Rabu, 05 Oktober 2016

HUBUNGAN ISRAEL DENGAN GEREJA DALAM SURAT ROMA

COLLOQIUM BIBLICUM Dosen : Dr. Noor Anggraito Program Studi : Pascasarjana-Doctoral Tugas : ISRAEL DAN GEREJA dalam Surat Roma (dipresentasikan) Sekolah Tinggi Teologi Kadesi Bogor
ISRAEL DAN GEREJA DALAM KITAB ROMA Roma 9:1 – 11:36 Pada pasal-pasal ini, Paulus memperhatikan bahwa rencana Allah berkaitan dengan 2 golongan umat manusia yang dilihatnya sebagai orang Yahudi, yaitu: Bangsa Yahudi dan bangsa bukan Yahudi. Roma pasal 9-11. Melalui contoh-contoh yang diambil dari sejarah Israel Paulus membuktikan bahwa dari semula Allah bebas memilih yang dikehendaki-Nya (Rm. 9:14-29). Seandainya Allah kini hendak menolak Israel, Dia berhak melakukannya, karena Israel memang tidak mau mendengarkan Firman Allah (Rm. 9:30-10:21). Tetapi Paulus menyatakan bahwa kebebasan Allah tidak mengurangi kesetiaan-Nya. Allah tetap setia, tetapi dengan cara yang tak terduga oleh manusia. Pertama, Dia tetap memelihara sisa orang percaya di tengah Israel (11:1-10). Kedua, penolakan Injil oleh orang Yahudi diubah-Nya menjadi kesempatan bagi orang non-Yahudi untuk menerima Injil itu (11:11-24). Akhirnya, Dia akan menerima baik orang Yahudi maupun orang non- Yahudi ke dalam lingkungan kasih karunia (11 :25-32). Pada dasarnya, istilah “Israel” dalam surat Roma menunjuk kepada keturunan jasmani dari Abraham, Ishak, dan Yakub. Namun beberapa pakar teologi tertentu memberikan definisi yang lain yakni bahwa Israel dalam surat Roma menunjuk pada “jemaat Kristen.” SEBAIKNYA DEFENISI INI DIUJI. Untuk mengujinya, bacalah Roma 9-11, dan gantilah dengan istilah “Israel” dengan istilah “jemaat” dimana perlu. Bukankah ayat ini menjadi KACAU ? Granfield, berkata: tafsiran itu, bahwa Allah telah menelantarkan bangsa Israel dan menggantikannya dengan jemaaat Kristen adalah BURUK DAN TIDAK ALKITABIAH. Ia melanjutkan dengan berkata bahwa tiga pasal ini tegas melarang kita mengatakan bahwa jemaat menggantikan bangsa Yahudi untuk selama-lamanya. Semua pandangan yang berbeda mengenai hubungan antara Gereja dan Israel dapat dibagi dalam dua kelompok: baik Gereja sebagai kelanjutan dari Israel (Teologia Penggantian/Teologia Perjanjian), atau Gereja sama sekali berbeda dan tidak sama dengan Israel (Dispensasionalisme/Premilenialisme). Baik Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru mendukung pemahaman Premilenial/Dispensasional mengenai rencana Allah bagi Israel. Sekalipun demikian, dukungan terkuat bagi Premilenialisme ditemukan dalam pengajaran jelas dari Wahyu 20:1-7 di mana dikatakan, enam kali, bahwa kerajaan Kristus akan berlangsung selama 1.000 tahun. Setelah Kesengsaraan Besar, Allah akan datang kembali dan menegakkan kerajaan-Nya dengan bangsa Israel. Kristus akan memerintah di atas seluruh bumi dan Israel akan menjadi pemimpin bangsa-bangsa. Gereja akan memerintah bersama dengan Dia selama seribu tahun secara harafiah. Karena itu, Gereja belum menggantikan Israel dalam rencana Allah. Sementara, Allah mungkin sedang memusatkan perhatian-Nya pada Gereja pada masa pemberian anugerah ini, tapi Allah belum melupakan Israel. Suatu hari, Allah akan memulihkan Israel ke dalam peran yang direncanakan-Nya untuk bangsa pilihan-Nya itu (Roma 11).
A. Kesedihan Paulus karena ketegaran hati Israel (Rm. 9:1-5) Ayat 1-5 merupakan pendahuluan keseluruhan pasal 9-11. Paulus mengetengahkan persoalan yang akan dibahas dalam pasal-pasal itu, yaitu pemahaman penolakan Injil oleh bangsa Yahudi. Ayat 1-2, pasal ini diawali dengan sejumlah bukti bahwa Paulus sangat berduka cita dan sangat bersedih hati sehubungan dengan bangsanya sendiri. Inilah bukti yang dikemukakannya: dia memberitakan kebenaran di dalam Kristus, dia tidak berdusta; suara hatinya ikutbersaksi di dalam Roh Kudus. Rasul Paulus mengemukakan hal ini sebab dia mengetahui bagaimana orang-orang Yahudi menfirtnahnya (misalnya dalam Kisah 21:28 – sebuah peristiwa yang terjadi sesudah paulus menulis surat Roma, tetapi menunjukkan bagaimana perasaan orang Yahudi terhadap dirinya). Dalam ayat 1 Paulus menegaskan kesungguhannya dengan luapan kata-kata. Kalimat pokok (aku mengatakan kebenaran) dikuatkan oleh empat tambahan (lihat di depan). Hal itu menampakkan pentingnya pernyataan yang hendak diucapkannya, dan yang bam keluar dalam ayat 2. Tetapi luapan kata-kata itu perlu juga, karena Paulus menyadari bahwa banyak orang, baik orang Yahudi maupun orang Kristen, akan meragukan kesung-guhannya dalam hal ini. Bukankah Paulus telah mengalami banyak penganiayaan dari pihak orang Yahudi? (Bnd. Kisah 20:3; rencana pembunuhan itu disusun pada waktu Paulus menulis Surat Roma!) Yang lebih penting lagi, bukankah - kata orang - oleh Injil yang diberitakannya Taurat dibatalkan, berarti perjanjian Tuhan dengan umat Israel dibatalkan? Mana mungkin tokoh Paulus itu sungguh-sungguh bersedih hati karena nasib Israel? Maka tumpukan kata-kata besar itu memang bermakna. Tidak hanya kesungguhan pribadi tokoh Paulus yang menjadi taruhan, tetapi juga isi Injil yang diberitakannya. Bahkan yang menjadi taruhan ialah kesetiaan Allah sendiri, teguhnya perjanjian-Nya dengan bangsa Yahudi. Pantas juga Paulus bicara dengan tegas. Ketegasan yang serupa kita temukan dalam 1 Timotius 2:7 (bnd. juga 2 Korintus 11:31; Galatia 1:20). Di situ yang menjadi persoalan ialah keabsahan panggilan Paulus menjadi rasul. Kita tahu bahwa panggilan itu pun diragukan sementara orang. Paulus menguatkan kesungguhannya pertama dengan menyatakan bahwa ia mengatakan kebenaran dalam Kristus (bnd, 2 Korintus 12: 19). Artinya, Paulus menyatakan bahwa ia berbicara sesuai dengan kaidah yang berlaku bagi seseorang yang berada 'di dalam Kristus', yang hidup bersatu dengan Kristus (bnd, 6: 11 dyb.) dan yang dengan demikian juga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya terhadap Kristus. Menyusullah aku tidak berdusta (bnd. 1 Timotius 2:7) untuk menegaskan kejujurannya. Kemudian ditambahkannya suara hatiku turut bersaksi, untuk dengan cara lain lagi menandaskan bahwa ia layak dipercaya. Kita tahu dan pengalaman sendiri bahwa suara hati (bnd. Roma 2: 15) dapat menyusahkan kita kalau kita telah berbohong (meski kita malah setengah yakin bohong Itu benar). Sebaliknya, suara hati Paulus tenang, tidak menyusahkan dia, bahkan turut bersaksi bahwa perkataannya benar. Hanya, perlu dicatat bahwa suara hati itu tidak selalu merupakan saksi yang layak dipercaya. Bilamana 'hati menjadi gelap' (Roma 1:21) dan dipenuhi 'pikiran terkutuk' (Roma 1:28) suara hati pun tidak berfungsi lagi sebagaimana mestinva Tetapi bilamana 'budi sudah dibaharui' (12:2), manusia 'dapat membedakan manakah kehendak Allah', sehingga suara hati menjad i peka terhadap kehendak itu. Maka Paulus menambahkan kata-kata dalam Roh Kudus, yang menunjukkan bahwa suara hati yang memberi kesaksian itu telah diband oleh Roh Kudus dan diterangi oleh sinar cahaya-Nya. Akhirnya kita mencatat bahwa 'turut bersaksi' di sini sama artinya seperti dalam Roma 2:15, bandingkan juga 8:16. Dalam ayat 2 keluarlah isi pernyataan Paulus. Ayat ini terdiri atas duo kalimat singkat yang sejajar, yang saling memperkuat. Hal ini tampak lebih jelas kalau kita memperhatikan bunyi harfiah naskah Yunani. . padaku ada dukacita besar, dan pada (dalam) hatiku ada kesedihan yang tiada hentinya' Kedua perkataan Yunani yang diterjemahkan 'dukacita' dan 'kesedihan' tidak berbeda artinya; di sini kita menemukan paralelisme (kesejajaran) yang biasa dalam bahasa Ibrani dan yang sering muncul dalarn Kitab Mazmur. Tidak dikatakan di sini apa yang menjadi pokok kesedihan Paulus; hal itu baru akan dijelaskan dalam ayat 30-33: 'mereka tersandung pada batu sandungan', tidak percaya kepada Injil mengenai Kristus, Tadi kita telah melihat bahwa kesedihan Paulus itu tidak hanya perasaan batin, pribadi, tetapi mempunyai makna teologis yang besar. Paulus memiliki perasaan yang demikian mendalam terhadap bangsanya, sehingga ia memakai bahasa yang berarti "keinginan yang tidak mungkin tercapai" (bentuk imperfect dalam bahasa Yunani): "aku mau terkutuk dan terpisah dari Kristus demi saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani." Ini adalah suatu ungkapan kerinduan Paulus supaya mereka mengenal Kristus , sehingga seandainya berfaedah bagi mereka, ia mau dipisahkan dari kasih Kristus. Paulus hendak berdoa supaya ia 'menjadi barang terkutuk dari Kristus' (terjemahan harfiah). Dalam hahasa Yunani umum αναθεμα – anathema dapat berarti: (a) barang yang dipersembahkan kepada dewa. Namun, dalarn LXX dan juga dalam Lukas 21:5, bentuk lainlah yang dipakai dalam arti ini, yaitu anathema. (b) Arti lain, yang hanya terdapat dalam Alkitab dan sastra Yahudi-Kristen lainnya. ialah: sesuatu/seseorang yang diserahkan kepada murka Allah (bnd. Imamat 27:28; Ulangan 13: 17; Yosus 6: 17 dsb; dll.). Di sini anathema merupakan terjemahan perkataan Ibrani חֵרֶם - KHEREM, bandingkan bahasa Arab haram. Kita menernukannya pula dalam surat-surat Paulus (1 Korintus 12:3; 16:22; Galatia 1:8 dyb.). Dalam nas ini artinya adalah: 'kehilangan keselamatan kekal di dalam/bersama Kristus', 'untuk selamanya dibuang dari hadirat Kristus'. Paulus mengatakan hahwa ia bersedia, malah hendak berdoa, agar menjadi barang haram bagi Kristus, dibuang dari Kristus. Ia bersedia kehilangan keselamatan bersama Kristus demi saudara saudaraku. Sama seperti dalam bahasa Indonesia, perkataan 'saudara ' (αδελφος – adelphos) dalam bahasa Yunani terutama menunjukkan hubungan darah: tetapi dalam Alkitab di samping itu 'saudara' adalah sesama anggota umat Allah, yakni Israel atau Gereja, dan lihatlah ditambahkannya: "kaum sebangsaku secara jasmani" (harfiah: menurut daging). Melihat ayat 4 dan 5, tambahan ini tidak boleh ditafsirkan secara negatif, seakan-akan Paulus hendak berkata bahwa orang Yahudi yang tidak percaya itu teman-teman sebangsa hanya secara jasmani. Sebagaimana nyata dalam ayat-ayat berikutnya. Paulus tidak menganggap enteng keanggotaan Jasmani dalam bangsa Yahudi. malah sebaliknya (bnd juga 11:14) Keanggotaan itu hanya mendapat arti negatif kalau menjadi alasan bermegah (Roma 2:29; 4:1-5). Jadi, Paulus ingin 'menjadi terkutuk' demi saudara-saudaranya orang Yahudi. Dengan demikian Paulus secara tidak langsung menyatakan bahwa Israel sedang menghadapi murka Allah (bnd 6a). Sekaligus Paulus menempatkan diri sebagai salah seorang dari nabi-nabi Israel yang besar yang bersedia menyerahkan nyawanya, bahkan keselamatannva. demi keselamatan bangsanya. Ia setingkat dengan Musa (Keluaran 32:11, 32; Ulangan 10:10): kita teringat juga akan Yeremia (bnd. Yeremia 7.16). Yehezkiel (Yeh. 13:4,22), dalam arti tertentu juga akan Daud (1 Tawarikh 21: 17). Dengan mengucapkan keinginan ini, Paulus malah menjadi serupa dengan Kristus (Roma 5:8; 8:32, khususnya Galatia 3:13) Hanya perbandingan dengan Kristus sekaligus memperlihatkan batas kemampuan seorang manusia. Permohonan Musa tidak dikabulkan, begitu pula halnya keinginan Paulus. Namun, kita tidak boleh beranggapan seakan-akan ketidak-mungkinan seorang manusia menanggung kesalahan umat menyebabkan Paulus mengucapkan kata kata ini dengan hati yang ringan. Sebab justru ketidakmungkinan itu menyebabkan kesedihannya bertambah besar. Baiklah kita menyadari bahwa bagi Paulus ketidak-percayaan bangsa Yahudi merupakan pencobaan. Musa pun melakukan doa syafaat bagi bangsanya ketika Tuhan mengancam akan memusnahkan bangsa itu dari muka bumi. Musa pada saat itu sedang menghadapi pencobaan berat. Sebab Tuhan berjanji akan membuat Musa menjadi bapa leluhur bangsa yang baru, bangsa yang besar, yang akan menggantikan bangsa Israel (Kel. 32:10). Menjadi bapa leluhur suatu bangsa merupakan kehormatan yang amat besar. Demikian juga halnya Paulus: Paulus bisa saja berpaling dari bangsa Yahudi yang 'tegar tengkuk' dan tidak mau menerima Injil, lalu menjadi bapak suatu umat yang baru, yaitu Bapa Gereja dari orang kafir. Dalam sejarah gereja Kristen cukup banyak tokoh yang ternyata tidak bertahan terhadap pencobaan yang serupa; mereka meninggalkan gerejanya dan mendirikan golongan baru di bawah pimpinan mereka sendiri. Tetapi Paulus mengambil sikap yang sama seperti Musa. Kehormatan itu ditolaknya demi keselamatan bangsanya. Maka di sini tampak oleh kita tokoh nabi yang sebenarnya, yang tidak menempatkan diri di atas bangsanya, tetapi mau menerima kesalahan bangsanya sebagai kesalahannya sendiri. Dalam kehidupan gereja pun, itulah yang menjadi tanda pengenal seorang 'nabi' yang sejati, yaitu bahwa dia bukan orang sombong, yang menghina orang banyak yang kesalehannya dan pengetahuannya tidak setingkat dengan kesalehan dan pengetahuannya sendiri. Ayat 4 dan 5 terdiri atas empat anak kalimat yang semua berkaitan dengan 'kaum sebangsaku secara jasmani'. Dalam ayat 4 dan 5 ini, Paulus menyebutkan hak-hak istimewa orang-orang Yahudi. Berhubung dengan keseluruhan kedua ayat ini perlu kita catat tiga hal: (1) Hak-hak itu tidak lain dan tidak kurang daripada yang telah dianugerahkan kepada Gereja Kristen, padahal Paulus di sini berbicara mengenai orang Yahudi yang tidak percaya (2) Dengan demikian terbukti bahwa 'secara jasmani' dalam ayat 3 tidak bermakna negatif dan bahwa orang 'Yahudi tetap termasuk umat Allah. Perhatikanlah juga bahwa Paulus memakai istilah 'orang Israel', yang lebih khidmat dan lebih terhormat daripada 'orang Yahudi'. (3) Pada pihak lain daftar ini justru menggarisbawahi dalamnya kesedihan Paulus: bagaimana mungkin orang yang memiliki hak -hak istimewa yang begitu luhur itu belum juga menjadi percaya! ayat 4-5 Mereka adalah bangsa Israel… Menurut Granfield, pemakaian kata adalah dalam bentuk Present Tense menegaskan bahwa semua yang dikatakan dalam dua ayat ini masih berlaku. Mereka masih tetap umat pilihan Allah. Pemakaian kata Israel (bukan kata Yahudi) meringkaskan dua ayat ini, karena istilah Israel terkait dengan status mereka sebagai umat pilihan Allah. Yang telah diangkat sebagai anak… Kita diangkat sebagai anak secara individu harus ingat bahwa bangsa Israel telah dingkat sebagai anak secara nasional. Tetapi biarpun yang diangkat itu bangsa atau pribadi, pengangkatan itu sama-sama di dasari oleh anugerah Allah. Istilah orang Israel di sini tidaklah kebetulan. Dalam PL pun nama 'Israel' bersifat khidmat, karena menunjukkan umat Allah yang titik kesatuannya ialah ibadah kepada Tuhan. Tuhan sendirilah yang memberikan nama itu kepada Yakub dan keturunannya (Kej. 32:28). Di zaman kemudian, istilah 'Yahudi' terutama dipakai oleh orang asing, atau oleh orang Yahudi yang berurusan dengan orang asing. Tetapi nama 'Israel' telap mengungkapkan kesadaran orang Yahudi bahwa mereka umat Allah. Begitu dalam Markus 15 Pilatus memakai 'Yahudi' (ayat 2,9 dyb.), sedangkan imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat memakai 'Israel' (ayat 32.) Begitu pula Yohanes dalam Injilnya memakai istilah 'orang Yahudi' dengan nada agak negatif Yohanes 2:18; 5:10; 6:41; 7: 1 dll.): sebaliknya nama 'Israel' tetap mengandung arti bangsa pilihan Allah (Roma 1:31, 47; 3:10). Di sini kita menemukan nama 'Israel' dengan arti yang sama Perlu kita tambahkan bahwa 'adalah' dalam bahasa Yunani memakai bentuk kala kini (present tense); nama 'Israel" dan apa saja yang tercantum di dalamnya tidak dihapuskan tetapi berlaku terus. Dalam sisa ayat 4 dan dalam 5a Paulus menguraikan arti hal menjadi 'orang Israel'. Pertama, orang-orang Israel telah diangkat menjadi anak harfiah: mereka mempunyai pengangkatan sebagai anak. Istilah ini telah kita temukan pula dalam Roma 8:15 dan 23 Di sana yang menjadi anak ialah orang Kristen (dalam PL yaitu dalam Keluaran 4:22 dyb.; Yeremia 31:9; Hosea 11:1. Begitu puja, sepanjang PL kita menemukan kisah pemeliharaan Tuhan atas bangsa-Nya yang bagaikan pemeliharaan seorang ayah atas anaknya (Ulangan 1:31). Pemeliharaan itu layak menemukan pada anak itu sikap berterima kasih serta ketaatan, tetapi Israel tidak bersikap demikian (Ulangan 1:32; Yesaya 1:2; Yeremia 3: 19-22). Namun, Tuhan setia, dan di sini Paulus menegaskan bahwa setelah menolak Kristus pun, Tuhan tetap setia dan tidak meniadakan pengangkatan sebagai anak itu. Sebagai umat Allah, bangsa Israel menikmati pula kehadiran Tuhan secara kelihatan, yang disebut kemuliaan. Dalam PL kehadiran Tuhan yang kelihatan itu disebut 'kemuliaan Tuhan', bandingkan Keluaran 16:10; 24:16 dyb.; 40:34; 1 Raja-raja 8:11. Bagi Paulus, kehadiran itu tetap berlaku. Begitu pula halnya perjanjian-perjanjian. Kita tidak usah heran bila dipakai bentuk jamak, sebab PL sendiri menyebut beberapa peristiwa pengikatan perjanjian selain yang berlangsung di gunung Sinai dengan Abraham (Kejadian 15: 17 dyb.), di tanah Moab (Ulangan 29), di gunung Ebal dan Gerizim (Yosua 8), dengan Daud (Maz. 89 dan 132). LAI: 'hukum Taurat' merupakan terjemahan istilah νομοθεσια - nomothesia . Istilah itu dapat berarti 'tindakan pemberian hukum' dan juga 'hukum' itu sendiri. Di sini kita bisa memilih salah satu dari keduanya, LAI memilih yang kedua, sesuai dengan apa yang telah dikatakan dalam Roma 3:2. Bagaimanapun, perkataan Paulus di sini sesuai dengan penegasannya di tempat lain, yaitu bahwa hukum Taurat itu 'kudus' (7:12) dan 'rohani (7: 14). Juga ibadah termasuk hak-hak istimewa umat Israel. Dalam PL menurut terjemahan LXX, perkataan Yunani λατρεια – latreia biasanya berarti 'ibadah dalam bait Allah'. Namun, dalam keyahudian zaman kemudian, begitu pula dalam PB termasuk surat-surat Paulus, perkataan itu memperoleh arti yang lebih luas. Termasuk di dalamnya ibadah dalam sinagoge, ibadah doa, bahkan kehidupan sesuai dengan perintah-perintah Tuhan (bnd. 12:1; Filipi 3:3; Lukas 2:27; Yohanes 16:2; sebaliknya juga Ibrani 9:1,6). Janji-janji memakai bentuk jamak lagi. (Mungkin dalam ayat 4 ini kita dapat melihat jajaran 2x3, yang masing-masing terdiri atas dua kali bentuk tunggal dan yang ketiga bentuk jamak). Sama seperti dalam hal perjanjian-perjanjian, di sini juga untuk memahami bentuk jamak itu kita hanya perlu menelusuri riwayat sejarah PL: janji yang diberikan kepada Abraham (Kejadian 12, 13, 17,22; bnd. Roma 4), kepada Ishak dan Yakub (Kejadian 26 dan 29), kepada Daud (2 Samuel 7) dan begitu banyak janji yang tercantum dalam Kitab-kitab para Nabi. "Mereka adalah keturunan bapa-bapa leluhur, yang menurunkan Mesias dalam keadaan-Nya sebagai manusia." Bagian pertama ayat 5 meneruskan daftar anugerah yang telah diterima bangsa Israel. Termasuk di dalamnya bapa-bapa leluhur. Kita tahu betapa orang Yahudi pada zaman Paulus bermegah karena mereka keturunan Abraham (Roma 4; 2 Korintus 11:22; bnd. Matius 3:9; Yohanes 8:33). Tetapi Ishak dan Yakub dan kedua belas anak Yakub termasuk juga bapa-bapa leluhur yang dibanggakan. Mereka disebut di sini karena mereka merupakan pengejewantahan pemilihan Israel oleh Allah. Dengan demikian genaplah jumlah anugerah yang diterima Israel: ada tujuh. Tetapi ternyata tidak juga, masih ada yang kedelapan, yang merupakan penggenapan ketujuh anugerah yang mendahului. Itulah hak istimewa yang paling istimewa, mahkota sejarah bangsa Israel, yaitu kedatangan Sang Mesias yang lahir dari bangsa Israel itu. Tak seorang pun yang bisa mencabut kehormatan itu: Yesus Kristus adalah seorang Yahudi. Hanya, Paulus menambahkan' sejauh menyangkut daging' (LAI 'dalam keadaan-Nya sebagai manusia'). Sebab Yesus menjadi Mesias bukan karena ia seorang keturunan Yahudi, melainkan karena Ia adalah Anak Allah yang diutus ke dunia ini. Tetapi sejauh Ia seorang manusia, memang tak dapat disangkal Ia seorang Yahudi. Hal itu sering dilupakan oleh orang Kristen yang menghina dan menolak Yahudi sambil lupa bahwa Kristus yang mereka anut menjadi pula orang Yahudi. Para leluhur – Abraham, Ishak, Yakub – juga dari bangsa mereka. Dalam diri Kristus yang hadir di tengah-tengah mereka, Allah harus dipuji selama-lamanya. Sekaligus menunjukkan adanya gambaran ketidak-percayaan mereka, dan mereka menolak Kristus, dan menolak Kristus sama dengan menolak Allahnya sendiri. Keistimewaan bangsa Israel yang dinyatakan dalam ayat 4-5 menimbulkan 4 kesan bagi kita: 1. Jemaat Kristen berhutang kepada mereka 2. Ketidakpercayaan mereka zaman ini sangat menyedihkan 3. Status mereka sebagai umat pilihan Allah masih tetap berlangsung 4. Keadaan mereka di luar persekutuan dengan Tuhan Allah sangat sulit dipahami, bagaimana mereka menolak anugerah yang luar biasa ini. Ayat 1-5 ini, Paulus sudah menyebut beberapa seginya yang penting. Masalah itu merupakan sumber kesedihan baginya (ayat 1-2). Ia mengakui bahwa Israel sedang meng-hadapi murka Allah. Namun, ia tetap memelihara ikatan persaudaraan dengan bangsa Yahudi sampai-sampai bersedia melepaskan keselamatan sendiri demi keselamatan mereka (ayat 3). Kedudukan Israel sebagai bangsa pilihan Allah dianggapnya tetap berlaku (ayat 4-5).
B. Allah telah memilih umatNya (Rm. 9:6-13) Apa yang dikatakan terdahulu, yaitu di Roma 9:1-5, dan kenyataan bahwa begitu banyak orang Yahudi tidak percaya kepada Tuhan Yesus, tidak berarti bahwa janji-janji Tuhan Allah kepada bangsa Israel telah gagal. Pada bagian ini Paulus membuktikan bahwa ada bermacam-macam pilihan Allah. Tidak cukup kalau hanya ditentukan bahwa seorang masuk golongan "pilihan." Menurut 1 Raja 19:18 dari seluruh umat pilihan Allah pada zaman Elia, hanya 7000 orang yang dipilih secara individu karena mereka tidak sujud menyembah Baal. Banyak sekali dari mereka adalah warga umat pilihan Allah, tetapi yang menyembah Baal itu tidak termasuk kepada 7000 pemilihan secara individu. Menurut Rasul Paulus dalam pasal ini, proses pemilihan secara individu masih berlangsung hingga sekarang. Terhadap pernyataan bahwa Tuhan tidak mungkin menolak bangsa pilihan-Nya, Paulus pertama-tama menekankan mengenai kebebasan, kebenaran dan kedaulatan Allah. Allah bertindak dengan bebas. bertindak dengan benar dan bertindak dengan berdaulat. sebab kodrat-Nya memang bebas, benar dan berdaulat. B.1. Allah telah memilih Ishak (Rm. 9:6-13) Ayat 6 "Akan tetapi Firman Allah tidak mungkin gagal." Keadaan orang Yahudi pada waktu itu tidak menunjukkan bahwa janji ilahi telah dibatalkan. Tidak semua keturunan jasmaniah Israel adalah Israel sejati. Janji-janji Tuhan pada setiap periode sejarah dapat mencakup umat-Nya sebanyak yang Ia tentukan. "Sebab tidak semua orang yang berasal dari Israel adalah orang Israel," Orang yang berasal dari Israel semuanya adalah keturunan secara jasmani dari Israel, namun maksud dari ayat ini hendak menegaskan bahwa di dalam umat pilihan Allah, ada masa/ proses secara pribadi dimana warga-warga tertentu dari umat pilihan Allah ini dipilih secara pribadi untuk dibenarkan sesuai dengan apa yang telah diuraikan pada ayat 1-4 tadi. Paulus membedakan antara "Israel" dan "Israel." Bahasa Indonesia memiliki 2 perkataan yang mengungkapkan perbedaan itu, yaitu "bangsa" dan "umat." 'Bangsa Israel' adalah lingkungan luas mereka yang termasuk bangsa itu berdasarkan kelahiran, sedangkan 'umat Israel' adalah lingkungan mereka yang dipanggil Tuhan dan dijadikan jemaat-Nya. Jadi melalui ayat 6 ini Paulus hendak menegaskan bahwa lingkungan bangsa dan lingkungan umat tidak merupakan jaminan keanggotaan umat. Dengan perkataan lain, seorang manusia, seorang keturunan Abraham-pun tidak dapat membuat kedudukannya secara jasmaniah menjadi pegangan atau jaminan keselamatan. Perbedaan antara "bangsa" dan ''umat" akan dijelaskan pada ayat 8. Ayat 7. Dalam hal anak-anak Abraham, Allah memilih: "Yang berasal dari Ishak yang akan disebut keturunanmu" Paulus dalam ayat ini mengambil contoh dari permulaan sejarah Israel, yaitu pembedaan antara Ishak dan Ismael (Kej. 21: 12; bnd. juga Kej. 17: 18-21). Menurut kisah Kejadian 21 Sara menuntut agar Abraham mengusir Hagar bersama anaknya Ismael. Abraham enggan memenuhi tuntutan itu (21:11), tetapi ia disuruh Tuhan mendengarkannya 'sebab yang akan disebut keturunan-mu ialah yang berasal dari Ishak' (ayat 12). Artinya, umat Allah akan mencakup keturunan Abraham lewat Ishak, bukan yang lewat Ismael. Mendahului isi Roma 11, perlu kita catat di sini bahwa kisah dalam Kitab Kejadian menceritakan dengan jelas pemeliharaan Allah atas Ismael (Kej. 21:13 dan 17-21; juga Kej. 16:10-14; 17:20). Meskipun Ismael tidak dipilih menjadi mata rantai dalam rencana keselamatan Tuhan, ia tidak dikucilkan dari lingkungan rahmat Tuhan (lihat nanti penjelasan ayat 13, mengenai Esau). Ayat 8. Di sini dibedakan di antara anak-anak Abraham menurut, daging, yaitu mereka yang lahir dari Hagar dan Ketura (Kej. 16:1-16; 25:1-4), dan Ishak, yang lahir menurut perjanjian. Bukan anak-anak menurut daging adalah anak-anak Allah, tetapi anak-anak perjanjian yang disebut keturunan yang benar. Paulus mendahulukan yang negatif untuk menjelaskan bahwa di keturunan menurut daging tidak dengan sendirinya menjadikan anak-anak itu sebagai anak-anak Allah. Ishak lahir karena janji Allah. Allah memutuskan untuk menyalurkan berkat bagi seluruh umat manusia melalui dirinya. Kita mencatat lagi bahwa kata-kata 'anak-anak (menurut) daging' mungkin bermakna lebih luas daripada sekadar mengacu pada kelahiran alamiah. Kelahiran Ismael merupakan hasil upaya Abraham mewujudkan sendiri keselamatan, yaitu janji-janji Tuhan (Kejadian 16:2; 17:18). Padahal, bagi Paulus justru itulah yang layak disebut σαρξ – sarx, yaitu usaha memperoleh keselamatan melalui upaya sendiri. Jadi, sebagai ganti 'anak-anak (menurut) daging' kita dapat juga memakai terjemahan 'anak--anak hasil pertimbangan atau upaya jasmani'. Ishak dan Ismael adalah anak-anak Abraham, namun Ismael adalah anak menurut daging. Dan tidak cukup seseorang hanya anak menurut daging, ia juga harus menjadi anak perjanjian. Dalam ayat 8 ini Paulus menjelaskan makna contoh yang diberikannya tadi. Tidak semua orang keturunan Abraham, yang lahir darinya secara alamiah, adalah anak-anak Allah, artinya termasuk lingkungan perjanjian (umat) Allah. Yang termasuk lingkungan perjanjian itu ialah mereka yang dipilih Allah, dengan pemilihan yang sama sekali bebas. Kelahiran mereka bukan tidak berarti; Ishak dan Ismael sama-sama anak Abraham secara jasmani. Namun, yang menentukan ialah pemilihan Allah. Kebebasan pemilihan itu terungkap dalam perkataan 'diperhitungkan'. Sebab yang menjadi subyek di sini ialah Tuhan, berlainan dengan Kejadian 21:12, di mana agaknya subyeknya bersifat umum (orang banyak). Menurut Roma 4:3 Tuhan tidak wajib memandang Abraham sebagai orang benar, tetapi 'memperhitungkan' imannya kepadanya sebagai kebenaran (bdk. juga 2:26). Begitu pula Dia tidak wajib menjadikan Ishak sebagai 'anak perjanjian', tetapi Dia berkenan menganggapnya sebagai demikian. Tuhan memakai faktor kelahiran alamiah, tetapi dengan cara yang sama sekali bebas dan berdaulat. Pada ayat 9 ini Paulus hendak kembali mengingatkan bahwa Tuhan Allah tidak menjamin hidup kekal bagi semua keturunan Abraham, tetapi Ia mengatur janji-Nya dengan syarat-syarat: garus keturunan berkat perjanjian akan elwat Ishak, dan bukan Ismael. Tuhan Allah sendiri berhak menentukan syarat-Nya. B.2. Allah Memilih Yakub (Rm. 9:10-13). Orang-orang Yahudi yang sezaman dengan Paulus mungkin menjawab: "Kami adalah keturunan Ishak, kami bisa memastikan bahwa Allah tidak akan menolak kami." Tetapi dalam ayat 10-11 ini Paulus menunjukkan bahwa Allah juga telah memilih di antara dua anak laki-laki Ishak, bahkan sebelum anak-anak itu dilahirkan atau sempat melakukan sesuatu yang baik atau buruk. Pilihan semacam itu ada supaya rencana Allah tentang pemilihan-Nya diteguhkan, bukan berdasarkan perbuatan, tetapi berdasarkan panggilan-Nya. Pemilihan yang dilakukan Allah tidak berdasarkan perbuatan yang sesuai dengan hukum, tetapi berdasarkan diri-Nya sendiri dan rencana-Nya bagi dunia. Kalau ayat 7-9 tadi menyinggung khusus bahwa anak yang dilahirkan melalui Sara adalah anak, perjanjian, pada ayat 10 ini kembali menjelaskan perbedaan yang lebih spesifik lagi tentang anak-anak yang dikandung oleh Ribka dari Ishak. Mungkin contoh Ishak dan Ismael dapam ayat 7 masih dianggap lemah; karena walaupun ayah mereka sama, tetapi ibu mereka tidak sama. Tetapi ada pula kasus yang tudak memiliki kelemahan tersebut, yaitu kasus Yakub dan Esau, 2 anak yang mempunyai ayah dan ibu yang sama. Lebih dari itu, ibu mereka mengandung dari sekali bersetubuh dengan Ishak. Bahkan mereka adalah anak kembar, sebab dikandung dalam satu persetubuhan. Maka contoh ini lebih cocok lagi untuk mengungkapkan maksud Paulus, sebab faktor kedudukan ibu dan umur tidak memainkan peranan lagi. Yang disebut bukan Esau dan Yakub sendiri, melainkan Ribka, agaknya dengan alasan bahwa firman yang dikutip dalam ayat 12 diarahkan kepada dia. Di sini sekali lagi Surat Roma menyinggung rahasia pembenaran oleh iman, yang berdasarkan rahmat Allah semata-mata. Pada Surat Roma Dalam pasal 3-4 Paulus telah menunjukkan bahwa pernbenaran yang berdasarkan rahmat dan tidak berdasarkan perbuatan Itu merupa kan pedoman yang menguasai hubungan antara manusia dengan Allah (Di sini ditunjukkannya betapa pedoman itu menguasai pula hubungan Allah dengan bangsa Israel. Namun, yang mendapat tekanan di sini ialah segi-segi lain: Pertama, bukan iman di pihak manusia sebagai sarana penerimaan rahmat, melainkan kebebasan mutlak Allah bila menentukan siapa yang akan menerima rahmat-Nya. Maka dalam Roma 3-4 perkataan pokok yang banyak ditemukan ialah 'benar, 'pembenaran'. 'membenarkan'. sedang kan di sini 'memilih'. 'pemilihan'. Roma 9 berbicara mengenai soal predestinasi. Kedua. dalam pasal 3-4 ditekankan bahwa yang memperoleh pembenaran ialah orang berdosa yang menanggung kutuk hukum Taurat. sedangkan di sini ada tekanan lain, yaitu bahwa pemilihan berlangsung dengan tidak mengindahkan sama sekali perbuatan manusia, apakah baik atau jahat. Bila memanggil orang, Allah tidak terikat pada syarat apa pun. Ketiga, dalam Roma 3-4 yang diutamakan ialah karya Allah di dalam kehidupan orang berdosa, yang kemudian dibentangkan dalam pasal 5-8. Sedangkan di sini yang menjadi pokok perhatian ialah putusan atau rencana Allah yang mendahului karya itu. Ayat 12, 13. Apa saja yang tercakup di dalam pilihan ini? Anak yang tua akan menjadi hamba anak yang muda. Karena pilihan ini sudah ditetapkan sebelum kedua anak itu lahir (Kejadian 25:23), Paulus jelas berpikir tentang dua individu. Di dalam kutipan dari Maleakhi 1 :2, 3, yang kembali melihat pada cara Allah menghadapi Yakub dan Esau, penekanannya diletakkan pada bangsa-bangsa. Apa yang berawal pada zaman para leluhur bangsa-bangsa ini berlanjut' hingga keturunan mereka. Pemilihan tersebut berhubungan dengan peranan yang akan dimainkan oleh kedua kelompok tersebut di dalam sejarah. Tuhan menunjukkan kasih-Nya kepada Yakub dengan menjadikan keturunan Yakub sebagai sarana melalui siapa Tuhan berbicara dan memperkenalkan kebenaran-Nya. Allah membenci Esau dalam pengertian bahwa Dia tidak menjadikan keturunan Esau sarana untuk menyatakan diri-Nya tetapi sebagaimana dikatakan oleh Maleakhi, "Aku membuat pegunungannya menjadi sunyi sepi dan tanah pusakanya Ku-jadikan padang gurun" (Maleakhi 1:3). Waktu menelusuri kembali sejarah Esau, Maleakhi juga mempergunakan istilah "membenci" karena kerasnya Allah menghadapi Esau. Situasi sejarah dari kedua tokoh dan keturunan mereka itu jelas sangat mempengaruhi masa depan mereka. Tetapi pemilihan di dalam Roma 9:10-13 bukan pemilihan untuk diselamatkan atau dihancurkan. Lebih tepatnya ini adalah pemilihan untuk menerima peranan yang Allah tetapkan bagi individu-individu dan bangsa-bangsa dan hidup mereka di muka bumi ini. Kesimpulan Roma 9:6-13 Ayat 6a mengandung tuduhan seakan-akan Injil yang diberitakan Paulus menjadikan Kitab Suci Perjanjian Lama tidak berlaku lagi. Sebab Injil itu mengundang orang non-Yahudi (kafir) agar turut menikmati janji-janji yang telah diberikan kepada Israel. Bahkan Paulus menyatakan bahwa ahli waris yang sebenarnya, yaitu Israel, berada di bawah kutuk Allah sebab tidak percaya pada Injil. Tuduhan itu berdasarkan anggapan bahwa bangsa Yahudilah satu-satunya ahli waris segala janji yang tercantum dalam Perjanjian Lama. Jawab Paulus: Tuhan memang setia, sebagaimana selalu dinyatakan orang Yahudi. Tetapi kesetiaan Tuhan itu tidak dapat dipandang sebagai jaminan eksklusifitas kedudukan bangsa Yahudi, bahkan tidak juga sebagai jaminan bahwa Israel tak bakal mengalami penolakan. Sebab Tuhan belum pernah mengikat diri pada suatu garis keturunan. Dari dua anak Abraham hanya satu, yaitu Ishak, yang menjadi ahli waris janji yang telah diterima Abraham. Dari kedua anak Ishak hanya satu juga yang mewarisi janji Allah. Jadi, sejarah Israel sendiri memperlihatkan kebebasan Allah untuk memilih yang satu dan menolak yang lain, berdasarkan rahmat-Nya yang bebas. Paulus tidak melangkah lebih jauh, dengan berkata bahwa sekarang juga sebagian keturunan Abraham, yaitu mereka yang tidak menerima Injil, telah ditolak Allah. Tetapi kedua contoh yang diberikannya merupakan ancaman. Kalau dulu Allah bebas menolak sebagian keturunan Abraham, sekarang juga Dia bebas berbuat demikian. Dalam perikop-perikop berikutnya Paulus akan menyanggah tuduhan-tuduhan yang dicetuskan oleh ancaman tersebut. Dengan demikian di sini Paulus mengulang isi pasal 2, dalam hentuk yang malah lebih tajam. Sebab di sana ia hanya menyatakan bahwa di masa depan (yaitu dalam hukuman terakhir) Allah akan bertindak demikian. Kini ia malah mempertahankan bahwa Allah telah bertindak demikian dari semula. Jadi, status bangsa Yahudi sebagai umat terpilih dan status tiap-tiap orang Yahudi sebagai orang pilihan Allah dari semula hanya berdasarkan pilihan Allah yang bebas mutlak. Contoh yang disajikan dalam ayat 9-13 hanya meliputi kedua angkatan pertama, tetapi makna kedua contoh itu sudah tentu ialah, bahwa angkatan demi angkatan statusnya hanya berdasarkan pilihan yang bebas itu. Dilihat dari sudut manusia, kebebasan Allah itu adalah kebebasan untuk sewaktu-waktu meniadakan lagi pemilihan semula. Baiklah kita memperhatikan bahwa makna perikop ini hanya dapat dipahami sepenuhnya kalau kita menyadari kenyataan, bahwa jawaban ini baru merupakan mata rantai pertama dalam rantai penalaran Roma pasal 9-11. Yang menjadi titik tolak rantai itu ialah isi ayat 6a: Allah setia, Dia berpegang pada janji-Nya. Tetapi kesetiaan itu tidak boleh disalahpahami. Sebab Allah tetap bebas memilih siapa yang dikehendaki-Nya. Dalam kedua perikop berikutnya pernyataan mengenai kebebasan Allah itu malah diruncingkan lagi.
C. Kegagalan Bangsa Israel dan Keberhasilan Bangsa Bukan Israel; Israel Sendiri Bertanggung Jawab atas Penolakannya (Rm. 9:30 – 10:21) Paulus sekarang membahas hubungan bangsa Israel dan bangsa bukan Israel dengan kebenaran. iman dan keselamatan. Dia menunjukkan bahwa pokok ini penting sekali sebab orang-orang Yahudi percaya bahwa karena mereka memiliki tanda sunat sebagai bangsa pilihan Allah. Tuhan tidak mungkin menolak mereka. Walaupun Israel telah diberitahu bahwa kebenaran hanya dapat diperoleh melalui iman, tetapi mereka tetap mencarinya melalui perbuatan, maka Israel yang salah langkah ditolak. Sejarah hubungan Tuhan Allah dengan Israel dan dengan bangsa-bangsa yang lain luar biasa. Dalam Roma pasal 1-3 Paulus membuktikan bahwa mereka, Yahudi dan bukan Yahudi, sama-sama merupakan "benda-benda kemurkaan" Allah. Dalam pasal 3 Paulus berkata, "Sebab tidak ada perbedaan. Karena semua orang telah berbuat dosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah... " Dalam pasal yang sama, kita membaca bahwa "sekarang, tanpa hukum Taurat kebenaran Allah telah dinyatakan ... yaitu kebenaran Allah melalui iman dalam Yesus Kristus kepada semua dan atas semua orang yang percaya". Jadi, dari surat Roma kita sudah mengerti bahwa kita semua, Yahudi dan bukan Yahudi, sama-sama layak dimurkai; dan Tuhan siap membenarkan kita semua, baik Yahudi maupun bukan Yahudi. Tetapi dalam Roma 9:30-10:21 kita membaca bahwa justru mereka yang mengejar kebenaran, mereka yang diangkat menjadi umat pilihan Allah, mereka yang diberi janji-janji, merekalah yang menjadi benda-benda kemurkaan Allah; sedangkan bangsa-bangsa yang lain, yang tidak mengejar kebenaran, dibenarkan oleh Allah. Luar biasa! Mengapa harus terjadi seperti itu? Pertama, karena Ia yang berdaulat telah menentukan bahwa hanya orang yang percaya akan menerima janji-Nya (Roma 9:6-29). Kedua, karena Israel hanya siap menerima suatu pembenaran yang berdasarkan perbuatan mereka, ketaatan mereka pada hukum Taurat, dan bukan pembenaran yang berdasarkan anugerah, yaitu pembenaran melalui iman. Jadi, walaupun mereka sungguh "giat untuk Allah", tetapi mereka giat dengan arah yang salah. C1. Bangsa bukan Israel mencapai apa yang gagal diperoleh bangsa Israel; Batu sandungan, batu sentuhan (Rm. 9:30 – 33) Dalam 9:30-31 Paulus kembali memakai peristilahan olahraga. 'Mengejar' dj sini sama artinya seperti 'usaha' dalam ayat 16, bandingkan Filipi 3: 12, 14. Kata kerja Yunani yang oleh LAI diterjemahkan 'beroleh' dipakai juga dalam 1 Korintus 9:24 serta Filipi 3.12, dan mengan dung arti: memperoleh hadiah dalam pertandingan. Maka demi memahami makna kedua ayat ini harus kita bayangkan pertandingan olahraga berlari. Orang yang sama sekali tidak ikut bertanding mendapat hadiah. Sebaliknya, orang lain, yang telah berlari sampai terengah-engah, dinyatakan tidak ikut bertanding karena lari di jalur yang keliru, dan tidak memperoleh hadiah. Sekianlah kiasan. Kini kita hendak menafsirkannya. Tempat pertandingan atau gelanggang ialah kehidupan manusia di tengah dunia. 'Berlari' adalah berupaya menempuh kehidupan sesuai dengan kehendak Tuhan. Hadiahnya ialah pujian dari pihak Allah, yang menyatakan seseorang memang telah berhasil hidup dengan cara itu, hidup 'benar'. Orang itu adalah orang benar, 'yang hidupnya tidak bercela, yang hidup menurut Taurat Tuhan' (Mazmur 119: 1). Bagaimana hubungan perumpamaan itu dengan kedudukan orang kafir dan Israel di hadirat Allah? Ayat 30 menyatakan tentang orang kafir bahwa mereka hidup seenaknya. Kata-kata 'mereka tidak mengejar kebenaran' dapat kita isi dengan kecaman-kecaman yang terdapat dalam Roma 1: 18-32. Lalu tentang orang-orang ini notabene dikatakan bahwa mereka dinyatakan benar oleh Tuhan, bahwa mereka telah diterima Tuhan menjadi umat-Nya. Sebaliknya, ayat 31 menegaskan bahwa Israel telah berlari mengejar kebenaran. Mereka telah berupaya sekeras-kerasnya melakukan hukum Tuhan, agar dinyatakan benar. Meskipun demikian, mereka tidak memperoleh hadiah, bahkan mereka mengalami diskualifikasi. Israel, sungguhpun mengejar hukum yang akan mendatangkan kebenaran, tidaklah sampai pada hukum itu. Bandingkan dengan ayat 24: Karena Allah telah memanggil kita - orang-orang Kristen - dari antara orang-orang Yahudi dan antara bangsa-bangsa lain. Apakah yang hendak kita katakan tentang perolehan kebenaran oleh bangsa-bangsa bukan Yahudi dan Israel? Jawabnya adalah: Kita katakan bahwa bangsa-bangsa lain yang tidak mengejar kebenaran, telah beroleh kebenaran, yaitu kebenaran karena iman. Ayat 32a menjelaskan alasan diskualifikasi itu. Mereka salah menafsirkan hukum Taurat. Sebab mereka menyangka bahwa jalan yang ditunjukkan Hukum Taurat ialah jalan perbuatan. Tetapi sesungguhnya Taurat itu menunjukkan jalan iman. Karena itu mereka tidak dinyatakan benar. Mereka telah menempatkan diri di luar umat Tuhan. Mengapa Israel tidak pernah mencapai kebenaran? Secara menyedihkan jawabannya adalah: karena Israel mengejarnya bukan karena iman, melainkan karena perbuatan. Iman atau percaya itu penting sebab objek (Kristus) yang dipercaya. Israel menolak objek tersebut. Mereka tersandung pada batu sandungan. Di dalam catatan peringatan yang diambil dari Yesaya 8: 14, YHVH adalah batu sandungan bagi kebanyakan orang dari kaum Israel. Di dalam Perjanjian Baru Kristuslah yang merupakan batu sandungan itu (disebutkan di sini dan di dalam 1 Petrus 2:6-8). Kita teringat akan perumpamaan Yesus Kristus tentang penggarap-penggarap Kebun Anggur (Matius 21:33-46), tentang dua orang anak (Matius 21:28-32), tentang perjamuan kawin (Matius 22:1-14), juga akan perumpamaan tentang orang Farisi dan Pemungut Cukai (Lukas 8:9-14). Sebagaimana pemimpin-pemimpin Yahudi membenci Yesus karena perumpamaan-perumpamaan itu (Matius 21:45 dyb), begitu juga kali ini mereka membenci Paulus yang mengecam, bahkan menyia-nyiakan semua upaya mereka dalam melaksanakan amal ibadah mereka. Ayat 32b dan 33 menempatkan ayat-ayat terdahulu dalam kerangka Kristologi. Artinya, disini ayat-ayat itu dihubungkan dengan kedatangan Kristus dan dengan penerimaan Injil Kristus oleh bangsa-bangsa kafir (non Yahudi) serta penolakan Kristus oleh bangsa Israel. Paulus tetap menggunakan kiasan pelari pada ayat 31-32a, tetapi degan cara lain. Pelari yang tidak mendapatkan hadiah itu tidak gagal karena berlari di jalur yang keliru, tetapi karena tersangkut pada batu, yang menyebabkan ia tidak beroleh kemenangan. Batu itu mengibaratkan Kristus. Hal itu tidak dinyatakan dengan jelas, namun dalam Gereja-gereja purba istilah tentang "batu" pada umumnya dihubungkan dengan tokoh Kristus. Israel tidak mau menerima Kristus, yang adalah peewujudan kasih karunia Allah yang telah diperlihatkan pula oleh hukum Taurat. Karena itu mereka cenderung memandang Hukum Taurat itu sebagai daftar kewajiban-kewajiban yang pelaksanaannya mendatangkan pahala. Tetapi, lantaran sikap mereka itu mereka 'tersandung'. Artinya bukan hanya: mereka mengalami kesulitan, namun lari terus. Sebab mereka memang 'jatuh', artinya mereka gagal mencapai tujuan dan tidak memperoleh kebenaran Allah (bnd. Roma 11:17). Ternyata pemberian Tuhan, yaitu hukum Taurat, merupakan pedang bermata dua. Hukum itu dapat menjadi pagar makan kebun dan senjata makan tuan, yaitu kalau disalahgunakan (bnd. Yesaya 8:14, sekaligus tempat kudus dan batu sentuhan). Hal yang sama berlaku tentang Kristus sendiri (Matius 21:44). Dengan demikian orang yang mendapat karunia khususlah yang paling terancam bahaya kalau mereka tidak percaya. Ada baiknya kalau justru orang Kristen memikirkan hal itu (bnd. Roma 11:21 dyb.). Lain halnya orang kafir dan anggota umat yang sama sekali gagal melakukan hukum itu ('orang-orang pemungut cukai dan perempuan sundal', Matius 21 :31). Mereka tidak dapat membanggakan prestasi-prestasi. Maka mereka hanya dapat mengharapkan kasih karunia Allah. Karena itu, mereka menerima Injil mengenai Yesus Kristus. Maka bagian penutup kutipan dalam ayat 33 ini bernada positif. Mereka tidak akan dipermalukan (dikecewakan), artinya mereka tidak akan mengharapkan kasih karunia Allah dengan sia-sia; mereka akan menerima hadiah yang disebut dalam ayat 30. Sebagian besar dari kutipan pada ayat 33 itu Paulus di dalam ayat ini diambil dari janji yang terdapat dalam Yesaya 28:16. Tetapi sang rasul mengutip bahasa peringatan dari Yesaya 8: 14 - sebuah batu sentuhan dan sebuah batu sandungan - dan menyisipkan peringatan ini di tengah-tengah ajaran positif tentang batu di dalam Yesaya 28:16, untuk kemudian melengkapi ayat ini. Anak kalimat terakhir dari Roma 9:33 - siapa yang percaya kepada-Nya, tidak akan dipermalukan - memasukkan secercah sinar terang ke dalam gambaran yang gelap. Sekalipun demikian. tanggapan positif semacam itu bukan diberikan oleh Israel secara keseluruhan. sebab Israel tersandung pada batu yang ditempatkan Allah di Sion. C1. Kristus adalah penggenapan Taurat (Rm. 10:4) Di dalam ayat 4 ada dua hal yang ditekankan: (1) siapa Kristus sebenarnya: (2) siapa yang memperoleh manfaat dari Kristus. Kristus adalah kegenapan hukum Taurat. sehingga kebenaran diperoleh tiap-tiap orang yang percaya. Kata kegenapan - telos - tampaknya memadukan pengertian dari kata sasaran dan akhir (lih. Arndt, τελος – telos, La.b.c, hlm. 819). Dalam sejarah penafsiran ayat ini sejak zaman Gereja Lama muncul tiga terjemahan perkataan τελος – telos: (a) penggenapan (LAI, KB); (b) tujuan; (c) akhir, kesudahan. Bapa-bapa Gereja Lama biasanya menggabungkan (a) dan (b). Demikian juga tokoh-tokoh Abad Pertengahan seperti Thomas dari Aquino ('hukum Taurat mengarahkan orang kepada Kristus, yang dijanjikannya dan digambarkannya'). Luther berkata, ' .. seluruh Alkitab, kalau diamati secara batin, di mana-mana berbicara mengenai Kristus ... ; Paulus berkata 'Kristus adalah akhir hukum Taurat' , dengan perkataan lain: setiap firman Kitab Suci menuju ke Kristus'. Akan tetapi, sejumlah besar penafsir abad ke-20) memilih (c), dengan pengertian, sesudah kedatangan Kristus hukum Taurat tidak berlaku lagi. Dalam Surat Roma ada beberapa nas yang menyatakan bahwa hukum Taurat sudah tidak lagi merupakan wahana keselamatan. Demikianlah Roma 3:21, 'sekarang tanpa hukum Taurat kebenaran Allah telah dinyatakan'. Atau dalam Roma 6:14, 'kamu tidak berada di bawah hukum Taurat, tetapi di bawah kasih karunia'. Atau Roma 7:6, 'sekarang kita telah dibebaskan dari hukum Taurat'. Lebih-lebih dalam Galatia 3:23-25 masa berlaku hukum Taurat jelas-jelas diakhiri oleh kedatangan Kristus. Mengingat ayat-ayat seperti itu, di sini telos bagaimanapun mengandung arti kesudahan, akhir. Maksudnya: pemanfaatan hukum Taurat untuk mengerjakan kebenaran sendiri ternyata merupakan jalan buntu (Roma 2:1-3:20; pasal 7). Sebab, hukum Taurat tak berdaya kalau manusia yang dipanggil untuk melaksanakannya ternyata 'daging' adanya (5: 12-21; 7: 13-26). Apakah karena itu hukum Taurat boleh dianggap sebagai percobaan yang gagal, sehingga terpaksa diakhiri? Atau malah sebagai pranata yang jahat, yang menjerembapkan manusia? Ternyata tidak. Sebab Paulus menegaskan bahwa Taurat itu 'kudus' (Roma 7:12). Ketika ditanyai, apakah Paulus 'hendak membatalkan hukum Taurat karena iman', ia ingkar dan menyatakan 'sebaliknya, kami meneguhkannya' (Roma 3:31). Sesuai dengan itu, ia terus-menerus mendukung uraiannya dengan mengutip hukum Taurat (lihat Roma 3 :31). Begitu juga langsung sesudah ayat ini (Roma 10:6-1 0). Ternyata bagi Paulus hukum Taurat, dipandang sebagai hukum iman, merupakan pengungkapan kehendak Tuhan yang tidak berubah-ubah. Kehendak Tuhan ialah: supaya di bumi ada umat-Nya yang hidup dalam persekutuan (perjanjian) dengan-Nya dan yang berpegang pada syarat-syarat perjanjian itu. Justru itulah yang merupakan hasil karya Kristus (Roma 3:25; 5: 17). Dia sendiri telah memenuhi tuntutan hukum Taurat dengan sempurna, dan dengan demikian dapat menjadi 'anak sulung' dalam umat yang baru (Roma 8:29). Tetapi Dia juga menanggung kesalahan orang-orang lain dan melalui Roh-Nya memberi mereka hidup yang baru, sehingga mereka bangkit berdiri menjadi umat yang baru. Dengan demikian, Kristus telah memenuhi kehendak Tuhan yang juga menjiwai hukum Taurat. Dilihat dengan latar belakang itu, telos di sini harus diberi terjemahan penggenapan atau akhir dari (Taurat). Hal ini malah mempunyai cakupan lebih luas lagi. Kehendak Tuhan yang diungkapkan dalam hukum Taurat ialah supaya umat-Nya meliputi semua bangsa (Kejadian 12:3; 18:8; Roma 3:29; Galatia 3:8), seluruh umat manusia. Sebab dengan demikian akibat dosa Adam ditiadakan dan keadaan sebelumnya dipulihkan (Roma 5: 12-21). Kehendak itu pun dipenuhi oleh Kristus, karena Dia membawa keselamatan bagi 'setiap orang yang percaya, pertama-tama orang Yahudi, tetapi juga orang Yunani' (Roma 1:16). Hal itu juga yang dinyatakan dalam penjelasan yang diberikan Paulus mengenai kata-kata dalam nas 4a ini, yaitu dalam 4b, dan terutama dalam ayat 12-13, 'tidak ada perbedaan antara orang Yahudi dan orang Yunani'. Dengan demikian, telos di sini sekali lagi mengungkapkan bahwa Kristus menggenapi maksud hukum Taurat. Akan tetapi, perkataan telos itu di sini mempunyai makna lain lagi. Sebab kedatangan Kristus tidak terjadi kebetulan saja. Justru dalam pasal 9 telah kita lihat samar-samar adanya rencana Allah yang mengendalikan sejarah keselamatan. Rencana itu terungkap juga dalam Roma 8:30-31 yang terkenal. Kedatangan Kristus, dan karya-Nya, merupakan pusat rencana itu (Roma 3:25a), sedangkan hukum Taurat merupakan persiapan kedatangan itu (bnd. Roma 5:20-21, 'hukum Taurat ditambahkan, supaya'). Dilihat dari sudut itu, Kristus adalah tujuan hukum Taurat. "Sebab Kristus adalah kegenapan hukum Taurat" dalam terjemahan KJV berbahasa Inggris dapat lebih jelas pengertiannya yaitu "END OF THE LAW". Bahwa Kristus "SEMPURNA MENGGENAPI TAURAT - Sempurna mengakhiri Taurat - End of the Law." Bahwa yang dilakukan Yesus di kayu Salib sebagai Anak Domba Allah, yang darah-Nya tertumpah bagi hutang dosa, itulah yang menggenapi Taurat. Tuhan Yesus telah melaksanakan dengan baik tuntutan Taurat tentang Kurban Darah bagi Pengampunan dosa. Selaras dengan pernyataan ini, di dalam suratnya yang lain Paulus berkata: "sebab dengan mati-Nya sebagai manusia IA TELAH MEMBATALKAN HUKUM TAURAT DENGAN SEGALA PERINTAH DAN KETENTUANNYA, untuk menciptakan keduanya menjadi satu manusia baru di dalam diri-Nya, dan dengan itu mengadakan damai sejahtera," (Ef. 2:15). Oleh karena itu ketika di kayu Salib, Tuhan Yesus berkata "TETELESTAI - Sudah selesai!" Inilah karya Kristus di kayu salib. Note: perhatikan bahwa kata τετελεσται - tetelestai pun berasal dari kata: τελος – telos, akhir, tujuan, penyelesaian. Dengan itu Hukum Taurat telah berakhir, dengan demikian segala perintah dan ketentuannya menjadi batal, tidak berlaku. Namun pengertian ini sering diartikan secara salah. Dan tidak jarang ada beberapa kebingungan di antara orang Kristen dalam memahami Efesus 2:15, sbb : "Kalau hukum Taurat "batal" atau "berakhir", apakah benar yang dulunya dilarang berzinah boleh berzinah? dan yang dulunya dilarang membunuh boleh membunuh?" Perlu kita sadari bahwa, pembatalan Taurat tidak menjadikan orang Kristen menjadi "TANPA HUKUM" (ανομος – ANOMOS), Tuhan kita Yesus Kristus sudah memberikan dasar kepada para murid suatu HUKUM yang BARU sebelum kematianNya di Kayu Salib itu "membatalkan Taurat" : * Matius 11:28-30 11:28 Marilah kepada-Ku, semua yang letih lesu dan berbeban berat, Aku akan memberi kelegaan kepadamu. 11:29 Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah pada-Ku, karena Aku lemah lembut dan rendah hati dan jiwamu akan mendapat ketenangan. 11:30 Sebab kuk yang Kupasang itu enak dan beban-Ku pun ringan." Lihat penjelasan di pikullah-kuk-matius-11-28-30 Tuhan Yesus mengatakan dalam Matius 11:30, bahwa KUK (hukum) yang Dia pasang itu "easy" karena KUK Kristus hanya ada 2, bukan 613 perintah!. Kuk Hukum Kasih : * Matius 22:37-40 22:37 Jawab Yesus kepadanya: "Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. 22:38 Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. 22:39 Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri. 22:40 Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi." Hukum Kasih juga dikenal dengan istilah Hukum Kristus (lihat penjelasannya di Kembali kepada persoalan : Kalau hukum Taurat "batal" atau "berakhir", apakah yang dulunya dilarang berzinah boleh berzinah? Dan yang dulunya dilarang membunuh boleh membunuh?
D. Israel tidak ditolak untuk selama-lamanya (Rm. 11:1-36) Walaupun Israel layak untuk ditolak, namun pada zaman ini ada orang-orang Yahudi yang dibenarkan melalui iman kepada Yesus Kristus, dan pada masa depan seluruh Israel akan dibenarkan melalui iman pada Kristus, sehingga janji Allah akan digenapi. Setelah Rasul Paulus menguraikan bahwa hanya ada satu jalan untuk dibenarkan, yaitu hanya melalui iman, kini ia harus menghadapi masalah bangsa Israel, suatu bangsa yang tidak rela merendahkan dirinya untuk mengikuti jalan iman tersebut. Sesuai dengan Injil Kristus yang diberitakan dan diuraikan Rasul Paulus, mereka harus ditolak dan tidak dibenarkan. Tetapi kenyataan ini menimbulkan suatu masalah. Dalam Roma 8:31-39 Paulus menegaskan kesetiaan Allah yang membenarkan orang percaya. Tetapi dalam pasal 10 ia berkata bahwa Allah yang telah memilih bangsa Israel dan yang telah mengadakan janji-janji yang kekal dengan Israel, sekarang sudah menolak mereka karena mereka tidak mau merendahkan diri mereka dan percaya kepada Tuhan Yesus sehingga mereka dapat dibenarkan. Seolah-olah Ia yang dikatakan setia dalam pasal 8, tidak setia kepada Israel dalam pasal 10, dan di Pasal 11 ini merupakan tanggapan Rasul Paulus terhadap masalah tersebut. D1. Israel tidak ditolak secara menyeluruh (Rm. 11:1-10) Ayat-ayat ini merupakan bagian pendahuluan dari tanggapan Rasul Paulus. Sebagai kata pertama, ia menegaskan bahwa masih ada orang Israel yang percaya kepada Tuhan Yesus secara individu. Paulus tidak menghindari masalah yang sudah muncul dari pasal 10, tetapi ia langsung mengemukakannya. Ia juga langsung menyangkal bahwa Allah menolak umat-Nya secara permanen. Yang dimaksud Paulus dengan umat-Nya adalah bangsa Israel. Sekalipun Paulus baru saja melukiskan ketidaktaatan dan kekerasan hati bangsanya, kini dia menyatakan: "Adakah Allah mungkin telah menolak umat-Nya? Sekali-kali tidak! Karena Paulus sendiri adalah orang Israel, maka ide bahwa Allah akan menolak umat-Nya merupakan ide yang tidak ia anut. Pemahaman ini berdasar dari 1 Samuel 12:22, dan Mazmur 94:14 yang berkata "Sebab TUHAN tidak akan membuang umat-Nya, dan milik-Nya sendiri tidak akan ditinggalkan-Nya". Kata kerja yang dipakai dalam terjemahan Septuaginta adalah sama dengan kata kerja yang diterjemahkan "menolak" dalam ayat ini (Yunani: απωθεω – apôtheô). Tuhan Allah sudah berjanji secara khusus dengan jelas bahwa Dia tidak akan menolak/ membuang umat-Nya. Apa yang dikatakan dalam pasal 10 tidak bertentangan dengan janji tersebut, karena: "Karena aku sendiri pun orang Israel, dari keturunan Abraham, dari suku Benyamin". Alasan pertama ini, dimana tidak ada pertentangan akan janji Allah dalam 1 Samuel dan Roma 10 adalah bahwa rasul Paulus sendiri tidak ditolak, karena ia adalah orang Israel asli. Mungkin pernyataan Paulus mengenai kebangsaannya bermakna lebih dalam lagi. Memang adanya orang Israel yang menjadi percaya membuktikan bahwa Allah tidak menolak umatNya. Tetapi Paulus bukan sembarangan orang percaya. Ia telah menajdi rasul untuk dunia bangsa-bangsa kafir/ non-Yahudi (Gal. 2:9). Maka di dalam dia mulailah terpenuhi janji Allah, bahwa oleh Abraham (dan keturunannya) semua bangsa di atas bumi akan mendapat berkat (Kej. 12:3; 18:18; 22:18 dyb). Dalam diri Paulus dan dalam karyanya tujuan kehadiran bangsa Israel yang adalah keturunan Abraham digenapi. Kita sekadar mencatat bahwa Paulus sang pengikut Kristus tidak mengingkari keyahudiannya. Dan di dalam Gereja Kristus yang menyeluruh, batas-batas antar bangsa tidak lagi penting. Bahkan batas antara Yahudi dengan non-Yahudi pun tidak (Ef. 2:11-22). Tetapi hal itu tidak berarti bahwa identitas nasional kita dilenyapkan begitu saja, apalagi identitas kita sebagai Yahudi atau non-Yahudi. Hanya, identitas kebangsaan itu selalu takhluk pada identitas kita sebagai anggota Jemaat Kristus yang menyeluruh. Ayat 2: " Allah tidak menolak umat-Nya yang dipilih-Nya." Frasa umat-Nya menekankan pilihan atau keputusan Allah sebelumnya. Kata kerja "dipilih" (Yunani, proegnô - proegnô menunjukkan bahwa Tuhan mengetahui sebelumnya jika Israel akan menjadi tidak taat dan keras kepala (bdg RM. 10:21), Allah mengetahui sebelumnya " tentang dosa-dosa umat-Nya. Pernyataan Paulus bahwa Allah tidak menolak umat-Nya untuk selama-lamanya merupakan tanggapan yang jelas dan tegas atas pertanyaan yang dikemukakan dalam Roma 11:1. Oleh karena kata-kata yang sama dipakai dalam pertanyaan maupun dalam tanggapan, maka penegasannya ditingkatkan. Kemudian Paulus menganbil contoh Nabi Elia yang tercantum dalam 1 Raja 19:10-14. Kisah itu mengandung berita mengenai zaman lain dalam sejarah Israel, yang sama gelapnya dengan zaman Paulus. Nabi-nabi lainnya sudah dibunuh (kata Elia), dan mezbah-mezbah Tuhan sudah dibongkar oleh Ratu Izebel yang fasik. Menurut perkataan Elia, jangankan nabi, orang yang setia kepada Tuhan pun sudah tidak ada lagi; hanya tinggal ia sendiri. Paulus menyajikan kata-kata Elia itu bukan sebagai keluhan, melainkan sebagai kenyataan terhadap sesuatu hal yang pernah terjadi. Dalam ayat 4-6 masalah ini akan menjadi jelas. Ayat 4-5 menyingkapkan makna kutipan dari kisah'Elia dalam ayat 2-3. Makna itu bukanlah kesamaan antara keadaan Paulus dengan keadaan Elia, yaitu bahwa keduanya merupakan orang setia di tengah-tengah bangsa yang menolak Tuhan. Sekali lagi kita lihat bahwa Paulus tidak mau menjadikan sejarah, bahkan pengalamannya sendiri, sebagai dasar teologinya. Sebaliknya, yang ia tonjolkan dalam kisah Elia ialah wawasan 'sisa'. (Karena wawasan itu di sini merupakan pusat pikiran Paulus, maka pantaslah dalam ayat 4 dipakai terjemahan 'menyisakan'.') Pada zaman Elia, Tuhan telah 'menyisakan' 7.000 orang yang tidak pernah bertekuk lutut (demikianlah terjemahan harfiah) di depan si Baal. Kita sekadar mencatat bahwa hanya orang laki-laki yang dihitung, sama seperti dalam Markus 6:44. Bandingkan pemakaian 'kepala keluarga' sebagai unit hitung di Indonesia. Sudah tentu 'tujuh ribu' itu bukan jumlah yang tepat, atau taksiran jumlah itu. Dalam Alkitab jumlah tujuh (dan kelipatannya) mengandung arti kekudusan dan kesempurnaan. Di samping itu, 'tujuh ribu' juga merupakan jumlah yang tidak sedikit. Allah memelihara sejumlah besar orang setia, yang tetap merupakan umat-Nya yang kudus. Disebutnya jumlah yang bersifat lambang malah patut kita nilai positif. Bayangkan Alkitab menyebut jumlah yang tepat, misalnya 6.953. Jumlah seperti itu akan merupakan jumlah tertutup; bagi yang lain (mayoritas bangsa) tidak ada harapan lagi. Sebaliknya, dengan adanya jumlah tujuh ribu tetap ada harapan bagi seluruh bangsa Israel (bnd. Lukas 13:23). Paulus dalam hal ini hendak menandaskan bahwa tinggalnya sisa itu merupakan prakarsa Allah, bukan jasa orang yang tujuh ribu itu. Dugaan ini diteguhkan oleh kata-kata 'menurut pilihan kasih karunia' dalam ayat 5. Dengan menunjukkan bahwa ada sekelompok sisa orang Israel yang tetap setia. Paulus membuktikan bahwa Allah tidak menolak umat-Nya. Sehingga rasul mengingatkan para pembacanya bahwa pada zaman Elia terdapat sekelompok sisa orang saleh. dan ia menyatakan bahwa sekelompok sisa semacam itu juga terdapat pada zamannya sendiri. Dan perlu kita pahami bahwa "sisa" disini bukanlah batas yang tertutup. Besarnya karunia Allah tidak sama dengan dengan batas "sisa" itu, tetapi tentu saja lebih luas. Di dalam mega-mendung keadaannya yang nakham (yang bersedih) dan sikapnya yang tidak kompromi dengan dosa dan mengadakan hukuman yang mengancam kepada manusia-manusia yang jahat, masih terbentang kasih-karuniaNya (lihat ayat 6). Kebenaran ini dinyatakan ulang, Pemilihan dilakukan karena kasih karunia atau perkenan Allah- bukan karena perbuatan manusia. Perbuatan menunjuk kepada legalisme dan meniadakan kasih karunia. Dalam ayat 6 kata-kata terakhir ayat terdahulu diuraikan lebih lanjut. Kasih karunia dipertentangkan dengan 'perbuatan'. Janganlah kita pandang tambahan ini sebagai hasil 'hobi' Paulus, seakan-akan Paulus di mana saja dan kapan saja harus memberantas ajaran mereka yang menganut keselamatan berdasarkan perbuatan (bnd. 3:21 dll.). Sebab ayat 6, memang ada maknanya: Pertama, karena dengan demikian sekali lagi ditegaskan bahwa 'sisa' itu setia bukan karena sifatnya yang unggul - misalnya karena mereka orang-orang yang berwatak mulia. Mereka dapat setia hanya karena Tuhan telah memilih mereka dari semula, dalam kasih karunia-Nya, lalu memelihara mereka di tengah segala kesulitan. 'Ia tidak meninggalkan perbuatan tangan-Nya.' Di sini (bnd. Roma 8:29; 9:24) memang kita lihat bagaimana pemilihan Allah dapat menjadi sumber kekuatan dan penghiburan. Kalau pemilihan kita berdasarkan perbuatan amal, kita bisa saja kehilangan status kita sebagai orang pilihan begitu perbuatan itu menjadi kurang. Kita mau tidak mau akan hidup dalam ketegangan dan ketidakpastian karena hasil yang definitif tidak dapat diketahui. Sebaliknya, kalau oleh kasih karunia, hal itu berarti kasih karunia itu menjadi jaminan. Dia akan memelihara kita, kita tak mungkin lepas dari tangan-Nya. KeduaDalam menggambarkan makna ayat 6 ini kita tidak boleh hanya memperhatikan orang-orang pilihan saja. Sebab kata-kata 'oleh kasih karunia, bukan berdasarkan perbuatan berdampak pula bagi mereka yang tidak termasuk kelompok orang pilihan itu. Seandainya 'berdasarkan perbuatan', pilihan itu tidak mengandung harapan bagi mereka. Sebab mereka tidak layak dimasukkan ke dalam kelompok tersebut. Tetapi justru karena halnya 'oleh kasih karunia', maka adanya 'sisa' itu merupakan jaminan pemeliharaan Tuhan terhadap umat-Nya, kesetiaan Tuhan terhadap umat itu. Dalam hubungan ini kami sekali lagi mengacu pada catatan dalam tafsiran ayat 4 sebelumnya, mengenai sifat jumlah tujuh ribu sebagai jumlah yang terbuka. Tinggal catatan mengenai makna nas ini bagi orang Kristen masa kini yang yakin bahwa mereka termasuk 'tujuh ribu' yang masih setia di tengah kemerosotan yang merajalela dalam gereja Kristen. Kemerosotan itu memang ada dan tak dapat disangkal. Tetapi janganlah mereka yang masih setia, yang tetap ingin melayani dan menyembah Tuhan dengan jujur, menyombongkan kedudukan mereka yang istimewa. Sebab kalau mereka setia, hal itu hanya berkat kasih karunia Tuhan (bnd. ayat 18-22). Lalu bagaimana semua ini akan kita simpulkan? Kita akan menyimpulkan bahwa saat ini ada sekelompok sisa orang Israel yang setia dan ada sebagian besar lain yang tidak selia. Israel tidak memperoleh apa yang dikejarnya, tetapi orang-orang yang terpilih telah memperolehnya. Dan orang-orang yang lain telah tegar hatinya. Seorang penafsir pasti bertanya. apakah yang dikejar oleh Israel tetapi tidak diperolehnya? Paulus sudah menjawab pertanyaan ini di dalam Roma 9:23 dan 10:3. Israel mengejar kebenaran. Tetapi bukannya tunduk kepada kebenaran Allah. Israel berusaha menciptakan kebenaran mereka sendiri. Orang-orang pilihan memperoleh kebenaran yang dicurahkan oleh Allah. Orang-orang yang: lain tegar hatinya. Hati mereka dijadikan tegar karena mereka tidak tunduk kepada kebenaran Allah, Di sini kembali Allah bertindak menghukum. Ketika seseorang diperhadapkan pada kebenaran Allah. tetapi ia bertekad untuk mengikuti keinginannya sendiri. maka ketegaran, kekerasan hati dan kebutaan merupakan hasil yang diperolehnya, Paulus memakai kata-kata dalam Perjanjian Lama itu untuk angkatannya sendiri, Kutipannya y,mg pertama diambil dari Ulangan 29:4 dengan penambahan sedikit dari Yesaya 29:9. Sang rasul mempertajam nas Perjanjian Lama ini untuk menekankan tindakan menghukum dalam bentuk mengeraskan hati, Allah memberikan kepada mereka kelelapan (bdg. Yesaya 10) mata untuk tidak melihat dan telinga untuk tidak mendengar. Akhirnya. Sang rasul mengutip Mazmur 29:20-29 - dari terjemahanSeptuaginta - di mana pemazmur melukiskan meja perjamuan para musuhnya dalam keadaan menyedihkan. mata mereka digelapkan dan punggung mereka membungkuk karena kerja keras. Terutama ayat 20-22 merupakan nubuat yang digenapi pada waktu Yesus di kayu salib. Mazmur 69:23-29 merupakan semacam kutuk bagi Israel akibat sikap mereka terhadap penderitaan Kristus. Bangsa Israel dibingungkan seperti mabuk, dan jamuan mereka dijadikan jerat, sebagai hukuman karena mereka menolak Kristus. Anggur dan jamuan mereka, atau segala sesuatu yang dimaksudkan sebagai berkat dari atas bagi mereka, dijadikan jerat dan perangkap, jaring dan pembalasan bagi mereka. Sebagai contoh Hukum Taurat yang dimaksudkan untuk membimbing mereka kepada Kristus dan kebenaran melalui iman, sudah menajdi jerat bagi mereka. Karena mereka memakai hukum Taurat sebagai dasar agama mereka, di mana mereka mengejar kebenaran melalui ketaatan perbuatan lahiriah. Ayat 10, frasa "biarlah mata mereka menajdi gelap..." Oleh karena jamuan mereka sudah menjadi perangkap mereka, maka mereka tidak peka lagi terhadap hal-hal rohani. Dan punggung mereka sudah dibungkukkan, yakni mereka mengalami segala macam penderitaan selama 2000tahun belakangan ini. Jadi, mereka dikutuk, dan sampai hari ini mereka masih mengalami penderitaan yang berasal dari kutuk itu. Kalau seandainya kutuk itu merupakan akhir cerita bangsa Israel, maka tampaknya Tuhan mengingkari janji-Nya. Tetapi jawaban Rasul yang menyinggung adanya "umat sisa" (lihat ayat 1 bandingkan dengan Roma 9:27-29; 11:5-6 dan Yesaya 10:20-23) menunjukkan bahwa Allah masih memandang penting bangsa Israel itu. Jadi, Paulus bermaksud mengatakan bahwa sekalipun sebagian besar umat Allah saat ini sedang menderita hukuman ilahi, adanya sekelompok sisa minoritas ini membuktikan bahwa Yang Mahakuasa tidak menolak umat-Nya. D2. Israel tersandung, bangsa-bangsa lain selamat, namun Israel tidak ditolak untuk selama-lamamya (Rm. 11: 11-24) Dalam bagian ini Rasul Paulus melengkapi jawabannya atas pertanyaan di Roma 11:1. Tuhan Allah tidak menolak bangsa Israel secara permanen, bukan hanya karena masih ada orang Israel yang percaya secara individu kepada Tuhan Yesus, tetapi juga karena akan tiba harinya di mana bangsa Israel akan bertobat. Mereka akan diterima oleh Tuhan Allah, dan penerimaan tersebut akan membawa suatu berkat yang sulit dibayangkan kepada seluruh manusia. Keadaan rohani dari umat yang disebut "saudara-saudaraku, kaum sebangsaku secara jasmani" dalam Roma 9:3, dan 'bangsa Israel, yang telah diangkat sebagai anak ... keturunan bapa-bapa leluhur" dalam pasal 9:4, merupakan pokok Roma 9-11. Beberapa penafsir mengatakan bahwa jemaat menjadi "Israel Baru" dan merupakan pokok dalam bagian ini. Kami mengajak setiap orang yang ingin memahami/mengerti surat Roma untuk membaca terutama bagian ini dan mempertimbangkannya: Apakah mungkin ada orang bukan Yahudi dalam kelompok yang disebut "Israel"? Arti dari Roma 11:11-16 menjadi sangat membingungkan kalau jemaat dianggap "Israel" dalam bagian ini. Tetapi kalau kita mengerti bahwa "Israel" berarti keturunan jasmani dari Abraham, Ishak, dan Yakub, dan istilah 'bukan Yahudi" atau "bangsa-bangsa lain" berarti orang yang bukan keturunan jasmani dari Abraham, Ishak, dan Yakub, maka ayat ini tidak sulit untuk dimengerti. Kadar berkat yang diperoleh dari kekurangan dan kesempurnaan Israel (Roma 11: 11-15) Seperti biasanya Paulus mulai dengan mengajukan pertanyaan: Adakah mereka tersandung dan harus jatuh? Sekali-kali tidak. Paulus memakai suatu kiasan di mana tersandung berarti "ditolak untuk sementara", dan kata jatuh berarti "ditolak untuk selama-lamanva", Memang, sesuai dengan apa yang dikatakan di atas, Israel ditolak untuk sementara, tetapi Israel tidak ditolak untuk selama-lamanya. Justru kasih setia Allah bagi Israel menjadi salah satu sebab mengapa keselamatan telah datang kepada bangsa-bangsa lain, yaitu supaya Israel menjadi cemburu. Dosa atau pelanggaran apakah yang dimaksudkan? Dosa ketidakpercayaan. Dosa ketidakpercayaan Israel dan kekurangan mereka merupakan sarana Allah untuk menyalurkan berkat kepada bangsa-bangsa lain. Penjelasan sang rasul mengarah dari yang kecil kepada yang lebih besar: jadi kita dapat melihat bahwa tindakan positif orang Yahudi - yaitu memenuhi tuntutan Allah - akan mendatangkan berkat yang justru lebih besar lagi. Dalam ayat ini, Rasul Paulus menyatakan bahwa ada masa depan yang cerah bagi umat Israel. Ia memakai bahasa yang mengajak para pembacanya membayangkan suatu keadaan yang sangat indah bagi dunia ini. Perhatikan frasa " ...jika pelanggaran mereka ..." Pelanggaran yang dimaksudkan di sini dan dalam Roma 11 :11 adalah dosa umat Israel di mana mereka mencari kebenaran yang berdasarkan ketaatan lahiriah dengan melakukan tuntutan Hukum Taurat, namun mereka menolak kebenaran melalui iman. Frasa "... kekayaan bagi dunia ..." Kekayaan yang dimaksudkan adalah Injil Kristus yang diberitakan kepada dunia, kepada orang-orang bukan Yahudi. Kekayaan bagi dunia yang disebutkan di sini diuraikan dalam Efesus 3:2-13. Ternyata dalam Efesus 3:8 istilah kekayaan juga dipakai dengan arti yang sama. Frasa "... kekalahan mereka kekayaan bagi bangsa-bangsa lain ..." Apa yang dikatakan di atas, ditegaskan dan diulangi lagi di sini. Oleh karena mereka melanggar maka mereka menjadi kalah. Mereka yang disebut "dunia" di atas disebut sebagai bangsa-bangsa lain di sini. Mereka, yaitu bangsa Israel, akan mengalami suatu kepenuhan yang mengherankan. Dan kepenuhan itu akan membawa suatu "kekayaan" yang lebih indah daripada keindahan Injil Kristus, yaitu kehadiran Yesus Kristus di bumi ini, sesuai dengan apa yang dijanjikan sejak dahulu dalarn Perjanjian Lama. Ayat13-14: Kerinduan Paulus bagi umat Israel yang disebut dalam Roma 9:1-3 tidak bertentangan dengan pelayanannya sebagai rasul untuk bangsa-bangsa bukan Yahudi, karena makin dikenal pelayanannya, makin banyak orang Yahudi akan menjadi cemburu dan percaya kepada Kristus! Rupanya kalau Rasul Paulus bertemu dengan orang Yahudi, ia akan berkata, "Mesias, yang dijanjikan dalam Kitab Suci yang kamu miliki, Dialah yang kuberitakan kepada orang-orang bukan Yahudi, dan mereka menerima-Nya! Bagaimana dengan kamu, orang Yahudi yang asli? Masa kamu akan ditinggalkan oleh orang-orang itu?!" Paulus berharap untuk dengan demikian dapat menimbulkan rasa iri saudara-saudara sebangsanya sehingga dapat menuntun sebagian dari mereka kepada keselamatan. Sebab jika penolakan mereka berarti perdamaian bagi dunia, dapatkan penerimaan mereka mempunyai arti lain daripada hidup dari antara orang mati! Perhatikan bahwa Paulus melanjutkan penjelasan itu dari yang kecil kepada yang lebih besar. Penolakan Israel berarti pendamaian dunia. Baik orang Yahudi maupun orang bukan Yahudi telah diperdamaikan satu dengan yang lain dan Dalam ayat ini Paulus kembali pada apa yang dikatakan dalam Roma 11:12. Memang untuk sementara ini Israel ditolak, dan dunia (orang-orang bukan Yahudi) sempat diperdamaikan. Tetapi akan tiba saatnya di mana bangsa Israel diterima, dan penerimaan mereka akan disertai dengan hidup dari antara orang mati, baik bagi Israel, sesuai dengan apa yang dinubuatkan dalam Yehezkiel 37, maupun bagi seluruh dunia, sesuai dengan Roma 8:19-21 dan Matius 19:28,2 di mana hidup akan dinyatakan dengan segala kepenuhannya. Orang bukan Yahudi tidak memiliki dasar untuk bermegah (Rm. 11: 16-21) Kita harus ingat bahwa surat Roma ini ditujukan kepada kelompok tertentu di Roma. Di dalam ayat 13 penulis menjelaskan hal ini. "Aku berkata kepada kamu ("kalian", jamak). hai bangsa-bangsa bukan Yahudi." Tetapi di dalam Roma11:17-24 yang ia maksudkan adalah setiap pembaca individu bukan Yahudi. Di dalam ayat-ayat ini terdapat delapan buah kata ganti orang dan tiga belas kata kerja dalam bentuk kata ganti orang kedua tunggal. Sekalipun sebagian besar orang Israel telah dikalahkan dan ditolak. tidak ada seorang pun dari bangsa lain yang berani memegahkan diri. Oleh karena itu kepada setiap orang" bukan Yahudi Paulus memberitahukan tentang kedudukan mereka dalam hubungan dengan orang Israel. Di dalam ayat 25 Paulus kembali kepada "kamu" ("kalian", jamak) dan memandang orang-orang bukan Yahudi dan orang Yahudi yang percaya sebagai dua kelompok. Di dalam ayat ini dijumpai dua perumpamaan: roti sulung dan seluruh adonan; serta akar dan cabang-cabang. Yang dimaksud dengan roti sulung dan akar adalah Abraham dan para leluhur lainnya (Ishak dan Yakub: lihat penekanan Paulus dalam Roma 9:5 dan 11:28). Keseluruhan adonan dan akar-akar mengacu kepada umat Allah yakni Israel. yang adalah keturunan para leluhur tersebut. Kekudusan yang merupakan sifat dari bagian dan keseluruhan. serta dari akar dan cahang-cabang. ialah kekudusan karcna diabdikan, disucikan. dikhususkan bagi Allah. Ini adalah kekudusan yang sah bagi kelompok tersebut sebab mereka adalah bangsa pilihan Allah. Oleh karena umat Israel telah menolak kebenaran melalui iman, maka zaman ini Injil diberitakan kepada orang-orang bukan Yahudi, dan mereka percaya kepada Mesias. Memang hal itu indah, tetapi keindahan itu barulah merupakan roti sulung yang menunjuk pada sisa adonan yang jauh lebih besar. Kisah penolakan Israel bukan merupakan kegagalan, tetapi baru satu tahap dalam seluruh rencana Allah. Kelak umat Israel akan mengalami "kepenuhan" (Roma 11:12) atau "penerimaan" (Roma 11:15), dan keindahan keadaan itu akan tampak seperti cabang-cabang yang bertumbuh dari akar, yaitu keadaan sekarang di mana orang-orang bukan Yahudi menikmati berkat Allah yang ditolak oleh umat Israel. Paulus mengembangkan perumpamaan kedua dalam ayat 17-24. Beberapa cabang dipatahkan (ayat 17). Setiap orang bukan Yahudi sebagai cabang pohon zaitun liar telah dicangkokkan di antara cabang-cahang pohon yang asli. Jadi cabang liar ini. yaitu individu bukan Yahudi, turut mendapat bagian dalam akar pohon zaitun yang penuh gctah (ayat 17). Tetapi Paulus kemudian mengingatkan orang bukan Yahudi tersebut untuk berhenti memegahkan diri terhadap cabang-cabang yang lain. Dia tidak memiliki alasan untuk bermegah: bukan kamu yang menopang akar itu, melainkan akar itu yang menopang kamu (tunggal; ayat 18). Yang ditekankan di sini adalah kesatuan vang adalah ciri khas umat Allah dari kedua perjanjian. Sang rasul kemudian membicarakan argumentasi bahwa cabang-cabang itu dipatahkan supaya aku (si orang bukan Yahudi) dapat dicangkokkan. Ayat 17 menyebut "Akar" dan "cabang-cabang" dalam Roma 11 :16 sebelumnya merupakan batu loncatan bagi kiasan yang dikembangkan dalam bagian ini (Roma 11:17-24), di mana istilah cabang dan akar mempunyai arti baru, yang berbeda dari artinya dalam pasal 11 :16.4 Dalam bagian ini kiasan cabang dan akar menjadi suatu peringatan bagi suku-suku bangsa bukan Yahudi, supaya mereka tidak menjadi sombong. Karena kalau mereka menjadi sombong, lalu mereka berkata, "Bangsa kami telah menjadi umat pilihan Allah karcna kami melakukan ini dan itu"; maka mereka sudah menjadi sama dengan Israel, yang mau dibenarkan berdasarkan perbuatan, dan bukan berdasarkan kasih karunia. Dalam kiasan ini, cabang-cabang yang asli adalah bangsa israel yang sudah ditolak (untuk sementara) seperti apa yang dikatakan dalam Roma 9:30 - 10:21. Akur melambangkan bapa-bapa leluhur, yang telah menerima janji-janji Allah yang tidak akan diingkari. Semua berkat yang dilimpahkan Allah bagi manusia di muka bumi berakar dalam janji-janji yang diberikan-Nya kepada bapa-bapa leluhur. Dengan kata lain, kita, yaitu orang-orang bukan Yahudi yang sudah percaya kepada Mesias, seolah-olah "menumpang" dalam janji yang diberikan Allah kepada mereka. Kiasan ini menarik karena dalam kiasan ini hubungan antara Israel dan Jemaat Kristus menjadi tampak. Pohon zaitun itu melambangkan umat Allah, yang punya akar dalam janji-janji Allah kepada Abraham. Dulu, semua cabang pohon itu adalah orang Yahudi tetapi bangsa Israel ditolak (untuk sementara); maka beberapa cabang dicabut, dan orang-orang bukan Yahudi dicangkokkan di antaranya. Ada cabang-cabang yang lama yang tidak dicabut karena masih ada orang Yahudi yang percaya kepada Tuhan Yesus, sesuai dengan apa yang dikatakan dalam Roma 11:1-10. Paulus tidak berkata bahwa pohon itu, dcngan akar bapa-bapa leluhur, ditebang, dan pohon baru ditanam. Walaupun dikatakan bahwa beberapa cabang telah dipatahkan, tetapi InI tidak berarti bahwa ada individu-individu tertentu dari bangsa . Israel yang keselamatannya hilang. Paulus tidak berkata bahwa individu yang telah dibenarkan karena iman dapat menjadi orang yang tidak dibenarkan lagi. Ia hanya berkata bahwa bangsa Israel yang telah dipilih Allah menjadi bangsa yang ditolak untuk sementara. Paulus menegur orang yang menumpang namun memegahkan diri, seolah-olah merekalah pemilik asli! Salah satu alasan untuk menegur orang yang bersikap seperti itu adalah karena akar itu yang menopang kamu, dan bukan sebaliknya. Kita, orang-orang bukan Yahudi, berutang budi kepada bangsa Israel, yang adalah akar rohani kita. Pada waktu nenek moyang kita menyembah berhala, nenek moyang umat Israel telah melayani Tuhan Allah. Sikap antipati terhadap orang Yahudi (suatu sikap yang sudah tampak pada zaman itu dalam tulisan-tulisan penulis Yunani dan Romawi) sangat bertentangan dengan firman Allah. Perkataan ini memang benar, tetapi sikap yang tersirat dalam perkataan ini jauh dari kerendahan hati yang sesuai dcngan kesadaran yang penuh bahwa kita dibenarkan hanya karena kasih karunia saja, dan bukan karena sesuatu di dalam diri kita. Bukankah sikap ini mirip sekali dcngan sikap orang Yahudi yang telah ditolak? Sama seperti bangsa Israel, sebagai suku bangsa, telah kehilangan tempatnya karena mereka mau membenarkan diri mereka, demikian juga banyak suku bangsa yang dulunya percaya kepada Mesias telah kehilangan tempat mereka. Di Timur Tengah, di Afrika Utara, dan di Eropa dulu Injil Kristus dipercayai oleh banyak orang, dan di antara mereka banyak juga yang terkenal sebagai tokoh bapa-bapa gereja. "Cabang" mereka telah dicabut. Sulit sekali mendapatkan orang percaya di sana sekarang. Katanya di Perancis ada lebih banyak dukun daripada orang percaya! Ayat 20, tidak berarti bahwa kita harus merasa takut karena keselamatan kita akan dicabut kembali. Keselamatan kita kekal. Dalam bagian ini Rasul Paulus tidak menguraikan keadaan akhir dari individu, tetapi ia menjelaskan keadaan rohani dari suku-suku bangsa. Istilah kamu yang dipakai dalam Roma 11:17-24 adalah kata ganti orang kedua tunggal karena yang dimaksudkan adalah seluruh suku bangsa bukan Yahudi, sebagai suku bangsa dan bukan individu. Suku yang selamat dapat menjadi suku yang tidak selamat, setelah generasi yang percaya diganti dengan generasi baru yang tidak percaya (sehingga "cabang" mereka dipatahkan). Istilah "kamu" yang dipakai dalam Roma 11:13 dan 11 :25 adalah kata ganti orang kedua jamak karcna dalam dua ayat itu Paulus berbicara kepada orang-orang bukan Yahudi sebagai individu-individu, bukan sebagai suku-suku bangsa. Ayat 21 cukup keras: "Sebab kalau Allah tidak menyayangkan cabang-cabang asli, mungkin! juga Ia tidak akan menyayangkan kamu." Jadi, sama seperti bangsa Israel ditolak sebagai bangsa, demikian juga bangsa ataupun individu yang kemudian menjadi tegar terhadap Injil. Jadi, Paulus berkata kepada kita, "... takutlah!", bukan karena akan ada kemungkinan kita yang sudah percaya kepada Tuhan Yesus tidak masuk surga. Karena walaupun suku atau bangsa kita, di mana sekarang ada banyak orang yang dibenarkan dapat dikatakan berdiri tegak, tetapi mungkin bangsa kita juga akan dicabut, sama seperti Israel, kalau bangsa kita tidak tetap terdiri atas banyak orang yang percaya kepada Kristus. Jangan-jangan di sini pun akan menjadi seperti di Eropa, dimana banyak gedung gereja yang sangat megah, indah, namun segelintir orang saja yang yang hadir pada kebaktian hari Minggu. Kebaikan dan kekerasan Allah terungkap melalui tanggapan-Nya terhadap orang percaya dan orang tidak percaya (Rm. 11: 22-24) Pada waktu bangsa-bangsa bukan Yahudi "dicangkokkan", kemurahan Allah dinyatakan. Kekerasan-Nya dinyatakan pada waktu bangsa Israel dipatahkan dari "pohon zaitun" itu. la tidak main-main. Bangsa-bangsa bukan Yahudi, di mana gereja bertumbuh dengan cepat, haruslah hati-hati, harus memiliki rasa takut karena mereka juga dapat ditolak, jika mereka menjadi sama seperti Israel, yang berusaha untuk membenarkan dirinya. Paulus mendorong agar kalangan orang percaya yang bukan Yahudi untuk tetap tinggal di dalam kemurahan Allah. Hal ini. tentu saja. berarti terus tinggal di dalam iman (ayat 20). tetapi Paulus menekankan bahwa Allah memelihara orang-orang yang percaya kepada-Nya. Karena itu, ungkapan tetap dalam kemurahan-Nya melukiskan kenyataan ini dengan baik sekali. Kemurahan ini akan merupakan bagian orang bukan Yahudi tersebut jika dia tetap, setia, bertahan terus dalam kemurahan itu. Kemudian muncul sebuah anak kalimat yang melukiskan sebuah kontras: "jika tidak" (epei. Kata-kata yang sangat serius dari sang rasul ini mengingatkan kita akan perkataan Yesus: "Setiap ranting pada-Ku yang tidak berbuah. dipotong-Nya" (Yohanes 15:2) "Barangsiapa tidak tinggal di dalam Aku. ia dibuang ke luar seperti ranting" (Yohanes 15:6a). Untuk memastikan bahwa peringatan ini diperhatikan dengan benar. susunan kalimat Yunaninya memperlihatkan bahwa Paulus tidak menyebutkan apakah orang itu mau tetap di dalam kemurahan Tuhan atau tidak: jika kamu tetap dalam kemurahan-Nya, kemurahan-Nya akan menjadi bagianmu. Paulus yang sama ini menulis dalam Roma 8:28-30 bahwa rencana Allah bagi orang-orang yang mengasihi Dia berawal dari pemilihan dan penentuan Allah sejak semula serta berakhir dcngan pemuliaan mereka. Allah belum menunjukkan semua aspek dari rencana-Nya dan semua yang tercakup di dalam pemilihan-Nya. Hal yang sudah Ia beritahukan berinti pada kenyataan bahwa orang-orang percaya dipilih di dalam Kristus (Efesus 1:4). Sangat jelas bahwa Tuhan telah bertindak "untuk" dan "di dalam" orang-orang yang herada "di dalam Kristus." Tetapi juga jelas bahwa- orang-orang yang "di dalam Kristus" harus bertindak: mereka harus terus-menerus berada "di dalam Kristus:" mereka harus berbuah. Tindakan mereka. menurut penulis. sama pentingnya dengan tindakan Allah untuk membawa mereka kepada-Nya dan untuk menempatkan mereka di dalam Kristus. Apabila seorang pengajar meremehkan salah satu dari dua aspek ini - tindakan Allah atau tanggapan si orang percaya - berarti pengajar tersebut sudah menyimpang dari Perjanjian Baru. Apabila seseorang beranggapan bahwa ia sudah memahami sepenuhnya hubungan antara kedua faktor ini. berarti dia lupa bahwa Allah tetap menyimpan beberapa hal yang baru akan diungkapkan pada masa yang akan datang (bdg. Efesus 2:7). Ayat 23, 24. Apabila orang-orang yang dari Israel tidak terus-menerus atau tidak tetap dalam ketidakpercayaan, merekapun akan dicangkokkan kembali. Sekarang Paulus menekankan kemampuan Allah. Allah itu mahakuasa. kuat dan perkasa - Dia mampu mencangkokkan kembali orang-orang ini. Karcna. menurut bahasa perumpamaan ini. Tuhan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan alam. Dia pasti mampu mengembalikan cabang-cabang pohon zaitun asli ke pohon zaitun sejati. Perhatikan frasa "... Allah berkuasa untuk mencangkokkan mereka kembali." Tetapi kalau hal ini terjadi, maka seluruh umat Israel harus percaya kepada YesusS Kristus sebagai Juruselamat pribadi mereka masing-masing. Mungkin pertobatan masal seperti itu belum pernah terjadi di muka bumi ini. Betul, tetapi itu tidak rnenjadi masalah karcna Allah berkuasa untuk mencangkokkan mereka kembali. Jadi, Yang Mahakuasa akan bertindak sehingga seluruh umat Israel meninggalkan ketidakpercayaan mereka, dan bangsa Israel akan dicangkokkan kembali. Ayat 24: Terlebih lagi menunjukkan keyakinan Paulus akan rencana Allah. Dengan kata lain, mudah sekali untuk menerima bahwa Allah yang disembah oleh Abraham, Ishak, dan Yakub akan mengangkat keturunan dari Abraham, Ishak, dan Yakub, tetapi yang sulit diterima, yang sangat luas biasa, adalah bahwa orang seperti kita, orang dari bangsa-bangsa bukan Yahudi, dapat diangkat oleh Allah yang disembah Abraham, Ishak, dan Yakub. Jadi, pohon zaitun itu adalah pohon zaitun mereka sendiri. Dan mereka, yaitu bangsa Israel, keturunan jasmani dari Abraham, Ishak, dan Yakub, pasti akan diangkat kembali. Mereka tidak akan "tetap dalam ketidakpercayaan mereka" karcna mereka akan dicangkokkan pada pohon zaitun mereka sendiri. D3. Keselamatan bagi bangsa Israel (Rm. 11: 25-27) Rahasia yang Paulus ingin agar jangan sampai tidak diketahui oleh para pembacanya (perhatikan "kamu"; kalian, jamak) ialah bahwa sebagian dari Israel telah menjadi tegar sampai jumlah yang penuh dari hangsa¬bangsa lain telah masuk (untuk ikut menikmati berkat yang telah dijanjikan). Jikalau para pembacanya tidak menyadari kenyataan ini. mereka bisa menganggap diri mereka pandai menurut ukuran mereka sendiri. Sebagian. Gaya mengecilkan yang khas Paulus. "Bagian" yang dimaksudkan di sini adalah bagian yang sangat besar. tetapi diimhangi dcngan jumlah yang penuh dari bangsa-bangsa bukan Yahudi - yaitu mereka yang telah dipilih dan telah ditentukan Allah dari semula (bdg. 8:28-30). Seluruh Israel. Bangsa Israel. Bandingkan dengan dari Yakub di dalam kutipan berikutnya. Ungkapan "seluruh Israel" harus diartikan orang percaya berbangsa Israel secara keseluruhan. Bandingkan dengan ayat-ayat ini: * Roma 2:29 Tetapi orang Yahudi sejati ialah dia yang tidak nampak keyahudiannya dan sunat ialah sunat di dalam hati, secara rohani, bukan secara hurufiah. Maka pujian baginya datang bukan dari manusia, melainkan dari Allah. * Galatia 3:29 Dan jikalau kamu adalah milik Kristus, maka kamu juga adalah keturunan Abraham dan berhak menerima janji Allah. Frasa "dengan jalan demikian" berhubungan dengan kutipan dari Yesaya 59:20. 21 dan 27:9. Keselamatan Israel berkaitan langsung dengan tindakan pribadi sang Penebus. Yesus sang Mesias. Kata dengan (kai) yang membuka ayat 26 merupakan kata sambung yang memadukan. Ini menunjukkan bahwa karya Sang Penebus (Kristus) di dalam penyingkiran kefasikan dari Yakub dan membawa seluruh Israel kepada keselamatan berjalan seiring dengan masuknya jumlah yang penuh dari bangsa-bangsa lain ke dalam berkat dan kemurahan Allah. Sesudah memandang ke masa depan ini, Paulus kembali ke zamannya sendiri. Tuhan Allah sudah mengadakan perjanjian dengan Israel, dan pada waktu Ia menghapuskan dosa orang-orang Yahudi maka perjanjian tersebut akan digenapi. D4. Kemurahan Allah kepada semua orang diperbesar oleh tindakan-Nya dalam sejarah (Rm. 11: 28-32) Sebagian besar orang Yahudi pada zaman Paulus, sejauh yang menyangkut kabar baik tentang Kristus, bersikap bermusuhan terhadap orang-orang Kristen di Roma. Tetapi karena orang-orang Yahudi masih merupakan bangsa pilihan Allah. maka orang-orang Kristen di Roma harus memandang orang-orang Yahudi sebagai saudara mengingat para leluhur mereka. Perhatikan di sini adanya sekelompok orang yang, sekalipun terpilih, hidup jauh dari Allah. Para pembaca surat Paulus yang bukan Yahudi memiliki hubungan yang bersifat bertentangan dengan orang-orang Yahudi. Mengenai Injil mereka adalah seteru Allah oleh karena kamu. Setelah menolak Injil, sebagian besar orang Yahudi menjadi memusuhi orang-orang Kristen. Karena Allah telah menolak mereka. dan mencurahkan kemurahan-Nya kepada orang-orang bukan Yahudi. maka mereka memusuhi orang-orang Kristen bangsa lain itu. Tetapi mengenai pilihan mereka adalah kekasih Allah olch karcna nenek moyang. Ini mengacu pada pemilihan seluruh bangsa Yahudi. dan kenyataan bahwa mereka adalah kekasih Allah karena nenek moyang mereka. Pemilihan bisa mencakup seluruh bangsa, seperti di sini: bisa mencakup sekelompok sisa saja, seperti dalam Roma 11:5: bisa mencakup kelompok yang lebih kecil lagi. seperti Dua Belas Rasul (Yohanes 6:71). Di dalam setiap kasus ini. pemilihan menyangkut suatu tugas khusus yang dipercayakan Allah kepada kelompok tersebut. Ayat ini meringkaskan apa yang dikatakan dalam Roma 11:25-26a, mengenai tiga tahapan dalam rencana Allah. Hati umat Israel ditegarkan oleh Tuhan Allah schingga dari segi penginjilan mereka adalah seteru. Ternyata perseteruan tersebut diadakan oleh k aren a kamu. Dengan kata lain, olch karcna Israel ditegarkan, maka pintu-pintu keselamatan dibuka bagi bangsa-bangsa bukan Yahudi. Tetapi perseteruan itu hanya sementara, sedangkan status mereka sebagai pilihan tetap berlangsung. Paulus berkata, ".. . oleh karena bapa-bapa leluhur", yaitu oleh karena perjanjian Allah dengan Abraham, Ishak, dan Yakub, maka bangsa Israel tetap merupakan umat pilihan Allah yang dikasihi. Sebab karunia-karunia dan panggilan Allah tidak disesali. Walaupun "mereka adalah seteru" dari segi penginjilan, tetapi Allah tidak menyesali janji-Nya yang diberikan kepada bangsa Israel berdasarkan kasih karunia-Nya. Walaupun umat Israel menentang pekabaran Injil, tetapi panggilan yang dikaruniakan kepada Abraham dan keturunannya tidak pernah ditarik kembali. Pernyataan singkat ini sangat mendukung segala sesuatu yang dikatakan mengenai pembenaran dalam Roma 3:21-4:25. Manusia dipilih, bukan berdasarkan kesetiaannya, tetapi berdasarkan pilihan Allah. Paulus mengajarkan kesetiaan Allah ketika ia mengatakan: Allah tidak menyesali kasih karunia dan panggilan-Nya. Kasih karunia. Hak-hak istimewa yang dinikmati oleh bangsa Israel (bdg. Roma 9:4. 5). Panggilan. Pernyataan Allah kepada Israel atau Yakub bahwa d ia dan ketu runannya adalah umat Allah (bdg. Yesaya 48:12). Bangsa-bangsa lain, yang tidak menaati Allah. memperoleh kemurahan karena. atau melalui, ketidaktaatan Israel. Nah. karcna kemurahan Allah sudah dialami oleh bangsa-bangsa bukan Yahudi, bangsa Israel akan mengalami kemurahan itu. Apa yang diuraikan dalam pasal 11 :11-29 diringkaskan secara padat dalam dua ayat 30dan 31 ini. Paulus membandingkan keadaan mereka, yaitu Israel, dengan keadaan orang-orang bukan Yahudi. Oleh karena beberapa "cabang" dari Israel sudah dipatahkan dari pohon zaitun, maka kita dapat dicangkokkan di antara cabang-cabang Israel yang dibiarkan. Dengan kata lain, oleh karena ketegaran hati Israel maka bangsa-bangsa bukan Yahudi sempat diangkat. Hati bangsa Israel, bangsa yang terpilih, ditegarkan oleh Allah sendiri supaya mereka dapat mengalami kemurahan sama seperti apa yang sudah dialami oleh orang-orang bukan Yahudi. Bangsa Israel serta bangsa-bangsa kafir yang sekarang sudah percaya kepada Tuhan Yesus, akan menjadi piala yang menyatakan kemurahan Allah yang amat besar. Kesimpulan Paulus ialah bahwa Allah telah mengurung semua orang dalam ketidaktaatan, supaya la dapat menunjukkan kemurahan-Nya atas mereka semua. Setiap kata semua di dalam ayat ini mengacu kepada orang Yahudi dan orang bukan Yahudi. Allah mengurung manusia dengan tujuan membebaskan mereka, Kemurahan-Nya atas mereka semua. Bukan keselamatan semua orang. Ajaran Paulus tentang orang-orang yang menganggap sepi kebaikan Allah juga berlaku bagi orang-orang yang menganggap sepi kemurahan-Nya (lihat 2:4). Dalam Roma 1:24-28 kita membaca bagaimana Allah telah menyerahkan manusia ke dalam dosanya, dan dalam Roma 9:18. dan 11:7b kita membaca bahwa Allah "menegarkan" hati Israel. Di sini dua pikiran itu diringkaskan secara padat: Allah telah mengurung semua orang dalam ketidaktaatan. Pertama, Rasul Paulus mengatakan hal ini mengenai bangsa-bangsa kafir, kemudian mengenai bangsa Israel. Dalam ayat ini ia mengatakan mengenai semua orang, orang Yahudi maupun orang bukan Yahudi. Sebelum kita ,menyalahkan Allah karena la melakukan sesuatu yang tampaknya tidak baik, sebaiknya kita mengingat apa yang ditegaskan dalam Roma 9:14-24, di mana tema ini dikemukakan untuk pertama kalinya, dari segi pengalaman bangsa Israel. Tujuan Allah bukanlah supaya manusia menderita" tetapi supaya mereka dapat merasakan kemurahan-Nya yang lebih mendalam. Walaupun Israel menentang Injil, namun masih ada harapan yang sangat indah bagi mereka, karena ketegaran hati mereka hanya merupakan suatu tahapan dalam sejarah mereka yang didalangi oleh Allah sendiri. Ia akan menunjukkan kemurahan-Nya atas mereka. Secara praktis, ayat ini juga mengingatkan kita agar kita tidak berkecil hati kalau ada orang yang diinjili yang menentang Injil. Mungkin sifat mereka dibiarkan untuk sementara supaya di kemudian hari mereka sungguh dapat merasakan sentuhan kemurahan Allah? Kata mereka semua tidak berarti bahwa setiap orang akan mengalami kemurahan Allah. Maksudnya ialah bahwa Allah tidak memandang bulu. Tanpa melihat suku bangsa atau ras, tingkat ekonomi atau latar belakang, Allah akan menunjukkan kemurahan-Nya atas semua manusia. Allah kita begitu besar lebih daripada apa yang dapat dibayangkan, dan kemurahan-Nya lebih indah daripada apa yang dapat dipikirkan! la sudah menegarkan hati umat Israel sehingga mereka melawan, menghina, dan menghujat Dia; dan mereka juga menyusahkan bahkan membunuh hamba-hamba-Nya. Hati mereka ditegarkan, dan mereka diterjunkan ke dalam dosa. Mereka berdosa sehingga Allah yang penuh dengan kemurahan dapat mengangkat mereka dari dosa yang menghancurkan Dengan demikian sentuhan kemurahan-Nya dapat mereka alami. Seandainya Allah langsung menyelamatkan mereka begitu saja, tanpa program yang diuraikan secara khusus dalam Roma 11:30-32 (dan secara umum dalam Roma 9-11), maka besarnya anugerah keselamatan-Nya tidak mungkin dirasakan sepenuhnya. Karena besarnya dosa manusia tersembunyi dalam hati manusia yang gelap. Allah merelakan diri-Nya untuk dibenci, supaya kemuliaan kemurahan-Nya dapat dinyatakan. Implikasi-implikasi kebenaran ini harus direnungkan. Setiap kali pelayanan penginjilan dan pembangunan jemaat dilawan, dan setiap kali kekasih-kekasih Allah dibingungkan, dihina, dan disakiti oleh orang yang menindas kebenaran dengan kelaliman, maka kemuliaan kemurahan Allah mengherankan kita, karena tidak mustahil banyak dari antara mereka yang melawan Allah akan menerima kemurahan-Nya. Kebenaran ini membawa makna baru pada perlawanan dan penderitaan! D5. Kehebatan dan kemuliaan Allah – Sumber, penopang dan tujuan dari segala sesuatu(Rm. 11: 33-36) Rencana Allah di dalam sejarah memungkinkan Allah untuk menunjukkan kemurahan-Nya kepada bangsa Israel dan bangsa-bangsa lainnya schinuaa Ia dapat menunjukkan kemurahan-Nya atas mereka semua. Dia juga mampu menjadikan pemberontakan manusia berguna untuk suatu maksud dalam rencana-Nya. Dalam. Kekayaan, hikmat dan pengetahuan Allah tidak ada habishabisnya. Keputusan-keputusan atau ketetapan-ketetapan-Nya melampaui kemampuan manusia untuk memahaminya. Jalan-jalan-Nya - keseluruhan tindakan-Nya - tidak dapat ditelusuri dan diikuti. Tidak ada orang yang cukup hebat untuk dapat melihat seluruh tindakan Allah dan mengikutinya. Kutipan-kutipan dari Perjanjian Lama (Yesaya 40:13: Ayub 41:11) menunjukkan betapa Allah tidak bergantung pada manusia. Setelah Paulus menulis mengenai keputusan-keputusan dan jalan-jalan Allah berkaitan dengan program-Nya untuk. menyatakan kemurahan-Nya secara penuh kepada semua manusia, ia sangat terkesan dengan kekayaan, hikmat, dan pengetahuan Allah yang menghasilkan rencana yang begitu indah. Sesuai dengan pemakaian istilah "rahasia" dalam Roma 11:25, aya: ini mengingatkan kita bahwa program Allah tidak dapat dimengerti oleh manusia tanpa ilham dari Dia. Efesus 3:20 mengatakan bahwa Allah "dapat melakukan jauh lebih banyak daripada yang kita doakan atau pikirkan .. .". Sesuai dengan Injil yang diuraikan dalam surat Roma, dalam pujian ini Paulus menegaskan bahwa Allah tidak pernah berutang, dan manusia tidak memberi apa-apa kepada-Nya, Kita sudah menerima segala sesuatu yang kita miliki dari Dia. Akhimya, dengan suatu dorongan kuat untuk berbakti. Paulus memberikan kemuliaan bagi Allah untuk selama-lamanya. yaitu Allah yang adalah Sumber. Penopang dan Sasaran dari segala sesuatu. Walaupun kita masih belum mengerti semua yang dikatakan oleh Rasul Paulus dalam bagian ini, atau dalam seluruh Kitab Roma pasal 1-11, tetar kalau kita sudah mengikuti jalan pikirannya dan pasal ke pasal, maka kita sudah mulai menyadari betapa besarnya kemuliaan Allah, dan kita mulai mengerti bahwa hanya Dia yang layak dipuji sampai selama-lamanya. Amin.! Dalam surat Roma pasal 1 s/d 8 Paulus menguraikan bagaimana orang yang dibenarkan karena iman dapat sungguh menikmati kepenuhan hidup yang disediakan bagi mereka oleh Tuhan Allah Dalam Roma pasal 9-11 Paulus menjelaskan bahwa keberadaan janji-janji Allah kepada bangsa Israel, yang pada umumnya saat ini tidak mempunyai iman yang benar, tidak bertentangan dengan kesetiaan Allah ataupun pembenaran melalui iman. Karena pada akhirnya mereka juga akan mengalami kemurahan Allah dalam program Allah yang "tak terselami". Siapa yang dapat menyusun suatu rencana yang begitu indah? Allah mengasihi Israel, tetapi Israel tidak mengasihi Allah. Israel yang sombong mncari pembenaran melalui ketaatan pada hukum Taurat, dan sampaI sekarang kebanyakan mereka tidak mengerti bahwa mereka tidak berhasil. Sikap ini sangat nyata dalam Matius 19:16-21 (terutama ayat 20) dan Lukas 10:25-37 (terutama ayat 29). Oleh karena kemurahan-Nya yang begitu besar, maka Allah menegarkan hati mereka dan membuat mereka iri hati karena tanpa diduga orang bukan Yahudi sudah mempelajari Kitab Suci mereka dan mengasihi Allah mereka, dengan tujuan supaya mereka bertobat. Orang-orang bukan Yahudi harus sadar bahwa mereka diselamatkan sebagai bagian dari rencana Allah untuk menyelamatkan Israel. Kesadaran ini akan menjadi dorongan agar mereka menerapkan kebenaran-kebenaran mengenai kepenuhan hidup yang diuraikan dalam pasal 5-8. Israel harus sadar bahwa Allah mau membenarkan mereka karena iman, bukan karena perbuatan mereka. Baik orang Yahudi maupun orang bukan Yahudi harus mengerti bahwa tidak ada orang "yang pernah memberikan sesuatu kepada-Nya, sehingga Ia harus menggantinya . Segala sesuatu yang kita miliki diperoleh karena kem.urahan-Nya. Oleh karena itu, layaklah kalau Paulus mendasari uraian kehendak Allah, yaitu Roma pasal 12-16, pada kemurahan Allah. Sumber: 1. Th. Van Den End, Surat Roma, BPK Gunung Mulia, 1995, hlm 396 - 649 2. Dave Hagelberg, Tafsiran Roma, Yayasan Kalam Hidup, 2004, hlm 142 – 232 3. The Wiycliffe Commentary, vol 2, Gandum Mas, 2001, hlm 555 – 581 Artikel terkait : 1. Allah mengasihi Yakub dan "membenci" Esau, di allah-mengasihi-yakub-dan- membenci-esau-vt1871.html#p8358 2. Memahami Ucapan Yang Sulit Dalam Perjanjian Lama, 71: Aku Mengasihi Yakub, tetapi Membenci Esau, di 71-aku-mengasihi-yakub-tetapi-membenci-esau-vt2797.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar