Rabu, 31 Agustus 2016

TESIS: KORELASI PENGAJARAN PAULUS MENGENAI PEMBENARAN OLEH IMAN DALAM EFESUS 2:8-10 DAN YAKOBUS MENGENAI IMAN PERBUATAN DALAM YAKOBUS 2:14-26 DAN DAMPAKNYA TERHADAP PERTUMBUHAN ROHANI JEMAAT DI GPIBI ANTIOKHIA BOGOR























































KORELASI PENGAJARAN PAULUS MENGENAI PEMBENARAN OLEH IMAN DALAM EFESUS 2:8-10 DAN YAKOBUS MENGENAI IMAN PERBUATAN DALAM YAKOBUS 2:14-26 DAN DAMPAKNYA
TERHADAP PERTUMBUHAN ROHANI JEMAAT
DI GPIBI ANTIOKHIA BOGOR




T E S I S
 
















Oleh :

Elia Umbu Zasa
NIM: 201001002
NIKA: 1000150431435..
NN......................    


SEKOLAH TINGGI TEOLOGI KADESI INDONESIA
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
BOGOR, JAWA BARAT
NOVEMBER 2012

Korelasi Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman dalam Efesus 2:8-10 dan Yakobus mengenai Iman Perbuatan dalam Yakobus 2:14-26
dan Dampaknya terhadap Pertumbuhan Rohani Jemaat
di GPIBI Antiokhia Bogor









Tesis
Diajukan kepada Dewan Dosen
Sekolah Tinggi Teologi Kadesi Bogor
Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar
Magister Pendidikan Agama Kristen (M.Pd.K)




Oleh :

Elia Umbu Zasa
NIM: 201001002
NIKA: 1000150431435..
NN...

...................    

Sekolah Tinggi Teologi Kadesi Indonesia
Program Pascasarjana
Magister Christian of Education
Bogor, Jawa Barat
November, 2012





























KORELASI PENGAJARAN PAULUS MENGENAI PEMBENARAN OLEH IMAN DALAM EFESUS 2:8-10 DAN YAKOBUS MENGENAI IMAN PERBUATAN DALAM YAKOBUS 2:14-26 DAN DAMPAKNYA
TERHADAP PERTUMBUHAN ROHANI JEMAAT
DI GPIBI ANTIOKHIA BOGOR




T E S I S
 
















Oleh :

Elia Umbu Zasa
NIM: 201001002
NIKA: 1000150431435..
NN......................    


SEKOLAH TINGGI TEOLOGI KADESI INDONESIA
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
BOGOR, JAWA BARAT
NOVEMBER 2012

Korelasi Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman dalam Efesus 2:8-10 dan Yakobus mengenai Iman Perbuatan dalam Yakobus 2:14-26
dan Dampaknya terhadap Pertumbuhan Rohani Jemaat
di GPIBI Antiokhia Bogor









Tesis
Diajukan kepada Dewan Dosen
Sekolah Tinggi Teologi Kadesi Bogor
Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar
Magister Pendidikan Agama Kristen (M.Pd.K)




Oleh :

Elia Umbu Zasa
NIM: 201001002
NIKA: 1000150431435..
NN...

...................    

Sekolah Tinggi Teologi Kadesi Indonesia
Program Pascasarjana
Magister Christian of Education
Bogor, Jawa Barat
November, 2012








DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
LEMBAR PERSETUJUAN
ABTRAKSI PERSEMBAHAN
PRAKATA
DAFTAR ISI
PASAL
1.      PENDAHULUAN…………………………………………………………….1

Latar Belakang Permasalahan
Identifikasi Masalah
Batasan Masalah
Rumusan Masalah
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Sistematika Penulisan

2.      LANDASAN TEORI…………………………………………………..……10

Pertumbuhan Rohani
            Defenisi Istilah
            Pengajaran Teologi Kekristenan
            Pertumbuhan Kuantitatif
            Pertumbuhan Kualitatif
            Kesetiaan Beribadah
            Ketekunan dalam Pengajaran
            Kerelaan dalam Memberi
            Komitmen Memberitakan Injil
Pengajaran Paulus mengenai Pembenaran Oleh Iman
            Yesus adalah Tuhan
            Yesus adalah Juru Selamat
            Yesus adalah Manusia Tanpa Dosa
            Latar Belakang Budaya
            Eksposisi Efesus 2:8-10
            Pembenaran Konteks Perjanjian Lama
            Pembenaran Konteks Perjanjian Baru
Pengajaran Yakobus mengenai Iman Perbuatan
            Iman dan Prakteknya
            Iman dan Perbuatan tidak Dapat Dipisahkan
            Iman dan Buktinya
            Iman Sejati Dipraktekkan dalam Perbuatan
            Iman dan Perbuatan Sejati Dibuktikan dalam Perbuatan

3.      METODOLOGI PENELITIAN…………………………………………..….67

Ruang Lingkup
Metode Pengumpulan Data
Populasi dan Sample Penelitian
Paradigma Penelitian
Teknik Pengumpulan data
Intrumen Penelitian
Kalibrasi
            Pengujian Validitas
            Pengujian Reliabilitas
Angket Penelitian

4.      ANALISIS DAN PEMBAHASAN …………………………...……………113

Deskripsi Data Hasil Penelitian
Pengujian Persyaratan Analisis
            Uji Normalitas Data
Pengjian Hipotesis dan Pembahasan
Hubungan Variabel Bebas dengan Variabel Terikat
Pembahasan Hasil Penelitian

5.      KESIMPULAN ……………………………………………………………132

Kesimpulan
Saran
BIBLIOGRAFI
LAMPIRAN
            Data Hasil Uji Coba Variabel Y Tahap 1
Data Hasil Uji Coba Variabel Y2 Tahap 2
Data Hasil Uji Coba Variabel X1 Tahap 1
Data Hasil Uji Coba Variabel X1 Tahap 2
Data Hasil Uji Coba Variabel X2 Tahap 1
Data Hasil Uji Coba Variabel X2 Tahap 2
Data Mentah Variabel Y
Data Mentah Variabel X1
Data Mentah Variabel X2
Nilai Kristis Distribusi F
Statistik
Histogram





           

 



PASAL 1
PENDAHULUAN

Filosofi dunia ini pada umumnya menyatakan “hidup ini adalah ketidakpastian.” Dunia terbatas, manusia terbatas, semua ciptaan Allah terbatas. Karena itu, dunia serta makhluk ciptaan di dalamnya selalu memandang dunia sebagai ketidakpastian.
Kata pembenaran tidak selalu mudah dipahami, seperti yang diakui oleh penulis berikut: “Pembenaran merupakan dasar ide deklarasi Allah sebagai hakim yang benar.”[1] Banyak teolog menyadari bahwa pembenaran adalah hasil karya Allah di dalam Tuhan Yesus yang demikian berharga, yakni Allah menyatakan benar orang yang semestinya dihukum oleh karena menerima Kristus sebagai satu-satunya jalan keselamatan.
Seorang teolog terkemuka, Charles Ryrie, ketika berbicara mengenai pembenaran, ia mengatakan bahwa pembenaran merupakan ajaran pokok dalam kekristenan.[2] Sesungguhnya, pokok atau tema tersebut sangat menonjol diseluruh Alkitab. Pembenaran adalah status yang diperlukan manusia di hadapan Allah. Kebutuhan ini berhubungan dengan sifat dasar dan keberadaan Allah.[3] Menurut Paulus, pembenaran terjadi apabila orang mempercayakan diri secara pribadi kepada Allah dan menjalin hubungan yang baik dengan Dia berdasarkan iman.[4]
Perjanjian Lama mengisahkan bahwa secara jujur Abraham mengakui bahwa Allah adalah hakim yang benar dan adil (Kej. 18:25). Bila tulisan-tulisan Musa dicermati, nabi ini mengatakan bahwa nyanyian keadilan dan kebenaran Allah diulang-ulang. Dalam Perjanjian Baru, rasul Paulus dan penggembalaan, yakni tulisannya yang terakhir, menyebut Allah sebagai hakim yang adil (2Tim.4:8). Yakobus mengingatkan seluruh pembacanya bahwa Allah adalah hakim yang berdiri diambang pintu (Yak. 5:9).
Berbicara masalah pembenaran oleh iman, Paulus mengatakan dalam Surat Efesus 2:8-10”...orang benar karena kasih karunia dan oleh iman.” Pemahaman Yakobus sedikit berbeda, sebab ia mengatakan “...manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya  karena iman” (Yak. 2:24). Dari dua pernyataan diatas terkesan adanya kontradiksi antara Paulus dan Yakobus, dan menyebabkan orang dapat berpikir bahwa Alkitab salah. Martin Luther adalah tokoh sejarah yang memiliki pengaruh yang besar dalam masa Reformasi, bagi kekristenan abad pertengahan hingga kini. Ia memegang teguh konsep “orang benar akan hidup oleh iman.”
Di Universitas Wittenberg, Luther mengajar mata kuliah tafsiran kitab Mazmur, Roma, Galatia dan Ibrani. Sementara itu, pergumulan rohaninya terus berjalan, yaitu mencari kebenaran yang rahmani. F. D. Wellem, mengatakan: “Barangkali pada tahun 1514 Luther menemukan jalan keluar dari pergumulannya itu. Ia menemukan pengertian yang baru tentang perkataan-perkataan Paulus dalam surat Roma 1:16-17.”[5] Luther mengartikan kebenaran Allah tersebut sebagai rahmat Allah, yang menerima orang-orang berdosa serta berputus asa terhadap diri-Nya, tetapi yang menolak orang-orang yang menganggap dirinya baik. Tuhan mengenakan kebenaran Kristus kepada manusia berdosa, sehingga Ia memandang manusia berdosa sebagai orang-orang benar.[6] Penemuan Luther disarikan oleh Wellem, sebagai berikut:
Aku mulai sadar bahwa kebenaran Allah tidak lain dari pada pembenaran yang dianugrahkan Allah kepada manusia untuk memberi hidup kekal kepadanya; pemberian kebenaran itu harus disambut dengan iman. Injillah yang menyatakan kebenaran Allah itu, yakni kebenaran yang diterima oleh manusia, bukan kebenaran yang harus dikerjakan sendiri. Dengan demikian Tuhan yang rahmani membenarkan kita oleh rahmat dan iman saja. Aku seakan-akan diperanakkan kembali dan pintu firdaus terbuka bagiku. Pandanganku  terhadap seluruh Alkitab berubah sama sekali karena mataku sudah celik sekarang.[7]

Gereja-gereja pada era modern ini, khususnya gereja-gereja aliran Lutheran, masih memegang konsep yang dianut oleh Luther.
Usaha keras dan dedikasi, antusias yang tinggi, loyalitas serta keberanian Luther dalam menyelidiki Kitab Suci memang patut dihargai. Namun ada juga unsur kelemahan-kelemahan dalam pandangannya yang harus dicermati. Pernyataan Luther mengenai Kitab Roma, Galatia dan hubungannya dengan kitab Yakobus, tidak obyektif. Salah seorang teolog, Peter H. Davids, pernah mengamati tulisan Martin Luther, dan mengatakan bahwa Luther meyakini “Kitab Yakobus merupakan surat rasul yang bertentangan dengan pandangan Paulus yang mendasar terhadap Injil.”[8] Dibeberapa kalangan mahasiswa teologi sekalipun, masih ada yang bimbang dan bingung dalam menanggapi persoalan tersebut.

Latar Belakang Permasalahan
Sejak zaman Marthin Luther, orang Kristen telah bergumul untuk memahami Yakobus 2:24 dan membandingnya dengan pernyataan Paulus yaitu “manusia dibenarkan karena kasih karunia (Ef.2:8-9) dank karena iman, dan bukan karena pengamalan terhadap Taurat” (Rm. 3:28). Sepintas lalu Yakobus tampaknya menyatakan bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan, sedangkan Paulus menyatakan manusia dibenarkan karena iman. Kesan tersebut timbul karena masing-masing memperlihatkan contoh mengenai Abraham untuk mendukung argumentasinya. Hal inilah yang membuat seorang Luther berkesimpulan bahwa “Surat Yakobus bertentangan dengan Surat Paulus yang mendasar terhadap Injil.”[9]
Dengan bergulirnya waktu, perkembangan Gereja dari zaman ke zaman selalu diwarnai dengan berbagai ragam pendapat. Aliran Wesley, Methodis berkenyakinan bahwa keselamatan seseorang bisa hilang. Sedangkan aliran kaum Injili berkenyakinan bahwa keselamatan adalah Anugerah Allah yang diterima secara cuma-cuma dan bernilai kekal artinya diberikan untuk selamanya kepada orang percaya.
Pada kenyataannya, bagi sebagian jemaat termasuk kaum injili, juga masih “bingung,” mengenai hubungan iman dan perbuatan jika diperdebatkan, kecenderungan perbuatan manusia atau pengamalan terhadap norma hukum alam menjadi salah satu pertimbangan untuk diselamatkan. Misalnya Saut Situmorang, salah seorang jemaat GPIBI Antiokhia beliau berpendapat bahwa perbuatan yang baik, dan rajin beribadah memberikan keselamatan kepada seseorang.[10] Bapak Tambunan, salah satu kaum pria dalam jemaat tersebut berpikir bahwa pendeta adalah panutan dan teladan. Jadi apapun kata dan pengarahan dari pendeta itulah yang diikuti.[11]

Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah dijelaskan di atas dalam karya ilmiah ini, dengan demikian penulis dapat mengidentifikasi masalah yang terdapat yang akan dijelaskan bahkan diteliti di lapangan yang dibuktikan dengan angket, diantaranya: (1) Apakah mungkin adanya korelasi pengajaran Paulus dengan Yakobus tentang iman terhadap pertumbuhan jemaat? (2) Apakah mungkin pengajaran yang kreatif dan alkitabiah memberikan dampak dalam pertumbuhan rohani jemaat? (3) Apakah mungkin dengan hanya beriman jemaat bisa bertumbuh? (4) Apakah mungkin dengan gemar melakukan hal yang baik jemaat bisa bertumbuh? Dan kemungkinan kurang pahamnya pengertian latar belakang sejarah penulisan Alkitab sehingga jemaat tidak bertumbuh? (5) Apakah dengan rajin beribadah dan gemar memberi dapat memastikan pertumbuhan rohani jemaat?

Batasan Masalah  
Harus diakui, bahwa jemaat di GPIBI Antiokhia Bogor, sebagian besar adalah latar belakang Kristen. Mereka dikategorikan Kristen nominal artinya menjadi Kristen bukan karena pengajaran teologi dan dogma yang diteliti dan dipahami sebagai barometer pertumbuhan iman, melainkan karena keturunan.
Karena itu, banyak diantara mereka yang keliru dalam konsep soteriologi. Kehidupan praktis yang dipertontonkan dan terpuji itu baik, namun harus diimbangi dengan pengajaran teologi yang memadai.

Rumusan Masalah
Untuk menghasilkan masalah penelitian, khususnya masalah penelitian dengan paradigma positif dan ancangan kuantitaf konsep atau variable dalam pokok persoalan perlu dihadapkan pada satu atau lebih variable lain yang berhubungan, tetapi belum jelas sehingga menimbulkan situasi yang tidak memuaskan.[12]
Dalam penelitian karya ilmiah ini, terdiri dari tiga variable yang saling berhubungan dan mungkin dalam situasi yang tidak memuaskan. Karena itu, rumusan masalahnya adalah: Sejauh manakah korelasi pengajaran Paulus mengenai pembenaran oleh iman dan pengajaran Yakobus mengenai iman perbuatan terhadap pertumbuhan rohani jemaat?

Manfaat Penulisan
Dengan mengingat kenyataan tersebut di atas, nyata sekali bahwa penelitian ulang terhadap pembenaran oleh iman menurut pengamatan Paulus dan Yakobus masih cukup layak untuk dilakukan.
Keinginan eksplisit peneliti untuk mengumpulkan data dengan cara tertentu untuk menjawab pertanyaan permasalahan di atas  yang dikemukakan sebagai sasaran penelitian.[13]
Penelitian ulang semakin terasa pentingnya dalam rangka menolong umat-umat Kristen agar memiliki pemahaman yang lebih baik dalam mencermati Kitab Suci. Pemahaman yang benar terhadap pokok tersebut di atas akan sangat mempengaruhi paradigma seseorang baik bagi seorang hamba Tuhan dalam menyatakan kebenaran Injil kepada orang yang belum percaya, maupun orang-orang percaya yang belum mengerti kitab suci secara baik.
Sebagai usaha untuk ikut memecahkan masalah di atas, tesis ini ditulis dengan tujuan khusus sebagai berikut: (1) Analisa terhadap teks Paulus, yang secara spesifik berbicara mengenai pembenaran oleh iman. Diantara ayat-ayat yang dinilai paling kunci, yang akan diselidiki adalah Efesus 2:8-10. (2) Analisis terhadap teks Yakobus yang secara langsung membicarakan pembenaran oleh iman perbuatan. Teks kunci yang hendak diselidiki ialah Yakobus 2:14-26. (3) Untuk menyajikan korelasi antara pengajaran Paulus dan Yakobus tentang iman dalam pertumbuhan rohani jemaat. Data-data yang diperoleh dari literature akan digali secara eksposisi dan hasilnya akan digunakan untuk menyajikan ajaran Alkitab tentang pokok tersebut. Data-data yang diperoleh melalui angket akan diolah supaya valid untuk mengukur tingkat relevansi karya ini.

Ruang Lingkup Penelitian dan Sistematika Penulisan
Strategi penyelidikan yang baik sehingga dapat menuangkan data yang akurat, sehingga memudahkan penulis dan pembaca dalam memecahkan satu topik ialah melalui pembatasan terhadap topik (ruang lingkup) dan sistematika penulisan.

Ruang Lingkup Penelitian
Untuk menunjukkan latar belakang permasalahan, pembahasan akan dimulai dengan menyajikan pandangan yang menjadi titik tolak dari konsep yang dianut oleh Martin Luther demikian juga orang-orang yang sepaham dengannya. Akan disinggung juga adanya beberapa pihak yang masih bingung dengan konsep pembenaran menurut Paulus dan Yakobus. Tinjauan ini dimaksudkan untuk memahami dari sisi mana para pemikir tersebut membangun argumentasinya.
Konsep pembenaran oleh iman adalah merupakan ajaran khas Rasul Paulus. Namun ajaran ini ditemukan juga dalam surat Yakobus. Sayangnya, pernyataan kedua tokoh tersebut memberi kesan adanya kontradiksi yang menyolok khususn dalam Roma 1:16-17; Galatia 3:1-14 dan Yakobus 2:14-26.
Jemaat di Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia Jemaat Antiokhia Bogor, juga menjadi tempat penelitian. Diduga masih ada jemaat yang belum menyakini keselamatan di dalam Kristus. Bahkan dengan perbuatan baik juga menjadi barometer bagi pembenaran dihadapan Allah.

Sistematika Penulisan
Sekilas gambaran secara konprehensif pembahasan dalam Tesis akan disajikan dalam tahapan-tahapan berikut:
Pasal 1 adalah Pendahuluan. Disini akan diuraikan latar belakang masalah, identifikasi masalah, batasan masalah, rumusan masalah, manfaat penelitian, sistematika dan beberapa alasan yang mendasari pemilihan judul.
Pasal 2 adalah landasan teori atau kajian teori hipotesis. Pasal ini akan membahas mengenai pandangan rasul Paulus, tentang pembenaran oleh iman demikian pandangan Yakobus. Tentu bagian penyelidikan ini akan dikerucutkan  secara spesifik Efesus 2:8-10; dan Yakobus 2:14-26. Ada beberapa ayat yang merupakan konteks dekat yang banyak menolong dalam menjelaskan topik tersebut. Ayat-ayat tersebut akan diamati dengan baik.
Pasal 3 Metodologi Penelitian. Dalam pasal ini akan memaparkan metode dan variable, populasi, validitas, reliabilitas dan pokok-pokok penting yang terkait secara utuh di dalamnya.
Pasal 4 Analisis Data dan Pembahasan. Hasil penelitian baik secara pustaka maupun angket di lapangan, akan dijelaskan dan dibahas untuk menemukan korelasinya. Situasi pelayanan memang berbeda tetapi tujuan pelayanan adalah satu.
Pasal 5 adalah Kesimpulan. Semua hasil penyelidikan dalam Tesis ini akan dirangkum secara teliti. Rangkuman akan singkat, padat tentang hal-hal yang terpenting yang akan disajikan didalamnya.





[1]Geoge Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru, pen., Urbanus Selan dan Henry Lantang, peny., Soemitro Onggosardojo dan Ridwan Sutedja (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1993), 2:186.

[2]Charles C. Ryrie, Teologia Dasar, peny., Efi (Yogyakarta: Yayasan ANDI, 2002), 2:45.

[3]A. Berkeley Mickelsen, The Wyclife Bible Commentary, peny., Charles F. Pfeiffer dan Everett F. Harrison (Malang: Gandum Mas, 2001), 3:518.

[4]F.Davidson dan Ralph P.Martin, “Roma,” dalam Tafsiran Alkitab Masa Kini, pen., Soedarmo, peny., Donald Guthrie (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1999), 3:414.
[5]F. D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh Sejarah Gereja (Jakarta:BPK. Gunung Mulia, 2003), 126.

[6]Ibid., 126.

[7]Ibid., 127.

[8]Peter H. Davids, Ucapan Yang Sulit Dalam Perjanjian Baru, pen., Fenny Veronica, peny., Yahya Gunawan (Malang: Seminar Alkitab Asia Tenggara, 2001), 159.

[9]Peter H. Davids, Ucapan yang Sulit dalam Perjanjian Baru, Pen., Fenny Veronika (Malang: Departemen Literatur SAAT, 2000), 154.

[10] Saut Situmorang, Wawancara dengan penulis, 07 -05-2012

[11] Tambunan, wawancara dengan penulis, 07-05-2012

[12]Bambang Subagyo, Pengantar Riset Kuantitatif, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2004), 183

[13]Ibid., 215






PASAL 2
LANDASAN TEORI

Dalam bagian ini, akan menyajikan landasann teori dari objek penelitian, juga memaparkan berbagai pandangan baik studi gramatikal, historical, serta kontekstual dengan tujuan memberikan pengetahuan dan pengertian yang komprehensif dari karya ilmiah ini.

Pertumbuhan Rohani
Pertumbuhan rohani dapat diteliti dari setiap individu yang disebut orang percaya atau Gereja. Karena itu, Gereja adalah lembaga persekutuan orang percaya yang dibentuk oleh Allah berdasarkan kasih Kristus. Di dalam persekutuan tersebut hidup anggota-anggota tubuh Kristus yang bergerak bersama dengan sebuah komitmen untuk hidup di dalam kebenaran firman Allah. Muner Daliman, dalam karya ilmiahnya mengatakan bahwa umat Kerajaan Allah harus mengalami perubahan nilai-nilai dalam hidupnya menjadi serupa dengan Kristus.[1] Gerak kehidupan orang percaya bukan untuk sebuah tujuan yang sifatnya duniawi tetapi gerak kehidupan dinamis dan memiliki dimensi kekekalan. Tujuan kehidupan yang dibangun di dalam persekutuan tersebut adalah memuliakan Nama Tuhan Yesus sebagai ungkapan syukur atas anugerah kehidupan dan keselamatan.




Dasar Teologis Pertumbuhan Rohani
Defenisi Istilah
Pertumbuhan adalah perubahan alamiah secara kuantitatif pada segi jasmaniah atau fisik dan menunjukkan kepada suatu fungsi tertentu yang baru dari organism atau individu.
Pertumbuhan dapat diartikan sebagai perubahan kuantitatif pada materil sesuatu sebagai akibat dari adanya pengaruh lingkungan.
Secara teologi dalam konteks kekristenan, pertumbuhan rohani seseorang dipengaruhi oleh lingkungan persekutuan baik antar sesame manusia maupun persekutuan dengan Tuhan.
Pertumbuhan rohani bisa diukur yaitu dari ketaatan dan kepatuhan pada perintah Tuhan dalam Alkitab.

Pengajaran Theologi Kekristenan
Pertumbuhan rohani bagi orang Kristen adalah mengejar aktif untuk mengikuti dan menjadi seperti Yesus Kristus, yang mati untuk memberi  kesempatan untuk hidup kekal bersama-Nya di surga. Kasih yang diperlihatkan orang percaya kepada Allah, dan keinginan untuk mengikuti perintah-Nya, seseorang harus membuat tujuannya untuk menjadi lebih seperti Kristus sampai mati, dan dibuat sempurna, melalui pengorbanan Kristus, di Surga Gereja bisa saja hidup dan bertumbuh sekalipun angka keanggotaan/kehadiran tidak berubah. Kalau orang-orang dalam gereja itu bertumbuh dalam kasih karunia dan pengenalan akan Tuhan Yesus, tunduk pada kehendakNya dalam kehidupan mereka, baik secara pribadi maupun bersama-sama, itulah gereja yang mengalami pertumbuhan yang sejati. Pada saat yang sama, gereja dapat menambah kegiatan setiap minggu, memiliki jumlah yang besar dan tetap mati secara rohani. 
Kata Yunani yang dipergunakan untuk kata bertumbuh adalah auxano, artinya menjadikan bertumbuh, atau meningkatkan reputasi, pengaruh, atau posisi.[2]
Semua jenis pertumbuhan mengikuti pola tertentu. Sebagaimana makhluk yang bertumbuh, gereja setempat memiliki orang-orang yang menanamkan benih (penginjil) dan yang menyiram (pendeta/pengajar), dan mereka yang menggunakan karunia-karunia rohani mereka bagi pertumbuhan rohani mereka di gereja setempat. Namun perhatikan bahwa adalah Allah yang memberi pertumbuhan (1Kor. 3:7). Mereka yang menanam dan mereka yang menyiram sama-sama akan mendapat pahala, masing-masing menurut jerih lelah mereka (1Kor. 3:8).
Haruslah ada keseimbangan antara menanam dan menyiram supaya gereja setempat dapat bertumbuh, dan ini berarti bahwa dalam gereja yang sehat setiap orang harus mengenali karunia rohaninya sehingga dia dapat berfungsi sepenuhnya dalam tubuh Kristus. Kalau menanam dan menyiram tidak lagi seimbang, gereja tidak akan berhasil sesuai dengan rencana Allah. Tentunya harus ada ketergantungan dan ketaatan pada Roh Kudus setiap hari sehingga kuasaNya dapat disalurkan dalam diri mereka yang menanam dan menyiram sehingga pertumbuhan dari Allah dapat terwujud. 
Akhirnya, gambaran dari gereja yang hidup dan bertumbuh secara rohani seperti ini ditemukan dalam Kisah 2:42-47 di mana dikatakan bahwa orang-orang percaya, “bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa.” Kemudian dikatakan pula bahwa mereka saling melayani satu dengan yang lainnya dan menjangkau mereka yang perlu mengenal Tuhan, dan “tiap-tiap hari Tuhan menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.” Ketika hal-hal ini ada, gereja akan mengalami pertumbuhan rohani, tanpa memperdulikan apakah bertambah atau tidak secara angka.
Sebagaimana kehidupan tanaman memerlukan pertumbuhan secara alami, maka gereja pun memerlukan pertumbuhan yang berlangsung secara sehat dan alamiah. Suatu tumbuhun dapat bertumbuh dengan baik bila terdapat ketersediaan media dan sari makanan yang cukup. Demikian pula gereja dapat bertumbuh dengan baik bila kehidupan orang-orang percaya di dalamnya memiliki kehidupan dan memaknai dan menghayati kebenaran firman Allah sebagai makanan rohani bagi pertumbuhan tersebut. Sehingga dengan demikian pertumbuhan tidak dapat didasarkan pada karya tangan manusia. Megahnya sebuah gedung ibadah, peralatan musik, dan meriahnya suasana perkumpulan bukan sebuah indicator utama dalam memberi pertumbuhan rohani jemaat.
Hal tersebut dilihat secara obyektif bahwa ada orang-orang Kristen yang mengalami penganiayaan, mereka berada di tempat yang sunyi dan besembunyi di balik batu-batu untuk beribadah. Mereka memiliki iman yang tidak kalah dengan orang-orang di perkotaan yang sering kali nyaman dengan kehidupan gereja yang melimpah dalam hal fasilitas. Dalam pertumbuhan gereja yang sehat tidak pula ditentukan dari banyaknya orang dan ramainya orang berkumpul dalam suatu peribadatan yang berlangsung di hari Minggu atau tengah minggu.
Dengan demikian sebaiknya orang Kristen melihat lebih dalam lagi untuk memahami arti pertumbuhan yang sesungguhnya. Keseimbangan antara kualitas dan kuantitas tentu sangatlah penting. Kualitas iman yang baik dari perkumpulan orang percaya harus dapat menarik banyak orang datang kepada Allah.
Dasar Filosofis Pertumbuhan Rohani
Secara filosofis, pertumbuhan rohani harus diamati dari dua komponen mendasar yakni kuantitatif dan kualitatif. Perhatikan pernjelasan berikut ini:

Pertumbuhan Kuantitatif
Pertumbuhan kuantitatif atau jumlah merupakan pertumbuhan yang alkitabiah sebagaimana terjadi dalam sejarah pertumbuhan gereja dimulai sejak zaman para Rasul. Pertumbuhan tersebut berlangsung secara berkesinambungan. Dalam kitab Kisah Rasul dituliskan bahwa pada awalnya orang-orang yang mengikut Kristus dan disebut sebagai murid Yesus berkumpul di Yerusalem untuk menanti turunnya Roh Kudus. Pada saat janji turunnya Roh Kudus tersebut digenapi maka orang-orang percaya tersebut dipenuhi dengan Roh Kudus dan atas mereka tampak seperti lidah-lidah api.
Dari peristiwa pentakosta inilah terjadi suatu titik balik dimana para murid yang kemudian menjadi rasul-rasul memiliki kuasa untuk memberitakan Injil di seluruh negeri. Para rasul kemudian dengan berani memberitakan Injil, demikian pula murid-murid yang lain pada waktu itu menerima pencurahan Roh Kudus dengan keberanian memberitakan Injil. Multiplikasi dan pertumbuhan terjadi setelah mereka menerima Roh Kudus dan berani memberitakan Injil Kristus. Khotbah Petrus telah menguncang banyak orang dengan penuh kuasa dan keberanian dari Allah, Ia menyampaikan Karya Kristus kepada orang-orang Yahudi sehingga pada hari itu sekitar tiga ribu orang menerima diri dan dibaptis.
Peran gereja disini adalah  menarik banyak orang melalui kesaksian, persekutuan, penggembalaan dan pemberitaan Injil. Sehingga bertambahlah para pengikut Kristus. Pemberitaan Injil disini memiliki peran yang besar baik secara langsung maupun melalui kesaksian pribadi.
Contoh pertumbuhan gereja secara kuantitatif dalam kitab kisah Para Rasul:
§  Kisah 1:5; sebanyak seratus dua puluh orang bertobat dan menerima Yesus
§  Kisah 2:14; pertobatan tiga ribu jiwa saat Petrus berkhotbah
§  Kisah 2:41-47; pertambahan yang berlangsung setiap hari karena kuasa Roh Kudus bekerja di  tengah-tengah jemaat

Pertumbuhan Kualitatif
Pertumbuhan Kualitatif adalah pertumbuhan yang berlangsung berdasarkan nilai-nilai hubungan pribadi para murid atau anggota jemaat dengan Kristus sebagai Tuhan dan Juru selamat. Pertumbuhan kualitatif ini berlangsung secara progresif yang dicerminkan dalam kehidupan yang saling mengasihi dan ikatan persatuan yang erat. Jadi Pertumbuhan kualitatif berhubungan erat dengan kesatuan tubuh Kristus. Kesatuan adalah sebuah indicator penting, dimana tubuh Kristus hidup saling mengasihi, menerima perbedaan satu dengan yang lain dan berjalan menuju kepada satu tujuan kesempurnaan seperti Kristus Yesus.
Dalam pertumbuhan kualitatif sangat ditekankan kedewasaan rohani; tindakan, ucapan dan pemikiran  yang berazaskan kepada karakter Kristus. Ada banyak hambatan dari suatu pertumbuhan kualitatif karena orang-orang di dalamnya tidak pernah mencapai pertumbuhan iman yang baik atau sehat. Sikap mementingkan diri, hasutan iblis, pola pikir yang tidak berubah, silat kata dan pertengakaran merupakan penyebab mandegnya suatu pertumbuhan.
Contoh pertumbuhan gereja dalam Kitab Kisah Para rasul: (1) Mereka setiap hari berkumpul bersama berdoa dan memecahkan roti di rumah-rumah (2) Persekutuan dan kerelaan untuk berbagi dengan saudara seiman (3) Kejujuran untuk mempersembahkan harta milik kepada Allah (4) Kerelaan dan semangat untuk memberitakan karya keselamatan Kristus
Gereja yang sehat dan Alkitabiah memiliki keseimbangan dalam pertumbuhan; kualitatif, kuantitatif dan organic. Ron Jenson dan Jim Stevens, dalam buku Dinamika Pertumbuhan Gereja menuliskan definisi pertumbuhan gereja sebagai berikut: “Pertumbuhan gereja adalah kenaikan yang seimbang dalam kuantitas, kualitas dan kompleksitas organisasi sebuah gereja lokal.[3]

Tujuan Pertumbuhan Rohani
Harus diakui, bahwa tujuan akhir dari pertumbuhan rohani jemaat adalah hidup yang memuliakan Allah. Namun dalam kaitan dengan penelitian karya ilmiah, pertumbuhan harus dapat diukur sehingga membuktikan indicator-indikator yang member pertumbuhan dalam jemaat secara individu.

Kesetiaan Beribadah
Manusia dirancang oleh Allah untuk bertumbuh dalam persekutuan dengan sesama orang beriman. Tuhan mengumpulkan umat-Nya seperti batu-batu yang hidup untuk membangun suatu rumah yang di dalamnya, Ia berkenan untuk tinggal (1Pet. 2:5). Dalam Kitab Efesus, Paulus mengatakan bahwa orang percaya adalah anggota keluarga Allah dan menjadi suatu rumah kudus. Waktu berkumpul bersama, moment tersebut menjadi "tempat kediaman Allah, di dalam Roh" (Ef. 2:19-22). Persekutuan dengan  sesama orang Kristen sangat penting untuk memperluas cakrawala dan semakin dikuatkan.
Tokoh teladan dalam Alkitab seperti Yosua patut dihargai. Misalnya dalam memimpin bangsa Israel yang kerap kali beralih menyembah kepada dewa baal. Ketika bangsa tersebut ada diantaranya yang menyimpang, Yosua dengan tegas berkata: “Hanya kepada TUHAN, kami beribadah dan firmanNya akan kami dengarkan” (Yos. 24:19-24).
Yesus dalam khotbahNya di bukit menegaskan bahwa: Carilah dahulu kerajaan Allah, dan semuanya akan ditambahkan kepadamu” (Mat. 6:33).
Jadi kehidupan orang Kristen, harus terintegrasi secara kuat dengan TUHAN dan kebenaranNya. Memiliki persekutuan yang intim dengan Tuhan melalui ibadah, doa, dan merenungkan firman-Nya.

Ketekunan dalam Pengajaran
Alkitab adalah tolok ukur utama bagi gereja dalam menjalankan tugas pendidikan dan pengajaran. Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru sangat menekankan pentingnya pendidikan dan pengajaran dan hal itu harus menjadi acuan bagi pengajaran gereja saat ini.
Allah mengajarkan umat-Nya dengan memberi penjelasan, menegur, membangun, serta membimbing umat-Nya yang menghadapi berbagai masalah. Hal ini menunjukkan  bahwa Allah adalah “Pengajar yang Agung.”[4]
Para Imam-imam yang berasal dari suku Lewi ditetapkan Allah menjadi pengajar umatNya. Disamping tugas sebagai penyelenggara ibadah di Bait Allah, mereka juga ditetapkan untuk mengajar  Firman Allah ke seluruh umat. Demikian juga hal ini dengan para Ahli Taurat, Nabi, dan Hakim-Hakim.
Jadi dalam proses belajar-mengajar adalah penting untuk mendewasakan umat. Umat Allah harus serius dalam pembaharuan.
Dalam Perjanjian Baru, tokoh Yesus dan rasul Paulus yang disoroti terkait dengan pola pengajaran. Murid-murid Yesus mengakui Dia sebagai guru dan pengajar (Yoh. 13:13). Sebutan ini dikatakan karena Yesus sangat menekankan pengajaran dalam pelayanan-Nya. Kata kerja didache berarti mengajar.[5] Singkatnya Yesus mengajar dimana saja dan kontekstual. Ia pun mengajar dengan otoritas, wibawa, dan penuh kuasa. Orang yang mendengar penjajarannya menjadi takjub, dan member respon positif (Mat. 7:28-29).
Demikian halnya dengan rasul Paulus, dalam melaksanakan pengajarannya ia harus tinggal beberapa waktu dalam sebuah jemaat demi melaksanakan pengajaran. Pengajaran harus diajarkan dengan kasih dan komitmen kepada jemaat. Tujuan pengajaran untuk memimpin tiap-tiap orang kepada kesempurnaan hidup dalam Kristus (Kol. 1:28). Pengajaran tentang keselamatan adalah sangat mendasar dalam kekristenan. Kepastian keselamatan didalam Yesus Kristus yang ditanggapi dengan iman adalah mutlak.
Tugas pengajaran bukan perkara yang mudah, melainkan memerlukan ketekunan, kesabaran, pergumulan, dan kesederhanaan. Tugas pengajaran hanya dapat dilaksanakan dengan kuasa pertolongan Roh Kudus.

Kerelaan dalam Memberi
Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai sedikit juga, dan yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. (2Kor. 9:6).
Terdapat perbedaan yang mendasar antara kewajiban umat Allah dalam Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Lama, umat Allah harus menuruti hukum-hukum Allah (hukum Taurat) yang merupakan hukum tertulis, dan ternyata bahwa umat Israel sebagai umat Allah telah gagal memenuhi tuntutan tersebut. Dalam Perjanjian Baru, umat Allah tidak perlu lagi menuruti hukum Taurat yang bersifat upacara (karena sudah digenapi oleh Tuhan Yesus melalui pengorbanan-Nya di kayu salib), tetapi tetap harus menuruti tuntutan moral Allah. Dalam Perjanjian Baru, yang ditekankan bukan ketaatan terhadap peraturan, melainkan motivasi yang benar dalam melaksanakan tuntutan Allah. Allah bukan hanya ingin pemberian dari umat-Nya, tetapi Allah ingin mengetahui dan melihat dasar memberi yaitu dengan kerelaan dan kesadaran yang muncul dari dalam hati. Banyak gereja berkeyakinan bahwa memberi sepersepuluh dari penghasilan merupakan patokan minimal yang wajar bagi seorang beriman. Berdasarkan 9:6-8, besarnya berkat Allah yang dicurahkan kepada seseorang akan sebanding dengan besarnya kerelaan dalam memberi. Oleh karena itu, seharusnya tidak menghemat dalam memberi, melainkan harus terus meningkatkan jumlah pemberian dalam kenyakinan yang sesuai dengan landasan Firman Tuhan.
Kerelaan dalam memberi bisa terlihat dari tiga hal. Pertama, bila rela untuk memberi, maka akan memberi lebih daripada jumlah minimal. Kedua, bila rela untuk memberi, maka akan terus berusaha meningkatkan jumlah pemberian. Ketiga, bila rela memberi, maka akan memberi dengan sukacita, bukan dengan perasaan terpaksa.
Salah satu barometer pertumbuhan rohani jemaat ialah melalui kerelaan dalam memberi serta kesadaran untuk memperhatikan pekerjaan Tuhan.

Komitmen Memberitakan Injil
Perjanjian Baru mengajarkan tiga tingkat yang berbeda-beda dalam hal berkomunikasi. Yang pertama adalah pernyataan. Hal ini merupakan penyampaian kebenaran secara lisan dalam bentuk pernyataan tentang fakta.[6] Dalam surat rasul Paulus menganyatakan dengan tegas bahwa “Karena semua orang telah berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23), sebab upah dosa ialah maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan kita” (Rm. 6:23). “sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman, itu bukan hasil usahamum tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu, jangan ada orang yang memegahkan diri (Ef. 2:8-9). Pernyataan seperti di atas, merupakan isi pemberitaan Injil. Yang kedua, tingkat hubungan. Yesus menunjukkan tingkat hubungan dalam pembicaraanNya dengan perempuan di sumur (Yoh. 4), dan melalui hubunganNya dengan Zakeus (Luk. 19:1-10), pada kedua situasi ini, Yesus berusaha menemukan dasar-dasar permufakatan bersama orang-orang lain. Yesus membangun jembatan hubungan yang membawa isi pemberitaan-Nya. Komunikasi ketiga ialah penjelmaan. Pada tingkat ini, Yesus menjadi manusia (Yoh. 1:14; Flp. 2:5-7). Allah tidak menuntut hakNya, tetapi menjadi manusia dan diam di tengah-tengah manusia dan taat sampai mati di kayu salib. Hal inilah yang menjadi contoh saksi penjelmaan.
Ketiga tingkat tersebut di atas memerlukan peningkatan kedewasaan untuk memberitakan Injil Yesus Krsitus.

Pengajaran Paulus mengenai Pembenaran oleh Iman
Landasan Teologis
Kata pembenaran merupakan istilah yang sering dipakai didalam pengadilan. Pada waktu memeriksa perkara, hakim dapat menjatuhkan keputusan kepada orang yang terlibat, entah menyatakan benar atau salah. Dalam Alkitab istilah pembenaran mengacu kepada apa yang dilakukan Allah kepada manusia, artinya Allah membenarkan manusia, dan menganggap benar lebih daripada sekedar menjadi anak-anak-Nya.[7] Latar belakang atau landasan doktrin pembenaran Paulus terdapat di dalam Perjanjian Lama:
Di dalam Perjanjian Lama kebenaran jelas merupakan doktrin keagamaan kata kerja yang diterjemahkan “membenarkan” adalah sadag kalaupun makna yang benar dari akar kata itu hilang, para pakar pada umumnya menyetujui bahwa ide dasarnya adalah kepatuhan kepada peraturan. Istilah Yunani “membenarkan” adalah dikaio dan kata benda dikaiosune dapat diterjemahkan dengan kata “pembenaran” dan dari kata sifat dikaios dapat diterjemahkan adil dan benar. Beberapa pakar katolik mengemukakan bahwa pengertian dikaioo adalah “menjadikan benar” dan dikaiosune adalah menunjukkan kualitas dari kebenaran itu.[8]

Bagi Paulus, kata pembenaran lebih dari sekedar mengacu kepada kualitas etis, karena penekanan Rasul Paulus adalah hubungan posisi benar dengan Allah. Dengan kata lain, orang yang benar memang sudah benar pada waktu keputusan pembenaran diumumkan.[9]
Hubungan antara iman dan pembenaran dapat dikatakan “satu paket.” Artinya keduanya tidak dapat dipisahkan. Pada saat seseorang mengambil keputusan untuk percaya, menerima Tuhan Yesus Kristus sebagai Juru Selamat secara pribadi, maka pada saat yang sama ia dibenarkan. Iman kepada Kristus, membawa seseorang keluar dari kuasa maut kepada hidup kekal. Pekerjaan yang telah dikerjakan Kristus bagi umat percaya membawa hasil yaitu penebusan dosa dan pendamaian orang berdosa dengan Allah. Berdasarkan pemahaman tersebut Paulus dalam Surat Roma 1:17 berkata: kebenaran Allah itu bertolak dari iman memimpin kepada iman. Pembenaran  menjadi sumber pembaharuan hidup orang beriman.
Pembenaran bukan hanya sekedar istilah yang mengandung makna teologis, tetapi merupakan istilah yang memberi pengharapan hidup pada orang Kristen. Iman yang sungguh kepada Kristus membenarkan orang berosa menjadi tidak berdosa. Seiring dengan pernyataan iman tersebut, kepastian keselamatan (kesejahteraan/jaminan dalam pikiran), kekuatan untuk tetap berdiri diatas kebenaran firman Allah ditengah-tengah pencobaan, dapat menjadi bagian hidup orang percaya.
    
Yesus adalah Tuhan
Sebutan utama dan paling karakteristik bagi Yesus adalah Tuhan (Kyrios), yang bukan hanya ditemukan dalam surat-surat Paulus, melainkan pula secara meluas dalam kekristenan bukan-Yahudi.[10] Manusia masuk kedalam persekutuan gereja melalui percaya akan kebangkitan dan mengaku ke-Tuhan-an Kristus (Rm. 10:9).
James D. Tabor, berpendapat bahwa Yesus adalah anak haram.[11] Inti dari pemberitaan Paulus adalah ke-Tuhan-an Kristus (2Kor. 4:5). Pentingnya pengakuan ini dalam gereja-gereja Paulus jelas di kemukakan dalam perkataan, “tidak ada seorang pun yang mengaku: Yesus adalah Tuhan, selain oleh Roh Kudus” (1Kor 12:3). Jelas Paulus tidak bermaksud bahwa mustahil mengucapkan perkataan ini, selain oleh pengilhaman Roh (Mat. 7:21). Sebaliknya yang dimaksudkannya adalah bahwa pengakuan yang tulus atas kepercayaan Kristen ini menunjukkan bahwa orang yang menunjukkan itu digerakkan oleh Roh Kudus. Inilah tanda yang paling jelas dari seorang Kristen: pengakuan ke-Tuhan-an Kristus (1Kor. 1:2; Kis. 9:14, 21; 22:16; 2Tim. 2:22).
Pengakuan ini mengandung pengertian ganda. Mencerminkan pengalaman pribadi si pengaku. Ia mengakui Yesus sebagai Tuhan karena ia telah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhannya (Kol. 2:6). Ia telah masuk kedalam hubungan yang baru dimana ia mengakui kekuasaan mutlak Yesus yang telah dimuliakan atas kehidupannya. Ada banyak kekuasaan lain di dalam duni ini-yang disebut ilah dan kekuasaan manusiawi; namun orang percaya hanya mengenal satu kekuasaan yang mutlak dan tertinggi atas kehidupannya yakni Tuhan Yesus Kristus (1Kor. 8:5-6). Ini bukanlah kekuasaan yang di paksakan dari luar, melainkan secara relah di terima oleh si pengaku. Melaluinya dibawa masuk ke dalam persekutuan pribadi dengan Kristus yang telah dimuliakan.
Hubungan ini bukan semata-mata bersifat pribadi dan individualistis, melainkan dinikmati oleh gereja secara keseluruhan. Ini terlihat dengan penggunaan yang sering ditemukan tentang ungkapan seperti “Tuhan kita Yesus Kristus” (28 kali), “Tuhan Yesus kita” (9 kali), “Yesus Kristus Tuhan kita” (3 kali). Dalam mengakui Yesus sebagai Tuhan, pengaku itu bergabung dalam persekutuan dengan mereka yang telah mengakui ke-Tuhanan-Nya.
Pengakuan ke-Tuhan-an Kristus bukan sekadar ucapan tentang ketaatan pribadi itu sendiri di dasarkan pada fakta sebelumnya: ke-Tuhan-an Yesus atas semesta. Dalam tindakan pengakuan itu, si pengaku bukan hanya mengakui hubungan pribadi yang baru dengan Kristus, tetapi juga mengutarakan pokok iman, yakni bahwa melalui kematian dan kebangkitan, Yesus telah diangkat dan menempati kedudukan yang penuh kekuasaan atas seluruh umat manusia, baik yang hidup dan yang mati (Rm. 14:9). Ia mengkui Yesus sebagai Tuhanya karena Yesus pada hakikatnya telah di angkat dan adalah Tuhan atas segalah tuhan dan ilah lain, baik yang nyata atau yang hanya khayalan (1Kor. 8:5-6).
Inilah yang ditegaskan dalam pujian Kristologis dalam Filipi 2:5-11. Apapun makna Morphe theou, apapun yang dikosongkan Yesus bagi diriNya pada waktu penjelmaan-Nya, yang jelas dari seluruh interpretasi bagian Alkitab ini adalah: karena pengosongan baru telah di karuniakan kepada-Nya, yaitu suatu nama baru yang menunjukkan peran dan statusnya yang baru, yaitu Kyrios. Di hadapan Yesus , yang sekarang di tinggikan sebagai Tuhan, seluruh dunia akan bertekuk lutut. Ciptaan Allah yang sekarang berontak., akan tunduk di bawah telapak kaki pribadi yang telah di tinggikan Allah itu.
Pentingnya gelar Kyrios nyata dalam fakta bahwa Kyrios adalah terjemahan Yunani dari tetragrammaton YHWH, yaitu nama perjanjian dari Allah dalam Perjanjian Lama. Yesus yang telah ditinggikan itu mencapai menempati peran Allah sendiri dalam memerintah dunia. Allah berkenan melaksanakan pemulihan dunia yang telah jatuh ini di dalam pribadi Anak-Nya yang telah menjelmah, Yesus Kristus. Ketika alam menyembah Kristus sebagai Tuhan, maka dunia akan menyembah Allah.
Oleh karena disini Paulus tidak menjelaskan waktu pengakuan ke-Tuhan-an Yesus, maka sebagian penafsir percaya bahwa Paulus memandang pengakuan universal ini sebagai peristiwa yang terjadi pada waktu pemulihan, yaitu seluruh alam akan tunduk kepada-Nya. Ini akan mencakup teologi yang berbeda dengan yang telah dinyatakan dalam 1 Korintus 15:25-26, dimana pemerintahan-Nya di mulai pada waktu kenaikan dan di genapi pada waktu parousia;  tak ada alasan untuk tidak memahami bagian alkitab dalam Filipi menurut terang Korintus. Penobatan Yesus kepada takhta sebai Raja dan pengaruniaan nama itu terjadi pada waktu kenaikan-Nya; namun pengakuan universal dan ketaatan terhadap kekuasaan nama itu akan di genapi pada saat parosia.
Hal ini membawa kita untuk  melihat pengertian dasar dari gelar Kyrios. Ini adalah sebutan yang di berikan kepada Yesus yang menyangkut fungsi-fungsi keilahian-Nya. Jika pengakuan ke-Tuhan-an Yesus berarti keselamatan (Rm. 10:9), latar belakangnya adalah konsep Perjanjian Lama tentang menyeruhkan nama Yahwe. Paulus sendiri menjelaskan ketika ia menguktip Yoel 2:32, “sebab, barangsiapa yang berseru kepada nama Tuhan akan di selamatkan” (Rm. 10:13). Jadi kita melihat bahwa hari Tuhan (1Kor. 5:15; 1Tes. 5:2;  2Tes. 2:2) telah menjadi hari Tuhan Yesus (2Kor. 1:14), hari Tuha Yesus Kristus (Kor. 1:8), bahkan hari Kristus (Flp. 1:6,10; 2:16). Sebagai Tuhan, Kristus yang telah di muliahkan itu menjalankan hak prerogative Allah. Dengan demikian kursi pangadilan Allah (Rm. 14:10) juga merupakan kursi pangadilan Kristus (2Kor. 5:10). Allah akan menghakimi dunia melalui Tuhan yang telah dilmuliakan sampai berakhir pemerintahan mesianik-Nya.
Dengan demikian jelaslah bahwa ke-Tuhan-an dan kemesiasan itu adalah kategori-kategori serupa, yaitu dua cara pengungkapan realitas yang sama. Alasan lebih utamanya ke-Tuhan-an atas kemesiasan dalam surat-surat Paulus bukan karena ia tidak memahami kemesiasan atau ia tidak mau menerapkan kategori-kategori mesianik kepada Yesus, melainkan karena kemesiasan itu merupakan kekhususan Yahudi, dan tidaklah bijaksana untuk terang-terangan memberitakan seorang raja, selain kaisar di dunia Romawi lebih-lebih menyangkut pemerintahan seorang Yahudi yang tersalib. Meskipun dalam isi surat Paulus, ide ke-Tuhan-an Kristus diambil dari Perjanjian Lama, namun konsep itu memiliki makna dan merupakan kategori dan dapat diterima dalam dunia Helenistis, walupun mudah disalah tafsirkan menurut tuhan-tuhan sekte-sekte sesat (1Kor. 8:5-6). Oleh sebab itu, ketika Paulus menulis bahwa Yesus mati dan bangkit untuk menjadi Tuhan (Kyrieuse) orang yang mati dan yang hidup (Rm. 14:9), maka yang dikatakannya tidak berbeda dengan penegasannya bahwa Yesus harus memerintah sebagai raja (basileuin) sampai Ia menaklukkan semuanya-Nya (1Kor. 15:25).



Yesus sebagai Juruselamat
Artinya menerima Yesus sebagai Juruselamat secara pribadi
Untuk memahami topic di atas, terlebih dahulu perlu dimengerti bahwa “Yesus Kristus,” “pribadi,” dan “Juruselamat.”
Banyak orang akan mengakui Yesus sebagai orang baik, guru yang agung, atau bahkan sebagai nabi Tuhan. Semua ini memang benar, tapi tidak betul-betul menjelaskan siapa Dia sebenarnya. Alkitab menjelaskan bahwa Yesus adalah Allah menjadi manusia (lihat Yoh. 1:1-14). Allah datang ke dalam dunia ini untuk mengajar, menyembuhkan, memperbaiki, mengampuni, - dan mati bagi bagi dunia! Yesus Kristus adalah Allah, Sang Pencipta, Tuhan yang berkuasa.
Yesus adalah jalan menuju kepada Bapa di Sorga. Yesus adalah Juruselamat. Alkitab memberitahu bahwa semua orang telah berdosa, melakukan hal-hal yang jahat (Rm. 3:10-18). Sebagai akibat dari dosa manusia, maka manusia pantas menerima murka dan penghakiman Tuhan. Satu-satunya hukuman yang pantas untuk dosa melawan Tuhan yang kekal adalah hukuman yang kekal (Rm. 6:23, Why. 20:11-15). Sungguh manusia membutuhkan Yesus untuk menyelamatkannya dari bahaya maut.
Yesus Kristus datang ke dunia ini dan mati menggantikan. Kematian Yesus, sebagai Allah dalam wujud manusia, adalah pembayaran yang cukup untuk dosa-dosa (2 Kor. 5:21). Yesus mati untuk membayar dosa-dosa manusia (Rm. 5:8). Yesus membayar harga yang harus bayar sehingga tidak perlu membayarnya. Kebangkitan Yesus dari antara orang mati membuktikan bahwa kematianNya sudah cukup untuk membayar hutang dosa kita. Itu sebabnya Yesus adalah satu-satunya Juruselamat (Yoh. 14:6; Kis. 4:12). Percaya Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, adalah keputusan yang tepat dan bernilai keabadian.
Prinsip yang kuat dalam kenyakinan orang percaya ialah menjadikan Yesus sebagai Tuhan, Juruselamat, dan sahabat sejati. Penerimaan kepada Yesus sebagai Tuhan harus bersifat pribadi bukan golongan dan kelompok. Banyak orang memandang keKristenan sekedar sebagai ke gereja, melakukan upacara-upacara Kristen, dan tidak berbuat dosa. Itu bukan keKristenan. KeKristenan yang sejati adalah hubungan pribadi dengan Yesus Kristus. Menerima Yesus sebagai Juruselamat secara pribadi berarti menempatkan iman dan kepercayaan secara pribadi kepadaNya. Tidak seorangpun dapat diselamatkan karena iman orang lain. Tidak ada yang dapat diampuni karena melakukan kegiatan-kegiatan tertentu. Satu-satunya cara untuk diselamatkan adalah dengan secara pribadi menerima Yesus sebagai Juruselamat, percaya pada kematianNya sebagai pembayaran dosa, dan kebangkitan-Nya sebagai jaminan hidup kekal (Yoh. 3:16).
Menerima Yesus sebagai Juruselamat dan menerima pengampunan dari Tuhan,William Barkelay, mengatakan “akhir dari keangkuhan dan kesombongan adalah awal pengampunan.”[12]

Yesus Adalah Manusia Sejati Tanpa Dosa
"Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa." (Ib. 4:15)

Yesus menjadi manusia dalam segala hal kecuali bahwa Dia tanpa dosa. Tidak berarti Ia mengesampingkan sifat keIlahian-Nya. Ia adalah Allah tetapi juga manusia tanpa dosa. Ayat di atas memberitahu kedudukan Sang Imam Besar  yaitu Tuhan Yesus Kristus, yang pernah menjadi manusia, hanya Dia tidak berbuat dosa. Perhatikan penjabaran berikut ini:
Yesus adalah Manusia
Kemanusiaan Yesus tidak dapat diragukan. Karena itu, dukumen Alkitab
berikut ini dapat menjadi pedoman bagi jemaat untuk menyakinkan iman percaya bahwa Yesus adalah manusia sejati
Yesus dilahirkan oleh seorang wanita. Meskipun Allah adalah Bapa-Nya, Dia dikandung dalam rahim Maria dengan kuasa Roh Kudus. Dia bertumbuh dan dilahirkan seperti semua bayi-bayi yang lain dilahirkan. "Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat" (Gal. 4:4).
Tubuh Yesus seperti tubuh manusia pada umumnya. b.1 Dia bertumbuh dari bayi, ke masa muda dan tumbuh dewasa sama seperti semua manusia lainnya (Luk. 2:52). b.2 Dia merasa lapar dan haus seperti manusia lainnya, "Dan setelah berpuasa empat puluh hari dan empat puluh malam, akhirnya laparlah Yesus" (Mat. 4:2). "Sesudah itu, karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai berkatalah Ia- supaya genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci: "Aku haus!" (Yoh. 19:28). b.3 Dia menjadi lelah seperti manusia lainnya. "Di situ terdapat sumur Yakub, Yesus sangat letih oleh perjalanan, karena itu Ia duduk di pinggir sumur itu. Hari kira-kira pukul dua belas" (Yoh. 4:6).
Memiliki Perasaan. c.1 Dia merasa amat berdukacita atas kematian seorang sahabat sehingga Dia menangis. "'Di manakah dia kamu baringkan?' Jawab mereka: 'Tuhan, marilah dan lihatlah!' Maka menangislah Yesus.Kata orang-orang Yahudi: 'Lihatlah, betapa kasih-Nya kepadanya!'" (Yoh. 11:34-36).  c.2 Dia merasa kasihan karena penderitaan orang lain. "Demikianlah Yesus berkeliling ke semua kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil Kerajaan Sorga serta
melenyapkan segala penyakit dan kelemahan. Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala"(Mat. 9:35-36). c.3 Dia merasa sedih dan marah karena kebejatan moral manusia. "Ia berdukacita karena kedegilan mereka,
dan dengan marah Ia memandang sekeliling-Nya kepada mereka lalu Ia berkata kepada orang itu: 'Ulurkanlah tanganmu!' Dan ia mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya itu" (Mark. 3:5).
Yesus Dicobai Sebagaimana Manusia.  "Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah,baiklah kita teguh berpegang pada pengakuan iman kita. Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa" (Ib. 4:14-15).
Dalam ayat ini Yesus disebut Imam Besar Agung. Selanjutnya dikatakan
bahwa Dia dicobai dalam segala hal seperti dicobai.
Yesus Hidup dalam Kehidupan yang Tanpa Dosa. Perhatikanlah ayat-ayat berikut ini. "Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa"
(Ib. 4:15). "Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah" (1Kor. 5:21). "Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya" (1Pet. 2:22).
Ini adalah satu cara di mana Yesus, sebagai manusia, berbeda dari semua umat manusia. Semua manusia telah berdosa, tetapi Yesus tanpa dosa.
Banyak orang tidak mengerti bahwa ada dua cara-cara manusia berdosa.
Cara pertama adalah dengan melakukan hal-hal yang kita ketahui adalah jahat. Alkitab menerangkan pada umatNya beberapa hal yang Allah tidak ingin manusia lakukan. Tapi jika ia tetap melakukan hal-hal ini, maka dia melawan Allah dan ia berdosa.
Cara kedua dari perbuatan dosa adalah gagal melakukan hal yang diketahui benar. Allah menerangkan pada manusia bahwa ada beberapa hal yang seharusnya dilakukan. Bila lalai melakukan hal-hal ini, maka berdosa terhadap Allah. Dalam Yakobus 4:17  "Jadi jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa."
Bila berkata bahwa Yesus adalah tanpa dosa, hal ini menunjukkan bahwa Dia tidak pernah melakukan apa pun yang jahat di mata Allah. Juga menunjukkan bahwa Dia selalu melakukan apa pun yang baik di mata Allah. Dia tidak pernah melakukan yang jahat. Dia tidak pernah gagal melakukan yang baik.
Pentingnya Yesus Menjadi Manusia Tanpa Dosa.  Dalam 2 Korintus 5:21, belajar bahwa Yesus yang tidak berdosa, namun menjadi berdosa untuk kita sehingga kita dibuat menjadi benar di hadapan Allah melalui Yesus. "Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah." Jika seandainya Yesus berdosa, Dia tidak bisa menggantikan tempat orang-orang berdosa. Dia akan menerima hukuman atas dosa-dosanya sendiri.

Landasan Historis
Untuk dapat memahami ajaran Paulus secara baik berkaitan dengan pembenaran, maka hal yang mendasar perlu di perhatikan. Pengertian terhadap latar belakang Paulus sebelum percaya Yesus, bahkan sampai pada saat ia menerima Dia sebagai Tuhan dan Juru selamat dapat menolong pembaca untuk memahami topik tersebut di atas.
Saulus (demikianlah nama rasul Paulus pra-tobat), terdidik dalam pengajaran Yudaisme yang demikian kental dengan pengajaran Taurat dibawah didikan Gamaliel (Kis.22:3). Pemahaman Paulus terhadap orang Kristen berkonotasi negative dalam prinsip keagamaan. Ketika ia memadukan antara pengetahuan pengajaran yang ia peroleh dalam Yudaisme dengan pengajaran orang Kristen pada zaman itu, ia sampai pada kesimpulan bahwa orang Kristen keliru, karena itu ia tidak segan-segan untuk menganiaya orang Kristen. Data yang tersaji dalam Kisah Para Rasul 7:58, memberi pengertian bahwa, rasul Paulus adalah merupakan terdakwa sekaligus saksi mata ketika Stafanus (martir pertama) di bunuh. Paulus dapat dikatakan terdakwa karena dua hal. Pertama, dari sudut pandang Allah. Allah membela Stefanus dan Ia murka terhadap orang Yahudi yang menganiaya orang Kristen. Paulus adalah bagian dari orang Yahudi karena itu, ia layak dianggap sebagai terdakwa. Kedua, dari sudut pandang orang Kristen. Pada waktu kita membaca teks Kisah Para Rasul secara cermat, maka Paulus digolongkan sebagai terdakwa. Paulus sendiri dalam Filipi 3:8 mengatakan: “Segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus Yesus, Tuhanku, lebih mulia daripada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh Kristus.” Hal nyata bahwa Paulus, menyesali perbuatannya yang merugikan orang Kristen.
Doktrin Paulus tentang pembenaran hanya dapat dipahami berdasarkan latarbelakang Perjanjian Lama. Di kalangan orang-orang Yunani kebenaran merupakan kualitas bawaan manusia. Kebenaran dalam Perjanjian Lama utamanya tidak menunjukkan kualitas etis. Pengertian dasar istilah ini menunjukkan aturan dalam urusan dunia yang patut ditaati oleh manusia dan yang menjadi tolok ukur bagi mereka. Jadi ini mengacu pada kepatuhan pada suatu hubungan khususnya dengan Allah.

Peranan Hukum Taurat
Pengajaran Rasul Paulus mengenai hukum Taurat merupakan salah satu pokok yang sangat sulit dipahami, bahkan bisa saja kontroversial. Berdasarkan penyelidikan terhadap kitab Suci maka kita sampai pada suatu kesimpulan bahwa Hukum Taurat berasal dari Allah (Rm.7:22, 25;8:7). Hukum Taurat merupakan perwujudan kehendak Allah, oleh karena bersifat rohani, kudus, benar dan baik (Rm.7:12-14).
Tujuan penganugerahan Taurat, Paulus menegaskan, bahwa Taurat dikaruniakan untuk menuntun kepada hidup. Hukum Taurat tidak dapat menghidupkan. Akan tetapi, hukum Taurat memberikan arah untuk menuju kepada Dia yang merupakan kehidupan. D. L. Moody melihat dari sisi yang lain dengan mengatakan bahwa hukum Taurat merupakan pengawasan penuntun.[13]
Alkisah, Jakarta adalah sebuah kota metropolitan. Kota ini sangat ramai serta padat penduduknya. Orang yang baru pertama masuk dalam kota ini, tentu saja sedikit membingungkan. Dalam situasi seperti ini, mencari alamatpun menjadi dulit sehingga alat penuntun amat perlu. Tanda-tanda lalu lintas sebagai penunjuk arah dapat menolong orang tersebut untuk mencari daerah yang hendak dituju, petunjuk-petunjuk lainpun demikian seperti RT/RW serta nomor rumah tersebut. Jika orang tersebut tidak mematuhi peraturan dan petunjuk yang ada, maka dia akan mendapat masalah. Hukum Taurat-pun demikian, itu sebabnya Yesus datang bukan untuk menghilangkan hukum Taurat tetapi untuk menggenapinya.

Pengajaran Paulus dalam Efesus 2:8-10
Tulisan-tulisan Paulus khususnya dalam surat Efesus 2:8-10 sangat menjungjung tinggi nilai iman sebagai penentu hasil akhir dari kehidupan seseorang. Tetapi juga dalam ayat 10 Paulus memberi kesimpulan bahwa orang yang telah diselamatkan harus menunjukkan pekerjaan yang berkualitas dan bermutu tinggi. Inilah makna Injil bagi orang beriman. Tanpa kematian dan kebangkitan Kristus maka sia-sia iman Kristen.

Dibenarkan karena Kasih Karunia
Alkitab mencatat bahwa tidak seorangpun yang mendapat pembenaran dengan perbuatan-perbuatan baik atau kebajikan (Ef. 2:8-10). Sebab jika demikian, maka orang yang kaya (beruntung secara materi) akan meremehkan nilai moral dan dedikasi kepada Kristus. Perbuatan baik adalah penting dalam kehidupan orang Kristen sebagai buah ketaatan kepada Tuhan, tetapi bukanlah yang terutama dengan lain pẻrkataan perbuatan baik atau amal tidak berbahagian dalam keselamatan jiwa seseorang.

Dibenarkan karena Iman
Orang yang bẻriman kepada Kristus secara serius dalam hidupnya akan tercermin atau nampak perbuatan baik, kebajikan yang memiliki manfaat bagi sesama, tetapi orang yang selalu berbuat baik belum tentu memiliki iman kepada Kristus. Itulah sebabnya rasul Paulus menjadikan iman sebagai sarana yang mutlak untuk memperoleh pembenaran. Salah satu penulis yang terkenal, R.C. Sproul, juga menegaskan bahwa:
Iman merupakan kondisi yang amat penting untuk menerima pelimpahan karya Kristus. Iman bukan merupakan suatu loncatan pada kegelapan, tetapi mẻrupakan suatu kepercayaan đi dalam Allah yang memindahkan kita dảri kegelapan kepada tẻrang.[14]

Karena itu, tidak berlebihan kalau Paulus dalam suratnya menegaskan bâhưa pembenaran menuntut iman yang nyata dan hidup yang menjadi berkat, bukan hanya sekedar pengakuan iman secara seremonial.

Dibenarkan untuk Perbuatan Baik
Dalam budaya Yunani kuno, kata “baik” dalam bahasa Yunani memiliki dua pengertian.
Pertama, kalos.  Kata ini dipakai oleh Yesus dalam khotbah di bukit (Mat. 5:16). Yesus mengajar kepada semua orang untuk menjadi garam dan terang sehingga setiap orang yang melihat perbuatan yang baik akan memuliakan Bapa di Sorga. Teks Yunani kata kalos berarti daya tarik, menarik, indah, empati, semua hal yang berkaitan dengan innerbeauty.
Kedua, agathos. Kata ini dipakai oleh Paulus untuk menegaskan pengajarannya terkait dengan soteriologi kepada jemaat di Efesus (Ef. 2:10). Kata ini berarti: baik secara kualitas, baik secara mutu, dan berprestasi.
Bagi Paulus, seseorang yang telah dibenarkan karena kasih karunia, dan karena iman, ia harus mengerjakan pekerjaan baik.
Jelas bahwa Paulus tidak mengesampingkan perbuatan baik. Ia mementingkan perbuatan pasca dibenarkan oleh Kristus. Kehidupan yang telah dibenarkan harus mempertontonkan perbuatan baik dan pekerjaan yang berkualitas tinggi serta bermutu kekekalan.


Landasan Filosofis
Secara filosofis dapat ditinjau dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru terkait dengan pembenaran menurut rasul Paulus. Perhatikan berikut diskripsi yang lebih luas.

Pembenaran dalam Perjanjian Lama
Pembenaran secara mendasar bersifat hukum. Karena itu, Thomas Watson, mengatakan dengan pernyataan terkenal, “inilah verbum forence” suatu frase yang dipinjam dari hukum peradilan.[15] Ketika dalam diri seseorang timbul rasa ketidakpuasan atau tidak ketidakpastian tentang suatu hal yang menyangkut kepribadiannya atau kepemilikannya, maka hal pertama yang ia pikirkan ialah mengunjungi pengacara untuk mencari pembelaan.
Istilah benar yang dipakai dalam Perjanjian Lama qd,X, sedeq dari akar kata Ibraninya (Ñ•edeq) bentuknya abstrak subjungtif  (rectitude) serta bentuk obyeknya (justice).[16] Kata yang sama di dalam Kejadian 15:6 adalah bentuk kata benda, feminism tunggal (as righteousness) artinya sebagai pembenaran.[17] Dari kata tersebut di atas ada beberapa pengertian lain: pertama, benar secara harafiah (right nature); kedua, baik secara moral (right morality) dan ketiga, benar secara hukum (right legal) atau sah  berdasarkan hukum. Juga pengertian lain dari studi tersebut yang bentuknya abstrak seperti keadilan (equty) atau kemakmuran (prosperity) yang mempunyai arti pendamaian yang membawa kemakmuran. Dalam pengamatan Berkhof mengenai istilah pembenaran dalam Perjanjian Lama adalah: 
Istilah Ibrani untuk “membenarkan,” adalah hisdiq yang dalam sebagian besar pemakaianya berarti “secara yuridis mengumumkan bahwa keadaan seseorang selaras dengan tuntutan hukum,” Kel. 23:7; Ul. 25:1; Ams. 17:15; Yes. 5:23. Bentuk piel siddek sering menggambarkan arti yang sama, Yeremia 3:11; Yeh. 16:50-51.[18]

Dengan demikian arti kata tersebut sangat bersifat hukum.
Dipahami bahwa kata dikaiosune dalam Perjanjian Baru adalah merupakan perkembangan dari penggunaan kata sedeq di dalam Perjanjian Lama. Allah adalah benar ketika Ia bertindak menurut cara-cara yang telah di tetapkan ini. Kebenaran Allah yang penuh belas kasihan sebagai jalan yang menjanjikan. Pada saat yang sama kebenaran tersebut merupakan dasar yang dapat menolong manusia serta mengangkat keberadaan manusia yang bejat (total depravity). Allah bertindak dengan adil ketika melakukan penyelamatan bagi umatNya dan dengan demikian di dalam menempatkan mereka pada tempatnya dalam suatu hubungan yang benar dengan Allah (Yes. 51-56). Nabi Yesaya mengakui bahwa Allah adalah hakim yang adil yang menilik umat-Nya secara cermat dari waktu ke waktu sehingga tidak sesuatupun yang di perbuat oleh umat manusia lepas dari kendali Allah. Lebih lanjut Yesaya mengatakan dalam pasal 46 ayat 13, umat Allah benar ketika mereka berada dalam hubungan yang benar dengan Dia artinya, pada saat mereka mengalami penyelamatan-Nya secara gratis. Ketika Allah, berdasarkan kedaulatan-Nya membenarkan umat-Nya, tidak terlepas dari pertimbangan yang telah di tetapkan oleh Alla sebagai hakim
Peristiwa Abraham menjadi peristiwa yang amat penting dalam sejarah Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru khususnya ketika kita berkonsentrasi pada iman, ketaatan, dan hasil akhir dari tindakan iman. Bagi orang Yahudi Abraham adalah teladan, seorang tokokh yang di benarkan karena perbuatan-perbuatannya. Paulus setuju bahwa ia luarbiasa dan di benarkan, tetapi ia tidak setuju bahwa ia di benarkan karena perbuatannya. Dalam Kejadian 15:5 Musa memakai sebuah kata kerja yang aktif, tetapi dalam Roma 4:3 Paulus mengubahnya sehingga kata kerja yang dipakai Paulus adalah pasif “(elogisthe).[19] Paulus melawan pendekatan orang Yahudi yang menjadikan Kejadian 15:6 sebagai suatu amal Abraham yang layak dibalas dengan upah.
Secara manusia Abraham juga mengalami kegoncangan dalam keluarga, khususnya dalam ujian kesabaran menantikan janji Tuhan dalam hidupnya, yakni janji keturunan , sehingga Hagar, seorang budak mereka, menjadi sasaran alternative untuk tujuan personal. Perbuatan tersebut tentu saja tidak selaras dengan kehendak Tuhan Allah, meskipun dalam unsure tindakan tersebut ada partisipasi Sara, istri yang sah dari pihak Abraham. Di tengah-tengah kegoncangan yang melanda Abraham dan keluarganya, hubungan Abraham dengan Allah dan janji-Nya tidak bergeser. Masih banyak sisi kehidupan Abraham yang berkenan di mata Tuhan, sehingga Allag melimpahkan rahmat-Nya yang besar pada Abraham.

Dalam Konteks Perjanjian Baru
Istilah yang mendominasi dalam surat Rasul Paulus khususnya dalam surat Galatia dan Roma adalah pembenaran.[20] Dalam perjanjian Baru, istilah Yunani yang berarti digunakan dengan beberapa cara, seperti yang diuraikan oleh Berkhof berikut:
Kata  kerja “dikaio” artinya menyatakan bahwa seorang benar, kadang-kadan kata ini juga dipakai untuk menunjuk pribadi bahwa sifat moralnya sesuai hukum (Mat. 12:37; Luk. 7:29; Rm. 3:4). Kata yang juga dekat dengan kata kerja dikaio ialah “dikaios” artinya baik yaitu dalam hubungan yuridis dengan Tuhan. Kata yang lain ialah “dikaiosis” kata ini menunjukkaan tindakan Tuhan yang menyatakan bahwa manusia bebas dari kesalahan dan dapat di terrima oleh-Nya. Keadaan yang dihasilkan ditunjukkan oleh kata “dikaiosune”.[21]

Adalah hak prerogative Allah untuk memberikan seorang dan memberikan kebenaran kepadanya, yaotu untuk memperhitungkan orang itu sebagai orang benar, walaupun pada dasarnya orang itu tidak benar.
Pengalaman lain dari kata tersebut adalah: istilah ini merupakan kata kerja “membenarkan” adalah “dikaio” dari akar kata sifat yang benar dan kebenaran Allah memberi keadilan kepada orang yang telah besalah menjadi benar.[22] Pengartian yang umum dari kata tersebut dalam septuaginta adalah merupakan kebenaran yang nyata. Kata ini menunjukkan hubungan yang benar dengan Allah dan bukan sekedar menerima pengakuan tidak bersalah secara hukum. George Eldon Ladd menegaskan bahwa “Mayoritas pakar kontemporer memahami bahwa pembenaran itu lebih menyangkut hubungan daripada kualitas etis, dan pengertian Paulus yang terutama adalah benar dengan Allah.”[23] Menyadari bahwa Allah memiliki kasih dan kemurahan hati, Ia menolong manusia berdasarkan kasih sehingga, Ia menerima manusia  yang berdosa. Pada saat seseorang menghampiri hadirat-Nya dengan penuh penyesalan dan komitmen untuk berubah, maka Ia adalah setia dan adil, dan akan mengampuni segala dosa kita dan tidak diingat lagi oleh-Nya (1 Yoh. 1:9). Pada waktu Allah mengampuni pelanggaran-pelanggaran kita Ia melakukannya baerdasrkan anugrahNya (Kol. 2:13). Diampuni charizomai berarti menganugrahkan  berdasrkan kemurahan, memberikan dengan kemurahan hati, dan mengampuni berdasarkan AnugrahNya.[24] Kata ini menekankan bahwa pengampunan akarnya pada anugrah Allah, tidak ada perbuatan manusia yang terlibat di dalamnya. Kata tersebut diatas sinonim dengan menghapuskan hutang dosa, memberikan dengan Cuma-Cuma.”[25]
Dalam menjelaskan Injil, Paulus juga secara langsung menghubungkan dengan keselamatan. Keselamatan yang dibicarakan disini adalah keselamatan dari murka Allah (Rm. 5:9). Memang mulai dari Rolah dima 1:18 murka Allah diceritakan. Hagelberg, menjelaskan: Oleh karena murka Allah tersebut yang sekarang dinyatakan atas seggala macam kejahatan manusia, maka kita dapat mengerti bahwa kuasa Allah menyelamatkan orang dari hukum dari dosa.[26] Masalah keselamatan yang dibicarakan dalam konteks ini meliputi pekerjaan Allah bagi manusia dari pembenaran sampai pemuliaan. Orang yang percaya kepada Yesus telah diselamatkan, sedang diselamatkan, dan akan diselamatkan secara sempurna pada akhir jaman. Ini mencakup pembenaran , penyucuian, dan pemuliaan. Orang Kristen telah di selamatkan ketika ia menyatkan kesungguhan hati untuk percaya kepada Kristus (Luk. 7:50; Kis. 16:30-31; 1Kor. 1:18; 2Tim. 1:9). Iman kepada Kristus berakibat pada pelepasan dari hukuman dan kesalahan karena dosa. Dalam bahasa Indonesia kata “kebenaran” dipakai untuk menerjemahkan dua kata yang berbeda dalam bahsa Yunani. Pertama, kata kebenaran berkaitan dengan kata “benar” atau “adil” bukan “benar dalam arti tidak salah” dan hal ini mengacu pada keadilan Allah.[27] Kedua, kata benda “kebenaran,” kata sifat “benar,” dan kata kerja “membenarkan,” dipakai kira-kira 56 kali dalam surat Roma. Perhatikan penjelasan berikut:
Dalam bahasa sekular, kata sifatnya berarti “sesuai dengan kewajiban dari adat istiadat” atau “adil.” Di dalam Septuaginta kata ini dipakai dengan arti “menurut kewajiban situasi atau hubungan yang tertentu,” misalnya hubungan Allah dengan manusia yang diatur berdasarkan perjanjian-perjanjian Allah dengan Israel. Kemudian, kata “membenarkan,” pada umumnya, pakar Alkitab Katolik berpendapat bahwa “membenarkan memberi status benar dan juga membawa suatu perubahan batin dimana orang itu menjadi lebih baik.” Tetapi pakar Alkitab Kristen berkata “orang diberi status benar tanpa membawa perubahan batin atau sifat yang menjadi lebih baik. Kata kerja “dinyatakan” memakai bentuk present tense (bentuk masa sekarang), dan Grandfield berkata bahwa bentuk ini, dipakai karena kebenaran Allah sedang dinyatakan melalui pemberitaan Injil sekarang ini. Tetapi juga dinyatakan dalam kehidupan dan pengalaman orang yang beriman.[28]

J. I. Packer, menyatakan bahwa hanya Paulus dari penulis Perjanjian Baru lainnya yang menggunakan kata “membenarkan” sebagai istilah teknis, yaitu mengacu kepada tindakan Allah menerima manusia jika mereka percaya pada-Nya.[29] Kebenaran ini didapatkan melalui pendamaian oelh kematian Kristus 9Rm.3:23). Paulus menganggap bahwa cara pembenaran orang-orang berdosa seperti ini bukanlah hal yang baru, sebab dengan cara seperti ini juga Abraham dan Daud dibenarkan oleh Allah (Rm.4:1-8). Paulus menguraikan berkat-berkat pembenaran bagi kehidupan yang telah dijamah oleh Tuhan sebagai wujud adanya pendamaian secara pribadi dengan Allah (Ef.1:4-5), adanya kehormatan untuk menikmati hubungan doa secara langsung kepada Allah (1Tes.5:17), adanya keyakinan bahwa penderitaan yang dialami menghasilkan ketekunan dan ketekunan menimbulkan tahan uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan, karena kasih Tuhan (Rm. 5:3-5).

Dasar Pembenaran
Pentingnya pembenaran dalam teologi Paulus banyak diperdebatkan. Ada beberapa orang yang merasa Paulus terlalu radikal dalam hal iman kepada Tuhan, sehingga ia seakan-akan mengabaikan prinsip-prinsip dalam Perjanjian Lama (Taurat). Hal inilah yang menyebabkan kontroversi antara Paulus dan Yudaisme. Pemikir Yahudi kontemporer sependapat dengan Rasul Paulus dalam memandang pembenaran sebagai tindakan forensic (Allah dipahami sebagai penguasa, pemberi hukum, hakim) eskatologis.[30]
Dari tiga belas surat Paulus, berita soteriologi sangat mendominasi. Karena itu, secara implicit dapat diperhatikan dua hal yang menjadi dasar pembenaran bagi jemaat.

Iman kepada Yesus Kristus
Memang iman sering adalah konsep yang tidak real karena agak sulit untuk mengetahui apakah memang memiliki iman tersebut atau tidak (atau kita sedang berbohong kepada diri sendiri). Banyak orang mengatakan bahwa mereka memiliki iman tetapi sebenarnya mereka tak memiliki apa-apa. Mereka hanya menipu diri sendiri. Ketika iman itu dicobai, iman mereka kolaps, cerai berai.
Tuhan tidak menghendaki iman yang hanya parsial saja, Tuhan menghendaki iman yang seutuhnya, teguh, seluruhnya, iman dengan penyerahan diri sepenuhnya. Iman yang hanya suam-suam kuku, tidak panas dan tidak juga dingin, tidak disukai Tuhan. Tuhan menghendaki iman yang rela berkorban, rela menyerahkan diri bagi Tuhan.
Iman kepada Tuhan akan selalu mengalami tantangan untuk menguji iman dan untuk memurnikan iman orang percaya. Setiap kali melewati ujian tersebut dan lulus dalam suatu ujian iman kita naik tingkat untuk mengalami ujian lebih berat. Dalam Alkitab, Tuhan tahu Abraham mengasihi Tuhan sehingga ia rela meninggalkan kampung halaman dan orang-orang yang dikasihinya untuk pergi ke tanah yang dijanjikan Tuhan. Namun itu saja tidak cukup, Abraham harus menunggu sangat lama sebelum ia mendapatkan seorang anak. Itu juga masih belum cukup, Tuhan meminta Abraham untuk mengorbankan anak satu-satunya kepada Tuhan. Dalam setiap ujian itu Abraham lulus.
Percaya kepada Tuhan juga mengandung arti tidak bersandar kepada keyakinan diri sendiri, tidak bersandar kepada pemahaman atau pengertian sendiri, tetapi takutlah akan Tuhan dan mengakui Dia dalam seluruh perilaku hidup.
Sering kali orang percaya kemudian mulai membuat asumsi-asumsi atau anggapan seolah-olah Tuhan menginginkan sesuatu seperti ini atau itu. Membuat interpretasi sendiri tentang maksud-maksud Tuhan. Kalau itu yang terjadi, maka telah jatuh ke dalam dosa. Dosa selalu berusaha memerangkap umat melalui pikiran. Kelemahan terbesar manusia adalah pada pikirannya.
Falsafah hidup dan pelayanan Rasul Paulus ialah bahwa dasar pembenaran bukanlah ketaatan kepada hukum Taurat, melainkan kematian Kristus di Kalvari. Dengan kata lain, pembenaran secara mutlak hanya dapat diperoleh berdasarkan iman kepada Kristus. Kematian-Nya merupakan manifestasi kasih Allah yang tinggi (tak terhingga) bagi orang berdosa (Rm.5:9). Falsafah inilah yang menyebabkan adanya kontradiksi di antara ajaran Paulus dengan pemikiran Yahudi. Paulus menganggap bahwa hukum hanya dapat diperoleh melalui ketaatan sempurna terhadap tuntutannya, karena bukanlah orang yang mendengar hukum Taurat yang benar dihadapan Allah, tetapi orang yang melakukan hukum Tauratlah yang akan dibenarkan 9Rm.2:13).

Kasih Karunia
Kasih Karunia tidak dapat diperoleh dari orang tua atau keluarga bahkan dari pasangan hidup sekalipun. Kasih semacam ini hanya ditemukan di dalam Yesus Kristus yang rela mengosongkan diri-Nya, mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia dan dalam keadaan sebagai manusia Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati di kayu salib (Fil. 2:5-7). Kasih karunia hanya bersumber dari Allah. Kasih-Nya teramat besar bagi manusia (Yoh.3:16). Kasih karunia adalah kasih Ilahi yang agape, sempurna dan tidak menuntut balasan bahkan tanpa batas. Peranan kasih karunia menjadi jelas bagi manusia di dalam kitab Suci yang menyingkapkan bahwa dosa dan segala kebejatan manusia dipikul-Nya dan menjadikan manusia itu benar, karena menanggapi karya terbesar dari Allah via iman.
Pembenaran menurut pengamatan Paulus bersifat tetap. Seorang pakar Perjanjian Baru Petrus Maryono, menilai bahwa: rasul Paulus menjadikan iman sebagai titik masuk pelimpahan berkat Ilahi yaitu pembenaran sejati.[31] Berdasarkan pengamatan ini, menjadi jelas bahwa, iman merupakan suatu kondisi yang diperlukan untuk dibenarkan dihadapan Allah.
Pembenaran dapat dijabarkan sebagai tindakan dimana orang berdosa yang tidak benar dibenarkan dihadapan Allah yang kudus dan adil. Kebutuhan utama dari orang yang tidak benar adalah kebenaran. Kebenaran ini, disediakan oleh Kristus kepada orang berdosa yang percaya/beriman. Teologi protestan mengakui bahwa iman merupakan alat/sarana yang menyebabkan pembenaran. Teologi Roma Katolik sedikit berbeda. Mereka menerima bahwa pembenaran berdasarkan iman, tetapi menyangkali bahwa pembenaran itu hanya berdasarkan iman. Dengan kata lain, perbuatan-perbuatan baik perlu ditambahkan untuk dapat dibenarkan.[32]
Rasul Paulus memiliki pemahaman yang cukup konprehensif mengenai iman. Pada beberapa kesempatan ketika ia menuangkan buah penanya, iman selalu menjadi tema penting. Dalam 2 Korintus 5:7 “Sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan karena melihat.” Dalam versi lain mengatakan For we walk by faith, not by sight (dalam Holy Bible). Terjemahan bebas dari teks tersebut ialah: karena perjalanan kami dengan iman, bukannya dengan penglihatan. Paulus menyadari dengan pasti bahwa untuk berjalan (hidup) dengan penglihatan tidak diperlukan iman. Tetapi apabila berjalan (hidup) dengan iman kita tidak perlu melihat. Secara rasional hal ini tentu saja bertentangan dengan pola berfikir manusia pada umumnya. Semboyan manusia zaman modern, percaya sesudah melihat. Di dalam Alkitab urutannya terbalik, percaya dahulu baru kemudian melihat sesuatu di balik itu. Kekristenan yang memiliki iman mesti menembusi paradigm dewasa ini yang bergantung pada unsure rasionalis semata.
Pembenaran sejati dilimpahkan kepada setiap individu yang memiliki substansi, eksistensi iman kepada oknum yang benar yaitu Yesus Kristus sang juru selamat satu-satunya bagi penebusan dosa umat manusia. Iman memampukan seseorang untuk mencapai tingkatan yang lebih tinggi dan hal-hal yang mungkin bagi Allah akan menjadi mungkin juga bagi orang yang beriman. Sebagai orang Kristen dalam hidupnya harus memiliki karakter yang Ilahi, dan menumbuhkan suatu perangai baru yang mau percaya kepada Tuhan dan Firman-Nya tanpa menuntut bukti.
Pembenaran karena iman mengungkapkan inti Injil. Kebenaran yang mulia ini merupakan tenaga penggerak Reformasi. Karena doktrin yang penting ini semua doktrin Kristen lainnya menjadi serasi. Luther mengatakan jatuh bangunnya Gereja tergantung pada doktrin tersebut.[33]
Keselamatan menjadi efektf bagi manusia kalau diterima dalam iman. Oleh sebab itu, Paulus dengan tegas berkata bahwa manusia dibenarkan oleh iman. Tidak dapat dikatakan bahwa iman-lah yang menyelamat seseorang, tetapi harus disadari dengan pasti bahwa yang menyelamatkan adalah Allah sendiri. Karya Allah menjadi efektif kalau ditanggapi oleh iman. Tentu saja hal ini, berlawanan dengan hukum dan usaha manusia. Lebih lanjut Paulus mengatakan dalam Efesus 2:8-9 keselamatan semata karena anugerahNya (sola gracia), dengan rahmat-Nya kita diselamatkan bukan oleh usaha manusia melainkan tindakan Allah secara aktif dalam mengangkat kehidupan manusia dari lumpur dosa (yang total depravity).
Iman yang sungguh tidak memperdulikan perasaan. Ia mengambil dan berharap pada Firman Allah seutuhnya. Orang yang percaya demikian mendapat kepastian. Orang benar akan hidup oleh iman, pembenaran diperoleh dari kebenaran yang telah disediakan Allah dan yang hanya di terima oleh iman. Manusia membutuhkan kebenaran itu dan ini hanya diperoleh melalui Injil yang menjadi kuasa Allah yang mendatangkan keselamatan jiwa. Hanya oleh iman seseorang menjadi benar yaitu dibenarkan dan kebenaran yang telah di terima itu harus terus berlangsung di dalam iman dan akan berakhir dengan iman.
Keberadaan manusia yang tidak pasti mengenai keselamatan kekal yaitu surga abadi, dilatarbelakangi oleh apiknya dosa yang telah dilakukannya dan dosa terus secara aktif menggerogoti hidupnya hingga kematian kekal, akan tetapi syukur kepada Allah yang mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal dan Sulung yang merupakan kesayangan sehingga di dalam Dia, Allah menerima manusia berdosa dan dengan demikian meniadakan dosa oleh sebab iman.
Paulus mendekati seluruh permasalahan dari sudut Yahudi, tetapi juga non Yahudi. Pemikiran orang Yahudi yang ekslusif sebagai umat pilihan tidak serta merta pembenaran sejati didalam tangan artinya tidak ada keraguan. Itulah sebabnya Paulus hendak meluruskan pemikiran yang subyektif semacam itu dengan mengumandangkan suara kebenaran bahwa iman di dalam Kristus Yesus yang lahir dikandang hina Betlehem melalui perawan Maria dan dari keturunan Yehuda pembenaran itu dilimpahkan. Seorang ahli kitab bernama Bezt berkomentar dalam tesisnya, “orang Yahudi walaupun mereka mempunyai keselamatan sebagai bangsa terpilih, tetapi tanpa iman didalam Yesus Kristus tidak dapat diselamatkan. Mereka juga hanya diselamatkan karena iman akan Kristus.”[34]  Jadi simpulnya keselamatan oleh Kristus tidak hanya eksklusif pada pribadi-pribadi tertentu atau bangsa tertentu melainkan untuk seluruh umat.
Iman bukanlah harga pembenaran, melainkan merupakan sarana untuk memperoleh pembenaran. Jelas bahwa baik orang saleh pada masa Perjanjian Lama maupun orang saleh pada masa Perjanjian Baru perlu pembenaran dari Allah.


Korelasi Iman Perbuatan
Berdasarkan Eksposisi Yakobus 2:14-26

Sangat penting untuk mengeksposisi Yakobus 2:14-26 terlebih dahulu untuk mendapatkan relasi yang tepat dan benar antara iman dan perbuatan karena ayat-ayat inilah yang diaanggap akan memberikan informasi yang lengkap akan hubungan keduanya.

Pengajaran Yakobus
Eksposisi  Yakobus 2:14-23

Douglas J. Moo seorang penafsir konservatif memberi judul untuk Yakobus 2:14-26, Iman yang menyelamatkan menyatakan dirinya dalam perbuatan-perbuatan.[35] Kalau memperhatikan isi dan unsur retorik dalam Yakobus 2:14, 17, 20 dan 26, jauh lebih baik Yakobus 2:14-26 dibagi menjadi tiga bagian subbagian: Yakobus 2:14-17, 18-20, 21-26. Dengan pembagian ini, tiga subbagian berdiri sendiri namun saling berkaitan. Garis besar seperti ini akan lebih memperhatikan argument-argumen Yakobus yang kuat dan menarik. Pembagian ini dilakukan karena masing-masing subbagian mempunyai pembahsan yang utuh. Ditambah lagi ayat 17, 20 dan 26 mempunyai topik dan pola yang mirip yang menandakan berakhirnya suatu subbagian.[36]

Iman dan Prakteknya 
Yakobus 2:14, Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?
Tafsiran J.J.W. Gunning menyatakan, “Tidak ada gunanya kalau seseorang mempunyai iman yang tidak disertai perbuatan. Iman itu sendiri tidak dapat menyelamatkan atau dengan kata lain iman itu tidak akan diteima Allah.[37] Iman itu tidak menyelamatkan dirinya dan karena itu tidak berguna.
Kata Iman di dalam ayat 14 kemungkin besar adalah kepercayaan kepada Yesus Kristus secara pribadi. Pengertian ini dikuatkan oleh kenyataan bahwa iman dihubungkan dengan keselamatan seseorang. Kemudian kata perbuatan jangan diartikan sama dengan pengertian yang biasa terdapat dalam surat-surat Paulus yaitu menaati peraturan hukum Musa. Disini yang dimaksud adalah perbuatan-perbuatan baik seperti belas kasihan (ay 13) dan pemberian sedekah kepada orang miskin yang berkekurangan (ay 15 dan 16). Perbuatan yang dimaksud oleh Yakobus bukanlah perbuatan menurut pemahaman Yahudi yaitu sarana untuk memperoleh keselamatan, namun perbuatan iman hasil moral dari kesalehan sejati dan khususnya perbuatan kasih.[38]
Kalimat dapatkah iman itu menyelamatkan dia? Di sini Yakobus seolah-olah tidak sepakat bahwa keselamatan hanya oleh iman saja. Namun, umumnya penafsir menjawab pertanyaan ini “tidak”. Charles F. Pfeifer dan Everent F. Harrison menyatakan, “Jawaban yang diharapkan dari pertanyaan dalam ayat ini adalah “tidak” yang tegas. Mengapa? Karena penting untuk dicatat bahwa iman yang dibahas di sini adalah iman yang palsu. Hal ini di jelaskan oleh: (1) pernyataan jika seorang mengatakan bahwa ia mempunyai iman dan (2) pemakaian kata sandang tertentu yang digabungkan dengan kata iman pada anak kalimat terakhir. Hanya iman palsu yang tidak dapat menghasilkan perbuatan dan tidak mampu menyelamatkan.[39] Apa yang ingin ditekankan Yakobus adalah kenyataan bahwa iman tanpa perbuatan tidak memiliki kekuatan: iman itu tidak dapat menyelamatkan.
Yakobus menekankan bahwa tidak ada pemisahan antara iman dan perbuatan. Tidak ada seorangpun dapat mengatakan bahwa dirinya memiliki iman jika tidak ada perbuatan yang membuktikannya. Iman yang sesungguhnya harus diungkapkan dalam perbuatan. William Barclay, “Satu hal yang yang ditentang penulis surat yakobus adalah pengakuan iman tanpa dibarengi praktek, kata-kata tanpa perbuatan.”
Pada ayat 15 Yakobus memberi gambaran seseorang yang sangat miskin sehingga kebutuhan hidup yang paling dasarpun seperti pakaian dan makanan, tidak dapat dipenuhi. Ini merupakan gambaran seorang yang kedinginan (kalau daerah itu memang dingin) atau kelaparan. Pada ayat 16 dia melanjutkan ilustrasinya yang hampir sama makna.
William Barclay menyatakan, “Yakobus memilih ilustrasi yang secara gamblang menjelaskan yang ia maksud. Jikalau seorang tidak meiliki pakaian untuk melindungi dirinya ataupun makanan untuk dimakan, dan sahabat orang itu mengungkapkan rasa simpatinya yang terdalam untuk keadaan yang menyedihkan itu, namun simpatinya itu berhenti hanya pada kata-kata dan tidak ada usaha yang dilakukannya untuk mengatasi keadaan orang yang malang itu, apa gunanya semua itu? Apakah gunanya simpati itu tanpa ada usaha mewujudkannya dalam tidndakan nyata. Iman tanpa perbuatan adalam mati.”[40]
Dalam Yakobus 2:17 Demikian juga halnya dengan iman: Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah mati. Klausa ‘demikian juga halnya dengan iman’ merupakan kesimpulan dari perbandingan pada ayat sebelumnya. Yakobus melakukannya dengan menggunakan kata “demikian” yang mempunyai arti sejajar dengan contoh yang diberikan. Demikian di sini sama artinya dengan frasa “dengan cara yang sama.”
Kata iman (ay 17) yang digunakan Yakobus menunjuk pada apa yang disebut iman pada ayat 14. Demikianlah juga iman yang tidak disertai dengan perbuatan tidak ada artinya. Iman yang demikian tidak boleh sama sekali disebut iman.[41]
Kata-kata jika iman itu tidak disertai perbuatan secara harafiah berarti “jika iman tidak memiliki perbuatan” maka jelas bahwa perbuatan bukan sesuatu yang ditambahkan pada iman – keduanya harus ada bersama-sama. Penulis tidak bermaksud untuk membedakan antara iman dan perbuatan; yang dibedakan adalah antara iman yang disertai perbuatan dan iman yang tidak disertai perbuatan. Bagi Yakobus iman harus disertai oleh perbuatan. Yang satu tidak dapat ada tanpa yang lain, sebab iman yang tanpa perbuatan adalah mati.
Kemudian Yakobus menyatakan, “Maka iman itu pada hakekatnya adalah mati.” Kata mati dipakai sebagai kiasan yang artinya “tidak hidup, tidak bekerja, tidak berguna”. Dalam banyak bahasa, penerjemah perlu mengatakan sebagai berikut:kepercayaanmu tidak berguna, atau percaya seperti itu tidak berguna/(tidak menghasilkan apa-apa). Kesimpulan itu menjelaskan bahwa orang Kristen tidak cukup hanya mengucapkan kata-kata harapan kepada saudara dan saudarinya yang berkekurangan. Orang yang mengaku Kristen harus memberikan pertolongan kepada yang membutuhkannya. Kalau tidak kepercayaan itu keparcayaan yang mati.
Ronald A. Ward menyatakan,

“Dalam hal ini kita mendapat suatu ajaran bila membandingkan dengan Lukas 23:43. Penjahat yang bertobat itu tidak mempunyai waktu lagi untuk berbuat sesuatu sedangkan imannya tidak mempunyai waktu untuk mati. Tentu Yakobus tidak mau menyangkal hal ini. Yang dimaksud ialah iman yang sungguh-sungguh mempunyai kesempatan untuk dinyatakan di dalam perbuatan, tetapi kesempatan yang ada tidak digunakannya.”[42]

Jadi, ayat 14 menjelaskan dengan terus terang bahwa iman tidak berguna tanpa perbuatan. Dalam ayat 17, Iman demikian tidak ada gunanya. Karena iman yang tanpa perbuatan itu tidak ada gunanya, maka iman kepercayaan demikian tidak dapat menyelamatkan jiwanya. Artinya Iman tanpa perbuatan adalah iman yang palsu. Karena iman ini mati, maka iman ini tidak dapat menyelamatkan orang yang bersangkutan.[43]

Iman dan Perbuatan tidak dapat Dipisahkan

Dalam lalimat “tetapi mungkin ada orang berkata” penerjemah menghadapi masalah karena tidak tahu siapa lawan bicaranya ini, ada bebrapa kemungkinan pemecahannya, tetapi tidak ada satupun yang benar-benar meyakinkan, sehingga kita harus puas dengan pemecahan yang paling sedikit kesulitannya:
a)    Beberapa ahli menganggap bahwa orang lain itu lawan Yakobus. Hal ini berarti kata tetapi merupakan pengantar terhadap suatu sanggahan. Masalahnya, di manakah kata-kata orang yang membantah itu selesai dan di manakah kata-kata Yakobus dimulai. Kebanyakan ahli menganggap kata-kata orang lain itu hanya padamu ada iman dan padaku ada perbuatan. Tafsiran ini yang diikuti oleh TB
b)    Kemungkinan yang lain adalah dengan menganggap kata ganti “mu” dan “ku” pada bagian pertama ayat ini bukan lawan Yakobus, tetapi sebagai wakil dari dua kelompok dalam jemaat. Ada beberapa orang yang mengatakan bahwa mereka hanya hanya memiliki iman (tanpa perbuatan), sedangkan yang lain memiliki perbuatan saja. Orang-orang itu menyatakan bahwa iman dan perbuatan merupakan anugerah yang terpisah satu sama lain (1Kor. 12:4-10); Seseorang dapat memiliki salah satu saja dari keduanya, tetapi tidak selalu meiliki keduanya secara bersamaan. Kemudian Yakobus membantah pendapat yang mengatakan bahwa tidak ada pemisahan antara iman dan perbuatan. Jadi, kata ganti “mu” dan “ku” sama dengan ‘orang’ dan “yang lain.” Tafsiran ini diikuti oleh BIMK (“ada orang yang bersandar kepada imannya dan ada pula yang bersandar kepada perbuatannya”) dan salah satu terjemahan membuatnya sebagai “seorang memilih iman, yang lain memilih perbuatan atau ada orang yang berkata, aku mempunyai dan yang lain berkata aku mempunyai perbuatan.” Agar urutan percakapan itu jelas, kita perlu menambahkan sesuatu yang tersirat dalam teks untuk memperjelas perkembangan pemikirannya, umpamanya aku akan menjawab dia (TB), saya akan menjawab (BIMK).
Walaupun masih ada kesulitan, mungkin kita harus mengikuti tafsiran (b), karena tafsiran itu kelihatannya paling sesuai dengan konteks sehingga lebih banyak penerjemah dan ahli tafsir yang mengikutinya.
Yakobus 2:19 Engkau percaya, bahwa hanya ada satu Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setanpun juga percaya akan hal itu dan mereka gemetar. Kini Yakobus membandingkan iman yang tidak ditunjukkan dengan perbuatan dengan iman yang dimiliki setan-setan. Untuk memulai pendapatnya dia mengutip apa yang menjadi inti iman Yahudi, yang diakui oleh dirinya dan lawannya.
Kata percaya di sisni adalah kepercayaan berdasarkan pemikiran saja yaitu bahwa hanya ada satu Allah saja. Pengakuan ini bersumber dari pengakuan imanshema yang terkandung dalam ajaran agama Yahudi (Ul. 6:4) dan dipakai juga oleh orang Kristen (Mrk. 12:29; Rm. 3.30). Yabobus bermaksud mengatakan bahwa orang yang percaya bahwa Allah itu esa tanpa membiarkan kepercayaan ini mengubah perilakunya, memiliki iman yang sama dengan setan-setan, yaitu roh-roh jahat. Iman itu tidak dapat menyelamatkan.
Kepercayaan demikian hanya berada dalam tahap pengetahuan dan belum diwujudkan dalam kelakuan. Iman kepercayaan seperti ini bukanlah iman yang sejati, karena di dalamnya tidak ada pertobatan dan kasih.  Tanpa kedua unsur ini, iman kepercayaan setan-setan tidak menolong diri mereka. Analogi ini cukup keras, terlebih bagi orang  Kristen  yang  mempunyai latar belakang Yahudi.[44] 
Yakobus 2:20 Hai manusia yang bebal, maukah engkau mengakui sekarang, bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong? Kalimat Hai manusia yang bebal berarti “orang bodoh yang kosong kepalanya.” Kata kosong di sini menunjukkan kurangnya pengertian yang berarti “tidak berakal” atau “bodoh.”  Maukah engkau mengakui bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong.  Pemikiran yang sama dengan ini telah dinyatakan beberapa kali. Iman tidak ada perbuatan disebut tidak ada gunanya pada ayat 14, disebut mati pada ayat 17 dan di sini disebut kosong yang secara harafiah berarti “tidak bekerja,” yaitu “tidak berpengaruh” atau “tidak menghasilkan”. Dapat diamati permainan kata-kata di sini: “iman tanpa perbuatan adalah tidak berbuat.” Pernyataan ini menyimpulkan pokok pikiran utama dalam bagian ini.
Yakobus hendak menegaskan adanya iman tidak dapat dibuktikan tanpa melalui perbuatan. Iman justru menyatakan keberadaannya memalui perbuatan. Perbuatan-perbuatan Yakobus merupakan bukti nyata tentang adanya iman pada dirinya. Ini tidak berarti perbuatan itu lebih penting daripada iman. Bila seseorang berbuat baik (membuahkan perbuatan) tetapi itu bukan hasil dari beriman, maka sia-sialah perbuatan itu. Maksudnya perbuatan itu tidak ada artinya di mata Tuhan. Bukankah kita diselamatkan oleh iman kepada Yesus, bukan karena perbuatan baik kita? Kita tidak berbuat baik untuk diselamatkan, tetapi kita berbuat baik karena sudah diselamatkan.[45]
         
Iman dan Buktinya
Sub unit ini mengambil dua tokoh dalam sejarah orang Yahudi Abraham dan Rahab sebagai contoh. Mereka telah membuktikan iman mereka dengan berani dalam tindakan nyata. Iman Abraham terbuti dengan mempersemahkan anak yang dikasinya. Sedangkan Rahab menyatakan imannya melalui pertolongan yang dia berikan kepada dua orang pengintai.
Yakobus 2:21 Bukankah Abraham, bapa kita, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di atas mezbah?
Penafsiran tentang kata “dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya” perlu diperhatikan suasana perselisihan di antara yang kaya dan yang miskin. Berita utama Yakobus dalam konteks ini tidak berkaitan langsung dengan soteriologi. Maka kalimat “dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya” di Yakobus 2:21 harus dimengerti dari Perjanjian Lama. Tindakan  Abraham mempersembahkan Ishak diperkenan Allah (Kej. 22:1-19). Dengan konteks ini  kata “dibenarkan” mempunyai arti dikenal dan diberi pahala oleh Allah; Perbuatannya diperkenankan Allah.[46] Dengan demikian pembaca surat Yakobus mendapat dorongan besar untuk mengikuti jejak bapak leluhur mereka, Abraham. Di lain pihak, contoh ini mengingatkan mereka akan keputusan berani yang diambil Abraham. Banyak hal memang membutuhkan keberanian. Ini amat dirasakan oleh pembaca kitab ini. Tidak mudah untuk tidak memandang muka atau memberi bantuan kepada saudara seiman yang kelaparan. Dalam masyarakat yang kebanyakan penduduknya miskin, tidak mudah membantu orang lain. Bukan saja karena kebutuhan sendiri belum terjamin, tetapi juga karena pemberian sedikit bantuan akan menarik lebih banyak orang datang untuk minta bantuan. Ini semua sangat tidak mudah di atasi.[47]
Menurut Charles F. Pfeiffer dan Everent F. Harison bahwa kata yang diterjemahkan menjadi dibenarkan di sini jangan dikelirukan dengan pemakaian istilah tersebut oleh Paulus dalam hubungan dengan Abraham (bnd Rm. 4:1-5). Paulus menunjuk kepada pembenaran awal Abraham ketika “percayalah Abraham kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran (bnd. Kej 15:6). Yakobus mengacu pada suatu peristiwa yang terjadi beberapa tahun kemudian, yaitu ketika Abraham diminta untuk mempersembahkan anaknya Ishak. Melalui tindakan ini dia menunjukkan realitas dari pemahaman kejadian 15.[48]

Yakobus 2:22, Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi sempurna.Nya.
Bagi Yakobus, iman tidak mungkin bisa dipisahkan dengan perbuatan-perbuatan, karena seseorang yang mengaku diri beriman kepada Allah, ia harus menjalankan perintah-perintah-Nya dan otomatis perbuatan-perbuatannya mencerminkan bahwa seseorang itu beriman kepada Allah atau bukan. Doren Wjdana menyatakan bahwa Perbuatan tanpa iman adalah perbuatan yang sia-sia. Iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong. Iman yang bekerja sama dengan perbuatan adalah iman sejati.[49]
Perbuatan dan iman kepercayaan sama pentingnya. Untuk menegaskan maksud ini, Yakobus memakai kata “bekerja sama” dan menjadi “sempurna” (atau diterjemahkan “disempurnakan”, kata pertama “bekerja sama” dapat dibaca sebagai suatu permaiman kata yang menanggapi kata “perbuatan” di ayat 21. Kata “bekerja sama” ini dapat juga diterjemahkan “membantu”. Terjemahan ini serasi dengan kata “disempurnakan” di ayat 22b.
Apa arti disempurnakan? Ini berkaitan dengan kedewasaan yang dibahas Yakobus 1:4. Kalau memperhatikan topik bagian ini, ayat ini sebaiknya dipahami sebagai “iman membantu perbuatan terlaksana dalam kehidupan; iman tidak dapat dikatakan “sejati” (sempurna) tanpa perbuatan yang nyata. Memisahkan iman dari perbuatan suatu yang mustahil (bnd ay 18). Di dalam kasus Abraham, kedua hal tersebut berjalan bersama-sama.”[50] Yakobus 2:23, Dengan jalan demikian genaplah nas yang mengatakan: “Lalu percayalah Abraham kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” Karena itu Abraham disebut: “Sahabat Allah.” Melalui ayat 23, Yakobus tetap mengatakan bahwa Allah memperhitungkan iman (kepercayaan) Abraham (bukan perbuatannya) kepada Allah sebagai status yang dibenarkan. Bagian ini mengutip kitab Kejadian 15:6 yang mengatakan, “Lalu percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya sebagai kebenaran.” Iman Abraham berkaitan dengan kebenaran, menemukan makna terakhirnya dalam ketaatannya.
Sebenarnya ayat ini dapat dipahami dengan pendekatan yang lebih sederhana.Yakobus menulis bagian ini dengan tujuan yang jelas. Dia menekankan bahwa iman kepercayaan tanpa perbuatan tidak berguna. Tetapi di lain pihak dia ingin menjaga keseimbangan. Abraham diperkenan Allah karena dia adalah seorang yang beriman. Iman kepercayaannya sudah terlihat jauh sebelum ia mempersembahkan Ishak.  Apa yang dilakukan Abraham kemudian menggenapkan apa yang disabdakan Allah tentang dia di Kejadian 15:6. Allah berkenan padanya karena Abraham memperlihatkan iman kepercayaannya yang konsisten.[51] Yakobus 2:24 Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman.
Dalam penafsiran ayat ini, Kata-kata “…bukan hanya karena iman” seharusnya dimengerti dalam subbab ini, khususnya Yakobus 2: 18, 19. Manusia dibenarkan bukan karena iman yang kosong, contohnya iman kepercayaan setan-setan (ay 19). Jadi iman yang sejati yang berguna bagi manusia. Iman seperti ini diwujudkan dalam perbuatan. Ayat ini ditunjukkan kepada “saudara-saudaraku” di Yakobus 2:14 bukan penentang di Yakobus 2:18.
Manusia tetap dibenarkan melalui iman kepada Tuhan Yesus Kristus, tetapi kalau iman yang menyelamatkan itu saja yang menjadi pegangan, bagaimana orang lain dapat melihat bahwa diri kita beriman, kalau perbuatan-perbuatan kita sama jahatnya dengan orang-orang dunia? Di sini, Yakobus ingin menyeimbangkan dan mengintegrasikan iman yang menyelamatkan dan hidup dengan perbuatan-perbuatan sehari-hari yang memuliakan Allah.


Relasi Iman dan  Perbuatan Berdasarkan Yakobus 2:24-26

Yakobus 2:25 Dan bukankah demikian juga Rahab, pelacur itu, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia menyembunyikan orang-orang yang disuruh itu di dalam rumahnya, lalu menolong mereka lolos melalui jalan yang lain? Di sini Yakobus menambahkan satu contoh lagi untuk membuktikan pendapatnya bahwa iman harus dinyatakan dalam perbuatan agar diterima oleh Allah.
Rahab tokoh penting dalam PL. Dia dikenal karena dua hal, pertama, dia dikenal sebagai seorang pelacur bukan yahudi, yang mengeluarkan pengakuan yang terkenal “TUHAN”, Allahmu, ialah Allah di langit di atas dan di bumi di bawah (Yos. 2:11).” Kedua, dia juga dikenal sebagai orang asing yang menyamakan dirinya dengan orang Israel dan masuk dalam masyarakat tersebut, dan “sampai hari ini keturunan Rahab masih ada di Israel (Yos. 6:25, BIMK).”
Dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya: kata-kata ini, artinya sama dengan di ayat 21. Dalam hal ini, perbuatan-perbuatan Rahab adalah penyambut pengintai-pengintai bangsa Israel dan menolong mereka untuk melarikan diri. Disini kata-kata “dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya” dapat juga diterjemahkan sebagai Allah menerimanya sebagai orang yang baik karena perbuatan-perbuatan baik yang dilakukannya. Lebih tepatnya Hasan Susanto menyatakan bahwa kata “dibenarkan” pada kalimat “dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya” lebih mungkin berarti dikenal dan diberi pahala oleh Allah. Iman kepercayaan Rahab terbukti melalui perbuatannya. Dia diperkenan oleh Allah.[52]
Yakobus 2:26 Sebab seperti tubuh tanpa roh adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati. Disini Yakobus menyimpulkan pendapatnya. Dia mengulangi pemikiran-pemikirannya yang dinyatakan pada ayat 17, yaitu bahwa iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati, tetapi dia menambahkan perbandingan untuk membuatnya lebih jelas. Yakobus membandingkan iman tanpa perbuatan denga tubuh tanpa roh. Menarik sekali bahwa, dalam kalimat ini, imandisejajarkan dengan tubuh, dan perbuatan dengan roh. Mungkin hal ini tidak sesuai dengan yang kita harapkan, namun kita tidak perlu mencari rincian perbandingan  itu yang setepatnya. Yakobus tidak tertarik akan hal ini, sebaliknya dia ingin menunjukkan bahwa yang satu tidak dapat hidup tanpa yang lain.
Tubuh tanpa roh adalah mati, pada kalimat ini ada kemungkinan bahwa Yakobus menunjuk kepada pemikiran yang mendasari Kejadian 2:7, di mana manusia dianggap terdiri atas tubuh tanpa roh (baik dalam bahasa Ibrani maupun dalam bahasa Yunani kata yang dipakai untuk “roh” dapat diartikan “napas maupun roh). Ada hubungan antara keduanya; apabila keduanya dipisahkan, hasilnya adalah kematian. Di sini roh mungkin lebih ditafsirkan sebagai napas yang memberi kehidupan, umpamanya tubuh akan mati kalau tanpa napas, atau seperti tubuh mati jika tidak ada napas di dalamnya, dan setiap orang yang tidak bernapas adalah mati.
          Jadi jika orang tidak melakukan perbuatan-perbuatan baik, iman orang itu tidak berguna, atau jadi jika seseorang berkata, aku percaya kepada Allah,  tetapi tidak melakukan perbuatan-perbuatan baik, dia tidak sungguh-sungguh percaya.         
Berdasarkan uraian di atas tentang eksposisi Yakobus 2:14-26, maka penulis akan memaparkan relasi iman dan perbuatan dalam Konteks Keselamatan, seperti berikut ini:

Iman Sejati Dipraktekkan dalam Perbuatan
Tidak ada gunanya kalau seseorang mempunyai iman yang tidak disertai perbuatan. Iman itu sendiri tidak dapat menyelamatkan atau dengan kata lain iman itu tidak akan diteima Allah. Iman itu tidak menyelamatkan dirinya dan karena itu tidak berguna. Tetapi istilah  “perbuatan”  ini jangan diartikan sama dengan pengertian yang biasa terdapat dalam surat-surat Paulus yaitu menaati peraturan hukum Musa. Disini yang dimaksud adalah perbuatan-perbuatan baik seperti belas kasihan (ay 13) dan pemberian sedekah kepada orang miskin yang berkekurangan (ay 15 dan 16); Perbuatan iman hasil moral dari kesalehan sejati dan khususnya perbuatan kasih. Iman yang tidak disertai dengan perbuatan adalah iman yang palsu. Hanya iman palsu yang tidak dapat menghasilkan perbuatan dan tidak mampu menyelamatkan.
Perbuatan bukan sesuatu yang ditambahkan pada iman – keduanya harus ada bersama-sama. Penulis tidak bermaksud untuk membedakan antara iman dan perbuatan; yang dibedakan adalah antara iman yang disertai perbuatan dan iman yang tidak disertai perbuatan. Bagi Yakobus iman harus disertai oleh perbuatan. Yang satu tidak dapat ada tanpa yang lain, sebab iman yang tanpa perbuatan adalah mati.
Iman yang tanpa perbuatan bukan saja tidak berguna bagi diri orang yang bersangkutan, juga tidak bermafaat bagi orang yang membutuhkan bantuan. Orang hidup  dalam kekurangan yang disebutkan dalam ayat 15 dan 16 sangat mungkin mereka adalah saudara dan saudari seiman

Iman dan Perbuatan Tidak dapat Dipisahkan
Ada orang yang bersandar kepada imannya dan ada pula yang bersandar kepada perbuatannya, keduanya tidak benar. Yakobus membantah dan mengatakan bahwa iman yang tidak ditunjukkan dengan perbuatan sama dengan iman yang dimiliki setan-setan (Yak. 2:19). Iman itu  adalah pemikiran umum yang intelektual dan iman itu dapat digabungkan dengan kejahatan. Sama seperti setan-setan …percaya dan melanjutkan kekejiannya, demikian pula engkau pun dapat percaya dan melanjutkan dosamu. Yang menjadi masalah bukan isi iman yang salah, melainkan iman itu tidak disertai perbuatan baik.
Orang yang bersandar kepada imannya dan ada pula yang bersandar kepada perbuatannya, keduanya tidak benar. Tidak mungkin orang mengasihi Allah dan sesamanya (perbuatan) tanpa iman. Dan tidak mungkin orang mengaku beriman tanpa mengasihi Allah dan sesamanya.
Tidak ada gunanya mengaku percaya pada Yesus Kristus, tetapi tidak melakukan perbuatan-perbuatan baik, atau jika engkau tidak melakukan perbuatan-perbuatan baik, maka tidak ada gunanya engkau mengaku percaya kepada Yesus Kristus.

Iman Sejati Dibuktikan melalui Perbuatan
Perlu harus disadari bahwa harus ada iman dahulu, baru sesudah itu perbuatannya. Perbuatan-perbuatan adalah buah yang dengan sendirinya tumbuh dari iman itu. Perbuatan-perbuatan harus ada, namun bukan sebagai syarat yang mutlak ditambahkan untuk memperoleh keselamatan karena Allah telah menyelamatkan bukan karena perbuatan baik yang  dilakukan, tetapi karena rahmatNya.
Iman harus ditunjukkan melalui perbuatan-perbuatan sehingga iman itu menjadi hidup bukannya mati. “Segala sesuatu yang tidak berdasarkan iman, adalah dosa,” demikian tulisan Rasul Paulus dalam Roma 14:23. Sedangkan dasar iman itu sendiri adalah Kristus. Perbuatan baik adalah tanda bahwa kita telah diselamatkan.
Iman disempurnakan dengan perbuatan-perbuatan. Artinya  iman membantu perbuatan terlaksana dalam kehidupan; Iman tidak dapat dikatakan “sejati” (sempurna) tanpa perbuatan yang nyata. Jika tidak ada perbuatan-perbuatan yang membuktikan iman yang diakuinya, itu berarti bahwa sebanarnya tidak ada iman yang hidup di dalam dirinya.
Variabel
Harus diakui bahwa dalam suatu penelitian harus terukur dan bisa dijelaskan. Karena itu, sebelum menguraikan variabel-variabel dianggap perlu untuk membahas terlebih dahulu tentang pengertian variable tersebut:
Istilah variable merupakan istilah yang tidak pernah ketinggalan dalam setiap jenis penelitian. Menurut Suharsimi Arikunto, variable adalah sebuah konsep.[53] Sedangkan menurut Sutrisno Hadi, mendefinisikan variable adalah sebuah gejala yang bervariasi.[54] Jadi variable adalah obyek penelitian yang bervariasi.
Dari pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan variable adalah suatu konsep yang dilakukan dengan sadar dalam suatu obyek penelitian.
Dalam penelitian ini didasarkan pada diskriptif korelasional kuantitatif. Ada tiga variable yang akan diteliti yang sesuai dengan masalahnya, yaitu:
1.      Variabel bebas             (X1) : Pengajaran Paulus mengenai iman dalam
                                               Efesus 2:8-10
2.      Variabel bebas             (X2) : Pengajaran Yakobus mengenai Iman Perbuatan
3.      Variable terikat            (Y)  : Pertumbuhan rohani
Berdasarkan kajian teori yang telah dibahas, maka dianggap perlu untuk membahas tiga variable yang berkaitan dengan judul Tesis yaitu: Pembenaran oleh iman menurut Paulus dalam konteks Efesus 2:8-10, pembenaran iman perbuatan menurut Yakobus, dan pertumbuhan rohani jemaat.
Pertama, Pembenaran yang dimaksud dalam konteks ini adalah tindakan benar yang didaulat oleh Allah. Pertama, kedudukan manusia dijadikan benar dan kedua, Allah menyatakan keadilan. Paulus adalah seorang pemberani, tegas dan tidak kompromi dengan hal-hal yang tidak memiliki dasar yang kuat dalam firman Allah. Karena itu secara terang-terangan ia mendeklarasikan bahwa pembenaran merupakan tindakan Allah secara aktif dalam kehidupan orang yang tidak benar, menjadi benar melalui iman kepada Kristus Yesus. Ia yang mulia, rela merendahkan diri dalam rupa manusia (inkarnasi), menderita, mati menanggung hukuman dosa dan bangkit pada hari yang ketiga, sebagai pertanda bahwa Ia menang atas kuasa iblis. Inilah makna Injil bagi orang beriman. Tanpa kematian dan kebangkitan Kristus maka sia-sia iman Kristen.
Alkitab mencatat bahwa tidak seorangpun yang mendapat pembenaran dengan perbuatan-perbuatan baik/kebajikan (Ef. 2:8-10). Sebab jika demikian, maka orang yang kaya (beruntung secara materi) akan meremehkan nilai moral dan dedikasi kepada Kristus. Perbuatan baik adalah penting dalam kehidupan orang Kristen sebagai buah ketaatan kepada Tuhan, tetapi bukanlah yang terutama dengan lain pẻrkataan perbuatan baik atau amal tidak berbahagian dalam keselamatan jiwa seseorang. Orang yang bẻriman kepada Kristus secara serius dalam hidupnya akan tercermin atau nampak perbuatan baik, kebajikan yang memiliki manfaat bagi sesama, tetapi orang yang selalu berbuat baik belum tentu memiliki iman kepada Kristus. Itulah sebabnya rasul Paulus menjadikan iman sebagai sarana yang mutlak untuk memperoleh pembenaran.
Kedua, Relasi antara Iman Perbuatan menurut Yakobus. Yakobus menghadapi tantangan berbeda dengan Paulus. Paulus berjuang melawan konsep para rabi Yahudi tentang keselamatan yang diperoleh perbuatan berdasarkan hukum taurat. Yakobus berhadapan dengan (a) Orang Kristen Yahudi yang memandang muka dan berpeluk tangan terhadap kebutuhan saudara seiman yang miskin. Yakobus ingin mendesak mereka bertindak. (b) Orang Kristen yang hanya bersandar pada iman tanpa perbutan. Oleh karena itu, yang  dimaksud perbuatan oleh Yakobus bukanlah perbuatan menurut pemahaman Yahudi yaitu sarana untuk memperoleh keselamatan, namun perbuatan iman hasil moral dari kesalehan sejati dan khususnya perbuatan kasih. Sedangkan pekerjaan atau usaha yang dimaksud Paulus adalah usaha menaati hukum taurat sebagai yang olehnya mereka (yudaisme) diselamatkan.
Ketiga, Pertumbuhan rohani jemaat GPIBI Antiokhia Bogor. Variable ini (Y) adalah dampak dari variable X1 dan X2. Pertumbuhan rohani jemaat dipengaruhi oleh pengertian jemaat tentang pembenaran yang telah dilakukan Allah kepada Jemaat pada waktu menerima Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi. Selanjutnya kehidupan yang telah diselamatkan karena iman, harus menjadi hidup dalam perbuatan nyata sehari-hari. Hal inilah yang menjadi penekanan Yakobus.

Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir dalam penelitian untuk merumuskan hipotesis:
Keterangan variable:
X1 Korelasi pengajaran Paulus mengenai iman terhadap pertumbuhan rohani
X2 Korelasi pengajaran Yakobus mengenai iman terhadap pertumbuhan rohani
Y adalah dampak dari X1 dan X2 (artinya Y dipengaruhi oleh variable X).
Hipotesa
Istilah Hipotesa berasal dari dua kata yaitu “Hypo” yang artinya “Di bawah” dan “thesa” artinya “kebenaran. Jadi, hipotesis kemudian disesuaikan dengan Ejaan bahasa Indonesia menjadi hipotesa. Menurut Drs. Sutrisno Hadi, M.A, mengatakan bahwa “Hipotesa adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai dapat di uji melalui data yang terkumpul.”[55] Jadi definisi hipotesa adalah dugaan sememtara atau jawaban sementara mengenai permasalahan  yang diteliti dilapangan yang masih perlu diuji  apakah hipotesis diterima atau ditolak.
Hipotesis dilahirkan dari suatu kajian teori secara mendalam.[56] Hipotesa adalah “Jawaban sementara terhadap permasalahan yang sedang diteliti. Hipotesa merupakan sasaran penelitian ilmiah karena hipotesa adalah instrument kerja dari suatu teori dan bersifat spesifik yang siap diuji secara emperis.”[57] Hipotesis diterima secara sementara sebagai suatu kebenaran sebagaimana adanya pada saat fenomena dikenal dan menjadi dasar kerja dalam verifikasi.[58] Hipotesa adalah dugaan sementara atau pra duga awal.[59]
Dengan memperhatikan kerangka berpikir dari diagram di atas, maka dapat meramu hipotesa yaitu: Pertama, diduga ada korelasi yang positif dan signifikan antara pengajaran Paulus mengenai pembenaran oleh iman terhadap pertumbuhan rohani (X1-Y). Kedua, diduga ada korelasi yang positif dan signifikan antara pengajaran Yakobus mengenai iman perbuatan terhadap pertumbuhan rohani (X2-Y).
Untuk mengetahui sejauh mana dampat antara ketiga variable tersebut, penulis akan melakukan penghitungan dari jawaban responden atas angket yang disebarkan kepada jemaat GPIBI Antiokhia Bogor.
Jawaban setiap angket yang dikembalikan, akan ditrasnfer ke dalam program computer SPSS 16. Dari hasil penghitungan tersebut penulis mengkorelasikan. Dan korelasi tersbut mendapat hasil yakni dampak yang ditemukan antara pengajaran Paulus mengenai pembenaran oleh iman dan pengajaran Yakobus mengenai iman perbuatan terhadap pertumbuhan rohani jemaat GPIBI Antiokhia Bogor.












[1]Muner Daliman, Tesis: Studi Korelasi Antara Mendengar Berita tentang Kerajaan Allah dengan Pertumbuhan Rohani dan Pelayanan Hamba Tuhan di Kecamatan Mempawah Hulu Kabupaten Landak Kalimantan Barat, (Yogyakarta: STT Kadesi, 2011), 92
[2] Robby I. Chandra, Panduan bagi Aktivitas dan Pejabat Gerejawi, (Jakarta: Binawarga, PGI, 1996), 11
[3] Ron Jenson dan Jim Stevens, Dinamika Pertumbuhan Gereja, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2000), 8

[4] J.M. Nainggolan, Strategi Pendidikan Agama Kristen, (Bandung: Generasi Info Media, 2008), 7-8

[5] Ibid., 11

[6] Jay Kesler, “Bersaksi,” dalam Penerapan Praktis Pola Hidup Kristen, (Malang: Gandum Mas, 1989), 1003
[7]Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPK, Gunung Mulia, 1999), 407.

[8]George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru, Pen., Urbanus Selan, dan Henny Lantang, Peny., Soemintro, dan Ridwan Sutedja, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2002),  2:189.

[9]Carlres C. Ryrie, Teologi Dasar, Peny., Efi (Yogyakarta: Yayasan ANDI, 2002),  2:46.
[10] V.  Taylor, The Names of Jesus, Taylor memberikan statistic tentang penggunaan kyrios oleh Paulus

[11]James d. Tabor, Two Burials of Jesus of Nazareth and The Talpiot Yeshua Tamb,
[12] William Barkelay, ”Lukas,” dalam Pemahaman Alkitab Setiap Hari, (Jakarta: BPK. Gunung Mulia, 2000), 152
[13] Ibid., 219.
[14]R.C. Sproul, Kebenaran-kebenaran Dasar Iman Kristen, pen., Rahmiati Tanudjaja (Malang: Seminary Alkitab Asia Tenggara, 1998), 245.

[15]Erroll Hullse,  Darah dan Api Kaum Puritan, Pen., Marianus T. Waang dan Yusuf A. Lifire, Peny., Yusuf A. Lefire (Jakarta: Delima, 2002), 91

[16] James Strong’s, The New Complete Dictionary of Bible Words (Nashville: Tennessee Published, 1996), 497

[17] John Josep Owens, “qdX,” dalam Analetical Key to The Old Testament (Grand Rapind, Michigan: Baker Book House, 1918), 1:842

[18] Louis Berkhof, Teologi Sistematika, Pen., Yudha Thianto, Peny., Sudjipto Subeno (Surabaya: Momentum, 2002), 4:217
[19]Dave Hagelberg, Tafsiran Roma dari Bahasa Yunani (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2000, 75.

[20]George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru, pen., Urbanus Selan dan Henny Lantang, peny., Soemitro dan Ridwan Sutedja (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2002), 2:186.

[21]Louis Berkhof, Teologi Sistematika, Pen., Yudha Thianto, Peny., Sudjipto Subeno, (Surabaya: Momentum, 2002),  4:218-20

[22]James Strong’s, The New Complete Dictionary of Bible Words, (Nashville: Tennesse Published, 1996),  604

[23]Ladd, Theologi, 2:189.

[24]Paul Enns, The Moody Handbook of Theologi, pen., Rahmiati Tanudjaja, peny., Nicholas Kurniawan, Sri Lestarini, dan Elisabet Yuliasari (Malang: Seminar Alkitab Asia Tenggara, 2003), 1:131.

[25]Hasan Sutanto, “Kharizomai” dalam PerjanjianBaru Interlinear Yunani- Indonesia dan Konkordansi PB (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2004), 2:809.

[26] Dave Hagelberg, Tafsiran Roma dari Bahasa Yunani, (Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2000), 26.

[27] Ibid., 26

[28] Ibid., 26-27.

[29] Packer, “Benar, Pembenaran,” dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Pen., M.H. Simanungkalit, dan H.A. Oppusunggu, Peny., J. D. Dounglas, (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1994), 1:171-74
[30] Ladd, Teologi, 2:200.
[31] Petrus Maryono, Catatan Kuliah, Eksposisi Roma Ibrani, sem. V , 2003.

[32] R. C. Sproul, Kebenaran-kebenaran Dasar Iman Kristen, Pen., Rahmiati Tanudjaja, (Malang: Seminary Alkitab Asia Tenggara, 1998),  251-52.
[33] G. Raymond Carlson, Surat Roma (Malang: Yayasan Gandum Mas, 2002), 40.
[34] Tom Jacobs, Paulus: Hidup, Karya dan Teologinya, pen., kanisius (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1993), 172

[35]Douglas J. Moo, The Letter of James, (Grand Rapids: Wm. B. Eerdman, 1985), 118

[36]Hasan Susanto, Yakobus: Berita yang Patut Didengar, (Malang: SAAT, 2006), 205

[37] J.J.W. Gunning, Tafsiran Alkitan Surat Yakobus (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1997), 30
[38]Carles C. Ryrie, ”Yakobus,”,  dalam Tafsiran Alkitab Wycliffe, Peny., Charles F. Pfeifer dan Everent F. Harrison (Malang: Gandum Mas, 2001), 978

[39] Ibid.

[40] Ibid.

[41] J. J. W. Gurning, 30
[42] Ronald A. Ward, Tafsiran Alkitab Masa Kini, (Jakarta, BPK Gunung Mulia, 1999), 794

[43] Hasan Susanto, Surat Yakobus,  205-6
[44] Hasan Susanto, Surat Yakobus,  205-6
[45] Doren Wijdana, Kupasan Firman Surat Yakobus, (Jakarta: LLB, 2001), 53
[46] Hasan Susanto, Yakobus, 266

[47] Ibid.

[48] Wicflife, “Roma,” 979
[49] Doren, Kupasan , 54

[50] Wicklife, Yakobus,

[51] Hasan Susanto, Surat Yakobus, 267
[52] Ibid., 268
[53]Suharsimi Arikunto, Prosedure Penelitian (Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 116

[54] Sutrisna Hadi, Metodologi Penelitian Research (Yogyakarta: Yayasan ANDI, 1989), 61
[55]Sutrisno Hadi, Metodolog Researh, (Yogyakarta: ANDI, 1989), 63
                                                                                                                                                                
[56]Saur Hasugian, Disertasi: Implementasi Garam dan Terang Dunia dalam Masyarakat Majemuk Pada Pelayanan Pegawai Dirjen Bimas Kristen Seluruh Indonesia, (Semarang: STBI, 2011) 74

[57]http:// “hipotesi,” dalam Wilkepedia, 2010

[58]Bambang Sriyanto, Implikasi Misi Gembala Sidang Gereja Baptis Indonesia di Gabungan Gereja Baptis Indonesia Badan Pengurus Daerah Semarang (Disertasi, STBI, 2005), 55

[59] Petrus Maryono, Catatan Kuliah: Metode Research, STTII Jakarta, 2003








PASAL 3
METODOLOGI  PENELITIAN

Metode penilitian sangat menunjang dalam mengukur tingkat keakuratan sebuah informasi yang diamati. Sejauh mana dampak pengajaran Paulus dan Yakobus mengenai pembenaran oleh iman terhadap pertumbuhan rohani jemaat GPIBI Antiokhia Bogor.  Karena itu, sebuah riset harus melalui proses sebagai berikut:

Ruang Lingkup
Pasal ini merupakan bagian  penelitian lapangan yang bertujuan untuk memberikan bukti-bukti secara faktual dan aktual dari suatu masalah yang terjadi. Penelitian merupakan langkah penting untuk mendukung kebenaran, karena dengan penelitian, pengetahuan akan lebih maju. Penelitian adalah terjemahan dari kata Inggris “Research” yang berasal dari kata “re” yang berarti “kembali“ dan “to search” yang berarti “ mencari. Jadi, Research berarti “mencari kembali.” Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, mengatakan bahwa:
Tanpa adanya penelitian, pengetahuan tidak akan bertambah maju, padahal pengetahuan adalah semua tindakan dan usaha. Jadi, penelitian sebagai dasar untuk meningkatkan pengetahuan , harus diadakan agar meningkat pula pencapaian usaha-usaha manusia.[38]

Pengetahuan perlu diselaraskan dengan penelitian, sehingga pengetahuan akan menjadi sesuatu yang bernilai, karena ada buktinya. Selain itu, penelitian meningkatkan keberhasilan usaha-usaha manusia. Masri Singarimbun mengatakan bahwa:
Hal yang sangat penting bagi seorang peneliti ialah adanya minat untuk mengetahui masalah sosial atau fenomena tertentu. Minat tersebut dapat timbul dan berkembang karena rangsangan bacaan, diskusi, seminar atau pengamatan.[39]

Dalam melakukan proses penelitian diperlukan ketelitian dan kecermatan guna mendapat hasil yang memuaskan. Moh. Nazir, Ph. D, mengemukakan bahwa: “penelitian adalah suatu penyelidikan yang terorganisir.”[40] Terorganisir yang dimaksud adalah tersusun dan terarah.
Dalam penelitian ini, akan dikonsentrasikan pada Jemaat Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia Jemaat Antiokhia Bogor, khususnya kepada jemaat dewasa yang berjumlah 30 orang.
Proses berlangsungnya penelitian ini, tentu diamati selama 1 tahun terakhir. Selama penulis selaku sekaligus sebagai gembala dalam jangka waktu 6 tahun telah mengamati tingkat pertumbuhan jemaat. Dalam kesempatan melalui karya ilmiah ini, penulis bertujuan membuktikan bahwa pengajaran Paulus dan Yakobus berdampam pada pertumbuhan rohani jemaat.

Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan metode deskripsi, yaitu suatu metode dalam meneliti suatu kelompok manusia, suatu obyek, sustu kondisi, suatu system pemikiran, ataupun suatu kelas peristiwa pada masa sekarang untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan yang sistematis, factual dan akurat yang mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Selain menggunakan metode deskripsi, juga disertai dengan pendekatan kuantitatif. Disebut kuantitatif karena data yang diperoleh berdasarkan jumlah obyek atau responden yang diteliti, dapat dihitung sesuai dengan rumus yang sudah ditentukan. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa, penggunaan metode dalam penelitian ini adalah deskripsi kuantitatif.
Pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian  lapangan, yaitu terjun langsung ke lokasi penelitian untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan berdasarkan hal yang diteliti, yakni korelasi pengajaran Paulus dan Yakobus terhadap pertumbuhan rohani jemaat. Penelitian lapangan dilakukan dengan cara penyebaran angket kepada semua jemaat yang ada dan yang bersedia.

Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Jadi populasi bukan hanya orang tetapi juga obyek dan benda-benda alam lain. Populasi juga bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek atau subyek yang dipelajari, tetapi meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek itu. Hal ini berarti populasi merupakan totalitas semua kasus, kejadian orang, hal, dan lain-lain yang ingin diteliti.
Populasi penelitian sesuai dengan judul Tesis yang telah dikemukakan adalah Jemaat GPIBI Antiokhia yang terdiri dari 30 orang.
Dengan harapan hal ini dapat memberikan sumbangsi untuk keakuratan penelitian ini. Sampel adalah sebagian dari obyek atau individu-individu yang mewakili suatu populasi.”[41] Jadi, populasi sifatnya banyak, sedangkan sampel mewakili dari populasi itu sendiri. Sumanto juga berpendapat yang sama bahwa: “Populasi mempunyai sekurang-kurangnya satu karaktaristik yang membedakan populasi  dengan kelompok-kelompok lain. Sedangkan sampel adalah sebagian obyek atau individu yang mewakili suatu populasi.”[42]
Mengenai sampel dalam penelitian ini, sebagai pedoman umum yang perlu dimengerti bahwa, jika populasi yang diteliti mencapai 100, maka sampelnya menjadi 100%, jika populasinya 101-1000, maka sampelnya menjadi 10%, jika populasinya 1001-5000, maka sampelnya menjadi 5%, jika populasinya 5001 dan 10,000, maka sampelnya menjadi 1%.
Dengan demikian, berdasarkan populasi penelitian yang hanya berjumlah 30 orang, dimana jumlah populasi di bawah dari 100, maka sampelnya menjadi 100%. Karena populasi dalam penelitian ini dalam jumlah yang kecil, maka semua populasi penelitian dijadikan sampel, dan sampel penelitian inilah yang disebut “responden” yaitu seluruh jemaat dewasa GPIBI Antiokhia Bogor di tempat penelitian.

Paradigma Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskripsi kuantitatif dengan teknik korelasi yang menghubungkan tiga variable, yaitu variable bebas dan variable terikat. Variable bebas dapat dikatakan sebagai variable yang mempengaruhi atau yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variable terikat. Variable bebas dalam penelitian ini adalah: Pengajaran Paulus mengenai pembenaran oleh iman dan Pengajaran Yakobus mengenai iman perbuatan.
Penelitian korelasi adalah suatu penelitian yang melibatkan tindakan pengumpulan data guna menentukan apakah ada hubungan dan tingkat hubungan antara tiga variable atau lebih. Adanya hubungan dan tingkat variable sangat penting, karena dengan mengetahui tingkat hubungan yang ada, peneliti akan dapat mengembangkannya sesuai dengan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian korelasional adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu factor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih factor lain berdasarkan pada koefesien korelasi.[43] Disain penelitian korelasi antara variable X1, X2, dan Y sebagai berikut:
Gambar

   r x y
 
Korelasi antara variable X1 terhadap variable Y
 



Keterangan:
X1       : Pengajaran Paulus mengenai Pembenaran oleh iman
Y         : Pertumbuhan rohani
R         : Hubungan variable bebas (X) terhadap variable terikat (Y)

Gambar

   r x y
 
Korelasi antara variable X2 terhadap variable Y
 



X1       : Pengajaran Paulus mengenai Pembenaran oleh iman
Y         : Pertumbuhan rohani
R         : Hubungan variable bebas (X) terhadap variable terikat (Y)

Teknik Pengambilan Data
Teknik pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan angket atau kuisioner. Jenis angket yang digunakan adalah angket tertutup. Angket tertutup merupakan sekumpulan pernyataan dimana peneliti telah menyiapkan pilihan jawaban, sehingga responden hanya memilih option yang telah disediakan. Adapun ringkasan dari teknik pengambilan data dapat dilihat pada table berikut ini:

Tabel
Teknik Pengumpulan Data
No
Variable
Skala Pengukuran
Rentang Skor
Skala
Data
Sumber
Data
Unit
Analisis
1
Pengajaran Paulus
Mengenai Pembenaran oleh Iman (X-1)

Likert
1-5
Interval
Jemaat
Jemaat
2
Pengajaran Yakobus
Mengenai Iman Perbuatan (X-2)
Likert
1-5
Interval
Jemaat
Jemaat
3
Pertumbuhan
Rohani (Y)
Likert
1-5
Interval
Jemaat
Jemaat

Intrumen Penelitian
Instrumen  adalah suatu alat pengukur pengetahuan, ketrampilan, perasaan, kecerdasan atau sikap individu dan kelompok. Instrument dapat berupa tes, angket, wawancara dan sebagainya.[44] Instrumen sangat penting dalam suatu penelitian, hal tersebut dikarenakan instrument sebagai alat pengumpulan data yang digunakan untuk menjawab hipotesa penelitian. Untuk itu, suatu instrumen harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu valid dan reliable.
Intrumen yang digunakan untuk variable pengajaran Paulus mengenai pembenaran oleh iman, mengacu pada model likert, yaitu suatu skala spikometrik yang umum digunakan dalam kuisioner, dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam survey. Nama skala ini diambil dari nama Rensis Likert, yang menerbitkan suatu laporan yang menjelaskan penggunaannya. Sewaktu menanggapi pertanyaan dalam skala Likert, responden menentukan tingkat persetujuan mereka terhadap suatu pernyataan dengan memilih salah satu dari pilihan yang tersedia. Biasanya disediakan lima pilihan skala dengan format seperti: sangat tidak setuju, tidak setuju, netral (ragu-ragu), setuju, dan sangat setuju.[45]
Sementara pengukuran tingkat penilaian dengan skor 1 (satu) sampai 5 (lima). Pemberian bobot pada setiap option pada angket ditentukan dengan cara pernyataan positif diberi nilai 5 (lima) sampai 1 (satu) dan pernyataan negative diberi nilai mulai dari 1 (satu) sampai 5 (lima), seperti yang tergambar dalam table berikut:

Table
Pembobotan Option Jawaban pada Instrumen

Alternative Jawaban
Butir-butir
Pertanyaan
Positif
Negatif
Sangat setuju
5
1
Setuju
4
2
Ragu-ragu
3
3
Tidak setuju
2
4
Sangat Tidak Setuju
1
5

Instrument sebagai alat untuk mendapatkan data yang harus memenuhi syarat-syarat tertentu, yaitu sahih (valid) dan handal (reliabel). Sugiono, menyatakan bahwa validitas suatu instrument berkenaan dengan apakah suatu instrument benar-benar mengukur apa yang hendak diukur.[46] Dengan demikian suatu instrument dapat dikatakan valid apabila dapat mengukur apa yang dapat diukur. Instrument valid apabila memiliki koefisien validitas yang rendah. Dalam penelitian ini dilakuak validitas yang meliputi validitas konstruksi (contruct validity),  dan validitas item.
Validitas kontruksi berkenaan dengan berapa jauh butir-butir pernyataan dapat mengukur apa yang benar-benar diukur sesuai dengan konstruk atau konsep  khusus atau definisi konseptual yang ditetapkan. Untuk menentukan validitas ini dengan melakukan telaah teoritis terhadap suatu konsep dari variable yang akan diukur, dimulai dari perumusan konstruk, penentuan dimensi, dan indicator sampai dengan penjabaran dan penulisan item-item intrumen. Pengujian validitas ini dilakukan melalui justifikasi pakar atau yang menguasai substansi dari variable yang akan diukur.
Sedangkan validitas item adalah suatu instrument ditentukan berdasarkan data hasil ukur instrument yang bersangkutan, baik melalui uji coba atau melalui tes yang sesungguhnya. Validitas ini diartikan sebagai validitas yang ditentukan berdasarkan koefisien validitasnya dengan skor tatalnya.

Instrumen Perngajaran Paulus mengenai Pembernaran oleh Iman
Defenisi kopseptual. Konsep pembenaran berhungan dengan posisi legal manusia di hadapan Allah. Seseorang yang telah meneriman Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juru selamat secara pribadi, telah dilimpahkan kebenaran kepadanya, sehingga ia benar secara hukum Kerajaan Allah. Allah bertindak secara aktif dalam menyatakan benar pada setiap orang yang percaya kepada Yesus Kristus. Manusia telah gagal dalam hubungan persekutuan dengan Allah di taman Eden, sehingga manusia harus dipulihkan dan diberi posisi benar. Hanya pengorbanan Kristus yang dapat menebus dan melunasi hutang dosa manusia.
Hidup yang telah dibenarkan tersebut oleh Yakobus menegaskan supaya memiliki iman perbuatan yaitu iman yang hidup, dinamis dalam konteks masyarakat, gereja, dan lingkungan dimana berada.
Keseimbangan antara iman yang menyelamatkan dengan perbuatan baik karena telah diselamatkan oleh iman.
Defenisi operasional. Pembenaran hanya permulaan dari perubahan moral manusia beriman.[47] Namun kebenaran selalu didahului kelahiran baru (regenerasi) dan diikuti persekutuan di dalam Kristus (union with Christ) dan selanjutnya adalah proses penyucian.
Pembenaran menyingkirkan kesalahan karena dosa dan memperbaharui sehingga semakin lama, semakin sesuai dengan teladan Tuhan. Pembenaran juga merupakan suatu tindakan deklaratif.[48]
Kisi-kisi instrument pengajaran Paulus mengenai pembenaran oleh iman. Berikut dibawah ini dapat diperhatikan kisi-kisi dari variable X-1 (pengajaran Paulus).



Table
Kisi-kisi Instrumen Variabel X-1
Pengajaran Paulus mengenai Pembenaran oleh Iman
No
Indikator
Nomor Butir
Jumlah
1

Yesus adalah Tuhan

1, 2, 3, 4
4
2

Yesus adalah Juru Selamat

5, 6, 7, 8
4
3

Yesus adalah Manusia Tanpa Dosa
9, 10, 11, 12
4
4

Latar Belakang Budaya

13, 14
2
5

Eksposisi Efesus 2:8-10

15, 16, 17, 18, 19, 20, 21
7
6

Pembenaran Konteks Perjanjian Lama


22, 23, 24, 25
4
7

Pembenaran Konteks Perjanjian Baru

26, 27, 28, 29, 30
5


Jumlah


30

Instrumen Pengajaran Yakobus mengenai Iman Perbuatan
Defenisi kopseptual. Penyataan kebenaran yang sesunggunya menunjukkan bahwa iman bukan semata-mata ortodoksi melainkan keyakinan yang mengarah kepada perbuatan yang benar dan nyata sehingga jelas iman bekerja sama dengan perbuatan-perbuatan, dan oleh perbuatan iman menjadi sempurna.
Defenisi operasional. Yakobus berkonsentrasin pada perilaku-perilaku nyata dari kehidupan kekristenan sehari-hari; dalam pengajarannya sama sekali tidak digoda oleh spekulasi dengan mengajarkan jemaat di Yerusalem bahwa “keselamatan dapat diperoleh dengan perbuatan baik.” 
Iman harus bekerja atau aktif; iman harus menghasilkan sesuatu; iman harus nyata. Iman harus dibuktikan bukan hanya sebatas perkataan atau dihayati dalam pikiran.
Kisi-kisi instrumen pengajaran Yakobus mengenai iman perbuatan. Berikut dibawah ini dapat diperhatikan kisi-kisi dari variable X-2 (pengajaran Yakobus).






























Table

Kisi-kisi Instrumen Variabel X-2

Pengajaran Yakobus Mengenai Iman Perbuatan (X2)

No

Indikator

Nomor Butir

Jumlah
1
Iman dan Prakteknya
1, 2, 3, 4, 5
5
2
Iman dan Perbuatan tidak Dapat Dipisahkan
6, 7, 8, 9, 10
5
3
Iman dan Buktinya
11, 12, 13, 14, 15
5
4
Iman Sejati  Dipraktekkan dalam Perbuatan
16, 17, 18, 19, 20
5
5
Iman dan Perbuatan yang Sejati tidak Dapat Dipisahkan
21, 22, 23, 24, 25
5
6
Iman Sejati Dibuktikan dalam Perbuatan
26, 27, 28, 29, 30
5


Jumlah


30


























Instrumen Pertumbuhan Rohani

Defenisi kopseptual.


[38]Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2006), 4.

[39] Masri Singarimbun, Psikologi Remaja, (Bandung: Pusaka Setia, 2006), 28.

[40] Mohamad Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005), 13.
[41] Mohamad Pabundu Tika, Metode Penelitian Geografi (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), 23.

[42] Andreas B. Subagyo, Pengantar Riset Kuantitatif dan Kualitatif (Bandung: Kalam Hidup, 2004), 192.

[43] Alim Sumarno, “Penelitian Korelasi,” dalam http://elearning unese.ac.id
[44] Sumanto, Metode Penelitian Sosial dan Pendidikan (Yogyakarta: Andi Offset, 1995), 57.

[45] Rensis Likert, “Likert,” dalam http://id.wikipedia.org/skala_likert

[46] Sugiono, “Validitas,” 109
[47] Chris Marantika, Doktrin Keselamatan dan Kehidupan Rohani (Yogyakarta: Iman Press, 2002), 118.

[48] Henry C. Thiessen, Theologi Sistematika, peny., Vernon D. Doerksen (Malang: Yayasan Gandum Mas, 1992), 422





PASAL 4
ANALISIS DAN PEMBAHASAN

Pasal ini membahas hasil penelitian yang meliputi deskripsi data variabel penelitian, pengujian persyaratan analisis, pengujian hipotesis, pembahasan dan keterbatasan penelitian.
Sebelum membahas hasil penelitian terlebih dahulu dilakukan pre-test (ujicoba) kuesioner terhadap 30 responden diluar sampel pada masing-masing variabel.
Pengambilan keputusan dari uji kesahihan butir, sebagai berikut:
Jika r hasil positif (+), serta r hasil > r tabel, butir pertanyaan valid.
  Jika r hasil tidak positif (-), serta r hasil < r tabel, butir pertanyaan tidak valid.

Deskripsi Data Hasil Penelitian
Dalam penelitian ini terdapat tiga variabel, yang terdiri dari dua variabel bebas dan satu variabel terikat
-          Pengajaran Paulus mengenai pembenara oleh iman    :  X1
-          Pengajaran Yakobus mengenai iman perbuatan          :  X2
-          Pertumbuhan rohani                                                    :  Y
 Daftar angket penelitian yang penulis sampaikan kepada responden sebanyak 30 orang, kemudian diteliti, diedit, dan dianalisis sesuai dengan pengolahan data sebagaimana yang telah dibahas pada pasal 1
Angket penelitian ini kemudian diberi skor sesuai dengan jawaban responden dan dijumlahkan. Proses penelitian harus dilakukan secara hati-hati agar tidak mengalami kekeliruan dalam merekapitulasi.
Hasil rekapitulasi skor untuk masing-masing variabel ini selanjutnya menggunakan alat bantu komputer program SPSS 16.0 for Windows. Rekapitulasi jumlah skor untuk masing-masing variabel dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Pengujian Persyaratan Analisis
Uji Normalitas Data
Explore

Kriteria: (Lihat Kolom Kolmogorov-Smirnov)
  • Jika Sig. > 0,05 maka data berdistribusi normal
  • Jika Sig. < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal


Explore

Explore






Regression X1 Thd Y


Pengujian Hipotesis dan Pembahasan

1.      Tabel Descriptive Statistics dapat dibaca sebagai berikut:
ü  Rata-rata Pertumbuhan Rohani                                              =  118,67
ü  Rata-rata Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh
Iman                                                                                       =  114,67
ü  Standar Deviasi Pertumbuhan Rohani                                   =  6,093
ü  Standar Deviasi Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran
oleh Iman                                                                                =  6,820

2.      Tabel Correlation
ü  Korelasi Pearson (Pearson Correlation)          =  0,627
Nilai 0,627 merupakan nilai r hitung. Angka ini menunjukkan korelasi atau hubungan yang kuat antara Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman dan Pertumbuhan Rohani sebessar 62,7%., artinya jika Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Imannya meningkat maka Pertumbuhan Rohaninya  tentu bertambah.
ü  Sig (2-tailed) atau probabilitas = 0,000
Uji dilakukan 2 tailed (2 sisi) karena yang akan dicari adalah ada atau tidaknya hubungan dua variabel.
Hipotesis:
Ho : Tidak ada hubungan (korelasi) antara dua variabel
Hi : Ada hubungan (korelasi) antara dua variabel
Dasar Pengambilan Keputusan:
·         Jika probabilitasnya > 0,05 maka Ho diterima
·         Jika probabilitasnya < 0,05 maka Ho ditolak
Oleh karena  signifikannya < 0,05 maka Ho ditolak, berarti ada hubungan antara variabel X dan Y.
ü  N atau jumlah yang dianalisis = 30
3.      Tabel Variables Entered/Removed
a.       Variables Entered (variabel yang masuk persamaan). Variabel prediktor yang dimasukkan berdasarkan kriteria Use Probability of F Entry 0,05 dan Removal 0,01. Dapat  dilihat bahwa variabel Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman masuk dalam persamaan karena memenuhi Kriteria.
b.      Variables Removed (variabel yang dikeluarkan dalam persamaan). Dapat dilihat tidak ada variable prediktor yang dikeluarkan.
c.       Method (metode) merupakan pilihan metode yang digunakan dalam hal ini digunakan metode enter.

4.      Tabel Model Summary
Ø  R disebut juga dengan koefisien korelasi. Dapat dibaca bahwa nilai koefisien korelasi antara variabel Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman (X) terhadap Pertumbuhan Rohani (Y) adalah 0,627, berarti hubungan antara Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman dengan Pertumbuhan Rohani  adalah sebesar 62,70%.
Ø  R Square disebut koefisien determinasi. Dari tabel dapat dibaca bahwa nilai R square (R2) adalah 0,393, artinya 39,30% variasi yang terjadi terhadap tinggi atau rendahnya Pertumbuhan Rohani disebabkan variasi Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman, sedangkan sisanya (60,70 %) tidak dapat diterangkan.
Ø  Adjusted R square merupakan nilai R2 yang disesuaikan sehingga gambarannya lebih mendekati mutu penjajakan model dalam populasi.
Adjusted R2 = 1 – (1 – R2)
Dimana:

n = jumlah sampel

k = jumlah parameter
Adjusted R2 = 1 – (1 – 0,393) =  0,371
Ø  Std. Error of the Estimation merupakan kesalahan standar dari penaksiran dan bernilai 4,833

5.      Tabel Anova
Tabel ini menampilkan Fhitung. Uji F berguna untuk menentukan apakah model penaksiran yang digunakan tepat atau tidak.
Model persamaan yang digunakan adalah model linear Ŷ = a + bX
Untuk menguji apakah model linear Ŷ = a + bX tersebut sudah tepat atau belum, Fhitung pada tabel anova perlu dibandingkan dengan Ftabel
Fhitung = 18,094
Ftabel dilihat pada:
·         taraf signifikansi 5%
·         df pembilang = jumlah variabel – 1 = ( 2 – 1) = 1 
·         df penyebut = jumlah data – jumlah variabel = (30 – 2) = 28
Ftabel = 4,20.
Oleh karena Fhitung>Ftabel maka dapat disimpulkan bahwa model linear
Ŷ = a + bX tepat dan dapat digunakan.

Selain membandingkan Fhitung dengan Ftabel, ada cara yang lebih mudah untuk menentukan ketepatan model di atas, yaitu dengan membandingkan probabilitas (pada tabel Anova tertulis Sig) dengan taraf nyatanya (0,05 atau 0,01).
·         Jika probabilitasnya > 0,05 maka model ditolak
·         Jika probabilitasnya < 0,05 maka model diterima
Dapat dilihat probabilitas (Sig) adalah 0,013 < 0,05 berarti model diterima atau dapat disimpulkan bahwa bentuk persamaan linear Ŷ = a + bX  tepat.

6.      Tabel Coefficients
q  Kolom Unstandardized Coefficients
Ø  Constant (Konstanta)                                                       =  54,346
Ø  Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman      =  0,560
Dari sini didapat persamaan regresi Ŷ = 54,346 + 0,560X
q  Kolom t
Uji t berguna untuk menguji signifikansi koefisien regresi (b), yaitu apakah variabel independen (X) berpengaruh secara nyata atau tidak.


Hipotesis:
Ho =    Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman tidak berpengaruh nyata terhadap Pertumbuhan Rohani
Ha =    Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman berpengaruh nyata terhadap Pertumbuhan Rohani

            Pengambilan Keputusan
·         Jika –ttabel<thitung<ttabel maka Ho diterima
·         Jika thitung<-thitung<ttabel atau thitung>ttabel maka Ho ditolak
·         ttabel dilihat dengan derajat bebas = n – k

n    =  jumlah sampel, dalam hal ini bernilai 30
k    =  jumlah variabel yang digunakan. Dalam hal ini bernilai 2
sehingga derajat bebasnya adalah 28 (30-2). Oleh karena  uji t yang dilakukan adalah uji 2 arah maka yang dibaca adalah t (½ 0,05) atau t 0,025.
·         ttabel                        =  2,05
·         thitung (X)    =  4,254

Keputusan:
Variabel Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman (X)
·         Oleh karena thitung>ttabel maka Ho ditolak artinya Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman  berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap Pertumbuhan Rohani

persamaan regresi Ŷ =  54,346 + 0,560X
dimana
Ŷ         =  Pertumbuhan Rohani
X         =  Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman
Dari persamaan dapat diuraikan sebagai berikut:

Setiap kenaikan 1 skor variabel Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman (X) dapat meningkatkan 0,560 skor variabel Pertumbuhan Rohani .

Pengambilan keputusan juga dapat dilakukan dengan melihat probabilitasnya dimana nilainya 0,000 lebih kecil dari 0,05.








Regression X2 Thd Y










Regression X1 dan X2 Thd Y

 







Interpretasi

1.      Tabel Variables Entered/Removed
Ø  Variables Entered (variabel yang masuk persamaan). Variabel prediktor yang dimasukkan berdasarkan kriteria Use Probability of F Entry 0,05 dan Removal 0,01. Dapat  dilihat bahwa variabel  Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman dan Pengajaran Yakobus mengenai Iman Perbuatan masuk dalam persamaan karena memenuhi Kriteria.
2.      Tabel Model Summary
Ø  R disebut juga dengan koefisien korelasi ganda. Dapat dibaca bahwa nilai koefisien korelasi antara variabel  Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman (X1) dan Pengajaran Yakobus mengenai Iman Perbuatan (X2) terhadap Pertumbuhan Rohani (Y) adalah 0,700, berarti hubungan antara  Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman dan Pengajaran Yakobus mengenai Iman Perbuatan dengan Pertumbuhan Rohani adalah sebesar 70,00%.
Ø  R Square disebut koefisien determinasi. Dari tabel dapat dibaca bahwa nilai R square (R2) adalah 0,490, artinya 49,00% variasi yang terjadi terhadap tingggi atau rendahnya Pertumbuhan Rohani disebabkan variasi  Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman dan Pengajaran Yakobus mengenai Iman Perbuatan sedangkan sisanya (51,00 %) tidak dapat diterangkan.
Ø  Adjusted R square merupakan nilai R2 yang disesuaikan sehingga gambarannya lebih mendekati mutu penjajakan model dalam populasi.
Adjusted R2 = 1 – (1 – R2)

Dimana:

n = jumlah sampel

k = jumlah parameter
Adjusted R2 = 1 – (1 – 0,490) =  0,452
Ø  Std. Error of the Estimation merupakan kesalahan standar dari penaksiran dan bernilai 4,509.
3.      Tabel Anova
Tabel ini menampilkan Fhitung. Uji F berguna untuk menentukan apakah model penaksiran yang digunakan tepat atau tidak.
Model persamaan yang digunakan adalah model linear Ŷ = a + b1X1 + b2X2
Untuk menguji apakah model linear Ŷ = a + b1X1 + b2X2 tersebut sudah tepat atau belum, Fhitung pada tabel anova perlu dibandingkan dengan Ftabel
Fhitung = 12,978
Ftabel dilihat pada:
·         taraf signifikansi 5%
·         df pembilang = jumlah variabel – 1 = ( 3 – 1) = 2 
·         df penyebut = jumlah data – jumlah variabel = (30 – 3) = 27
Ftabel = 3,35.
Oleh karena Fhitung>Ftabel maka dapat disimpulkan bahwa model linear
Ŷ = a + b1X1 + b2X2 sudah tepat dan dapat digunakan.
Selain membandingkan Fhitung dengan Ftabel, ada cara yang lebih mudah untuk menentukan ketepatan model di atas, yaitu dengan membandingkan probabilitas (pada tabel Anova tertulis Sig) dengan taraf nyatanya (0,05 atau 0,01).
·         Jika probabilitasnya > 0,05 maka model ditolak
·         Jika probabilitasnya < 0,05 maka model diterima
Dapat dilihat probabilitas (Sig) adalah 0,000 < 0,05 berarti model diterima atau dapat disimpulkan bahwa bentuk persamaan linear Ŷ = a + b1X1 + b2X2 sudah tepat.
4.      Tabel Coefficients
q  Kolom Unstandardized Coefficients
Ø  Constant (Konstanta)                                                       =  27,129
Ø   Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman     =  0,384
Ø  Pengajaran Yakobus mengenai Iman Perbuatan  =  0,404
Dari sini didapat persamaan regresi Ŷ = 27,129 + 0,384X1 + 0,404X2
q  Kolom t
Uji t berguna untuk menguji signifikansi koefisien regresi (b), yaitu apakah variabel bebas/independen (X) berpengaruh secara nyata atau tidak.

Hubungan Variabel bebas dengan variable terikat
Hipotesis:
Ho = Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman dan Pengajaran
Yakobus mengenai Iman Perbuatan tidak berpengaruh nyata terhadap Pertumbuhan Rohani
Ha = Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman dan Pengajaran Yakobus mengenai Iman Perbuatan berpengaruh nyata terhadap Pertumbuhan Rohani
            Pengambilan Keputusan
·         Jika –ttabel<thitung<ttabel maka Ho diterima
·         Jika thitung<-thitung<ttabel atau thitung>ttabel maka Ho ditolak
·         ttabel dilihat dengan derajat bebas = n – k
n    =  jumlah sampel, dalam hal ini bernilai 30
k    =  jumlah variabel yang digunakan. Dalam hal ini bernilai 3
sehingga derajat bebasnya adalah 27 (30-3). Oleh karena  uji t yang dilakukan adalah uji 2 arah maka yang dibaca adalah t (½ 0,05) atau t 0,025.
·         ttabel                        =  2,05
·         thitung (X1)   =  2,645
·         thitung (X2)   =  2,273

Pembahasan Hasil Penelitian
Merujuk pada hasil analisis hubungan pengajaran Paulus mengenai pembenaran oleh iman dan pengajaran Yakobus mengenai iman perbuatan terhadap pertumbuhan rohani jemaat GPIBI Antiokhia Bogor, maka selanjutnya perlu dibahas eksistensi masing-masing variabel sebagai berikut:
1.               Variabel  Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman (X1)
·         Oleh karena thitung>ttabel maka Ho ditolak, artinya  Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap Pertumbuhan Rohani

2.      Variabel Pengajaran Yakobus mengenai Iman Perbuatan (X2)
·         Oleh karena thitung>ttabel maka Ho ditolak, artinya Pengajaran Yakobus mengenai Iman Perbuatan juga berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap Pertumbuhan Rohani
persamaan regresi Ŷ = 27,129 + 0,384X1 + 0,404X2
dimana
Ŷ         =  Pertumbuhan Rohani
X1        =   Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman
X2        =  Pengajaran Yakobus mengenai Iman Perbuatan

3.      Dari persamaan dapat diuraikan sebagai berikut:
·         Setiap kenaikan 1 skor variabel  Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman (X1) dapat meningkatkan 0,384 skor variabel Pertumbuhan Rohani dengan asumsi variabel Pengajaran Yakobus mengenai Iman Perbuatan konstan.
·         Setiap kenaikan 1 skor variabel Pengajaran Yakobus mengenai Iman Perbuatan (X2) dapat meningkatkan 0,404 skor variabel Pertumbuhan Rohani dengan asumsi variabel  Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman konstan.

Keterbatasan Penelitian
Setelah melakukan penelitian dengan melalui suatu prosedur ilmiah, ditemukan suatu hubungan yang positif antara pengajaran Paulus (X1) dengan Pertumbuhan rohani jemaat (Y). Hal yang sama juga ditemukan pada  variabel lain yaitu pengajaran Yakobus  (X2).
Dari data yang dihimpun menunjukkan bahwa hubungan antara kedua variabel bebas baik secara parsial maupun secara ganda turut memberikan kontribusi bagi terbentuknya kehidupan yang berkenan kepada Tuhan. Dengan kata lain, semakin mengerti seseorang mengenai firman Tuhan, maka semakin bertumbuh juga kehidupan rohaninya.
Penelitian dilakukan dengan teknik pengumpulan data menggunakan seperangkat kuesioner yang dirancang khusus untuk itu tetapi juga wawancara singkat. Bertolak dari sejumlah instrumen yang telah digunakan, disadari tidak luput dari berbagai kelemahan yang tidak dapat dihindari, di antaranya; pertama, jawaban-jawaban yang telah diberikan mungkin belum semuanya mencerminkan tentang kenyataan yang sesungguhnya, sehingga masih patut dipertanyakan dan dicari tahu secara lebih lanjut. Kedua, di antara responden, memiliki social setting yang berbeda, sehingga dengan kenyataan itu sudah barang tentu responden juga memiliki intensitas pengetahuan yang berbeda, baik pada tataran pemahaman maupun dalam praksisnya yang  juga otomatis berbeda. Ketiga, mengingat penelitian ini menyangkut tentang masalah sumber daya manusia, maka dalam menjawab pertanyaan dan pernyataan kelihatannya responden sangat hati-hati, dan ada di antaranya yang tidak terungkap secara nyata, utamanya menyangkut hal-hal yang terkait dengan faktor budaya dan hal-hal yang bersifat sosial, sehingga dengan demikian masih diperlukan pengungkapan-pengungkapan faktor-faktor tersebut dalam suasana yang lebih spesifik dan transparan.
Bertolak dari beberapa pemikiran itu, sangat diperlukan adanya upaya untuk mengungkap beberapa aspek tersebut melalui suatu observasi dan atau wawancara dengan pihak jemaat dan para pelayanan,  pimpinan secara elaboratif untuk menemukan berbagai kenyataan budaya dan sosial yang sesungguhnya. Upaya untuk itu dapat dilakukan  melalui sebuah replikasi penelitian atau penelitian lanjutan dan atau penelitian yang lain, sehingga hal-hal yang belum terungkap tersebut dapat ditampilkan sebagai suatu temuan baru yang lebih baik.





PASAL 5
KESIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil pembahasan pada pasal-pasal sebelumnya, penulis akan mencoba menyimpulkan dan memberi saran-saran yang kiranya dapat berguna bagi pertumbuhan rohani khususnya dalam usaha menerapkan pengajaran Paulus dan Yakobus mengenai pembenaran.

Kesimpulan
Harus diakui, bahwa sejak manusia lahir ke dunia, usaha pendidikan telah dilakukan.[1] Alkitab menegaskan bahwa sejak dari dalam kandungan Tuhan telah memilih umat-Nya, dan Ia memiliki rancangan untuk kehidupan umat-Nya. Dalam karya ilmiah ini, pengajaran Alkitab sangat memadai dalam memberi ilmu, dan penghapan, bahkan Alkitab menjadi sumber segala ilmu.
Salah satu cara membangun hubungan vertical dengan Tuhan ialah melalui “reading the bible.” Pengertian yang baik terhadap firman Tuhan, akan menyebabkan pertumbuhan yang signifikan sebagai sebuah gereja. Berikut adalah beberapa hal yang menjadi pusat perhatian khusus; yaitu:
Pengajaran Paulus mengenai pembernaran oleh iman harus diajarkan secara intensif baik melalui khotbah, kelompok sel, ibadah keluarga. Bahkan sejak dari anak-anak sekolah minggu harus diajarkan sehingga gereja memiliki generasi yang mengerti kebenaran dan bertumbuh secara rohani.
Keselamatan adalah anugerah Allah semata-mata. Manusia menerima keselamatan dari Allah hanya karena iman, bukan karena perbuatan. Setelah menerima keselamtan dengan cara demikian, manusia harus mengerjakan keselamatan itu di dalam kehidupan melalui perbuatan-perbuatan yang manusia lakukan dan kerjakan. Jika manusia tidak aktif mengerjakan keselamatan dengan cara  demikian sesudah ia menjadi percaya, itu menunjukkan bahwa iman yang diakuinya dengan mulut itu adalah iman yang mati. Itu tandanya bahwa ia belum sungguh-sungguh mengalami keselamatan.
Manusia tidak diselamatkan karena perbuatan. Tetapi perbuatan-perbuatan merupakan tanda apakah iman itu benar-benar hidup, sekaligus perbuatan-perbuatan itulah yang akan meningkatkan kadar iman orang percaya. 
Perbuatan bukan sesuatu yang ditambahkan pada iman. Keduanya harus ada bersama-sama. Yakobus tidak bermaksud untuk membedakan antara iman dan perbuatan; yang dibedakan adalah antara iman yang disertai perbuatan dan iman yang tidak disertai perbuatan. Bagi Yakobus iman harus disertai oleh perbuatan. Yang satu tidak dapat ada tanpa yang lain, sebab iman yang tanpa perbuatan adalah mati.
Yakobus tidak bertentangan dengan Rasul-rasul lain, khususnya Rasul Paulus. Yakobus menghadapi tantangan berbeda dengan Paulus. Paulus berjuang melawan konsep para rabi Yahudi tentang keselamatan yang diperoleh perbuatan berdasarkan hukum taurat. Yakobus berhadapan dengan (a) Orang Kristen Yahudi yang memandang muka dan berpeluk tangan terhadap kebutuhan saudara seiman yang miskin. Yakobus ingin mendesak mereka bertindak. (b) Orang Kristen yang hanya bersandar pada iman tanpa perbutan. Oleh karena itu, yang  dimaksudperbuatan oleh Yakobus bukanlah perbuatan menurut pemahaman Yahudi yaitu sarana untuk memperoleh keselamatan, namun perbuatan iman hasil moral dari kesalehan sejati dan khususnya perbuatan kasih. Sedangkan pekerjaan atau usaha yang dimaksud Paulus adalah usaha menaati hukum taurat sebagai yang olehnya mereka (yudaisme) diselamatkan.

Saran

Dari kenyataan di atas, penulis mengajukan saran praktis untuk bahan perhatian. Menyadari bahwa topic yang dibicarakan dalam karya ini, belum cukup memadai karena itu, penulis menyarankan kepada pembaca untuk menyelidiki beberapa literature Pernjanjian Baru lainnya. Literature yang menarik untuk dicermati ialah Kitab Roma “Orang benar hidup karena percaya” (Rm. 1:16-17). Dalam tulisan Paulus kepada jemaat di Roma, salah satu topic yang dominan dijelaskan ialah “soteriologi” yakni pembenaran oleh iman. Dalam konteks Perjanjian Lama juga seorang Nabi Habakuk menyatakan “orang benar itu akan hidup oleh percayanya” (Hab. 2:4). Ungkapan “dibenarkan” atau “akan hidup oleh percayanya” menjadi bahan yang perlu dicermati untuk mendapatkan informasi yang semakin akurat dan tajam mengenai topic ini. Selamat berjuang.




[1] J. M. Nainggolan, Strategi Pendidikan Agama Kristen, (Bandung: Generasi Info Media, 2008), 113.






BIBLIOGRAFI

Alkitab

Alkitab. Jakarta : Lembaga alkitab Indonesia, 2000

Biblia Hebraica Stuttgartensi, Deutshe: Bibelgesellshaft, 1977

Buku

Bauer, Walter, William F. Arndt, dan F, Wilbur Gingrich. A Greek-English Lexicon of
The Neew Testament and Other Early Christian Literature. Chicago: The
University of Press, 1958

Bavinck, J. H. Sejarah Kerajaan Allah. Jil 2. DIterjemahkan oleh A. Simanjuntak.
Disunting olehF. B Indradi. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996

Bell, James S. Karya-karya Klasik Terbaik D. L. Moody. Diterjemahkan oleh Christine
Sujana. Yogyakarta: Yayasan ANDI 2003

Berkhof, Louis. Teologi Sistematika. Jilid 4. Diterjemahkan oleh Yudha Thianto.
Disunting oleh Sutjipto Subeno. Surabaya: Momentum, 2002.

Blue, J Ronald. “James.” Dalam Bible Knowledge Commentary. An Exposition of The
Scriptures by dallas Seminary Faculty. Disunting oleh F. Walvood dan Roy Zuck.
Wheaton, IL: Scripture Press Publication, [Viktor Books], 2983

Brouch, Manfred T. Ucapan Paulus Yang Sulit. Diterjemahkan oleh Fenny Veronica.
Malang: Departemen Literatur Seminary Alkitab Asia Tenggara, 2011.

Brown, Prancis S. R. Driver, dan Charles A Brings, Hebrew and English Lexicon,
Peabody: Hendrikson Publishers, Inc., 1996

Davids, Peter H. Ucapan Yang Sulit dalam Perjanjian Baru. Diterjemahkan oleh Fenny
veronica. Malang: Departemen Literatur SAAT, 2011.

Davidson, F. dan Ralph P Martin. “Roma.” Dalam Tafsiran Alkitab Masa Kini:
Berdasarkan Fakta-Fakta Sejarah Ilmiah dan Alkitabiah. Diterjemahkan oleh
Soedarmo. Jil. 3. Disunting oleh A.Simanjuntak. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OFM, 1976.

Departeman Pendidikan Dan Kebudayaan. Kamus Besara Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2011.

Enns, Paul. The Moody Handbook of Teology. Jil. 1. Diterjemahkan oleh Rahmiati
Tanudjaja. Malang: Depatemen Literatur SAAT, 2004

Enns, Paul. The Moody Handbook of Teology. Jil. 2. Diterjemahkan oleh Rahmiati Tanudjaja. Malang: Depatemen Literatur SAAT, 2004

Hadiwijono, Harus. Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1995

Hagelberg, Dave. Tafsiran Roma dalam Bahasa Yunani. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2000

Hulse, Erroll. Darah dan Api Kaum Puritan. Diterjemahkan oleh Martinus T Waang dan Yusuf A. Lifire. Jakarta: Departemen Literatur dan Media Arastamar, 2002

Ladd, George Eldon. Teologi Perjanjian Baru. Jil.2. diterjemahkan oleh Urbanus Selan dan Henny Lantang. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1999.

Marantika, Chris. Doktrin Keselamatan Kehidupan Rohani. Yogyakarta: Iman Press, 2002

Morris, Leon. Teologi Perjanjian Baru. Diterjemahkan oleh H. Pidyanto. Malang: Gandum Mas, 2011.

Ryrie,Charles C. Teologi Dasar. Jil.2. Yogyakarta: Yayasan ANDI, 2001

Sproul, R.C. kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kisten. Diterjemahkan oleh Rahmiati Tanudjaja. Malanga: Departemen Literatur SAAT, 1998.

Susanto, Hasan. Perjanjian Baru Interlinear danKonkoerdansi Perjanjian Baru. Jil.1. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2004

Susanto, Hasan. Perjanjian Baru Interlinear danKonkoerdansi Perjanjian Baru. Jil.2. Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2004

Tenney C. Merrill. Survey Perjanjian Baru. Malang: Yayasan Gandum Mas, 2001

Thiessen, Henry C. Teologi Sistematika. Malang: Yayasan Gandum Mas, 1992.

Toon, Peter. “Righteousness.” Dalam Baker The Theological Dictionary of the Bible. Disunting oleh Walter A. Elwel, 687-89. Grand Rapids, Michigan: Baker  Books, 2000.

Unger, Merrill F. “faitah.” Dalam Unger’s Bible Dictionary. Disunting oleh Robert F. Ramey, 340-42. Chicagon : Moody Press, 1980.

Vine, W E. “Righteousness” Dalam Vine’s Expository of Old and New Testament Words, 790-791. Nasville: Thomas Nelson Publishing, 1997.

Wad, A. Ronald. “Yakobus.” Dalam Tafsiran Alkitab Masa Kini : Berdasarkan Fakta-fakta Sejarah Ilmiah dan Alkitabiah. Jil.3. diterjemahkan oleh M. Rikin. Disunting oleh Donald Guthrie dan lainnya. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 1976.


Jurnal

Anderson, A.A. “Righteousness.” Dalam Baker The Theological Dictionary of the Bible. Disunting oleh Walter A. Elwel, 687-694. Grand Rapids, Michigan: Baker  Books, 1984

John Pollock, “Bagaimana Orang Bertumbuh,” dalam Penerapan Praktis Pola Hidup Kristen. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2005

Gary Dausey, “Dasar Iman,” dalam Penerapan Praktis Pola Hidup Kristen. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2005

Maryono, Petrus. “Hukum Taurat dan Pembenaran,” Pistis. Vol.1. STII Yogyakarta, 2001.

Packer, J. I. “Benar, Pembenaran,”Dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini. Jil. 1. 171-174. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2000

Penkins, John. “Melangkah Dengan Iman.” Dalam Pola Hidup Kristen, 255-294. Bandung: yayasan Kalam Hidup, 1994.
Disertasi

Hasugian, Saur, Semarang: STT Baptis. 2010

Tesis

Daliman, Munir. Tesis: Studi Korelasi Antara Mendengar Berita tentang Kerajaan Allah dengan Pertumbuhan Rohani dan Pelayanan Hamba Tuhan di Kecamatan Mempawah Hulu Kabupaten Landak Kalimantan Barat. Solo: STT Berita Hidup. 2011

Yunita Dewi, Ester. Bandung: STT Tiranus. 2011


Diktat

Sadono, Sentot. Perencanaan Pembelajaran Buku Pegangan bagi Guru dan Dosen.STT Kadesi. 2012

Hardiyana, Budi. Teologi Pendidikan Agama Kristen. STT Kadesi. 2012

Nainggolan. J. M. Strategi Pembelajaran. STT Kadesi. 2011

Naat, Dominggus. PAK dalam Gereja Majemuk. STT Kadesi. 2012

Maryono, Petrus. Diktat Kuliah : Eksposisi Roma-Ibrani. Sem, V, 2003

Miller, Jeffry P. Diktat Kuliah : Introduksi Perjanjian Baru. Sem. III, 2002

Sapington, Tom, Tri Priyo sanyoto dan Todd Elefson : Diktat Kuliah. Sem. IV, 1997


Webside

Pembenaran. http//:www.wikipedia.com

Iman.

Peetumbuhan rohani.




Tidak ada komentar:

Posting Komentar