pembelaan diri pribadi diijinkan, maka jelas pembelaan diri secara nasional
(bukan agresi ke negara lain!) juga harus diijinkan. Hal lain yang mendukung
diijinkannya pembelaan diri nasional adalah bahwa Kitab Suci (bahkan Perjanjian
Baru) tidak melarang seseorang menjadi tentara (bdk. Luk 3:14 Kis 10:1 - orang-orang ini tidak
diperintahkan untuk berhenti menjadi tentara).
penjatuhan dan pelaksanaan
hukuman mati, asal hal ini dilakukan berdasarkan kebenaran / keadilan (bdk. Ro
13:4).
Banyak orang
kristen yang tidak menyetujui adanya hukuman mati, dengan alasan bahwa orang
yang dihukum mati tidak diberi kesempatan bertobat. Tetapi ini merupakan
pandangan yang salah, karena:
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru jelas menyetujui
adanya hukuman mati (Kej 9:6 Kel
21:15 Im 20:10 Bil 35:31
Ul 13:5 Ro 13:4)!
Paulus menyatakan bahwa ia rela dihukum mati kalau ia
memang layak untuk itu (Kis 25:11).
Orang yang dijatuhi hukuman mati tetap mempunyai
kesempatan bertobat, karena saat di antara penjatuhan keputusan hukuman mati
dan pelaksanaan hukuman mati itu, bisa ia pergunakan untuk bertobat dan percaya
kepada Yesus. Kalau ia melakukan hal itu, sekalipun ia mati, ia tetap selamat /
masuk surga.
Euthanasia (= pembunuhan
karena ‘belas kasihan’), baik secara aktif maupun pasif.
Misalnya:
orang yang sudah sakit berat dan tidak ada harapan untuk sembuh, lalu dibunuh
oleh dokter (aktif), atau dibiarkan mati tanpa diberi pertolongan (pasif).
Bunuh diri (bdk Mat 22:39).
Ingat bahwa
diri kita diciptakan oleh Tuhan, dan karenanya adalah milik Tuhan. Jadi kita
tidak berhak membunuh diri kita sendiri.
Melakukan hal-hal yang
membahayakan diri sendiri, seperti ngebut, dsb.
Tidak mau
menjaga kesehatan / melakukan hal-hal yang merusak kesehatan, seperti:
sakit tetapi tidak mau ke
dokter / minum obat.
tidak mau berpantang demi
kesehatannya (misalnya punya tekanan darah tinggi tetapi terus makan makanan
yang asin, dsb).
merokok (termasuk menjadi
perokok pasif).
menggunakan narkotik, ecstasy,
pil koplo, dsb.
menggunakan minuman keras secara
berlebihan.
Abortus /
pengguguran kandungan.
Di USA,
mulai tahun 1973-1986 terjadi 20 juta aborsi! Ini lebih banyak dari penduduk
Los Angeles dan New York City digabung menjadi satu!
Bagaimanapun
kecilnya, bayi dalam kandungan itu sudahlah merupakan seorang manusia. Karena
itu pengguguran kandungan jelas merupakan pembunuhan.
Dalam
memutuskan pengguguran, biasanya yang diperhitungkan adalah ibu dari si bayi,
sedangkan si bayi tidak diperhitungkan. Misalnya: ibunya mengandung di luar
nikah, atau mengandung karena pemerkosaan. Dari pada ibunya malu, si bayi
digugurkan. Ini salah! Bayinya harus diperhitungkan. Apa salahnya bayi itu
sehingga harus dibunuh?
Kadang-kadang
orang melakukan abortus karena dokter berkata anak itu akan lahir cacat. Perlu
diingat bahwa kalau abortus bisa dibenarkan berdasarkan alasan ini, maka
konsekwensinya adalah: anak cacat dan orang dewasa yang sudah lahirpun boleh
dibunuh!
Dalam
Buletin ‘Disciples’, terbitan Perkantas Jatim, Edisi April - Juni 2000,
hal 12, ada suatu artikel yang menarik yang berhubungan dengan abortus, yang
saya kutip di bawah ini:
“Seandainya anda setuju aborsi .....
1. Ada seorang pendeta dan istrinya
yang sangat, sangat miskin. Mereka mempunyai 14 anak. Sekarang mereka
mengetahui bahwa sang istri sedang mengandung anak mereka ke 15. Mereka hidup
dalam kemiskinan yang amat sangat. Mengingat kemiskinan dan ledakan penduduk
dunia, apakah anda menganjurkan dia untuk aborsi?
2. Seorang ayah sakit sniffles, sang
ibu kena TBC. Mereka punya 4 anak, pertama buta, kedua meninggal, ketiga tuli,
keempat kena TBC. Sang ibu mengandung lagi, apakah anda menganjurkan aborsi?
3. Seorang lelaki kulit putih
memperkosa dan menghamili seorang gadis kulit hitam yang berusia 13 tahun. Jika
anda orangtua kandung dari gadis itu apakah anda menganjurkan aborsi?
4. Seorang pemudi hamil. Dia belum
menikah. Tunangannya bukanlah ayah dari bayi tersebut, dan ia hendak
meninggalkan gadis tersebut. Apakah anda menganjurkan aborsi?”.
Di bawah
artikel itu, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu ditulis secara terbalik,
dan berbunyi sebagai berikut:
1. Ketahuilah jika anda menganjurkan
aborsi pada kasus ini berarti anda baru saja membunuh John Wesley, seorang
penginjil besar pada abad ke 19.
2. Jika anda menganjurkan aborsi
pada kasus ini berarti anda baru saja membunuh Beethoven, seorang komposer
lagu-lagu rohani ternama didunia.
3. Jika anda menganjurkan aborsi
pada kasus ini berarti anda baru saja membunuh Ethel Waters, seorang penyanyi
black Gospel ternama didunia.
4. Jika anda menganjurkan aborsi
pada kasus ini berarti anda telah membunuh Yesus, Juruselamat kita.
Penggunaan
alat KB tertentu, yang sifatnya abortive / menggugurkan (menghancurkan
sel telur dan sperma yang sudah bertemu), seperti spiral. Alat KB lain yang
bersifat mencegah pertemuan sperma dengan sel telur, tidak dilarang.
Proses
pembuatan bayi tabung.
Sebetulnya
saya berpendapat bahwa pembuatan bayi tabung tidak salah, selama pembuatannya
menggunakan sperma dan sel telur dari sepasang suami istri. Tetapi biasanya
dalam proses pembuatan bayi tabung, tidak dibuat hanya satu bayi tetapi
beberapa bayi, dan nanti hanya dipilih salah satu sedangkan yang lain
dimusnahkan. Pemusnahan bayi-bayi yang lain ini yang termasuk dalam pembunuhan.
Benci (1Yoh 3:15).
Marah / mencaci maki.
Mat 5:21-22
- “Kamu telah mendengar yang difirmankan
kepada nenek moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum.
Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya harus
dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan ke
Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam neraka
yang menyala-nyala”.
Ada 2 hal yang perlu diperhatikan:
Tidak semua kemarahan adalah
pelanggaran terhadap hukum ke 6 ini (bdk. Ef 4:26). Yesus juga pernah
marah, seperti dalam Mark 3:5 dan Yoh 2:13-17, tetapi Kitab Suci toh
berkata bahwa Yesus tidak berdosa (Ibr 4:15). Mengapa? Karena Yesus marah
dengan kemarahan yang suci, yang bukan dilandasi oleh kebencian tetapi oleh
kasih. Demikian juga kalau orang tua marah kepada anaknya yang berbuat salah,
ini tentu tidak bisa dikatakan sebagai dosa. Tetapi ada kemarahan yang
dilandasi oleh kebencian, dan ini jelas adalah dosa / pelanggaran terhadap
hukum ke 6.
Kata ‘kafir’ dalam Mat 5:22a
diterjemahkan ‘Raca’ oleh NIV, dan dalam catatan kaki dikatakan bahwa
ini adalah suatu istilah bahasa Aramaic yang merupakan istilah yang menghina.
Sedangkan kata ‘jahil’ dalam Mat 5:22b oleh NIV diterjemahkan sebagai ‘fool’
(= tolol). Sama seperti dengan kemarahan, mengatakan ‘kafir’ atau ‘tolol’ tidak
selalu bisa dianggap sebagai dosa. Dalam Mat 23:17 Yesus memaki para ahli
Taurat dan orang Farisi dengan istilah ‘orang bodoh’ yang dalam bahasa
Yunaninya sama dengan istilah yang diterjemahkan ‘tolol’ dalam Mat 5:22b itu.
Tetapi toh Yesus dikatakan sebagai tidak berdosa. Jadi jelaslah bahwa tidak semua
pengucapan ‘kafir’ atau ‘tolol’ dianggap sebagai pelanggaran hukum ke 6. Kalau
kita memaki seseorang sebagai luapan kebencian / emosi yang tidak terkendali,
maka barulah kita melanggar hukum ke 6 ini.
Renungkan:
berapa kali saudara melanggar hukum ke 6 ini?
HUKUM 7:
Jangan berzinah (Kel 20:14).
Contoh
pelanggaran terhadap hukum ini:
Melakukan
hubungan sex di luar pernikahan (pelacuran, dsb).
Dalam
Ul 25:11-12 ada hukum yang kelihatannya aneh, yang bunyinya adalah sebagai
berikut: “Apabila dua orang berkelahi
dan isteri yang seorang datang mendekat untuk menolong suaminya dari tangan
orang yang memukulnya, dan perempuan itu mengulurkan tangannya dan menangkap
kemaluan orang itu, maka haruslah kaupotong tangan perempuan itu; janganlah
engkau merasa sayang kepadanya”.
Perempuan
itu melihat suaminya berkelahi, lalu bermaksud menolong suaminya dengan
menangkap kemaluan lawan suaminya itu. Hukum Taurat ini mengatakan bahwa tangan
perempuan itu harus dipotong. Hukum ini menunjukkan betapa keramatnya alat
kelamin di hadapan Allah. Kalau perempuan yang memegang alat kelamin lelaki
lain dalam sikon seperti itu (bukan karena nafsu!) harus dihukum dengan
dipotong tangannya, apalagi kalau ia melakukannya dalam suatu perselingkuhan /
perzinahan (dengan berahi / nafsu)! Dan jelas ini bukan hanya berlaku bagi
perempuan saja, tetapi juga bagi laki-laki!
Melakukan hubungan sex sebelum
pernikahan (dengan pacar / tunangan).
Hubungan sex sebelum pernikahan
tetap adalah dosa, sekalipun pernikahan sudah kurang 1 hari!
Kitab Suci tidak memberikan
batasan orang pacaran, selain dari dilarangnya hubungan sex. Jadi, sukar untuk
berbicara tentang hal ini secara mutlak. Mungkin sekali Ul 25:11-12 yang
sudah saya jelaskan di atas bisa menjadi dasar untuk melarang memegang alat
kelamin pacarnya. Ada juga yang berdasarkan Mat 5:28 bahkan melarang orang
berciuman. Tetapi saya berpendapat ini terlalu extrim.
Poligami atau poliandri / beristri atau bersuami lebih dari satu.
Seseorang hanya boleh menikah
lagi, kalau pasangannya sudah mati (Ro 7:2-3). Jadi, jangan mempunyai
pandangan negatif sedikitpun tentang orang yang menikah lagi setelah
pasangannya meninggal dunia!
Kalau ada orang yang sudah
terlanjur mempunyai lebih dari satu istri, dan ia lalu menjadi kristen, maka ia
harus menceraikan istri ke 2 dstnya, tetapi harus tetap membiayai hidup mereka.
Mengapa? Karena hanya pernikahan pertama yang sah di hadapan Allah, sedangkan
pernikahan kedua dstnya adalah perzinahan. Karena itu, pada waktu ia bertobat /
menjadi orang kristen, ia harus membuang semua perzinahan itu.
Bercerai,
kecuali kalau terjadi perzinahan (Mat 5:32
Mat 19:9).
Perzinahan
merupakan satu-satunya alasan yang sah untuk bercerai. Kalau terjadi
perzinahan, perceraian diijinkan, bukan diharuskan.
Pernikahan
dengan orang yang bercerai (Luk 16:18), kecuali kalau perceraian itu
adalah perceraian yang sah (terjadi karena ada perzinahan).
Catatan: Kalau ada
orang sudah menceraikan istrinya, dan lalu menikah lagi dengan perempuan lain,
maka Kitab Suci justru melarang orang itu kembali dengan istri pertamanya (Ul
24:1-4).
Pikiran-pikiran cabul, menginginkan / membayangkan hubungan sex dengan orang
yang bukan suami / istrinya (Mat 5:28). Beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
Masturbasi / onani termasuk di
sini.
Menurut
pendapat saya, sebetulnya bukannya masturbasi itu sendiri yang salah, tetapi
fantasi sex yang boleh dikatakan selalu menyertai masturbasi. Ini jelas
bertentangan dengan Mat 5:28 itu. Tetapi ada kemungkinan bahwa seseorang
melakukan masturbasi, tetapi tidak bersalah, yaitu:
kalau ia bisa melakukannya tanpa fantasi sex. Ini
rasanya tidak masuk akal, tetapi saya pernah berdiskusi dengan seseorang yang
mengatakan bahwa ia bisa melakukan masturbasi tanpa membayangkan apa-apa. Kalau
ini memang bisa dilakukan, saya berpendapat tidak ada dasar apapun untuk
menentang masturbasi seperti ini.
kalau ia melakukan masturbasi itu dengan membayangkan
istri / suaminya sendiri, mungkin pada saat ia terpisah jauh dari pasangannya.
Dengan istri atau suaminya sendiri, melakukan hubungan sexpun tidak apa-apa,
apalagi hanya membayangkan hubungan sex dengan dia.
‘Wet dream’ (= mimpi
basah) bukanlah dosa, karena ini bukan pikiran dalam keadaan sadar, tetapi
dalam mimpi. Memang Im 15:1-18 menganggap lelehan yang keluar itu
menajiskan orang itu, tetapi ini adalah ceremonial law, yang tidak lagi
berlaku saat ini.
Supaya tidak membangkitkan
pikiran cabul dalam diri lawan jenis kita, kita tidak seharusnya berpakaian
sedemikian rupa sehingga merangsang orang lain, karena dengan demikian, kita
menjatuhkan orang lain ke dalam dosa ini. Ini khususnya berlaku untuk
perempuan.
Membaca
buku-buku cabul, nonton Blue Film, mempercakapkan hal-hal yang cabul
(1Kor 6:18 Ef 4:29 Ef 5:3-4).
Perkosaan (Ul 22:23-27).
Incest / perzinahan
dalam keluarga (Im 18:6-18
Im 20:11-21 1Kor 5:1).
Penyimpangan-penyimpangan sex (sexual
deviation), seperti:
Homosex (Im 18:22 Im 20:13
Ro 1:26-27).
Bestiality / Zoophilia /
hubungan sex dengan binatang (Kel 22:19
Im 18:23 Im 20:15-16).
Tetapi oral
sex, sekalipun dianggap berdosa oleh banyak orang, tidak pernah dikecam /
dilarang oleh Kitab Suci, tentu saja selama hal itu dilakukan oleh pasangan
suami istri.
Renungkan:
berapa kali saudara melanggar hukum ketujuh ini?
HUKUM 8:
Jangan mencuri (Kel 20:15).
Contoh pelanggaran
terhadap hukum ini:
Mengambil
sesuatu yang bukan miliknya sendiri tanpa ijin, baik besar maupun kecil.
Mencuri
waktu dalam bekerja, misalnya: datang terlambat, pulang terlalu pagi, kerja
malas-malasan.
Tidak mengembalikan
barang / uang yang dipinjam.
Mencuri
dengan menggunakan ukuran / timbangan yang tidak cocok (Im 19:35-36 Amsal 20:10
Yeh 45:10-12 Mikha 6:10-11).
Korupsi
(Luk 3:13 Yoh 12:6).
Menaikkan
bon / kwitansi (Luk 3:13).
Mencuri
nilai dengan cara tidak jujur pada waktu
ulangan / ujian.
Mencuri
air / listrik / telpon / pajak.
Menyalahgunakan fasilitas kantor / perusahaan, seperti telpon, mobil, dsb,
untuk kepentingan pribadi.
Tidak
memberikan persembahan persepuluhan.
Persembahan
persepuluhan adalah milik Tuhan (Im 27:30), dan karena itu kalau kita
tidak memberikannnya kepada Tuhan, kita mencuri / merampok milik Tuhan
(Mal 3:6-12 - kata ‘menipu’ di sini seharusnya adalah ‘merampok’).
Satu hal
lain yang perlu diketahui tentang persembahan persepuluhan ialah bahwa
persembahan persepuluhan harus diberikan kepada gereja. Ini ditujukan
oleh ayat-ayat di bawah ini:
Ul 12:5-6
- “Tetapi tempat yang akan
dipilih TUHAN, Allahmu, dari segala sukumu sebagai kediamanNya untuk menegakkan
namaNya di sana, tempat itulah harus kamu cari dan ke sanalah harus kamu
pergi. Ke sanalah harus kamu bawa korban bakaran dan korban
sembelihanmu, persembahan persepuluhanmu dan persembahan khususmu,
korban nazarmu dan korban sukarelamu, anak-anak sulung lembu sapimu dan kambing
dombamu”.
Neh 10:37-38
- “Dan tepung jelai kami yang mula-mula,
dan persembahan-persembahan khusus kami, dan buah segala pohon, dan anggur dan
minyak akan kami bawa kepada para imam, ke bilik-bilik rumah Allah
kami, dan kepada orang-orang Lewi akan kami bawa persembahan persepuluhan
dari tanah kami, karena orang-orang Lewi inilah yang memungut
persembahan-persepuluhan di segala kota pertanian kami. Seorang imam, anak
Harun, akan menyertai orang-orang Lewi itu, bila mereka memungut persembahan
persepuluhan. Dan orang-orang Lewi itu akan membawa persembahan persepuluhan
dari pada persembahan persepuluhan itu ke rumah Allah kami, ke bilik-bilik
rumah perbendaharaan”.
Mal 3:10
- “Bawalah seluruh persembahan
persepuluhan itu ke dalam rumah perbendaharaan, supaya ada persediaan makanan
di rumahKu dan ujilah Aku, firman TUHAN semesta alam, apakah Aku tidak
membukakan bagimu tingkap-tingkap langit dan mencurahkan berkat kepadamu sampai
berkelimpahan”.
Jadi,
persembahan persepuluhan merupakan suatu kewajiban bagi setiap orang kristen terhadap
gereja dan dengan demikian persembahan persepuluhan tidak boleh diberikan
apapun / siapapun selain gereja, seperti:
orang
miskin, korban bencana alam, yatim piatu, dsb.
Ul 26:12
tidak berarti bahwa persembahan persepuluhan boleh diberikan kepada orang
miskin. Perhatikan baik-baik ayat itu dan saudara akan melihat bahwa
persembahan persepuluhan itu bukannya diberikan kepada orang miskin, tetapi
bisa dikatakan digunakan untuk pesta makan bersama dengan orang miskin di Bait
Allah. Pada jaman sekarang, ini lebih tepat dikontextualisasikan sebagai ‘acara
gereja’.
‘para
church’.
Perlu
diketahui bahwa ‘para church’, seperti STRIS / LRII, PERKANTAS, dan
persekutuan-persekutuan dan lembaga-lembaga kristen lainnya, tetap bukan
merupakan ‘church’ (= gereja), dan karena persembahan persepuluhan
tidak boleh diberikan kepada mereka.
hamba
Tuhan.
Saudara
harus memberikannya kepada gereja dan biarlah gereja itu yang memberikannya
sebagai biaya hidup hamba Tuhan.
Apakah ini
berarti bahwa orang kristen tidak boleh menyumbang / memberi persembahan kepada
orang miskin, korban bencana alam, yatim piatu, ‘para church’ dan hamba
Tuhan? Tentu boleh, tetapi jangan menggunakan yang 10 %, tetapi gunakanlah
90 % sisanya! Yang 10 % tidak boleh diganggu gugat dan harus
diberikan kepada gereja!
Juga dalam
memberikannya ke gereja, saudara harus memilih gereja yang benar, bukan
seadanya gereja, karena memberikan persembahan persepuluhan kepada gereja yang
sesat adalah sama dengan memberikannya kepada setan.
Menjadi
tukang tadah barang curian.
Amsal 29:24
(NASB): “He who is a partner with a thief hates his own life” (= Ia yang
menjadi partner dengan seorang pencuri membenci hidupnya / nyawanya sendiri).
Kalau
saudara membeli barang curian, maka sebetulnya saudara sudah menjadi partner
dengan pencurinya, dan ini jelas merupakan dosa! Karena itu jangan sembarangan
membeli barang di loakan, yang saudara tahu berasal dari pencurian.
Kleptomania.
Ini adalah
penyakit jiwa yang menyebabkan orangnya mencuri. Cirinya adalah:
tindakan mencuri itu muncul
karena dorongan hati yang tiba-tiba (impulse), bukan dengan perencanaan.
ia mencuri tanpa alasan. Jadi,
bukan karena membutuhkan barang yang dicuri itu, atau karena mau menjualnya,
dsb.
Sekalipun
ini adalah penyakit kejiwaan, saya berpendapat bahwa ini tetap adalah dosa.
Bukankah homosex juga adalah penyakit kejiwaan? Tetapi itu tetap dikecam oleh
Kitab Suci. Lalu mengapa Kleptomania tidak?
Catatan: Kalau kita
menemukan sesuatu, yang tidak bisa diketahui pemiliknya, maka kita boleh
memilikinya. Ini bukan pencurian.
Renungkan:
berapa kali saudara melanggar hukum kedelapan ini?
HUKUM 9:
Jangan bersaksi dusta (Kel 20:16 bdk. Im 19:11).
Contoh
pelanggaran terhadap hukum ini:
Dusta yang dilakukan dengan:
lidah.
Contoh:
dalam bisnis / dagang (bdk. Amsal 20:14!).
fitnah / meneruskan kabar angin yang belum tentu benar,
apalagi tentang hamba Tuhan (bdk. 1Tim 5:19).
dusta tentang usia anak, supaya dapat discount.
tulisan.
Contoh:
memalsu tanda tangan.
mengubah umur / tahun kelahiran pada waktu mengambil
SIM.
menaikkan bon / kwitansi.
mahasiswa yang mau dititipi absensi oleh teman yang
bolos kuliah.
mengisi formulir pendaftaran secara tidak jujur;
biasanya dalam persoalan gaji orang tua, gajinya direndahkan.
menandatangani pernyataan yang tidak benar.
memberi surat sakit, padahal tidak sakit.
sikap / pura-pura (bdk. 1Sam
21:10-15).
Contoh:
pura-pura sakit / sedih.
bersikap munafik.
Dusta
tetap dilarang:
baik hal itu merugikan orang lain atau
tidak.
Contoh: berkata
kepada pengemis: ‘Tidak punya uang’, padahal saudara punya uang. Sekalipun ini
tidak merugikan siapa-siapa, ini tetap merupakan dosa.
sekalipun hal itu diperintahkan oleh orang
tua / boss! Memang yang memerintahkan salah, tetapi yang melaksanakan juga
salah.
sekalipun hal itu dilakukan untuk tujuan
yang baik. Jangan percaya pada apa yang disebut ‘white lie’ (= dusta
putih). Ingat bahwa tujuan yang baik tidak menghalalkan cara yang tidak baik!
sekalipun itu dilakukan terhadap orang yang
brengsek.
Robert L. Dabney: “... God, and not the hearer, is the true
object on whom any duty of veracity terminates. God always has the right to
expect truth from me, however unworthy the person to whom I speak” (= ...
Allah, dan bukan pendengarnya, merupakan obyek / tujuan yang benar terhadap
siapa kewajiban kejujuran ditujukan. Allah selalu mempunyai hak untuk
mengharapkan kebenaran dari aku, tidak peduli betapa tidak berharganya orang
kepada siapa aku berbicara) - ‘Lectures in Systematic Theology’, hal
425.
Gereja
yang merencanakan bahwa suatu acara akan dimulai pk. 19.00, tetapi
mengumumkannya kepada jemaat bahwa acara dimulai pk. 18.30, karena
memperkirakan bahwa jemaat bakal ngaret / terlambat. Ini salah, bukan hanya
karena ini merupakan suatu dusta, tetapi juga justru malah mendidik jemaat
untuk datang terlambat.
Tidak
menepati janji, baik kepada Tuhan (Pengkh 5:3-4), maupun kepada manusia
(bdk. Maz 15:4).
Misalnya:
tidak menepati janji pada waktu
camp, KKR, dsb.
tidak menepati janji pacaran /
pernikahan. Ini mungkin yang paling banyak / sering dilanggar!
tidak menepati janji untuk
bertemu atau untuk hal yang remeh sekalipun.
tidak menepati janji untuk
menelpon kembali. Saya sering ditelpon orang, dan pada waktu pembantu / istri
memberitahu orang itu bahwa saya tidak ada, maka orang itu berkata bahwa nanti
jam sekian ia akan menelpon kembali. Dalam pengalaman saya, kemungkinannya
90 % atau lebih, orang itu tidak menelpon pada jam yang telah ia janjikan.
Sinterklas
/ Santa Claus.
Penggabungan
Sinterklas / Santa Claus dengan Natal merupakan hal yang menyedihkan dan salah,
mengingat bahwa Sinterklas / Santa Claus adalah dongeng / takhyul yang bersifat
dusta dan Natal adalah peristiwa historis / fakta dalam Kitab Suci. Tetapi
celakanya banyak gereja dan orang kristen yang menggabungkan kedua hal ini.
Membual,
menambah-nambahi cerita, termasuk dalam khotbah / pemberitaan Firman Tuhan.
Banyak pengkhotbah berbuat dosa dengan cara ini! Juga banyak orang kristen,
yang sekalipun maksudnya baik, tetapi dalam bersaksi menceritakan dusta.
Memfitnah.
Mungkin ini
adalah bentuk dusta yang paling kejam! Tetapi celakanya banyak orang kristen
sering memfitnah, baik secara sengaja, maupun tidak sengaja (menceritakan
berita yang disangka benar, tetapi ternyata tidak benar).
Dusta / fitnah bisa dilakukan
dengan menceritakan setengah kebenaran (half truth).
Memang tidak
setiap kali kita menceritakan sesuatu, kita harus menceritakan seluruh
kebenaran. Tetapi seringkali, kalau kebenaran tidak diceritakan seluruhnya
tetapi hanya sebagian saja, itu bisa merugikan / menjatuhkan nama orang lain.
Dalam hal ini, sekalipun hal yang kita ceritakan itu bukan dusta, tetapi kita
tetap memfitnah orang yang kita ceritakan itu. Misalnya kalau saudara bertemu
dengan saya pada waktu saya pergi ke bioskop dengan istri saya dan seorang
wanita lain, dan saudara lalu menceritakan kepada orang-orang lain bahwa saya
pergi dengan seorang wanita lain (tanpa menceritakan tentang ikut sertanya
istri saya), maka itu jelas adalah half truth yang bersifat memfitnah!
Karena itu
kalau saudara ingin menceritakan sesuatu maka pikirkanlah lebih dulu, apakah
dengan membuang bagian-bagian tertentu saudara tidak sedang menjelekkan nama
orang lain.
Dusta dengan
menceritakan setengah kebenaran ini juga bisa dilakukan oleh orang kristen yang
dalam bersaksi hanya menceritakan hal-hal yang enak / berkat yang mereka alami
dari Tuhan, tetapi sengaja menyembunyikan / tidak mengakui hal-hal yang tidak
enak yang mereka alami dalam mengikuti Kristus.
Dusta /
fitnah juga bisa dilakukan dengan mengubah nada bicara / mimik wajah!
Misalnya:
kalau si A berkata kepada saudara: ‘si B itu gendeng’. Ia mengatakan hal itu
dengan wajah tersenyum, dan tidak betul-betul bermaksud memaki si B. Tetapi
saudara lalu menyampaikan hal itu kepada si B dengan berkata: ‘Si A berkata:
kamu itu gendeng!’, dengan nada membentak dan wajah yang marah, maka
sebetulnya saudara sedang memfitnah si A!
Karena itu
setiap kali saudara menceritakan tentang apa yang dikatakan oleh orang lain,
perhatikanlah apakah nada dan mimik wajah saudara sesuai dengan aslinya!
Catatan: Jujur tidak
berarti bahwa kita harus membuka semua rahasia! Kita boleh merahasiakan, tetapi
tidak boleh berdusta.
Renungkan: berapa
kali saudara melanggar hukum kesembilan ini? Kalau saudara tahu bahwa saudara
sudah sering / banyak berdusta, maka jangan menganggapnya sebagai dosa yang
remeh, karena Wah 21:8 mengatakan bahwa semua pendusta akan masuk ke dalam
lautan yang menyala-nyala dengan api dan belerang! Juga perhatikan
Kis 5:1-11, dimana Ananias dan Safira dihukum mati oleh Tuhan karena
berdusta.
HUKUM
10: Jangan mengingini milik sesamamu (Kel 20:17).
Tidak
semua keinginan adalah dosa. Keinginan yang dilarang oleh hukum ini adalah
keinginan yang didasari oleh iri hati.
Contoh
pelanggaran dari hukum ini:
ingin kaya seperti tetangga.
ingin mobil, TV, video seperti
tetangga.
ingin kecantikan orang lain.
ingin suami / istri / pacar
orang lain.
ingin kepandaian / bakat orang
lain.
Renungkan:
berapa kali saudara melanggar hukum kesepuluh ini?
Hal-hal
yang perlu diketahui tentang 10 Hukum Tuhan:
1) 10 Hukum Tuhan ini berlaku sampai akhir
jaman (Mat 5:17-19).
2) Mat 22:37-40 menunjukkan
bahwa 10 Hukum Tuhan ini dapat disimpulkan dalam 2 hukum saja, yaitu:
a) Kasih kepada Allah.
b) Kasih kepada sesama
manusia.
3) Tujuan 10 Hukum Tuhan.
10
Hukum Tuhan diberikan bukan sebagai jalan untuk pergi ke surga! Tujuan
10 Hukum Tuhan yang terutama adalah menyadarkan kita akan dosa kita. Sudahkah
saudara sadar akan banyaknya dosa saudara?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar