KORELASI
PENGAJARAN PAULUS MENGENAI PEMBENARAN OLEH IMAN DALAM EFESUS 2:8-10 DAN YAKOBUS
MENGENAI IMAN PERBUATAN DALAM YAKOBUS 2:14-26 DAN DAMPAKNYA
TERHADAP
PERTUMBUHAN ROHANI JEMAAT
DI
GPIBI ANTIOKHIA BOGOR
T E S I S
Oleh :
Elia Umbu Zasa
NIM: 201001002
NIKA: 1000150431435..
NN......................
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI KADESI INDONESIA
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
BOGOR, JAWA BARAT
NOVEMBER 2012
Korelasi
Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman dalam Efesus 2:8-10 dan Yakobus
mengenai Iman Perbuatan dalam Yakobus 2:14-26
dan Dampaknya
terhadap Pertumbuhan Rohani Jemaat
di GPIBI
Antiokhia Bogor
Tesis
Diajukan kepada Dewan Dosen
Sekolah Tinggi Teologi Kadesi
Bogor
Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar
Magister Pendidikan Agama
Kristen (M.Pd.K)
Oleh :
Elia Umbu Zasa
NIM: 201001002
NIKA: 1000150431435..
NN...
...................
Sekolah Tinggi Teologi Kadesi Indonesia
Program Pascasarjana
Magister Christian of Education
Bogor, Jawa Barat
November, 2012
KORELASI
PENGAJARAN PAULUS MENGENAI PEMBENARAN OLEH IMAN DALAM EFESUS 2:8-10 DAN YAKOBUS
MENGENAI IMAN PERBUATAN DALAM YAKOBUS 2:14-26 DAN DAMPAKNYA
TERHADAP
PERTUMBUHAN ROHANI JEMAAT
DI
GPIBI ANTIOKHIA BOGOR
T E S I S
Oleh :
Elia Umbu Zasa
NIM: 201001002
NIKA: 1000150431435..
NN......................
SEKOLAH TINGGI TEOLOGI KADESI INDONESIA
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER PENDIDIKAN AGAMA KRISTEN
BOGOR, JAWA BARAT
NOVEMBER 2012
Korelasi
Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman dalam Efesus 2:8-10 dan Yakobus
mengenai Iman Perbuatan dalam Yakobus 2:14-26
dan Dampaknya
terhadap Pertumbuhan Rohani Jemaat
di GPIBI
Antiokhia Bogor
Tesis
Diajukan kepada Dewan Dosen
Sekolah Tinggi Teologi Kadesi
Bogor
Untuk Memenuhi
Persyaratan Memperoleh Gelar
Magister Pendidikan Agama
Kristen (M.Pd.K)
Oleh :
Elia Umbu Zasa
NIM: 201001002
NIKA: 1000150431435..
NN...
...................
Sekolah Tinggi Teologi Kadesi Indonesia
Program Pascasarjana
Magister Christian of Education
Bogor, Jawa Barat
November, 2012
DAFTAR
ISI
HALAMAN JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
LEMBAR PERSETUJUAN
ABTRAKSI PERSEMBAHAN
PRAKATA
DAFTAR ISI
PASAL
1. PENDAHULUAN…………………………………………………………….1
Latar Belakang Permasalahan
Identifikasi Masalah
Batasan Masalah
Rumusan Masalah
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Sistematika Penulisan
2. LANDASAN
TEORI…………………………………………………..……10
Pertumbuhan Rohani
Defenisi
Istilah
Pengajaran
Teologi Kekristenan
Pertumbuhan
Kuantitatif
Pertumbuhan
Kualitatif
Kesetiaan
Beribadah
Ketekunan
dalam Pengajaran
Kerelaan
dalam Memberi
Komitmen
Memberitakan Injil
Pengajaran Paulus mengenai
Pembenaran Oleh Iman
Yesus
adalah Tuhan
Yesus
adalah Juru Selamat
Yesus
adalah Manusia Tanpa Dosa
Latar
Belakang Budaya
Eksposisi
Efesus 2:8-10
Pembenaran
Konteks Perjanjian Lama
Pembenaran
Konteks Perjanjian Baru
Pengajaran Yakobus mengenai Iman
Perbuatan
Iman
dan Prakteknya
Iman
dan Perbuatan tidak Dapat Dipisahkan
Iman
dan Buktinya
Iman
Sejati Dipraktekkan dalam Perbuatan
Iman
dan Perbuatan Sejati Dibuktikan dalam Perbuatan
3. METODOLOGI
PENELITIAN…………………………………………..….67
Ruang Lingkup
Metode Pengumpulan Data
Populasi dan Sample Penelitian
Paradigma Penelitian
Teknik Pengumpulan data
Intrumen Penelitian
Kalibrasi
Pengujian
Validitas
Pengujian
Reliabilitas
Angket Penelitian
4. ANALISIS
DAN PEMBAHASAN …………………………...……………113
Deskripsi Data Hasil Penelitian
Pengujian Persyaratan Analisis
Uji
Normalitas Data
Pengjian Hipotesis dan Pembahasan
Hubungan Variabel Bebas dengan
Variabel Terikat
Pembahasan Hasil Penelitian
5. KESIMPULAN
……………………………………………………………132
Kesimpulan
Saran
BIBLIOGRAFI
LAMPIRAN
Data Hasil Uji Coba Variabel Y Tahap
1
Data
Hasil Uji Coba Variabel Y2 Tahap 2
Data
Hasil Uji Coba Variabel X1 Tahap 1
Data
Hasil Uji Coba Variabel X1 Tahap 2
Data
Hasil Uji Coba Variabel X2 Tahap 1
Data
Hasil Uji Coba Variabel X2 Tahap 2
Data
Mentah Variabel Y
Data
Mentah Variabel X1
Data
Mentah Variabel X2
Nilai
Kristis Distribusi F
Statistik
Histogram
PASAL 1
PENDAHULUAN
Filosofi dunia ini pada
umumnya menyatakan “hidup ini adalah ketidakpastian.” Dunia terbatas, manusia
terbatas, semua ciptaan Allah terbatas. Karena itu, dunia serta makhluk ciptaan
di dalamnya selalu memandang dunia sebagai ketidakpastian.
Kata pembenaran tidak selalu mudah
dipahami, seperti yang diakui oleh penulis berikut: “Pembenaran merupakan dasar
ide deklarasi Allah sebagai hakim yang benar.”[1]
Banyak teolog menyadari bahwa pembenaran adalah hasil karya Allah di dalam Tuhan
Yesus yang demikian berharga, yakni Allah menyatakan benar orang yang
semestinya dihukum oleh karena menerima Kristus sebagai satu-satunya jalan
keselamatan.
Seorang teolog terkemuka, Charles Ryrie,
ketika berbicara mengenai pembenaran, ia mengatakan bahwa pembenaran merupakan
ajaran pokok dalam kekristenan.[2]
Sesungguhnya, pokok atau tema tersebut sangat menonjol diseluruh Alkitab.
Pembenaran adalah status yang diperlukan manusia di hadapan Allah. Kebutuhan
ini berhubungan dengan sifat dasar dan keberadaan Allah.[3]
Menurut Paulus, pembenaran terjadi apabila orang mempercayakan diri secara
pribadi kepada Allah dan menjalin hubungan yang baik dengan Dia berdasarkan
iman.[4]
Perjanjian Lama mengisahkan bahwa secara
jujur Abraham mengakui bahwa Allah adalah hakim yang benar dan adil (Kej.
18:25). Bila tulisan-tulisan Musa dicermati, nabi ini mengatakan bahwa nyanyian
keadilan dan kebenaran Allah diulang-ulang. Dalam Perjanjian Baru, rasul Paulus
dan penggembalaan, yakni tulisannya yang terakhir, menyebut Allah sebagai hakim
yang adil (2Tim.4:8). Yakobus mengingatkan seluruh pembacanya bahwa Allah
adalah hakim yang berdiri diambang pintu (Yak. 5:9).
Berbicara masalah pembenaran oleh iman,
Paulus mengatakan dalam Surat Efesus 2:8-10”...orang benar karena kasih karunia
dan oleh iman.” Pemahaman Yakobus sedikit berbeda, sebab ia mengatakan
“...manusia dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman” (Yak. 2:24). Dari dua pernyataan
diatas terkesan adanya kontradiksi antara Paulus dan Yakobus, dan menyebabkan
orang dapat berpikir bahwa Alkitab salah. Martin Luther adalah tokoh sejarah
yang memiliki pengaruh yang besar dalam masa Reformasi, bagi kekristenan abad
pertengahan hingga kini. Ia memegang teguh konsep “orang benar akan hidup oleh
iman.”
Di Universitas Wittenberg, Luther
mengajar mata kuliah tafsiran kitab Mazmur, Roma, Galatia dan Ibrani. Sementara
itu, pergumulan rohaninya terus berjalan, yaitu mencari kebenaran yang rahmani.
F. D. Wellem, mengatakan: “Barangkali pada tahun 1514 Luther menemukan jalan
keluar dari pergumulannya itu. Ia menemukan pengertian yang baru tentang
perkataan-perkataan Paulus dalam surat Roma 1:16-17.”[5]
Luther mengartikan kebenaran Allah tersebut sebagai rahmat Allah, yang menerima
orang-orang berdosa serta berputus asa terhadap diri-Nya, tetapi yang menolak
orang-orang yang menganggap dirinya baik. Tuhan mengenakan kebenaran Kristus
kepada manusia berdosa, sehingga Ia memandang manusia berdosa sebagai
orang-orang benar.[6]
Penemuan Luther disarikan oleh Wellem, sebagai berikut:
Aku mulai sadar
bahwa kebenaran Allah tidak lain dari pada pembenaran yang dianugrahkan Allah
kepada manusia untuk memberi hidup kekal kepadanya; pemberian kebenaran itu
harus disambut dengan iman. Injillah yang menyatakan kebenaran Allah itu, yakni
kebenaran yang diterima oleh manusia, bukan kebenaran yang harus dikerjakan
sendiri. Dengan demikian Tuhan yang rahmani membenarkan kita oleh rahmat dan
iman saja. Aku seakan-akan diperanakkan kembali dan pintu firdaus terbuka
bagiku. Pandanganku terhadap seluruh
Alkitab berubah sama sekali karena mataku sudah celik sekarang.[7]
Gereja-gereja
pada era modern ini, khususnya gereja-gereja aliran Lutheran, masih memegang
konsep yang dianut oleh Luther.
Usaha keras dan dedikasi, antusias yang
tinggi, loyalitas serta keberanian Luther dalam menyelidiki Kitab Suci memang
patut dihargai. Namun ada juga unsur kelemahan-kelemahan dalam pandangannya yang
harus dicermati. Pernyataan Luther mengenai Kitab Roma, Galatia dan hubungannya
dengan kitab Yakobus, tidak obyektif. Salah seorang teolog, Peter H. Davids,
pernah mengamati tulisan Martin Luther, dan mengatakan bahwa Luther meyakini
“Kitab Yakobus merupakan surat rasul yang bertentangan dengan pandangan Paulus
yang mendasar terhadap Injil.”[8]
Dibeberapa kalangan mahasiswa teologi sekalipun, masih ada yang bimbang dan
bingung dalam menanggapi persoalan tersebut.
Latar
Belakang Permasalahan
Sejak zaman Marthin
Luther, orang Kristen telah bergumul untuk memahami Yakobus 2:24 dan
membandingnya dengan pernyataan Paulus yaitu “manusia dibenarkan karena kasih
karunia (Ef.2:8-9) dank karena iman, dan bukan karena pengamalan terhadap
Taurat” (Rm. 3:28). Sepintas lalu Yakobus tampaknya menyatakan bahwa manusia
dibenarkan karena perbuatan, sedangkan Paulus menyatakan manusia dibenarkan
karena iman. Kesan tersebut timbul karena masing-masing memperlihatkan contoh
mengenai Abraham untuk mendukung argumentasinya. Hal inilah yang membuat
seorang Luther berkesimpulan bahwa “Surat Yakobus bertentangan dengan Surat
Paulus yang mendasar terhadap Injil.”[9]
Dengan bergulirnya
waktu, perkembangan Gereja dari zaman ke zaman selalu diwarnai dengan berbagai
ragam pendapat. Aliran Wesley, Methodis berkenyakinan bahwa keselamatan
seseorang bisa hilang. Sedangkan aliran kaum Injili berkenyakinan bahwa
keselamatan adalah Anugerah Allah yang diterima secara cuma-cuma dan bernilai
kekal artinya diberikan untuk selamanya kepada orang percaya.
Pada kenyataannya, bagi
sebagian jemaat termasuk kaum injili, juga masih “bingung,” mengenai hubungan
iman dan perbuatan jika diperdebatkan, kecenderungan perbuatan manusia atau
pengamalan terhadap norma hukum alam menjadi salah satu pertimbangan untuk
diselamatkan. Misalnya Saut Situmorang, salah seorang jemaat GPIBI Antiokhia
beliau berpendapat bahwa perbuatan yang baik, dan rajin beribadah memberikan
keselamatan kepada seseorang.[10]
Bapak Tambunan, salah satu kaum pria dalam jemaat tersebut berpikir bahwa
pendeta adalah panutan dan teladan. Jadi apapun kata dan pengarahan dari
pendeta itulah yang diikuti.[11]
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar belakang yang sudah
dijelaskan di atas dalam karya ilmiah ini, dengan demikian penulis dapat
mengidentifikasi masalah yang terdapat yang akan dijelaskan bahkan diteliti di
lapangan yang dibuktikan dengan angket, diantaranya: (1) Apakah mungkin adanya
korelasi pengajaran Paulus dengan Yakobus tentang iman terhadap pertumbuhan
jemaat? (2) Apakah mungkin pengajaran yang kreatif dan alkitabiah memberikan
dampak dalam pertumbuhan rohani jemaat? (3) Apakah mungkin dengan hanya beriman
jemaat bisa bertumbuh? (4) Apakah mungkin dengan gemar melakukan hal yang baik
jemaat bisa bertumbuh? Dan kemungkinan kurang pahamnya pengertian latar
belakang sejarah penulisan Alkitab sehingga jemaat tidak bertumbuh? (5) Apakah
dengan rajin beribadah dan gemar memberi dapat memastikan pertumbuhan rohani
jemaat?
Batasan
Masalah
Harus diakui, bahwa
jemaat di GPIBI Antiokhia Bogor, sebagian besar adalah latar belakang Kristen.
Mereka dikategorikan Kristen nominal artinya menjadi Kristen bukan karena
pengajaran teologi dan dogma yang diteliti dan dipahami sebagai barometer
pertumbuhan iman, melainkan karena keturunan.
Karena itu, banyak
diantara mereka yang keliru dalam konsep soteriologi. Kehidupan praktis yang
dipertontonkan dan terpuji itu baik, namun harus diimbangi dengan pengajaran
teologi yang memadai.
Rumusan
Masalah
Untuk menghasilkan masalah penelitian, khususnya
masalah penelitian dengan paradigma positif dan ancangan kuantitaf konsep atau
variable dalam pokok persoalan perlu dihadapkan pada satu atau lebih variable
lain yang berhubungan, tetapi belum jelas sehingga menimbulkan situasi yang
tidak memuaskan.[12]
Dalam penelitian karya ilmiah ini,
terdiri dari tiga variable yang saling berhubungan dan mungkin dalam situasi
yang tidak memuaskan. Karena itu, rumusan masalahnya adalah: Sejauh manakah
korelasi pengajaran Paulus mengenai pembenaran oleh iman dan pengajaran Yakobus
mengenai iman perbuatan terhadap pertumbuhan rohani jemaat?
Manfaat
Penulisan
Dengan mengingat
kenyataan tersebut di atas, nyata sekali bahwa penelitian ulang terhadap
pembenaran oleh iman menurut pengamatan Paulus dan Yakobus masih cukup layak
untuk dilakukan.
Keinginan eksplisit
peneliti untuk mengumpulkan data dengan cara tertentu untuk menjawab pertanyaan
permasalahan di atas yang dikemukakan
sebagai sasaran penelitian.[13]
Penelitian ulang
semakin terasa pentingnya dalam rangka menolong umat-umat Kristen agar memiliki
pemahaman yang lebih baik dalam mencermati Kitab Suci. Pemahaman yang benar
terhadap pokok tersebut di atas akan sangat mempengaruhi paradigma seseorang
baik bagi seorang hamba Tuhan dalam menyatakan kebenaran Injil kepada orang
yang belum percaya, maupun orang-orang percaya yang belum mengerti kitab suci
secara baik.
Sebagai usaha untuk
ikut memecahkan masalah di atas, tesis ini ditulis dengan tujuan khusus sebagai
berikut: (1) Analisa terhadap teks Paulus, yang secara spesifik berbicara
mengenai pembenaran oleh iman. Diantara ayat-ayat yang dinilai paling kunci,
yang akan diselidiki adalah Efesus 2:8-10. (2) Analisis terhadap teks Yakobus
yang secara langsung membicarakan pembenaran oleh iman perbuatan. Teks kunci
yang hendak diselidiki ialah Yakobus 2:14-26. (3) Untuk menyajikan korelasi
antara pengajaran Paulus dan Yakobus tentang iman dalam pertumbuhan rohani
jemaat. Data-data yang diperoleh dari literature akan digali secara eksposisi
dan hasilnya akan digunakan untuk menyajikan ajaran Alkitab tentang pokok
tersebut. Data-data yang diperoleh melalui angket akan diolah supaya valid
untuk mengukur tingkat relevansi karya ini.
Ruang
Lingkup Penelitian dan Sistematika Penulisan
Strategi penyelidikan
yang baik sehingga dapat menuangkan data yang akurat, sehingga memudahkan
penulis dan pembaca dalam memecahkan satu topik ialah melalui pembatasan
terhadap topik (ruang lingkup) dan sistematika penulisan.
Ruang
Lingkup Penelitian
Untuk menunjukkan latar
belakang permasalahan, pembahasan akan dimulai dengan menyajikan pandangan yang
menjadi titik tolak dari konsep yang dianut oleh Martin Luther demikian juga
orang-orang yang sepaham dengannya. Akan disinggung juga adanya beberapa pihak
yang masih bingung dengan konsep pembenaran menurut Paulus dan Yakobus.
Tinjauan ini dimaksudkan untuk memahami dari sisi mana para pemikir tersebut
membangun argumentasinya.
Konsep pembenaran oleh
iman adalah merupakan ajaran khas Rasul Paulus. Namun ajaran ini ditemukan juga
dalam surat Yakobus. Sayangnya, pernyataan kedua tokoh tersebut memberi kesan
adanya kontradiksi yang menyolok khususn dalam Roma 1:16-17; Galatia 3:1-14 dan
Yakobus 2:14-26.
Jemaat di Gereja
Perhimpunan Injili Baptis Indonesia Jemaat Antiokhia Bogor, juga menjadi tempat
penelitian. Diduga masih ada jemaat yang belum menyakini keselamatan di dalam
Kristus. Bahkan dengan perbuatan baik juga menjadi barometer bagi pembenaran
dihadapan Allah.
Sistematika
Penulisan
Sekilas gambaran secara
konprehensif pembahasan dalam Tesis akan disajikan dalam tahapan-tahapan
berikut:
Pasal 1 adalah
Pendahuluan. Disini akan diuraikan latar belakang masalah, identifikasi
masalah, batasan masalah, rumusan masalah, manfaat penelitian, sistematika dan
beberapa alasan yang mendasari pemilihan judul.
Pasal 2 adalah landasan
teori atau kajian teori hipotesis. Pasal ini akan membahas mengenai pandangan
rasul Paulus, tentang pembenaran oleh iman demikian pandangan Yakobus. Tentu bagian
penyelidikan ini akan dikerucutkan secara spesifik Efesus 2:8-10; dan Yakobus
2:14-26. Ada beberapa ayat yang merupakan konteks dekat yang banyak menolong
dalam menjelaskan topik tersebut. Ayat-ayat tersebut akan diamati dengan baik.
Pasal 3 Metodologi Penelitian.
Dalam pasal ini akan memaparkan metode dan variable, populasi, validitas,
reliabilitas dan pokok-pokok penting yang terkait secara utuh di dalamnya.
Pasal 4 Analisis Data dan
Pembahasan. Hasil penelitian baik secara pustaka maupun angket di lapangan,
akan dijelaskan dan dibahas untuk menemukan korelasinya. Situasi pelayanan
memang berbeda tetapi tujuan pelayanan adalah satu.
Pasal 5 adalah Kesimpulan.
Semua hasil penyelidikan dalam Tesis ini akan dirangkum secara teliti.
Rangkuman akan singkat, padat tentang hal-hal yang terpenting yang akan
disajikan didalamnya.
[1]Geoge Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru, pen., Urbanus
Selan dan Henry Lantang, peny., Soemitro Onggosardojo dan Ridwan Sutedja
(Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 1993), 2:186.
[2]Charles C. Ryrie, Teologia Dasar, peny., Efi (Yogyakarta:
Yayasan ANDI, 2002), 2:45.
[3]A. Berkeley Mickelsen, The Wyclife Bible Commentary, peny.,
Charles F. Pfeiffer dan Everett F. Harrison (Malang: Gandum Mas, 2001), 3:518.
[4]F.Davidson dan Ralph P.Martin,
“Roma,” dalam Tafsiran Alkitab Masa Kini,
pen., Soedarmo, peny., Donald Guthrie (Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF,
1999), 3:414.
[5]F. D. Wellem, Riwayat Hidup Singkat Tokoh-Tokoh Sejarah
Gereja (Jakarta:BPK. Gunung Mulia, 2003), 126.
[6]Ibid., 126.
[7]Ibid., 127.
[8]Peter H. Davids, Ucapan Yang Sulit Dalam Perjanjian Baru,
pen., Fenny Veronica, peny., Yahya Gunawan (Malang: Seminar Alkitab Asia
Tenggara, 2001), 159.
[9]Peter H. Davids, Ucapan yang Sulit dalam Perjanjian Baru,
Pen., Fenny Veronika (Malang: Departemen Literatur SAAT, 2000), 154.
[10] Saut Situmorang, Wawancara
dengan penulis, 07 -05-2012
[11] Tambunan, wawancara dengan
penulis, 07-05-2012
[12]Bambang Subagyo, Pengantar Riset Kuantitatif, (Bandung:
Yayasan Kalam Hidup, 2004), 183
[13]Ibid., 215
PASAL 2
LANDASAN TEORI
Dalam bagian ini, akan menyajikan
landasann teori dari objek penelitian, juga memaparkan berbagai pandangan baik
studi gramatikal, historical, serta kontekstual dengan tujuan memberikan
pengetahuan dan pengertian yang komprehensif dari karya ilmiah ini.
Pertumbuhan
Rohani
Pertumbuhan rohani dapat diteliti dari setiap individu yang
disebut orang percaya atau Gereja. Karena itu, Gereja adalah lembaga
persekutuan orang percaya yang dibentuk oleh Allah berdasarkan kasih Kristus.
Di dalam persekutuan tersebut hidup anggota-anggota tubuh Kristus yang bergerak
bersama dengan sebuah komitmen untuk hidup di dalam kebenaran firman Allah. Muner
Daliman, dalam karya ilmiahnya mengatakan bahwa umat Kerajaan Allah harus
mengalami perubahan nilai-nilai dalam hidupnya menjadi serupa dengan Kristus.[1]
Gerak kehidupan orang percaya bukan untuk sebuah tujuan yang sifatnya duniawi
tetapi gerak kehidupan dinamis dan memiliki dimensi kekekalan. Tujuan kehidupan
yang dibangun di dalam persekutuan tersebut adalah memuliakan Nama Tuhan Yesus
sebagai ungkapan syukur atas anugerah kehidupan dan keselamatan.
Dasar Teologis Pertumbuhan Rohani
Defenisi Istilah
Pertumbuhan adalah perubahan alamiah secara kuantitatif
pada segi jasmaniah atau fisik dan menunjukkan kepada suatu fungsi tertentu
yang baru dari organism atau individu.
Pertumbuhan dapat diartikan
sebagai perubahan kuantitatif pada materil sesuatu sebagai akibat dari adanya
pengaruh lingkungan.
Secara teologi dalam konteks
kekristenan, pertumbuhan rohani seseorang dipengaruhi oleh lingkungan
persekutuan baik antar sesame manusia maupun persekutuan dengan Tuhan.
Pertumbuhan rohani bisa diukur
yaitu dari ketaatan dan kepatuhan pada perintah Tuhan dalam Alkitab.
Pengajaran Theologi Kekristenan
Pertumbuhan rohani bagi
orang Kristen adalah mengejar aktif untuk mengikuti dan menjadi seperti Yesus
Kristus, yang mati untuk memberi
kesempatan untuk hidup kekal bersama-Nya di surga. Kasih yang
diperlihatkan orang percaya kepada Allah, dan keinginan untuk mengikuti
perintah-Nya, seseorang harus membuat tujuannya untuk menjadi lebih seperti
Kristus sampai mati, dan dibuat sempurna, melalui pengorbanan Kristus, di Surga
Gereja bisa saja hidup dan bertumbuh
sekalipun angka keanggotaan/kehadiran tidak berubah. Kalau orang-orang dalam
gereja itu bertumbuh dalam kasih karunia dan pengenalan akan Tuhan Yesus,
tunduk pada kehendakNya dalam kehidupan mereka, baik secara pribadi maupun
bersama-sama, itulah gereja yang mengalami pertumbuhan yang sejati. Pada saat
yang sama, gereja dapat menambah kegiatan setiap minggu, memiliki jumlah yang
besar dan tetap mati secara rohani.
Kata Yunani yang dipergunakan untuk kata bertumbuh adalah auxano, artinya menjadikan bertumbuh,
atau meningkatkan reputasi, pengaruh, atau posisi.[2]
Semua jenis pertumbuhan mengikuti pola tertentu. Sebagaimana
makhluk yang bertumbuh, gereja setempat memiliki orang-orang yang menanamkan
benih (penginjil) dan yang menyiram (pendeta/pengajar), dan mereka yang
menggunakan karunia-karunia rohani mereka bagi pertumbuhan rohani mereka di
gereja setempat. Namun perhatikan bahwa adalah Allah yang memberi pertumbuhan
(1Kor. 3:7). Mereka yang menanam dan mereka yang menyiram sama-sama akan
mendapat pahala, masing-masing menurut jerih lelah mereka (1Kor. 3:8).
Haruslah ada keseimbangan antara menanam dan menyiram supaya
gereja setempat dapat bertumbuh, dan ini berarti bahwa dalam gereja yang sehat
setiap orang harus mengenali karunia rohaninya sehingga dia dapat berfungsi
sepenuhnya dalam tubuh Kristus. Kalau menanam dan menyiram tidak lagi seimbang,
gereja tidak akan berhasil sesuai dengan rencana Allah. Tentunya harus ada
ketergantungan dan ketaatan pada Roh Kudus setiap hari sehingga kuasaNya dapat
disalurkan dalam diri mereka yang menanam dan menyiram sehingga pertumbuhan
dari Allah dapat terwujud.
Akhirnya, gambaran dari gereja yang hidup dan bertumbuh secara
rohani seperti ini ditemukan dalam Kisah 2:42-47 di mana dikatakan bahwa
orang-orang percaya, “bertekun dalam pengajaran rasul-rasul dan dalam
persekutuan. Dan mereka selalu berkumpul untuk memecahkan roti dan berdoa.”
Kemudian dikatakan pula bahwa mereka saling melayani satu dengan yang lainnya
dan menjangkau mereka yang perlu mengenal Tuhan, dan “tiap-tiap hari Tuhan
menambah jumlah mereka dengan orang yang diselamatkan.” Ketika hal-hal ini ada,
gereja akan mengalami pertumbuhan rohani, tanpa memperdulikan apakah bertambah
atau tidak secara angka.
Sebagaimana kehidupan tanaman memerlukan pertumbuhan secara
alami, maka gereja pun memerlukan pertumbuhan yang berlangsung secara sehat dan
alamiah. Suatu tumbuhun dapat bertumbuh dengan baik bila terdapat ketersediaan
media dan sari makanan yang cukup. Demikian pula gereja dapat bertumbuh dengan
baik bila kehidupan orang-orang percaya di dalamnya memiliki kehidupan dan
memaknai dan menghayati kebenaran firman Allah sebagai makanan rohani bagi pertumbuhan
tersebut. Sehingga dengan demikian pertumbuhan tidak dapat didasarkan pada
karya tangan manusia. Megahnya sebuah gedung ibadah, peralatan musik, dan
meriahnya suasana perkumpulan bukan sebuah indicator utama dalam memberi
pertumbuhan rohani jemaat.
Hal tersebut dilihat secara obyektif bahwa ada orang-orang
Kristen yang mengalami penganiayaan, mereka berada di tempat yang sunyi dan
besembunyi di balik batu-batu untuk beribadah. Mereka memiliki iman yang tidak
kalah dengan orang-orang di perkotaan yang sering kali nyaman dengan kehidupan
gereja yang melimpah dalam hal fasilitas. Dalam pertumbuhan gereja yang sehat
tidak pula ditentukan dari banyaknya orang dan ramainya orang berkumpul dalam
suatu peribadatan yang berlangsung di hari Minggu atau tengah minggu.
Dengan demikian sebaiknya orang Kristen melihat lebih dalam
lagi untuk memahami arti pertumbuhan yang sesungguhnya. Keseimbangan antara
kualitas dan kuantitas tentu sangatlah penting. Kualitas iman yang baik dari
perkumpulan orang percaya harus dapat menarik banyak orang datang kepada Allah.
Dasar
Filosofis Pertumbuhan Rohani
Secara filosofis, pertumbuhan rohani harus diamati dari dua
komponen mendasar yakni kuantitatif dan kualitatif. Perhatikan pernjelasan
berikut ini:
Pertumbuhan
Kuantitatif
Pertumbuhan kuantitatif atau jumlah merupakan pertumbuhan
yang alkitabiah sebagaimana terjadi dalam sejarah pertumbuhan gereja dimulai
sejak zaman para Rasul. Pertumbuhan tersebut berlangsung secara
berkesinambungan. Dalam kitab Kisah Rasul dituliskan bahwa pada awalnya
orang-orang yang mengikut Kristus dan disebut sebagai murid Yesus berkumpul di
Yerusalem untuk menanti turunnya Roh Kudus. Pada saat janji turunnya Roh Kudus
tersebut digenapi maka orang-orang percaya tersebut dipenuhi dengan Roh Kudus
dan atas mereka tampak seperti lidah-lidah api.
Dari peristiwa pentakosta inilah terjadi suatu titik balik
dimana para murid yang kemudian menjadi rasul-rasul memiliki kuasa untuk
memberitakan Injil di seluruh negeri. Para rasul kemudian dengan berani
memberitakan Injil, demikian pula murid-murid yang lain pada waktu itu menerima
pencurahan Roh Kudus dengan keberanian memberitakan Injil. Multiplikasi dan
pertumbuhan terjadi setelah mereka menerima Roh Kudus dan berani memberitakan
Injil Kristus. Khotbah Petrus telah menguncang banyak orang dengan penuh kuasa
dan keberanian dari Allah, Ia menyampaikan Karya Kristus kepada orang-orang
Yahudi sehingga pada hari itu sekitar tiga ribu orang menerima diri dan
dibaptis.
Peran gereja disini adalah menarik banyak orang
melalui kesaksian, persekutuan, penggembalaan dan pemberitaan Injil. Sehingga
bertambahlah para pengikut Kristus. Pemberitaan Injil disini memiliki peran
yang besar baik secara langsung maupun melalui kesaksian pribadi.
Contoh
pertumbuhan gereja secara kuantitatif dalam kitab kisah Para Rasul:
§ Kisah 1:5; sebanyak seratus dua
puluh orang bertobat dan menerima Yesus
§ Kisah 2:14; pertobatan tiga ribu
jiwa saat Petrus berkhotbah
§ Kisah 2:41-47; pertambahan yang
berlangsung setiap hari karena kuasa Roh Kudus bekerja di tengah-tengah
jemaat
Pertumbuhan
Kualitatif
Pertumbuhan Kualitatif adalah pertumbuhan yang berlangsung
berdasarkan nilai-nilai hubungan pribadi para murid atau anggota jemaat dengan
Kristus sebagai Tuhan dan Juru selamat. Pertumbuhan kualitatif ini berlangsung
secara progresif yang dicerminkan dalam kehidupan yang saling mengasihi dan
ikatan persatuan yang erat. Jadi Pertumbuhan kualitatif berhubungan erat dengan
kesatuan tubuh Kristus. Kesatuan adalah sebuah indicator penting, dimana tubuh
Kristus hidup saling mengasihi, menerima perbedaan satu dengan yang lain dan
berjalan menuju kepada satu tujuan kesempurnaan seperti Kristus Yesus.
Dalam pertumbuhan kualitatif sangat ditekankan kedewasaan
rohani; tindakan, ucapan dan pemikiran yang berazaskan kepada karakter
Kristus. Ada banyak hambatan dari suatu pertumbuhan kualitatif karena
orang-orang di dalamnya tidak pernah mencapai pertumbuhan iman yang baik atau
sehat. Sikap mementingkan diri, hasutan iblis, pola pikir yang tidak berubah,
silat kata dan pertengakaran merupakan penyebab mandegnya suatu pertumbuhan.
Contoh pertumbuhan gereja dalam Kitab Kisah Para rasul: (1) Mereka
setiap hari berkumpul bersama berdoa dan memecahkan roti di rumah-rumah (2) Persekutuan
dan kerelaan untuk berbagi dengan saudara seiman (3) Kejujuran untuk mempersembahkan
harta milik kepada Allah (4) Kerelaan dan semangat untuk memberitakan karya
keselamatan Kristus
Gereja yang sehat dan Alkitabiah memiliki keseimbangan dalam
pertumbuhan; kualitatif, kuantitatif dan organic. Ron Jenson dan Jim Stevens,
dalam buku Dinamika Pertumbuhan Gereja menuliskan definisi pertumbuhan gereja
sebagai berikut: “Pertumbuhan gereja adalah kenaikan yang seimbang dalam kuantitas,
kualitas dan kompleksitas organisasi sebuah gereja lokal.[3]
Tujuan Pertumbuhan Rohani
Harus diakui, bahwa tujuan akhir dari pertumbuhan rohani
jemaat adalah hidup yang memuliakan Allah. Namun dalam kaitan dengan penelitian
karya ilmiah, pertumbuhan harus dapat diukur sehingga membuktikan
indicator-indikator yang member pertumbuhan dalam jemaat secara individu.
Kesetiaan Beribadah
Manusia dirancang oleh Allah untuk bertumbuh dalam
persekutuan dengan sesama orang beriman. Tuhan mengumpulkan umat-Nya seperti
batu-batu yang hidup untuk membangun suatu rumah yang di dalamnya, Ia berkenan
untuk tinggal (1Pet. 2:5). Dalam Kitab Efesus, Paulus mengatakan bahwa orang
percaya adalah anggota keluarga Allah dan menjadi suatu rumah kudus. Waktu
berkumpul bersama, moment tersebut menjadi "tempat kediaman Allah, di
dalam Roh" (Ef. 2:19-22). Persekutuan dengan sesama orang Kristen sangat penting untuk
memperluas cakrawala dan semakin dikuatkan.
Tokoh teladan dalam Alkitab seperti Yosua patut dihargai.
Misalnya dalam memimpin bangsa Israel yang kerap kali beralih menyembah kepada
dewa baal. Ketika bangsa tersebut ada diantaranya yang menyimpang, Yosua dengan
tegas berkata: “Hanya kepada TUHAN, kami beribadah dan firmanNya akan kami
dengarkan” (Yos. 24:19-24).
Yesus dalam khotbahNya di bukit menegaskan bahwa: Carilah
dahulu kerajaan Allah, dan semuanya akan ditambahkan kepadamu” (Mat. 6:33).
Jadi kehidupan orang Kristen, harus terintegrasi secara kuat
dengan TUHAN dan kebenaranNya. Memiliki persekutuan yang intim dengan Tuhan
melalui ibadah, doa, dan merenungkan firman-Nya.
Ketekunan dalam Pengajaran
Alkitab adalah tolok ukur utama bagi gereja dalam
menjalankan tugas pendidikan dan pengajaran. Perjanjian Lama dan Perjanjian
Baru sangat menekankan pentingnya pendidikan dan pengajaran dan hal itu harus
menjadi acuan bagi pengajaran gereja saat ini.
Allah mengajarkan umat-Nya dengan memberi penjelasan,
menegur, membangun, serta membimbing umat-Nya yang menghadapi berbagai masalah.
Hal ini menunjukkan bahwa Allah adalah
“Pengajar yang Agung.”[4]
Para Imam-imam yang berasal dari suku Lewi ditetapkan Allah
menjadi pengajar umatNya. Disamping tugas sebagai penyelenggara ibadah di Bait
Allah, mereka juga ditetapkan untuk mengajar
Firman Allah ke seluruh umat. Demikian juga hal ini dengan para Ahli
Taurat, Nabi, dan Hakim-Hakim.
Jadi dalam proses belajar-mengajar adalah penting untuk
mendewasakan umat. Umat Allah harus serius dalam pembaharuan.
Dalam Perjanjian Baru, tokoh Yesus dan rasul Paulus yang disoroti
terkait dengan pola pengajaran. Murid-murid Yesus mengakui Dia sebagai guru dan
pengajar (Yoh. 13:13). Sebutan ini dikatakan karena Yesus sangat menekankan
pengajaran dalam pelayanan-Nya. Kata kerja didache
berarti mengajar.[5]
Singkatnya Yesus mengajar dimana saja dan kontekstual. Ia pun mengajar dengan
otoritas, wibawa, dan penuh kuasa. Orang yang mendengar penjajarannya menjadi
takjub, dan member respon positif (Mat. 7:28-29).
Demikian halnya dengan rasul Paulus, dalam melaksanakan
pengajarannya ia harus tinggal beberapa waktu dalam sebuah jemaat demi
melaksanakan pengajaran. Pengajaran harus diajarkan dengan kasih dan komitmen
kepada jemaat. Tujuan pengajaran untuk memimpin tiap-tiap orang kepada
kesempurnaan hidup dalam Kristus (Kol. 1:28). Pengajaran tentang keselamatan
adalah sangat mendasar dalam kekristenan. Kepastian keselamatan didalam Yesus
Kristus yang ditanggapi dengan iman adalah mutlak.
Tugas pengajaran bukan perkara yang mudah, melainkan
memerlukan ketekunan, kesabaran, pergumulan, dan kesederhanaan. Tugas
pengajaran hanya dapat dilaksanakan dengan kuasa pertolongan Roh Kudus.
Kerelaan dalam Memberi
Camkanlah ini: Orang yang menabur sedikit, akan menuai
sedikit juga, dan yang menabur banyak, akan menuai banyak juga. (2Kor. 9:6).
Terdapat perbedaan yang mendasar antara kewajiban umat Allah dalam
Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru. Dalam Perjanjian Lama, umat Allah harus
menuruti hukum-hukum Allah (hukum Taurat) yang merupakan hukum tertulis, dan
ternyata bahwa umat Israel sebagai umat Allah telah gagal memenuhi tuntutan
tersebut. Dalam Perjanjian Baru, umat Allah tidak perlu lagi menuruti hukum
Taurat yang bersifat upacara (karena sudah digenapi oleh Tuhan Yesus melalui
pengorbanan-Nya di kayu salib), tetapi tetap harus menuruti tuntutan moral
Allah. Dalam Perjanjian Baru, yang ditekankan bukan ketaatan terhadap
peraturan, melainkan motivasi yang benar dalam melaksanakan tuntutan Allah.
Allah bukan hanya ingin pemberian dari umat-Nya, tetapi Allah ingin mengetahui
dan melihat dasar memberi yaitu dengan kerelaan dan kesadaran yang muncul dari
dalam hati. Banyak gereja berkeyakinan bahwa memberi sepersepuluh dari
penghasilan merupakan patokan minimal yang wajar bagi seorang beriman.
Berdasarkan 9:6-8, besarnya berkat Allah yang dicurahkan kepada seseorang akan
sebanding dengan besarnya kerelaan dalam memberi. Oleh karena itu, seharusnya
tidak menghemat dalam memberi, melainkan harus terus meningkatkan jumlah pemberian
dalam kenyakinan yang sesuai dengan landasan Firman Tuhan.
Kerelaan dalam memberi bisa terlihat dari tiga hal. Pertama, bila rela untuk memberi, maka
akan memberi lebih daripada jumlah minimal. Kedua, bila rela untuk memberi, maka akan terus berusaha meningkatkan
jumlah pemberian. Ketiga, bila rela
memberi, maka akan memberi dengan sukacita, bukan dengan perasaan terpaksa.
Salah satu barometer pertumbuhan rohani jemaat ialah
melalui kerelaan dalam memberi serta kesadaran untuk memperhatikan pekerjaan
Tuhan.
Komitmen Memberitakan Injil
Perjanjian Baru
mengajarkan tiga tingkat yang berbeda-beda dalam hal berkomunikasi. Yang
pertama adalah pernyataan. Hal ini merupakan penyampaian kebenaran secara lisan
dalam bentuk pernyataan tentang fakta.[6] Dalam
surat rasul Paulus menganyatakan dengan tegas bahwa “Karena semua orang telah
berdosa dan telah kehilangan kemuliaan Allah (Rm. 3:23), sebab upah dosa ialah
maut; tetapi karunia Allah ialah hidup yang kekal dalam Kristus Yesus, Tuhan
kita” (Rm. 6:23). “sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman, itu
bukan hasil usahamum tetapi pemberian Allah, itu bukan hasil pekerjaanmu,
jangan ada orang yang memegahkan diri (Ef. 2:8-9). Pernyataan seperti di atas,
merupakan isi pemberitaan Injil. Yang kedua, tingkat hubungan. Yesus
menunjukkan tingkat hubungan dalam pembicaraanNya dengan perempuan di sumur
(Yoh. 4), dan melalui hubunganNya dengan Zakeus (Luk. 19:1-10), pada kedua
situasi ini, Yesus berusaha menemukan dasar-dasar permufakatan bersama orang-orang
lain. Yesus membangun jembatan hubungan yang membawa isi pemberitaan-Nya.
Komunikasi ketiga ialah penjelmaan. Pada tingkat ini, Yesus menjadi manusia
(Yoh. 1:14; Flp. 2:5-7). Allah tidak menuntut hakNya, tetapi menjadi manusia
dan diam di tengah-tengah manusia dan taat sampai mati di kayu salib. Hal
inilah yang menjadi contoh saksi penjelmaan.
Ketiga tingkat tersebut
di atas memerlukan peningkatan kedewasaan untuk memberitakan Injil Yesus
Krsitus.
Pengajaran Paulus mengenai
Pembenaran oleh Iman
Landasan
Teologis
Kata pembenaran merupakan istilah yang
sering dipakai didalam pengadilan. Pada waktu memeriksa perkara, hakim dapat
menjatuhkan keputusan kepada orang yang terlibat, entah menyatakan benar atau
salah. Dalam Alkitab istilah pembenaran mengacu kepada apa yang dilakukan Allah
kepada manusia, artinya Allah membenarkan manusia, dan menganggap benar lebih
daripada sekedar menjadi anak-anak-Nya.[7]
Latar belakang atau landasan doktrin pembenaran Paulus terdapat di dalam
Perjanjian Lama:
Di dalam
Perjanjian Lama kebenaran jelas merupakan doktrin keagamaan kata kerja yang
diterjemahkan “membenarkan” adalah sadag
kalaupun makna yang benar dari akar kata itu hilang, para pakar pada umumnya
menyetujui bahwa ide dasarnya adalah kepatuhan kepada peraturan. Istilah Yunani
“membenarkan” adalah dikaio dan kata
benda dikaiosune dapat diterjemahkan
dengan kata “pembenaran” dan dari kata sifat dikaios dapat diterjemahkan adil
dan benar. Beberapa pakar katolik mengemukakan bahwa pengertian dikaioo adalah
“menjadikan benar” dan dikaiosune adalah menunjukkan kualitas dari kebenaran
itu.[8]
Bagi Paulus, kata pembenaran lebih dari
sekedar mengacu kepada kualitas etis, karena penekanan Rasul Paulus adalah
hubungan posisi benar dengan Allah. Dengan kata lain, orang yang benar memang
sudah benar pada waktu keputusan pembenaran diumumkan.[9]
Hubungan antara iman dan pembenaran
dapat dikatakan “satu paket.” Artinya keduanya tidak dapat dipisahkan. Pada
saat seseorang mengambil keputusan untuk percaya, menerima Tuhan Yesus Kristus
sebagai Juru Selamat secara pribadi, maka pada saat yang sama ia dibenarkan.
Iman kepada Kristus, membawa seseorang keluar dari kuasa maut kepada hidup
kekal. Pekerjaan yang telah dikerjakan Kristus bagi umat percaya membawa hasil
yaitu penebusan dosa dan pendamaian orang berdosa dengan Allah. Berdasarkan
pemahaman tersebut Paulus dalam Surat Roma 1:17 berkata: kebenaran Allah itu
bertolak dari iman memimpin kepada iman. Pembenaran menjadi sumber pembaharuan hidup orang
beriman.
Pembenaran bukan hanya sekedar istilah
yang mengandung makna teologis, tetapi merupakan istilah yang memberi
pengharapan hidup pada orang Kristen. Iman yang sungguh kepada Kristus
membenarkan orang berosa menjadi tidak berdosa. Seiring dengan pernyataan iman
tersebut, kepastian keselamatan (kesejahteraan/jaminan dalam pikiran), kekuatan
untuk tetap berdiri diatas kebenaran firman Allah ditengah-tengah pencobaan,
dapat menjadi bagian hidup orang percaya.
Yesus adalah Tuhan
Sebutan utama dan paling karakteristik
bagi Yesus adalah Tuhan (Kyrios), yang
bukan hanya ditemukan dalam surat-surat Paulus, melainkan pula secara meluas
dalam kekristenan bukan-Yahudi.[10]
Manusia masuk kedalam persekutuan gereja melalui percaya akan kebangkitan dan
mengaku ke-Tuhan-an Kristus (Rm. 10:9).
James D. Tabor, berpendapat bahwa Yesus
adalah anak haram.[11] Inti
dari pemberitaan Paulus adalah ke-Tuhan-an Kristus (2Kor. 4:5). Pentingnya
pengakuan ini dalam gereja-gereja Paulus jelas di kemukakan dalam perkataan,
“tidak ada seorang pun yang mengaku: Yesus adalah Tuhan, selain oleh Roh Kudus”
(1Kor 12:3). Jelas Paulus tidak bermaksud bahwa mustahil mengucapkan perkataan
ini, selain oleh pengilhaman Roh (Mat. 7:21). Sebaliknya yang dimaksudkannya
adalah bahwa pengakuan yang tulus atas kepercayaan Kristen ini menunjukkan
bahwa orang yang menunjukkan itu digerakkan oleh Roh Kudus. Inilah tanda yang
paling jelas dari seorang Kristen: pengakuan ke-Tuhan-an Kristus (1Kor. 1:2;
Kis. 9:14, 21; 22:16; 2Tim. 2:22).
Pengakuan ini mengandung pengertian
ganda. Mencerminkan pengalaman pribadi si pengaku. Ia mengakui Yesus sebagai
Tuhan karena ia telah menerima Yesus Kristus sebagai Tuhannya (Kol. 2:6). Ia
telah masuk kedalam hubungan yang baru dimana ia mengakui kekuasaan mutlak
Yesus yang telah dimuliakan atas kehidupannya. Ada banyak kekuasaan lain di
dalam duni ini-yang disebut ilah dan kekuasaan manusiawi; namun orang percaya
hanya mengenal satu kekuasaan yang mutlak dan tertinggi atas kehidupannya yakni
Tuhan Yesus Kristus (1Kor. 8:5-6). Ini bukanlah kekuasaan yang di paksakan dari
luar, melainkan secara relah di terima oleh si pengaku. Melaluinya dibawa masuk
ke dalam persekutuan pribadi dengan Kristus yang telah dimuliakan.
Hubungan ini bukan semata-mata bersifat
pribadi dan individualistis, melainkan dinikmati oleh gereja secara keseluruhan.
Ini terlihat dengan penggunaan yang sering ditemukan tentang ungkapan seperti
“Tuhan kita Yesus Kristus” (28 kali), “Tuhan Yesus kita” (9 kali), “Yesus
Kristus Tuhan kita” (3 kali). Dalam mengakui Yesus sebagai Tuhan, pengaku itu
bergabung dalam persekutuan dengan mereka yang telah mengakui ke-Tuhanan-Nya.
Pengakuan ke-Tuhan-an Kristus bukan
sekadar ucapan tentang ketaatan pribadi itu sendiri di dasarkan pada fakta
sebelumnya: ke-Tuhan-an Yesus atas semesta. Dalam tindakan pengakuan itu, si
pengaku bukan hanya mengakui hubungan pribadi yang baru dengan Kristus, tetapi
juga mengutarakan pokok iman, yakni bahwa melalui kematian dan kebangkitan,
Yesus telah diangkat dan menempati kedudukan yang penuh kekuasaan atas seluruh
umat manusia, baik yang hidup dan yang mati (Rm. 14:9). Ia mengkui Yesus
sebagai Tuhanya karena Yesus pada hakikatnya telah di angkat dan adalah Tuhan
atas segalah tuhan dan ilah lain, baik yang nyata atau yang hanya khayalan
(1Kor. 8:5-6).
Inilah yang ditegaskan dalam pujian
Kristologis dalam Filipi 2:5-11. Apapun makna Morphe theou, apapun yang dikosongkan Yesus bagi diriNya pada waktu
penjelmaan-Nya, yang jelas dari seluruh interpretasi bagian Alkitab ini adalah:
karena pengosongan baru telah di karuniakan kepada-Nya, yaitu suatu nama baru
yang menunjukkan peran dan statusnya yang baru, yaitu Kyrios. Di hadapan Yesus
, yang sekarang di tinggikan sebagai Tuhan, seluruh dunia akan bertekuk lutut.
Ciptaan Allah yang sekarang berontak., akan tunduk di bawah telapak kaki
pribadi yang telah di tinggikan Allah itu.
Pentingnya gelar Kyrios nyata dalam
fakta bahwa Kyrios adalah terjemahan Yunani dari tetragrammaton YHWH, yaitu
nama perjanjian dari Allah dalam Perjanjian Lama. Yesus yang telah ditinggikan
itu mencapai menempati peran Allah sendiri dalam memerintah dunia. Allah
berkenan melaksanakan pemulihan dunia yang telah jatuh ini di dalam pribadi
Anak-Nya yang telah menjelmah, Yesus Kristus. Ketika alam menyembah Kristus
sebagai Tuhan, maka dunia akan menyembah Allah.
Oleh karena disini Paulus tidak
menjelaskan waktu pengakuan ke-Tuhan-an Yesus, maka sebagian penafsir percaya
bahwa Paulus memandang pengakuan universal ini sebagai peristiwa yang terjadi
pada waktu pemulihan, yaitu seluruh alam akan tunduk kepada-Nya. Ini akan
mencakup teologi yang berbeda dengan yang telah dinyatakan dalam 1 Korintus
15:25-26, dimana pemerintahan-Nya di mulai pada waktu kenaikan dan di genapi
pada waktu parousia; tak ada alasan
untuk tidak memahami bagian alkitab dalam Filipi menurut terang Korintus.
Penobatan Yesus kepada takhta sebai Raja dan pengaruniaan nama itu terjadi pada
waktu kenaikan-Nya; namun pengakuan universal dan ketaatan terhadap kekuasaan
nama itu akan di genapi pada saat parosia.
Hal ini membawa kita untuk melihat pengertian dasar dari gelar Kyrios.
Ini adalah sebutan yang di berikan kepada Yesus yang menyangkut fungsi-fungsi
keilahian-Nya. Jika pengakuan ke-Tuhan-an Yesus berarti keselamatan (Rm. 10:9),
latar belakangnya adalah konsep Perjanjian Lama tentang menyeruhkan nama Yahwe.
Paulus sendiri menjelaskan ketika ia menguktip Yoel 2:32, “sebab, barangsiapa
yang berseru kepada nama Tuhan akan di selamatkan” (Rm. 10:13). Jadi kita
melihat bahwa hari Tuhan (1Kor. 5:15; 1Tes. 5:2; 2Tes. 2:2) telah menjadi hari Tuhan Yesus (2Kor.
1:14), hari Tuha Yesus Kristus (Kor. 1:8), bahkan hari Kristus (Flp. 1:6,10;
2:16). Sebagai Tuhan, Kristus yang telah di muliahkan itu menjalankan hak
prerogative Allah. Dengan demikian kursi pangadilan Allah (Rm. 14:10) juga
merupakan kursi pangadilan Kristus (2Kor. 5:10). Allah akan menghakimi dunia
melalui Tuhan yang telah dilmuliakan sampai berakhir pemerintahan mesianik-Nya.
Dengan demikian jelaslah bahwa
ke-Tuhan-an dan kemesiasan itu adalah kategori-kategori serupa, yaitu dua cara
pengungkapan realitas yang sama. Alasan lebih utamanya ke-Tuhan-an atas
kemesiasan dalam surat-surat Paulus bukan karena ia tidak memahami kemesiasan
atau ia tidak mau menerapkan kategori-kategori mesianik kepada Yesus, melainkan
karena kemesiasan itu merupakan kekhususan Yahudi, dan tidaklah bijaksana untuk
terang-terangan memberitakan seorang raja, selain kaisar di dunia Romawi
lebih-lebih menyangkut pemerintahan seorang Yahudi yang tersalib. Meskipun
dalam isi surat Paulus, ide ke-Tuhan-an Kristus diambil dari Perjanjian Lama,
namun konsep itu memiliki makna dan merupakan kategori dan dapat diterima dalam
dunia Helenistis, walupun mudah disalah tafsirkan menurut tuhan-tuhan
sekte-sekte sesat (1Kor. 8:5-6). Oleh sebab itu, ketika Paulus menulis bahwa
Yesus mati dan bangkit untuk menjadi Tuhan (Kyrieuse) orang yang mati dan yang
hidup (Rm. 14:9), maka yang dikatakannya tidak berbeda dengan penegasannya
bahwa Yesus harus memerintah sebagai raja (basileuin) sampai Ia menaklukkan
semuanya-Nya (1Kor. 15:25).
Yesus
sebagai Juruselamat
Artinya menerima Yesus sebagai
Juruselamat secara pribadi
Untuk memahami topic di atas, terlebih dahulu perlu dimengerti bahwa “Yesus Kristus,” “pribadi,” dan “Juruselamat.”
Untuk memahami topic di atas, terlebih dahulu perlu dimengerti bahwa “Yesus Kristus,” “pribadi,” dan “Juruselamat.”
Banyak orang akan mengakui Yesus sebagai
orang baik, guru yang agung, atau bahkan sebagai nabi Tuhan. Semua ini memang
benar, tapi tidak betul-betul menjelaskan siapa Dia sebenarnya. Alkitab
menjelaskan bahwa Yesus adalah Allah menjadi manusia (lihat Yoh. 1:1-14). Allah
datang ke dalam dunia ini untuk mengajar, menyembuhkan, memperbaiki, mengampuni,
- dan mati bagi bagi dunia! Yesus Kristus adalah Allah, Sang Pencipta, Tuhan
yang berkuasa.
Yesus adalah jalan
menuju kepada Bapa di Sorga. Yesus adalah Juruselamat. Alkitab memberitahu bahwa
semua orang telah berdosa, melakukan hal-hal yang jahat (Rm. 3:10-18). Sebagai
akibat dari dosa manusia, maka manusia pantas menerima murka dan penghakiman
Tuhan. Satu-satunya hukuman yang pantas untuk dosa melawan Tuhan yang kekal
adalah hukuman yang kekal (Rm. 6:23, Why. 20:11-15). Sungguh manusia
membutuhkan Yesus untuk menyelamatkannya dari bahaya maut.
Yesus Kristus datang ke
dunia ini dan mati menggantikan. Kematian Yesus, sebagai Allah dalam wujud
manusia, adalah pembayaran yang cukup untuk dosa-dosa (2 Kor. 5:21). Yesus mati
untuk membayar dosa-dosa manusia (Rm. 5:8). Yesus membayar harga yang harus
bayar sehingga tidak perlu membayarnya. Kebangkitan Yesus dari antara orang
mati membuktikan bahwa kematianNya sudah cukup untuk membayar hutang dosa kita.
Itu sebabnya Yesus adalah satu-satunya Juruselamat (Yoh. 14:6; Kis. 4:12).
Percaya Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat, adalah keputusan yang tepat dan
bernilai keabadian.
Prinsip yang kuat dalam kenyakinan orang
percaya ialah menjadikan Yesus sebagai Tuhan, Juruselamat, dan sahabat sejati.
Penerimaan kepada Yesus sebagai Tuhan harus bersifat pribadi bukan golongan dan
kelompok. Banyak orang memandang keKristenan sekedar sebagai ke gereja,
melakukan upacara-upacara Kristen, dan tidak berbuat dosa. Itu bukan keKristenan.
KeKristenan yang sejati adalah hubungan pribadi dengan Yesus Kristus. Menerima
Yesus sebagai Juruselamat secara pribadi berarti menempatkan iman dan
kepercayaan secara pribadi kepadaNya. Tidak seorangpun dapat diselamatkan
karena iman orang lain. Tidak ada yang dapat diampuni karena melakukan
kegiatan-kegiatan tertentu. Satu-satunya cara untuk diselamatkan adalah dengan
secara pribadi menerima Yesus sebagai Juruselamat, percaya pada kematianNya
sebagai pembayaran dosa, dan kebangkitan-Nya sebagai jaminan hidup kekal (Yoh.
3:16).
Menerima Yesus sebagai Juruselamat dan
menerima pengampunan dari Tuhan,William Barkelay, mengatakan “akhir dari
keangkuhan dan kesombongan adalah awal pengampunan.”[12]
Yesus Adalah Manusia Sejati Tanpa
Dosa
"Sebab
Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut
merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah
dicobai, hanya tidak berbuat dosa." (Ib. 4:15)
Yesus
menjadi manusia dalam segala hal kecuali bahwa Dia tanpa dosa. Tidak berarti Ia
mengesampingkan sifat keIlahian-Nya. Ia adalah Allah tetapi juga manusia tanpa
dosa. Ayat di atas memberitahu kedudukan Sang Imam Besar yaitu Tuhan Yesus Kristus, yang pernah
menjadi manusia, hanya Dia tidak berbuat dosa. Perhatikan penjabaran berikut
ini:
Yesus adalah Manusia
Kemanusiaan Yesus tidak dapat diragukan. Karena itu, dukumen Alkitab
Kemanusiaan Yesus tidak dapat diragukan. Karena itu, dukumen Alkitab
berikut ini dapat menjadi pedoman
bagi jemaat untuk menyakinkan iman percaya bahwa Yesus adalah manusia sejati
Yesus
dilahirkan oleh seorang wanita. Meskipun Allah adalah Bapa-Nya, Dia dikandung dalam rahim
Maria dengan kuasa Roh Kudus. Dia bertumbuh dan dilahirkan seperti semua
bayi-bayi yang lain dilahirkan. "Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah
mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum
Taurat" (Gal. 4:4).
Tubuh
Yesus seperti tubuh manusia pada umumnya. b.1 Dia bertumbuh dari bayi, ke masa muda dan tumbuh dewasa
sama seperti semua manusia lainnya (Luk. 2:52). b.2 Dia merasa lapar dan haus
seperti manusia lainnya, "Dan setelah berpuasa empat puluh hari dan empat
puluh malam, akhirnya laparlah Yesus" (Mat. 4:2). "Sesudah itu,
karena Yesus tahu, bahwa segala sesuatu telah selesai berkatalah Ia- supaya
genaplah yang ada tertulis dalam Kitab Suci: "Aku haus!" (Yoh.
19:28). b.3 Dia menjadi lelah seperti manusia lainnya. "Di situ terdapat
sumur Yakub, Yesus sangat letih oleh perjalanan, karena itu Ia duduk di pinggir
sumur itu. Hari kira-kira pukul dua belas" (Yoh. 4:6).
Memiliki Perasaan. c.1 Dia merasa amat berdukacita atas
kematian seorang sahabat sehingga Dia menangis. "'Di manakah dia kamu
baringkan?' Jawab mereka: 'Tuhan, marilah dan lihatlah!' Maka menangislah
Yesus.Kata orang-orang Yahudi: 'Lihatlah, betapa kasih-Nya kepadanya!'"
(Yoh. 11:34-36). c.2 Dia merasa kasihan
karena penderitaan orang lain. "Demikianlah Yesus berkeliling ke semua
kota dan desa; Ia mengajar dalam rumah-rumah ibadat dan memberitakan Injil
Kerajaan Sorga serta
melenyapkan segala penyakit dan kelemahan. Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala"(Mat. 9:35-36). c.3 Dia merasa sedih dan marah karena kebejatan moral manusia. "Ia berdukacita karena kedegilan mereka,
dan dengan marah Ia memandang sekeliling-Nya kepada mereka lalu Ia berkata kepada orang itu: 'Ulurkanlah tanganmu!' Dan ia mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya itu" (Mark. 3:5).
melenyapkan segala penyakit dan kelemahan. Melihat orang banyak itu, tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka lelah dan terlantar seperti domba yang tidak bergembala"(Mat. 9:35-36). c.3 Dia merasa sedih dan marah karena kebejatan moral manusia. "Ia berdukacita karena kedegilan mereka,
dan dengan marah Ia memandang sekeliling-Nya kepada mereka lalu Ia berkata kepada orang itu: 'Ulurkanlah tanganmu!' Dan ia mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya itu" (Mark. 3:5).
Yesus Dicobai Sebagaimana Manusia.
"Karena kita sekarang mempunyai Imam Besar Agung, yang telah
melintasi semua langit, yaitu Yesus, Anak Allah,baiklah kita teguh berpegang
pada pengakuan iman kita. Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar
yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama
dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa" (Ib. 4:14-15).
Dalam
ayat ini Yesus disebut Imam Besar Agung. Selanjutnya dikatakan
bahwa Dia dicobai dalam segala hal seperti dicobai.
bahwa Dia dicobai dalam segala hal seperti dicobai.
Yesus Hidup dalam Kehidupan yang Tanpa Dosa. Perhatikanlah ayat-ayat berikut ini.
"Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat
turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita Ia telah
dicobai, hanya tidak berbuat dosa"
(Ib. 4:15). "Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah" (1Kor. 5:21). "Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya" (1Pet. 2:22).
Ini adalah satu cara di mana Yesus, sebagai manusia, berbeda dari semua umat manusia. Semua manusia telah berdosa, tetapi Yesus tanpa dosa.
Banyak orang tidak mengerti bahwa ada dua cara-cara manusia berdosa.
(Ib. 4:15). "Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah" (1Kor. 5:21). "Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya" (1Pet. 2:22).
Ini adalah satu cara di mana Yesus, sebagai manusia, berbeda dari semua umat manusia. Semua manusia telah berdosa, tetapi Yesus tanpa dosa.
Banyak orang tidak mengerti bahwa ada dua cara-cara manusia berdosa.
Cara
pertama adalah dengan melakukan hal-hal yang kita ketahui adalah jahat. Alkitab
menerangkan pada umatNya beberapa hal yang Allah tidak ingin manusia lakukan.
Tapi jika ia tetap melakukan hal-hal ini, maka dia melawan Allah dan ia
berdosa.
Cara
kedua dari perbuatan dosa adalah gagal melakukan hal yang diketahui benar.
Allah menerangkan pada manusia bahwa ada beberapa hal yang seharusnya
dilakukan. Bila lalai melakukan hal-hal ini, maka berdosa terhadap Allah. Dalam
Yakobus 4:17 "Jadi jika seorang
tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia
berdosa."
Bila berkata bahwa Yesus adalah tanpa dosa, hal ini menunjukkan bahwa Dia tidak pernah melakukan apa pun yang jahat di mata Allah. Juga menunjukkan bahwa Dia selalu melakukan apa pun yang baik di mata Allah. Dia tidak pernah melakukan yang jahat. Dia tidak pernah gagal melakukan yang baik.
Bila berkata bahwa Yesus adalah tanpa dosa, hal ini menunjukkan bahwa Dia tidak pernah melakukan apa pun yang jahat di mata Allah. Juga menunjukkan bahwa Dia selalu melakukan apa pun yang baik di mata Allah. Dia tidak pernah melakukan yang jahat. Dia tidak pernah gagal melakukan yang baik.
Pentingnya Yesus Menjadi Manusia Tanpa Dosa. Dalam 2 Korintus 5:21, belajar bahwa Yesus yang tidak
berdosa, namun menjadi berdosa untuk kita sehingga kita dibuat menjadi benar di
hadapan Allah melalui Yesus. "Dia yang tidak mengenal dosa telah
dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh
Allah." Jika seandainya Yesus berdosa, Dia tidak bisa menggantikan tempat
orang-orang berdosa. Dia akan menerima hukuman atas dosa-dosanya sendiri.
Landasan
Historis
Untuk dapat memahami ajaran Paulus
secara baik berkaitan dengan pembenaran, maka hal yang mendasar perlu di
perhatikan. Pengertian terhadap latar belakang Paulus sebelum percaya Yesus,
bahkan sampai pada saat ia menerima Dia sebagai Tuhan dan Juru selamat dapat
menolong pembaca untuk memahami topik tersebut di atas.
Saulus (demikianlah nama rasul Paulus
pra-tobat), terdidik dalam pengajaran Yudaisme yang demikian kental dengan
pengajaran Taurat dibawah didikan Gamaliel (Kis.22:3). Pemahaman Paulus
terhadap orang Kristen berkonotasi negative dalam prinsip keagamaan. Ketika ia
memadukan antara pengetahuan pengajaran yang ia peroleh dalam Yudaisme dengan
pengajaran orang Kristen pada zaman itu, ia sampai pada kesimpulan bahwa orang
Kristen keliru, karena itu ia tidak segan-segan untuk menganiaya orang Kristen.
Data yang tersaji dalam Kisah Para Rasul 7:58, memberi pengertian bahwa, rasul
Paulus adalah merupakan terdakwa sekaligus saksi mata ketika Stafanus (martir
pertama) di bunuh. Paulus dapat dikatakan terdakwa karena dua hal. Pertama,
dari sudut pandang Allah. Allah membela Stefanus dan Ia murka terhadap orang
Yahudi yang menganiaya orang Kristen. Paulus adalah bagian dari orang Yahudi
karena itu, ia layak dianggap sebagai terdakwa. Kedua, dari sudut pandang orang
Kristen. Pada waktu kita membaca teks Kisah Para Rasul secara cermat, maka
Paulus digolongkan sebagai terdakwa. Paulus sendiri dalam Filipi 3:8
mengatakan: “Segala sesuatu kuanggap rugi, karena pengenalan akan Kristus
Yesus, Tuhanku, lebih mulia daripada semuanya. Oleh karena Dialah aku telah
melepaskan semuanya itu dan menganggapnya sampah, supaya aku memperoleh
Kristus.” Hal nyata bahwa Paulus, menyesali perbuatannya yang merugikan orang
Kristen.
Doktrin Paulus tentang pembenaran hanya
dapat dipahami berdasarkan latarbelakang Perjanjian Lama. Di kalangan
orang-orang Yunani kebenaran merupakan kualitas bawaan manusia. Kebenaran dalam
Perjanjian Lama utamanya tidak menunjukkan kualitas etis. Pengertian dasar
istilah ini menunjukkan aturan dalam urusan dunia yang patut ditaati oleh
manusia dan yang menjadi tolok ukur bagi mereka. Jadi ini mengacu pada
kepatuhan pada suatu hubungan khususnya dengan Allah.
Peranan
Hukum Taurat
Pengajaran Rasul
Paulus mengenai hukum Taurat merupakan salah satu pokok yang sangat sulit
dipahami, bahkan bisa saja kontroversial. Berdasarkan penyelidikan terhadap
kitab Suci maka kita sampai pada suatu kesimpulan bahwa Hukum Taurat berasal
dari Allah (Rm.7:22, 25;8:7). Hukum Taurat merupakan perwujudan kehendak Allah,
oleh karena bersifat rohani, kudus, benar dan baik (Rm.7:12-14).
Tujuan
penganugerahan Taurat, Paulus menegaskan, bahwa Taurat dikaruniakan untuk
menuntun kepada hidup. Hukum Taurat tidak dapat menghidupkan. Akan tetapi,
hukum Taurat memberikan arah untuk menuju kepada Dia yang merupakan kehidupan.
D. L. Moody melihat dari sisi yang lain dengan mengatakan bahwa hukum Taurat
merupakan pengawasan penuntun.[13]
Alkisah, Jakarta
adalah sebuah kota metropolitan. Kota ini sangat ramai serta padat penduduknya.
Orang yang baru pertama masuk dalam kota ini, tentu saja sedikit membingungkan.
Dalam situasi seperti ini, mencari alamatpun menjadi dulit sehingga alat
penuntun amat perlu. Tanda-tanda lalu lintas sebagai penunjuk arah dapat
menolong orang tersebut untuk mencari daerah yang hendak dituju, petunjuk-petunjuk
lainpun demikian seperti RT/RW serta nomor rumah tersebut. Jika orang tersebut
tidak mematuhi peraturan dan petunjuk yang ada, maka dia akan mendapat masalah.
Hukum Taurat-pun demikian, itu sebabnya Yesus datang bukan untuk menghilangkan
hukum Taurat tetapi untuk menggenapinya.
Pengajaran Paulus dalam
Efesus 2:8-10
Tulisan-tulisan Paulus khususnya dalam
surat Efesus 2:8-10 sangat menjungjung tinggi nilai iman sebagai penentu hasil
akhir dari kehidupan seseorang. Tetapi juga dalam ayat 10 Paulus memberi
kesimpulan bahwa orang yang telah diselamatkan harus menunjukkan pekerjaan yang
berkualitas dan bermutu tinggi. Inilah makna Injil bagi orang beriman. Tanpa
kematian dan kebangkitan Kristus maka sia-sia iman Kristen.
Dibenarkan karena Kasih Karunia
Alkitab mencatat bahwa
tidak seorangpun yang mendapat pembenaran dengan perbuatan-perbuatan baik atau kebajikan
(Ef. 2:8-10). Sebab jika demikian, maka orang yang kaya (beruntung secara
materi) akan meremehkan nilai moral dan dedikasi kepada Kristus. Perbuatan baik
adalah penting dalam kehidupan orang Kristen sebagai buah ketaatan kepada
Tuhan, tetapi bukanlah yang terutama dengan lain pẻrkataan perbuatan baik atau
amal tidak berbahagian dalam keselamatan jiwa seseorang.
Dibenarkan karena Iman
Orang yang bẻriman
kepada Kristus secara serius dalam hidupnya akan tercermin atau nampak
perbuatan baik, kebajikan yang memiliki manfaat bagi sesama, tetapi orang yang
selalu berbuat baik belum tentu memiliki iman kepada Kristus. Itulah sebabnya
rasul Paulus menjadikan iman sebagai sarana yang mutlak untuk memperoleh
pembenaran. Salah satu penulis yang terkenal, R.C. Sproul, juga menegaskan
bahwa:
Iman merupakan
kondisi yang amat penting untuk menerima pelimpahan karya Kristus. Iman bukan
merupakan suatu loncatan pada kegelapan, tetapi mẻrupakan suatu kepercayaan đi
dalam Allah yang memindahkan kita dảri kegelapan kepada tẻrang.[14]
Karena itu, tidak
berlebihan kalau Paulus dalam suratnya menegaskan bâhưa pembenaran menuntut
iman yang nyata dan hidup yang menjadi berkat, bukan hanya sekedar pengakuan
iman secara seremonial.
Dibenarkan untuk
Perbuatan Baik
Dalam budaya Yunani
kuno, kata “baik” dalam bahasa Yunani memiliki dua pengertian.
Pertama, kalos. Kata ini dipakai oleh Yesus dalam khotbah di
bukit (Mat. 5:16). Yesus mengajar kepada semua orang untuk menjadi garam dan
terang sehingga setiap orang yang melihat perbuatan yang baik akan memuliakan
Bapa di Sorga. Teks Yunani kata kalos berarti
daya tarik, menarik, indah, empati, semua hal yang berkaitan dengan innerbeauty.
Kedua, agathos. Kata ini dipakai oleh Paulus
untuk menegaskan pengajarannya terkait dengan soteriologi kepada jemaat di
Efesus (Ef. 2:10). Kata ini berarti: baik secara kualitas, baik secara mutu,
dan berprestasi.
Bagi Paulus, seseorang
yang telah dibenarkan karena kasih karunia, dan karena iman, ia harus
mengerjakan pekerjaan baik.
Jelas bahwa Paulus
tidak mengesampingkan perbuatan baik. Ia mementingkan perbuatan pasca
dibenarkan oleh Kristus. Kehidupan yang telah dibenarkan harus mempertontonkan
perbuatan baik dan pekerjaan yang berkualitas tinggi serta bermutu kekekalan.
Landasan
Filosofis
Secara filosofis dapat
ditinjau dari Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru terkait dengan pembenaran
menurut rasul Paulus. Perhatikan berikut diskripsi yang lebih luas.
Pembenaran dalam
Perjanjian Lama
Pembenaran secara
mendasar bersifat hukum. Karena itu, Thomas Watson, mengatakan dengan
pernyataan terkenal, “inilah verbum forence” suatu frase yang dipinjam dari
hukum peradilan.[15]
Ketika dalam diri seseorang timbul rasa ketidakpuasan atau tidak ketidakpastian
tentang suatu hal yang menyangkut kepribadiannya atau kepemilikannya, maka hal
pertama yang ia pikirkan ialah mengunjungi pengacara untuk mencari pembelaan.
Istilah benar yang
dipakai dalam Perjanjian Lama qd,X, sedeq
dari akar kata Ibraninya (ѕedeq)
bentuknya abstrak subjungtif (rectitude) serta bentuk obyeknya (justice).[16]
Kata yang sama di dalam Kejadian 15:6 adalah bentuk kata benda, feminism
tunggal (as righteousness) artinya sebagai pembenaran.[17]
Dari kata tersebut di atas ada beberapa pengertian lain: pertama, benar secara
harafiah (right nature); kedua, baik secara moral (right morality) dan ketiga,
benar secara hukum (right legal) atau sah
berdasarkan hukum. Juga pengertian lain dari studi tersebut yang
bentuknya abstrak seperti keadilan (equty) atau kemakmuran (prosperity) yang
mempunyai arti pendamaian yang membawa kemakmuran. Dalam pengamatan Berkhof
mengenai istilah pembenaran dalam Perjanjian Lama adalah:
Istilah Ibrani
untuk “membenarkan,” adalah hisdiq yang
dalam sebagian besar pemakaianya berarti “secara yuridis mengumumkan bahwa
keadaan seseorang selaras dengan tuntutan hukum,” Kel. 23:7; Ul. 25:1; Ams.
17:15; Yes. 5:23. Bentuk piel siddek sering
menggambarkan arti yang sama, Yeremia 3:11; Yeh. 16:50-51.[18]
Dengan demikian arti kata tersebut sangat bersifat
hukum.
Dipahami bahwa kata dikaiosune
dalam Perjanjian Baru adalah merupakan perkembangan dari penggunaan kata sedeq di dalam Perjanjian Lama.
Allah adalah benar ketika Ia bertindak menurut cara-cara yang telah di tetapkan
ini. Kebenaran Allah yang penuh belas kasihan sebagai jalan yang menjanjikan.
Pada saat yang sama kebenaran tersebut merupakan dasar yang dapat menolong
manusia serta mengangkat keberadaan manusia yang bejat (total depravity). Allah
bertindak dengan adil ketika melakukan penyelamatan bagi umatNya dan dengan
demikian di dalam menempatkan mereka pada tempatnya dalam suatu hubungan yang
benar dengan Allah (Yes. 51-56). Nabi Yesaya mengakui bahwa Allah adalah hakim
yang adil yang menilik umat-Nya secara cermat dari waktu ke waktu sehingga
tidak sesuatupun yang di perbuat oleh umat manusia lepas dari kendali Allah.
Lebih lanjut Yesaya mengatakan dalam pasal 46 ayat 13, umat Allah benar ketika
mereka berada dalam hubungan yang benar dengan Dia artinya, pada saat mereka
mengalami penyelamatan-Nya secara gratis. Ketika Allah, berdasarkan
kedaulatan-Nya membenarkan umat-Nya, tidak terlepas dari pertimbangan yang telah
di tetapkan oleh Alla sebagai hakim
Peristiwa Abraham
menjadi peristiwa yang amat penting dalam sejarah Perjanjian Lama maupun
Perjanjian Baru khususnya ketika kita berkonsentrasi pada iman, ketaatan, dan
hasil akhir dari tindakan iman. Bagi orang Yahudi Abraham adalah teladan,
seorang tokokh yang di benarkan karena perbuatan-perbuatannya. Paulus setuju
bahwa ia luarbiasa dan di benarkan, tetapi ia tidak setuju bahwa ia di benarkan
karena perbuatannya. Dalam Kejadian 15:5 Musa memakai sebuah kata kerja yang
aktif, tetapi dalam Roma 4:3 Paulus mengubahnya sehingga kata kerja yang dipakai
Paulus adalah pasif “(elogisthe).[19]
Paulus melawan pendekatan orang Yahudi yang menjadikan Kejadian 15:6 sebagai
suatu amal Abraham yang layak dibalas dengan upah.
Secara manusia Abraham
juga mengalami kegoncangan dalam keluarga, khususnya dalam ujian kesabaran
menantikan janji Tuhan dalam hidupnya, yakni janji keturunan , sehingga Hagar,
seorang budak mereka, menjadi sasaran alternative untuk tujuan personal.
Perbuatan tersebut tentu saja tidak selaras dengan kehendak Tuhan Allah,
meskipun dalam unsure tindakan tersebut ada partisipasi Sara, istri yang sah
dari pihak Abraham. Di tengah-tengah kegoncangan yang melanda Abraham dan
keluarganya, hubungan Abraham dengan Allah dan janji-Nya tidak bergeser. Masih
banyak sisi kehidupan Abraham yang berkenan di mata Tuhan, sehingga Allag
melimpahkan rahmat-Nya yang besar pada Abraham.
Dalam Konteks Perjanjian
Baru
Istilah yang
mendominasi dalam surat Rasul Paulus khususnya dalam surat Galatia dan Roma
adalah pembenaran.[20]
Dalam perjanjian Baru, istilah Yunani yang berarti digunakan dengan beberapa
cara, seperti yang diuraikan oleh Berkhof berikut:
Kata kerja “dikaio”
artinya menyatakan bahwa seorang benar, kadang-kadan kata ini juga dipakai
untuk menunjuk pribadi bahwa sifat moralnya sesuai hukum (Mat. 12:37; Luk.
7:29; Rm. 3:4). Kata yang juga dekat dengan kata kerja dikaio ialah “dikaios”
artinya baik yaitu dalam hubungan yuridis dengan Tuhan. Kata yang lain ialah “dikaiosis” kata ini menunjukkaan
tindakan Tuhan yang menyatakan bahwa manusia bebas dari kesalahan dan dapat di
terrima oleh-Nya. Keadaan yang dihasilkan ditunjukkan oleh kata “dikaiosune”.[21]
Adalah hak prerogative
Allah untuk memberikan seorang dan memberikan kebenaran kepadanya, yaotu untuk
memperhitungkan orang itu sebagai orang benar, walaupun pada dasarnya orang itu
tidak benar.
Pengalaman lain dari
kata tersebut adalah: istilah ini merupakan kata kerja “membenarkan” adalah “dikaio” dari akar kata sifat yang benar
dan kebenaran Allah memberi keadilan kepada orang yang telah besalah menjadi
benar.[22]
Pengartian yang umum dari kata tersebut dalam septuaginta adalah merupakan
kebenaran yang nyata. Kata ini menunjukkan hubungan yang benar dengan Allah dan
bukan sekedar menerima pengakuan tidak bersalah secara hukum. George Eldon Ladd
menegaskan bahwa “Mayoritas pakar kontemporer memahami bahwa pembenaran itu
lebih menyangkut hubungan daripada kualitas etis, dan pengertian Paulus yang
terutama adalah benar dengan Allah.”[23]
Menyadari bahwa Allah memiliki kasih dan kemurahan hati, Ia menolong manusia
berdasarkan kasih sehingga, Ia menerima manusia
yang berdosa. Pada saat seseorang menghampiri hadirat-Nya dengan penuh
penyesalan dan komitmen untuk berubah, maka Ia adalah setia dan adil, dan akan
mengampuni segala dosa kita dan tidak diingat lagi oleh-Nya (1 Yoh. 1:9). Pada
waktu Allah mengampuni pelanggaran-pelanggaran kita Ia melakukannya baerdasrkan
anugrahNya (Kol. 2:13). Diampuni charizomai
berarti menganugrahkan berdasrkan
kemurahan, memberikan dengan kemurahan hati, dan mengampuni berdasarkan
AnugrahNya.[24]
Kata ini menekankan bahwa pengampunan akarnya pada anugrah Allah, tidak ada
perbuatan manusia yang terlibat di dalamnya. Kata tersebut diatas sinonim dengan
menghapuskan hutang dosa, memberikan dengan Cuma-Cuma.”[25]
Dalam menjelaskan
Injil, Paulus juga secara langsung menghubungkan dengan keselamatan.
Keselamatan yang dibicarakan disini adalah keselamatan dari murka Allah (Rm.
5:9). Memang mulai dari Rolah dima 1:18 murka Allah diceritakan. Hagelberg,
menjelaskan: Oleh karena murka Allah tersebut yang sekarang dinyatakan atas
seggala macam kejahatan manusia, maka kita dapat mengerti bahwa kuasa Allah
menyelamatkan orang dari hukum dari dosa.[26]
Masalah keselamatan yang dibicarakan dalam konteks ini meliputi pekerjaan Allah
bagi manusia dari pembenaran sampai pemuliaan. Orang yang percaya kepada Yesus
telah diselamatkan, sedang diselamatkan, dan akan diselamatkan secara sempurna
pada akhir jaman. Ini mencakup pembenaran , penyucuian, dan pemuliaan. Orang
Kristen telah di selamatkan ketika ia menyatkan kesungguhan hati untuk percaya
kepada Kristus (Luk. 7:50; Kis. 16:30-31; 1Kor. 1:18; 2Tim. 1:9). Iman kepada
Kristus berakibat pada pelepasan dari hukuman dan kesalahan karena dosa. Dalam
bahasa Indonesia kata “kebenaran” dipakai untuk menerjemahkan dua kata yang berbeda
dalam bahsa Yunani. Pertama, kata kebenaran berkaitan dengan kata “benar” atau
“adil” bukan “benar dalam arti tidak salah” dan hal ini mengacu pada keadilan
Allah.[27]
Kedua, kata benda “kebenaran,” kata sifat “benar,” dan kata kerja
“membenarkan,” dipakai kira-kira 56 kali dalam surat Roma. Perhatikan
penjelasan berikut:
Dalam bahasa
sekular, kata sifatnya berarti “sesuai dengan kewajiban dari adat istiadat”
atau “adil.” Di dalam Septuaginta kata ini dipakai dengan arti “menurut
kewajiban situasi atau hubungan yang tertentu,” misalnya hubungan Allah dengan
manusia yang diatur berdasarkan perjanjian-perjanjian Allah dengan Israel.
Kemudian, kata “membenarkan,” pada umumnya, pakar Alkitab Katolik berpendapat
bahwa “membenarkan memberi status benar dan juga membawa suatu perubahan batin
dimana orang itu menjadi lebih baik.” Tetapi pakar Alkitab Kristen berkata
“orang diberi status benar tanpa membawa perubahan batin atau sifat yang
menjadi lebih baik. Kata kerja “dinyatakan” memakai bentuk present tense (bentuk masa sekarang), dan Grandfield berkata bahwa
bentuk ini, dipakai karena kebenaran Allah sedang dinyatakan melalui
pemberitaan Injil sekarang ini. Tetapi juga dinyatakan dalam kehidupan dan
pengalaman orang yang beriman.[28]
J. I. Packer,
menyatakan bahwa hanya Paulus dari penulis Perjanjian Baru lainnya yang
menggunakan kata “membenarkan” sebagai istilah teknis, yaitu mengacu kepada
tindakan Allah menerima manusia jika mereka percaya pada-Nya.[29]
Kebenaran ini didapatkan melalui pendamaian oelh kematian Kristus 9Rm.3:23).
Paulus menganggap bahwa cara pembenaran orang-orang berdosa seperti ini
bukanlah hal yang baru, sebab dengan cara seperti ini juga Abraham dan Daud
dibenarkan oleh Allah (Rm.4:1-8). Paulus menguraikan berkat-berkat pembenaran
bagi kehidupan yang telah dijamah oleh Tuhan sebagai wujud adanya pendamaian
secara pribadi dengan Allah (Ef.1:4-5), adanya kehormatan untuk menikmati
hubungan doa secara langsung kepada Allah (1Tes.5:17), adanya keyakinan bahwa
penderitaan yang dialami menghasilkan ketekunan dan ketekunan menimbulkan tahan
uji dan tahan uji menimbulkan pengharapan. Dan pengharapan tidak mengecewakan,
karena kasih Tuhan (Rm. 5:3-5).
Dasar
Pembenaran
Pentingnya pembenaran
dalam teologi Paulus banyak diperdebatkan. Ada beberapa orang yang merasa
Paulus terlalu radikal dalam hal iman kepada Tuhan, sehingga ia seakan-akan
mengabaikan prinsip-prinsip dalam Perjanjian Lama (Taurat). Hal inilah yang
menyebabkan kontroversi antara Paulus dan Yudaisme. Pemikir Yahudi kontemporer
sependapat dengan Rasul Paulus dalam memandang pembenaran sebagai tindakan
forensic (Allah dipahami sebagai penguasa, pemberi hukum, hakim) eskatologis.[30]
Dari tiga belas surat
Paulus, berita soteriologi sangat mendominasi. Karena itu, secara implicit
dapat diperhatikan dua hal yang menjadi dasar pembenaran bagi jemaat.
Iman kepada Yesus
Kristus
Memang
iman sering adalah konsep yang tidak real karena agak sulit untuk mengetahui
apakah memang memiliki iman tersebut atau tidak (atau kita sedang berbohong
kepada diri sendiri). Banyak orang mengatakan bahwa mereka memiliki iman tetapi
sebenarnya mereka tak memiliki apa-apa. Mereka hanya menipu diri sendiri.
Ketika iman itu dicobai, iman mereka kolaps, cerai berai.
Tuhan
tidak menghendaki iman yang hanya parsial saja, Tuhan menghendaki iman yang
seutuhnya, teguh, seluruhnya, iman dengan penyerahan diri sepenuhnya. Iman yang
hanya suam-suam kuku, tidak panas dan tidak juga dingin, tidak disukai Tuhan.
Tuhan menghendaki iman yang rela berkorban, rela menyerahkan diri bagi Tuhan.
Iman
kepada Tuhan akan selalu mengalami tantangan untuk menguji iman dan untuk
memurnikan iman orang percaya. Setiap kali melewati ujian tersebut dan lulus
dalam suatu ujian iman kita naik tingkat untuk mengalami ujian lebih berat.
Dalam Alkitab, Tuhan tahu Abraham mengasihi Tuhan sehingga ia rela meninggalkan
kampung halaman dan orang-orang yang dikasihinya untuk pergi ke tanah yang
dijanjikan Tuhan. Namun itu saja tidak cukup, Abraham harus menunggu sangat
lama sebelum ia mendapatkan seorang anak. Itu juga masih belum cukup, Tuhan
meminta Abraham untuk mengorbankan anak satu-satunya kepada Tuhan. Dalam setiap
ujian itu Abraham lulus.
Percaya
kepada Tuhan juga mengandung arti tidak bersandar kepada keyakinan diri sendiri,
tidak bersandar kepada pemahaman atau pengertian sendiri, tetapi takutlah akan
Tuhan dan mengakui Dia dalam seluruh perilaku hidup.
Sering
kali orang percaya kemudian mulai membuat asumsi-asumsi atau anggapan
seolah-olah Tuhan menginginkan sesuatu seperti ini atau itu. Membuat interpretasi
sendiri tentang maksud-maksud Tuhan. Kalau itu yang terjadi, maka telah jatuh
ke dalam dosa. Dosa selalu berusaha memerangkap umat melalui pikiran. Kelemahan
terbesar manusia adalah pada pikirannya.
Falsafah hidup dan
pelayanan Rasul Paulus ialah bahwa dasar pembenaran bukanlah ketaatan kepada
hukum Taurat, melainkan kematian Kristus di Kalvari. Dengan kata lain,
pembenaran secara mutlak hanya dapat diperoleh berdasarkan iman kepada Kristus.
Kematian-Nya merupakan manifestasi kasih Allah yang tinggi (tak terhingga) bagi
orang berdosa (Rm.5:9). Falsafah inilah yang menyebabkan adanya kontradiksi di
antara ajaran Paulus dengan pemikiran Yahudi. Paulus menganggap bahwa hukum
hanya dapat diperoleh melalui ketaatan sempurna terhadap tuntutannya, karena bukanlah
orang yang mendengar hukum Taurat yang benar dihadapan Allah, tetapi orang yang
melakukan hukum Tauratlah yang akan dibenarkan 9Rm.2:13).
Kasih
Karunia
Kasih Karunia
tidak dapat diperoleh dari orang tua atau keluarga bahkan dari pasangan hidup
sekalipun. Kasih semacam ini hanya ditemukan di dalam Yesus Kristus yang rela
mengosongkan diri-Nya, mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan
manusia dan dalam keadaan sebagai manusia Ia telah merendahkan diri-Nya dan
taat sampai mati di kayu salib (Fil. 2:5-7). Kasih karunia hanya bersumber dari
Allah. Kasih-Nya teramat besar bagi manusia (Yoh.3:16). Kasih karunia adalah
kasih Ilahi yang agape, sempurna dan tidak menuntut balasan bahkan tanpa batas.
Peranan kasih karunia menjadi jelas bagi manusia di dalam kitab Suci yang
menyingkapkan bahwa dosa dan segala kebejatan manusia dipikul-Nya dan
menjadikan manusia itu benar, karena menanggapi karya terbesar dari Allah via
iman.
Pembenaran
menurut pengamatan Paulus bersifat tetap. Seorang pakar Perjanjian Baru Petrus
Maryono, menilai bahwa: rasul Paulus menjadikan iman sebagai titik masuk
pelimpahan berkat Ilahi yaitu pembenaran sejati.[31]
Berdasarkan pengamatan ini, menjadi jelas bahwa, iman merupakan suatu kondisi
yang diperlukan untuk dibenarkan dihadapan Allah.
Pembenaran dapat
dijabarkan sebagai tindakan dimana orang berdosa yang tidak benar dibenarkan
dihadapan Allah yang kudus dan adil. Kebutuhan utama dari orang yang tidak
benar adalah kebenaran. Kebenaran ini, disediakan oleh Kristus kepada orang
berdosa yang percaya/beriman. Teologi protestan mengakui bahwa iman merupakan
alat/sarana yang menyebabkan pembenaran. Teologi Roma Katolik sedikit berbeda.
Mereka menerima bahwa pembenaran berdasarkan iman, tetapi menyangkali bahwa
pembenaran itu hanya berdasarkan iman. Dengan kata lain, perbuatan-perbuatan
baik perlu ditambahkan untuk dapat dibenarkan.[32]
Rasul Paulus
memiliki pemahaman yang cukup konprehensif mengenai iman. Pada beberapa
kesempatan ketika ia menuangkan buah penanya, iman selalu menjadi tema penting.
Dalam 2 Korintus 5:7 “Sebab hidup kami ini adalah hidup karena percaya, bukan
karena melihat.” Dalam versi lain mengatakan For we walk by faith, not by sight (dalam Holy Bible). Terjemahan
bebas dari teks tersebut ialah: karena perjalanan kami dengan iman, bukannya
dengan penglihatan. Paulus menyadari dengan pasti bahwa untuk berjalan (hidup)
dengan penglihatan tidak diperlukan iman. Tetapi apabila berjalan (hidup)
dengan iman kita tidak perlu melihat. Secara rasional hal ini tentu saja
bertentangan dengan pola berfikir manusia pada umumnya. Semboyan manusia zaman
modern, percaya sesudah melihat. Di dalam Alkitab urutannya terbalik, percaya
dahulu baru kemudian melihat sesuatu di balik itu. Kekristenan yang memiliki
iman mesti menembusi paradigm dewasa ini yang bergantung pada unsure rasionalis
semata.
Pembenaran
sejati dilimpahkan kepada setiap individu yang memiliki substansi, eksistensi
iman kepada oknum yang benar yaitu Yesus Kristus sang juru selamat satu-satunya
bagi penebusan dosa umat manusia. Iman memampukan seseorang untuk mencapai
tingkatan yang lebih tinggi dan hal-hal yang mungkin bagi Allah akan menjadi
mungkin juga bagi orang yang beriman. Sebagai orang Kristen dalam hidupnya
harus memiliki karakter yang Ilahi, dan menumbuhkan suatu perangai baru yang
mau percaya kepada Tuhan dan Firman-Nya tanpa menuntut bukti.
Pembenaran
karena iman mengungkapkan inti Injil. Kebenaran yang mulia ini merupakan tenaga
penggerak Reformasi. Karena doktrin yang penting ini semua doktrin Kristen
lainnya menjadi serasi. Luther mengatakan jatuh bangunnya Gereja tergantung
pada doktrin tersebut.[33]
Keselamatan
menjadi efektf bagi manusia kalau diterima dalam iman. Oleh sebab itu, Paulus
dengan tegas berkata bahwa manusia dibenarkan oleh iman. Tidak dapat dikatakan
bahwa iman-lah yang menyelamat seseorang, tetapi harus disadari dengan pasti
bahwa yang menyelamatkan adalah Allah sendiri. Karya Allah menjadi efektif
kalau ditanggapi oleh iman. Tentu saja hal ini, berlawanan dengan hukum dan
usaha manusia. Lebih lanjut Paulus mengatakan dalam Efesus 2:8-9 keselamatan
semata karena anugerahNya (sola gracia),
dengan rahmat-Nya kita diselamatkan bukan oleh usaha manusia melainkan tindakan
Allah secara aktif dalam mengangkat kehidupan manusia dari lumpur dosa (yang total depravity).
Iman yang
sungguh tidak memperdulikan perasaan. Ia mengambil dan berharap pada Firman
Allah seutuhnya. Orang yang percaya demikian mendapat kepastian. Orang benar
akan hidup oleh iman, pembenaran diperoleh dari kebenaran yang telah disediakan
Allah dan yang hanya di terima oleh iman. Manusia membutuhkan kebenaran itu dan
ini hanya diperoleh melalui Injil yang menjadi kuasa Allah yang mendatangkan
keselamatan jiwa. Hanya oleh iman seseorang menjadi benar yaitu dibenarkan dan
kebenaran yang telah di terima itu harus terus berlangsung di dalam iman dan
akan berakhir dengan iman.
Keberadaan
manusia yang tidak pasti mengenai keselamatan kekal yaitu surga abadi,
dilatarbelakangi oleh apiknya dosa yang telah dilakukannya dan dosa terus
secara aktif menggerogoti hidupnya hingga kematian kekal, akan tetapi syukur
kepada Allah yang mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal dan Sulung yang merupakan
kesayangan sehingga di dalam Dia, Allah menerima manusia berdosa dan dengan
demikian meniadakan dosa oleh sebab iman.
Paulus mendekati
seluruh permasalahan dari sudut Yahudi, tetapi juga non Yahudi. Pemikiran orang
Yahudi yang ekslusif sebagai umat pilihan tidak serta merta pembenaran sejati
didalam tangan artinya tidak ada keraguan. Itulah sebabnya Paulus hendak
meluruskan pemikiran yang subyektif semacam itu dengan mengumandangkan suara
kebenaran bahwa iman di dalam Kristus Yesus yang lahir dikandang hina Betlehem
melalui perawan Maria dan dari keturunan Yehuda pembenaran itu dilimpahkan.
Seorang ahli kitab bernama Bezt berkomentar dalam tesisnya, “orang Yahudi
walaupun mereka mempunyai keselamatan sebagai bangsa terpilih, tetapi tanpa
iman didalam Yesus Kristus tidak dapat diselamatkan. Mereka juga hanya
diselamatkan karena iman akan Kristus.”[34] Jadi simpulnya keselamatan oleh Kristus tidak
hanya eksklusif pada pribadi-pribadi tertentu atau bangsa tertentu melainkan
untuk seluruh umat.
Iman bukanlah
harga pembenaran, melainkan merupakan sarana untuk memperoleh pembenaran. Jelas
bahwa baik orang saleh pada masa Perjanjian Lama maupun orang saleh pada masa
Perjanjian Baru perlu pembenaran dari Allah.
Korelasi Iman Perbuatan
Berdasarkan Eksposisi Yakobus 2:14-26
Sangat penting untuk mengeksposisi Yakobus 2:14-26 terlebih
dahulu untuk mendapatkan relasi yang tepat dan benar antara iman dan perbuatan
karena ayat-ayat inilah yang diaanggap akan memberikan informasi yang lengkap
akan hubungan keduanya.
Pengajaran Yakobus
Eksposisi Yakobus 2:14-23
Douglas J. Moo seorang penafsir konservatif memberi judul
untuk Yakobus 2:14-26, Iman yang menyelamatkan menyatakan dirinya dalam
perbuatan-perbuatan.[35]
Kalau memperhatikan isi dan unsur retorik dalam Yakobus 2:14, 17, 20 dan 26,
jauh lebih baik Yakobus 2:14-26 dibagi menjadi tiga bagian subbagian: Yakobus
2:14-17, 18-20, 21-26. Dengan pembagian ini, tiga subbagian berdiri sendiri
namun saling berkaitan. Garis besar seperti ini akan lebih memperhatikan
argument-argumen Yakobus yang kuat dan menarik. Pembagian ini dilakukan karena
masing-masing subbagian mempunyai pembahsan yang utuh. Ditambah lagi ayat 17,
20 dan 26 mempunyai topik dan pola yang mirip yang menandakan berakhirnya suatu
subbagian.[36]
Iman dan Prakteknya
Yakobus 2:14, Apakah gunanya, saudara-saudaraku,
jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai
perbuatan? Dapatkah iman itu menyelamatkan dia?
Tafsiran J.J.W. Gunning menyatakan, “Tidak ada gunanya kalau
seseorang mempunyai iman yang tidak disertai perbuatan. Iman itu sendiri tidak
dapat menyelamatkan atau dengan kata lain iman itu tidak akan diteima Allah.[37] Iman
itu tidak menyelamatkan dirinya dan karena itu tidak berguna.
Kata Iman di
dalam ayat 14 kemungkin besar adalah kepercayaan kepada Yesus Kristus secara
pribadi. Pengertian ini dikuatkan oleh kenyataan bahwa iman dihubungkan dengan
keselamatan seseorang. Kemudian kata perbuatan jangan diartikan sama dengan pengertian yang biasa
terdapat dalam surat-surat Paulus yaitu menaati peraturan hukum Musa. Disini
yang dimaksud adalah perbuatan-perbuatan baik seperti belas kasihan (ay 13) dan
pemberian sedekah kepada orang miskin yang berkekurangan (ay 15 dan 16). Perbuatan
yang dimaksud oleh Yakobus bukanlah perbuatan menurut pemahaman Yahudi yaitu
sarana untuk memperoleh keselamatan, namun perbuatan iman hasil
moral dari kesalehan sejati dan khususnya perbuatan kasih.[38]
Kalimat dapatkah
iman itu menyelamatkan dia? Di sini Yakobus seolah-olah tidak
sepakat bahwa keselamatan hanya oleh iman saja. Namun, umumnya penafsir
menjawab pertanyaan ini “tidak”. Charles F. Pfeifer dan Everent F. Harrison
menyatakan, “Jawaban yang diharapkan dari pertanyaan dalam ayat ini adalah
“tidak” yang tegas. Mengapa? Karena penting untuk dicatat bahwa iman yang
dibahas di sini adalah iman yang palsu. Hal ini di jelaskan oleh: (1)
pernyataan jika seorang mengatakan bahwa ia mempunyai iman dan
(2) pemakaian kata sandang tertentu yang digabungkan dengan kata iman pada anak
kalimat terakhir. Hanya iman palsu yang tidak dapat menghasilkan perbuatan dan
tidak mampu menyelamatkan.[39]
Apa yang ingin ditekankan Yakobus adalah kenyataan bahwa iman tanpa perbuatan
tidak memiliki kekuatan: iman itu tidak dapat menyelamatkan.
Yakobus menekankan bahwa tidak ada pemisahan antara iman dan
perbuatan. Tidak ada seorangpun dapat mengatakan bahwa dirinya memiliki iman
jika tidak ada perbuatan yang membuktikannya. Iman yang sesungguhnya harus
diungkapkan dalam perbuatan. William Barclay, “Satu hal yang yang ditentang
penulis surat yakobus adalah pengakuan iman tanpa dibarengi praktek, kata-kata
tanpa perbuatan.”
Pada ayat 15 Yakobus memberi gambaran seseorang yang sangat
miskin sehingga kebutuhan hidup yang paling dasarpun seperti pakaian dan
makanan, tidak dapat dipenuhi. Ini merupakan gambaran seorang yang kedinginan
(kalau daerah itu memang dingin) atau kelaparan. Pada ayat 16 dia melanjutkan
ilustrasinya yang hampir sama makna.
William Barclay menyatakan, “Yakobus memilih ilustrasi yang
secara gamblang menjelaskan yang ia maksud. Jikalau seorang tidak meiliki
pakaian untuk melindungi dirinya ataupun makanan untuk dimakan, dan sahabat
orang itu mengungkapkan rasa simpatinya yang terdalam untuk keadaan yang
menyedihkan itu, namun simpatinya itu berhenti hanya pada kata-kata dan tidak
ada usaha yang dilakukannya untuk mengatasi keadaan orang yang malang itu, apa
gunanya semua itu? Apakah gunanya simpati itu tanpa ada usaha mewujudkannya
dalam tidndakan nyata. Iman tanpa perbuatan adalam mati.”[40]
Dalam Yakobus 2:17 Demikian juga halnya dengan iman:
Jika iman itu tidak disertai perbuatan, maka iman itu pada hakekatnya adalah
mati. Klausa ‘demikian juga halnya dengan iman’ merupakan kesimpulan dari
perbandingan pada ayat sebelumnya. Yakobus melakukannya dengan menggunakan kata
“demikian” yang mempunyai arti sejajar dengan contoh yang diberikan. Demikian
di sini sama artinya dengan frasa “dengan cara yang sama.”
Kata iman (ay
17) yang digunakan Yakobus menunjuk pada apa yang disebut iman pada ayat
14. Demikianlah juga iman yang tidak disertai dengan perbuatan tidak
ada artinya. Iman yang demikian tidak boleh sama sekali disebut iman.[41]
Kata-kata jika
iman itu tidak disertai perbuatan secara harafiah berarti “jika
iman tidak memiliki perbuatan” maka jelas bahwa perbuatan bukan sesuatu yang
ditambahkan pada iman – keduanya harus ada bersama-sama. Penulis tidak
bermaksud untuk membedakan antara iman dan perbuatan; yang dibedakan adalah
antara iman yang disertai perbuatan dan iman yang tidak disertai perbuatan.
Bagi Yakobus iman harus disertai oleh perbuatan. Yang satu tidak dapat ada
tanpa yang lain, sebab iman yang tanpa perbuatan adalah mati.
Kemudian Yakobus menyatakan, “Maka iman itu pada hakekatnya
adalah mati.” Kata mati dipakai
sebagai kiasan yang artinya “tidak hidup, tidak bekerja, tidak berguna”. Dalam
banyak bahasa, penerjemah perlu mengatakan sebagai berikut:kepercayaanmu
tidak berguna, atau percaya seperti itu tidak berguna/(tidak
menghasilkan apa-apa). Kesimpulan itu menjelaskan bahwa orang Kristen
tidak cukup hanya mengucapkan kata-kata harapan kepada saudara dan saudarinya
yang berkekurangan. Orang yang mengaku Kristen harus memberikan pertolongan
kepada yang membutuhkannya. Kalau tidak kepercayaan itu keparcayaan yang mati.
Ronald A. Ward menyatakan,
“Dalam hal ini kita mendapat suatu ajaran bila membandingkan
dengan Lukas 23:43. Penjahat yang bertobat itu tidak mempunyai waktu lagi untuk
berbuat sesuatu sedangkan imannya tidak mempunyai waktu untuk mati. Tentu Yakobus
tidak mau menyangkal hal ini. Yang dimaksud ialah iman yang sungguh-sungguh
mempunyai kesempatan untuk dinyatakan di dalam perbuatan, tetapi kesempatan
yang ada tidak digunakannya.”[42]
Jadi, ayat 14 menjelaskan dengan terus terang bahwa iman
tidak berguna tanpa perbuatan. Dalam ayat 17, Iman demikian tidak ada gunanya.
Karena iman yang tanpa perbuatan itu tidak ada gunanya, maka iman kepercayaan
demikian tidak dapat menyelamatkan jiwanya. Artinya Iman tanpa perbuatan adalah
iman yang palsu. Karena iman ini mati, maka iman ini tidak dapat menyelamatkan
orang yang bersangkutan.[43]
Iman dan Perbuatan tidak dapat
Dipisahkan
Dalam lalimat “tetapi mungkin ada orang berkata” penerjemah
menghadapi masalah karena tidak tahu siapa lawan bicaranya ini, ada bebrapa
kemungkinan pemecahannya, tetapi tidak ada satupun yang benar-benar meyakinkan,
sehingga kita harus puas dengan pemecahan yang paling sedikit kesulitannya:
a)
Beberapa ahli menganggap bahwa orang lain itu lawan Yakobus. Hal
ini berarti kata tetapi merupakan pengantar terhadap suatu sanggahan.
Masalahnya, di manakah kata-kata orang yang membantah itu selesai dan di
manakah kata-kata Yakobus dimulai. Kebanyakan ahli menganggap kata-kata orang
lain itu hanya padamu ada iman dan padaku ada perbuatan. Tafsiran ini yang
diikuti oleh TB
b)
Kemungkinan yang lain adalah dengan menganggap kata ganti “mu” dan “ku” pada
bagian pertama ayat ini bukan lawan Yakobus, tetapi sebagai
wakil dari dua kelompok dalam jemaat. Ada beberapa orang yang mengatakan bahwa
mereka hanya hanya memiliki iman (tanpa perbuatan), sedangkan yang lain
memiliki perbuatan saja. Orang-orang itu menyatakan bahwa iman dan perbuatan
merupakan anugerah yang terpisah satu sama lain (1Kor. 12:4-10); Seseorang
dapat memiliki salah satu saja dari keduanya, tetapi tidak selalu meiliki
keduanya secara bersamaan. Kemudian Yakobus membantah pendapat yang mengatakan
bahwa tidak ada pemisahan antara iman dan perbuatan. Jadi, kata ganti
“mu” dan “ku” sama dengan ‘orang’ dan “yang lain.” Tafsiran ini diikuti oleh
BIMK (“ada orang yang bersandar kepada imannya dan ada pula yang bersandar
kepada perbuatannya”) dan salah satu terjemahan membuatnya sebagai “seorang
memilih iman, yang lain memilih perbuatan atau ada orang yang berkata, aku
mempunyai dan yang lain berkata aku mempunyai perbuatan.” Agar urutan
percakapan itu jelas, kita perlu menambahkan sesuatu yang tersirat dalam teks
untuk memperjelas perkembangan pemikirannya, umpamanya aku akan
menjawab dia (TB), saya akan menjawab (BIMK).
Walaupun masih ada kesulitan, mungkin kita harus mengikuti
tafsiran (b), karena tafsiran itu kelihatannya paling sesuai dengan konteks
sehingga lebih banyak penerjemah dan ahli tafsir yang mengikutinya.
Yakobus 2:19 Engkau percaya, bahwa hanya ada satu
Allah saja? Itu baik! Tetapi setan-setanpun juga percaya akan hal itu dan
mereka gemetar. Kini Yakobus membandingkan iman yang tidak ditunjukkan
dengan perbuatan dengan iman yang dimiliki setan-setan. Untuk memulai
pendapatnya dia mengutip apa yang menjadi inti iman Yahudi, yang diakui oleh
dirinya dan lawannya.
Kata percaya di
sisni adalah kepercayaan berdasarkan pemikiran saja yaitu bahwa hanya ada satu
Allah saja. Pengakuan ini bersumber dari pengakuan imanshema yang
terkandung dalam ajaran agama Yahudi (Ul. 6:4) dan dipakai juga oleh orang
Kristen (Mrk. 12:29; Rm. 3.30). Yabobus bermaksud mengatakan bahwa orang yang
percaya bahwa Allah itu esa tanpa membiarkan kepercayaan ini mengubah perilakunya,
memiliki iman yang sama dengan setan-setan, yaitu roh-roh jahat. Iman itu tidak
dapat menyelamatkan.
Kepercayaan demikian hanya berada dalam tahap pengetahuan
dan belum diwujudkan dalam kelakuan. Iman kepercayaan seperti ini bukanlah iman
yang sejati, karena di dalamnya tidak ada pertobatan dan kasih.
Tanpa kedua unsur ini, iman kepercayaan setan-setan tidak menolong diri mereka.
Analogi ini cukup keras, terlebih bagi orang Kristen yang
mempunyai latar belakang Yahudi.[44]
Yakobus 2:20 Hai manusia yang bebal, maukah engkau
mengakui sekarang, bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong? Kalimat Hai manusia yang bebal berarti
“orang bodoh yang kosong kepalanya.” Kata kosong di sini menunjukkan kurangnya
pengertian yang berarti “tidak berakal” atau “bodoh.” Maukah engkau
mengakui bahwa iman tanpa perbuatan adalah iman yang kosong. Pemikiran
yang sama dengan ini telah dinyatakan beberapa kali. Iman tidak ada perbuatan
disebut tidak ada gunanya pada ayat 14, disebut mati pada
ayat 17 dan di sini disebut kosong yang secara harafiah
berarti “tidak bekerja,” yaitu “tidak berpengaruh” atau “tidak menghasilkan”.
Dapat diamati permainan kata-kata di sini: “iman tanpa perbuatan adalah tidak
berbuat.” Pernyataan ini menyimpulkan pokok pikiran utama dalam bagian ini.
Yakobus hendak menegaskan adanya iman tidak dapat dibuktikan
tanpa melalui perbuatan. Iman justru menyatakan keberadaannya memalui
perbuatan. Perbuatan-perbuatan Yakobus merupakan bukti nyata tentang adanya
iman pada dirinya. Ini tidak berarti perbuatan itu lebih penting daripada iman.
Bila seseorang berbuat baik (membuahkan perbuatan) tetapi itu bukan hasil dari
beriman, maka sia-sialah perbuatan itu. Maksudnya perbuatan itu tidak ada
artinya di mata Tuhan. Bukankah kita diselamatkan oleh iman kepada Yesus, bukan
karena perbuatan baik kita? Kita tidak berbuat baik untuk diselamatkan, tetapi
kita berbuat baik karena sudah diselamatkan.[45]
Iman dan Buktinya
Sub unit ini mengambil dua tokoh dalam sejarah orang Yahudi
Abraham dan Rahab sebagai contoh. Mereka telah membuktikan iman mereka dengan
berani dalam tindakan nyata. Iman Abraham terbuti dengan mempersemahkan anak
yang dikasinya. Sedangkan Rahab menyatakan imannya melalui pertolongan yang dia
berikan kepada dua orang pengintai.
Yakobus 2:21 Bukankah Abraham, bapa kita, dibenarkan
karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia mempersembahkan Ishak, anaknya, di
atas mezbah?
Penafsiran tentang kata “dibenarkan karena
perbuatan-perbuatannya” perlu diperhatikan suasana perselisihan di antara yang
kaya dan yang miskin. Berita utama Yakobus dalam konteks ini tidak berkaitan
langsung dengan soteriologi. Maka kalimat “dibenarkan karena
perbuatan-perbuatannya” di Yakobus 2:21 harus dimengerti dari Perjanjian Lama.
Tindakan Abraham mempersembahkan Ishak diperkenan Allah (Kej. 22:1-19).
Dengan konteks ini kata “dibenarkan”
mempunyai arti dikenal dan diberi pahala oleh Allah; Perbuatannya diperkenankan
Allah.[46] Dengan
demikian pembaca surat Yakobus mendapat dorongan besar untuk mengikuti jejak
bapak leluhur mereka, Abraham. Di lain pihak, contoh ini mengingatkan mereka
akan keputusan berani yang diambil Abraham. Banyak hal memang membutuhkan
keberanian. Ini amat dirasakan oleh pembaca kitab ini. Tidak mudah untuk tidak
memandang muka atau memberi bantuan kepada saudara seiman yang kelaparan. Dalam
masyarakat yang kebanyakan penduduknya miskin, tidak mudah membantu orang lain.
Bukan saja karena kebutuhan sendiri belum terjamin, tetapi juga karena
pemberian sedikit bantuan akan menarik lebih banyak orang datang untuk minta
bantuan. Ini semua sangat tidak mudah di atasi.[47]
Menurut Charles F. Pfeiffer dan Everent F. Harison bahwa
kata yang diterjemahkan menjadi dibenarkan di
sini jangan dikelirukan dengan pemakaian istilah tersebut oleh Paulus dalam
hubungan dengan Abraham (bnd Rm. 4:1-5). Paulus menunjuk kepada pembenaran awal
Abraham ketika “percayalah Abraham kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal
itu kepadanya sebagai kebenaran (bnd. Kej 15:6). Yakobus mengacu pada suatu
peristiwa yang terjadi beberapa tahun kemudian, yaitu ketika Abraham diminta
untuk mempersembahkan anaknya Ishak. Melalui tindakan ini dia menunjukkan
realitas dari pemahaman kejadian 15.[48]
Yakobus 2:22, Kamu lihat, bahwa iman bekerjasama
dengan perbuatan-perbuatan dan oleh perbuatan-perbuatan itu iman menjadi
sempurna.Nya.
Bagi Yakobus, iman tidak mungkin bisa dipisahkan dengan
perbuatan-perbuatan, karena seseorang yang mengaku diri beriman kepada Allah,
ia harus menjalankan perintah-perintah-Nya dan otomatis perbuatan-perbuatannya
mencerminkan bahwa seseorang itu beriman kepada Allah atau bukan. Doren Wjdana
menyatakan bahwa Perbuatan tanpa iman adalah perbuatan yang sia-sia. Iman tanpa
perbuatan adalah iman yang kosong. Iman yang bekerja sama dengan perbuatan
adalah iman sejati.[49]
Perbuatan dan iman kepercayaan sama pentingnya. Untuk
menegaskan maksud ini, Yakobus memakai kata “bekerja sama” dan menjadi
“sempurna” (atau diterjemahkan “disempurnakan”, kata pertama “bekerja sama”
dapat dibaca sebagai suatu permaiman kata yang menanggapi kata “perbuatan” di
ayat 21. Kata “bekerja sama” ini dapat juga diterjemahkan “membantu”.
Terjemahan ini serasi dengan kata “disempurnakan” di ayat 22b.
Apa arti disempurnakan? Ini berkaitan dengan kedewasaan yang
dibahas Yakobus 1:4. Kalau memperhatikan topik bagian ini, ayat ini sebaiknya
dipahami sebagai “iman membantu perbuatan terlaksana dalam kehidupan; iman
tidak dapat dikatakan “sejati” (sempurna) tanpa perbuatan yang nyata. Memisahkan
iman dari perbuatan suatu yang mustahil (bnd ay 18). Di dalam kasus Abraham,
kedua hal tersebut berjalan bersama-sama.”[50]
Yakobus 2:23, Dengan jalan demikian genaplah nas yang mengatakan: “Lalu
percayalah Abraham kepada Allah, maka Allah memperhitungkan hal itu kepadanya
sebagai kebenaran.” Karena itu Abraham disebut: “Sahabat Allah.” Melalui
ayat 23, Yakobus tetap mengatakan bahwa Allah memperhitungkan iman
(kepercayaan) Abraham (bukan perbuatannya) kepada Allah sebagai status yang
dibenarkan. Bagian ini mengutip kitab Kejadian 15:6 yang mengatakan, “Lalu
percayalah Abram kepada TUHAN, maka TUHAN memperhitungkan hal itu kepadanya
sebagai kebenaran.” Iman Abraham berkaitan dengan kebenaran, menemukan makna
terakhirnya dalam ketaatannya.
Sebenarnya ayat ini dapat dipahami dengan pendekatan yang
lebih sederhana.Yakobus menulis bagian ini dengan tujuan yang jelas. Dia
menekankan bahwa iman kepercayaan tanpa perbuatan tidak berguna. Tetapi di lain
pihak dia ingin menjaga keseimbangan. Abraham diperkenan Allah karena dia
adalah seorang yang beriman. Iman kepercayaannya sudah terlihat jauh sebelum ia
mempersembahkan Ishak. Apa yang dilakukan Abraham kemudian menggenapkan
apa yang disabdakan Allah tentang dia di Kejadian 15:6. Allah berkenan padanya
karena Abraham memperlihatkan iman kepercayaannya yang konsisten.[51]
Yakobus 2:24 Jadi kamu lihat, bahwa manusia dibenarkan karena
perbuatan-perbuatannya dan bukan hanya karena iman.
Dalam penafsiran ayat ini, Kata-kata “…bukan hanya karena iman” seharusnya
dimengerti dalam subbab ini, khususnya Yakobus 2: 18, 19. Manusia dibenarkan
bukan karena iman yang kosong, contohnya iman kepercayaan setan-setan (ay 19).
Jadi iman yang sejati yang berguna bagi manusia. Iman seperti ini diwujudkan
dalam perbuatan. Ayat ini ditunjukkan kepada “saudara-saudaraku” di Yakobus
2:14 bukan penentang di Yakobus 2:18.
Manusia tetap dibenarkan melalui iman kepada Tuhan Yesus
Kristus, tetapi kalau iman yang menyelamatkan itu saja yang menjadi pegangan,
bagaimana orang lain dapat melihat bahwa diri kita beriman, kalau perbuatan-perbuatan
kita sama jahatnya dengan orang-orang dunia? Di sini, Yakobus ingin
menyeimbangkan dan mengintegrasikan iman yang menyelamatkan dan hidup dengan
perbuatan-perbuatan sehari-hari yang memuliakan Allah.
Relasi Iman dan Perbuatan
Berdasarkan Yakobus 2:24-26
Yakobus 2:25 Dan bukankah demikian juga Rahab,
pelacur itu, dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya, ketika ia menyembunyikan
orang-orang yang disuruh itu di dalam rumahnya, lalu menolong mereka lolos
melalui jalan yang lain? Di sini Yakobus menambahkan satu contoh lagi untuk
membuktikan pendapatnya bahwa iman harus dinyatakan dalam perbuatan agar
diterima oleh Allah.
Rahab tokoh penting dalam PL. Dia dikenal karena dua hal,
pertama, dia dikenal sebagai seorang pelacur bukan yahudi, yang mengeluarkan
pengakuan yang terkenal “TUHAN”, Allahmu, ialah Allah di langit di atas dan di
bumi di bawah (Yos. 2:11).” Kedua, dia juga dikenal sebagai orang asing yang
menyamakan dirinya dengan orang Israel dan masuk dalam masyarakat tersebut, dan
“sampai hari ini keturunan Rahab masih ada di Israel (Yos. 6:25, BIMK).”
Dibenarkan karena
perbuatan-perbuatannya:
kata-kata ini, artinya sama dengan di ayat 21. Dalam hal ini, perbuatan-perbuatan Rahab
adalah penyambut pengintai-pengintai bangsa Israel dan menolong mereka untuk
melarikan diri. Disini kata-kata “dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya” dapat
juga diterjemahkan sebagai Allah menerimanya sebagai orang yang baik karena
perbuatan-perbuatan baik yang dilakukannya. Lebih tepatnya Hasan Susanto menyatakan
bahwa kata “dibenarkan” pada
kalimat “dibenarkan karena perbuatan-perbuatannya” lebih mungkin berarti
dikenal dan diberi pahala oleh Allah. Iman kepercayaan Rahab terbukti melalui
perbuatannya. Dia diperkenan oleh Allah.[52]
Yakobus 2:26 Sebab seperti tubuh tanpa roh
adalah mati, demikian jugalah iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati. Disini
Yakobus menyimpulkan pendapatnya. Dia mengulangi pemikiran-pemikirannya yang
dinyatakan pada ayat 17, yaitu bahwa iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati, tetapi dia
menambahkan perbandingan untuk membuatnya lebih jelas. Yakobus membandingkan
iman tanpa perbuatan denga tubuh tanpa roh. Menarik sekali bahwa, dalam kalimat
ini, imandisejajarkan
dengan tubuh, dan perbuatan dengan roh. Mungkin hal ini tidak sesuai
dengan yang kita harapkan, namun kita tidak perlu mencari rincian
perbandingan itu yang setepatnya. Yakobus tidak tertarik akan hal ini,
sebaliknya dia ingin menunjukkan bahwa yang satu tidak dapat hidup tanpa yang
lain.
Tubuh tanpa roh adalah mati, pada kalimat ini ada
kemungkinan bahwa Yakobus menunjuk kepada pemikiran yang mendasari Kejadian
2:7, di mana manusia dianggap terdiri atas tubuh tanpa roh (baik dalam bahasa
Ibrani maupun dalam bahasa Yunani kata yang dipakai untuk “roh” dapat diartikan
“napas maupun roh). Ada hubungan antara keduanya; apabila keduanya dipisahkan,
hasilnya adalah kematian. Di sini roh mungkin lebih ditafsirkan sebagai napas
yang memberi kehidupan, umpamanya tubuh akan mati kalau tanpa napas, atau
seperti tubuh mati jika tidak ada napas di dalamnya, dan setiap orang yang
tidak bernapas adalah mati.
Jadi jika orang tidak melakukan
perbuatan-perbuatan baik, iman orang itu tidak berguna, atau jadi jika
seseorang berkata, aku percaya kepada Allah, tetapi tidak melakukan
perbuatan-perbuatan baik, dia tidak sungguh-sungguh
percaya.
Berdasarkan uraian di atas tentang eksposisi Yakobus
2:14-26, maka penulis akan memaparkan relasi iman dan perbuatan dalam Konteks
Keselamatan, seperti berikut ini:
Iman Sejati Dipraktekkan dalam
Perbuatan
Tidak ada gunanya kalau seseorang mempunyai iman yang tidak
disertai perbuatan. Iman itu sendiri tidak dapat menyelamatkan atau dengan kata
lain iman itu tidak akan diteima Allah. Iman itu tidak menyelamatkan dirinya
dan karena itu tidak berguna. Tetapi istilah “perbuatan” ini jangan
diartikan sama dengan pengertian yang biasa terdapat dalam surat-surat Paulus
yaitu menaati peraturan hukum Musa. Disini yang dimaksud adalah
perbuatan-perbuatan baik seperti belas kasihan (ay 13) dan pemberian sedekah
kepada orang miskin yang berkekurangan (ay 15 dan 16); Perbuatan iman hasil
moral dari kesalehan sejati dan khususnya perbuatan kasih. Iman yang tidak
disertai dengan perbuatan adalah iman yang palsu. Hanya iman palsu yang tidak
dapat menghasilkan perbuatan dan tidak mampu menyelamatkan.
Perbuatan bukan sesuatu yang ditambahkan pada iman –
keduanya harus ada bersama-sama. Penulis tidak bermaksud untuk membedakan
antara iman dan perbuatan; yang dibedakan adalah antara iman yang disertai
perbuatan dan iman yang tidak disertai perbuatan. Bagi Yakobus iman harus
disertai oleh perbuatan. Yang satu tidak dapat ada tanpa yang lain, sebab iman
yang tanpa perbuatan adalah mati.
Iman yang tanpa perbuatan bukan saja tidak berguna bagi diri
orang yang bersangkutan, juga tidak bermafaat bagi orang yang membutuhkan
bantuan. Orang hidup dalam kekurangan yang disebutkan dalam ayat 15 dan
16 sangat mungkin mereka adalah saudara dan saudari seiman
Iman dan Perbuatan Tidak dapat
Dipisahkan
Ada orang yang bersandar kepada imannya dan ada pula yang
bersandar kepada perbuatannya, keduanya tidak benar. Yakobus membantah dan
mengatakan bahwa iman yang tidak ditunjukkan dengan perbuatan sama dengan iman
yang dimiliki setan-setan (Yak. 2:19). Iman itu adalah pemikiran umum
yang intelektual dan iman itu dapat digabungkan dengan kejahatan. Sama
seperti setan-setan …percaya dan melanjutkan
kekejiannya, demikian pula engkau pun dapat percaya dan melanjutkan dosamu.
Yang menjadi masalah bukan isi iman yang salah, melainkan iman itu tidak
disertai perbuatan baik.
Orang yang bersandar kepada imannya dan ada pula yang
bersandar kepada perbuatannya, keduanya tidak benar. Tidak mungkin orang
mengasihi Allah dan sesamanya (perbuatan) tanpa iman. Dan tidak mungkin orang mengaku
beriman tanpa mengasihi Allah dan sesamanya.
Tidak ada gunanya mengaku percaya pada Yesus Kristus, tetapi
tidak melakukan perbuatan-perbuatan baik, atau jika engkau tidak melakukan
perbuatan-perbuatan baik, maka tidak ada gunanya engkau mengaku percaya kepada
Yesus Kristus.
Iman Sejati Dibuktikan melalui
Perbuatan
Perlu harus disadari bahwa harus ada iman dahulu, baru
sesudah itu perbuatannya. Perbuatan-perbuatan adalah buah yang dengan
sendirinya tumbuh dari iman itu. Perbuatan-perbuatan harus ada, namun bukan
sebagai syarat yang mutlak ditambahkan untuk memperoleh keselamatan karena
Allah telah menyelamatkan bukan karena perbuatan baik yang dilakukan, tetapi karena rahmatNya.
Iman harus ditunjukkan melalui perbuatan-perbuatan sehingga
iman itu menjadi hidup bukannya mati. “Segala sesuatu yang tidak berdasarkan
iman, adalah dosa,” demikian tulisan Rasul Paulus dalam Roma 14:23. Sedangkan
dasar iman itu sendiri adalah Kristus. Perbuatan baik adalah tanda bahwa kita
telah diselamatkan.
Iman disempurnakan dengan perbuatan-perbuatan. Artinya
iman membantu perbuatan terlaksana dalam kehidupan; Iman tidak dapat dikatakan
“sejati” (sempurna) tanpa perbuatan yang nyata. Jika tidak ada
perbuatan-perbuatan yang membuktikan iman yang diakuinya, itu berarti bahwa
sebanarnya tidak ada iman yang hidup di dalam dirinya.
Variabel
Harus diakui bahwa dalam suatu penelitian harus terukur dan
bisa dijelaskan. Karena itu, sebelum menguraikan variabel-variabel dianggap
perlu untuk membahas terlebih dahulu tentang pengertian variable tersebut:
Istilah variable merupakan istilah yang tidak pernah
ketinggalan dalam setiap jenis penelitian. Menurut Suharsimi Arikunto, variable
adalah sebuah konsep.[53]
Sedangkan menurut Sutrisno Hadi, mendefinisikan variable adalah sebuah gejala
yang bervariasi.[54]
Jadi variable adalah obyek penelitian yang bervariasi.
Dari pengertian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa
yang dimaksud dengan variable adalah suatu konsep yang dilakukan dengan sadar
dalam suatu obyek penelitian.
Dalam penelitian ini didasarkan
pada diskriptif korelasional kuantitatif. Ada tiga variable yang akan diteliti
yang sesuai dengan masalahnya, yaitu:
1.
Variabel bebas (X1)
: Pengajaran Paulus mengenai iman dalam
Efesus 2:8-10
2.
Variabel bebas (X2)
: Pengajaran Yakobus mengenai Iman Perbuatan
3.
Variable terikat (Y)
: Pertumbuhan rohani
Berdasarkan kajian teori yang telah dibahas, maka dianggap
perlu untuk membahas tiga variable yang berkaitan dengan judul Tesis yaitu:
Pembenaran oleh iman menurut Paulus dalam konteks Efesus 2:8-10, pembenaran
iman perbuatan menurut Yakobus, dan pertumbuhan rohani jemaat.
Pertama, Pembenaran yang dimaksud dalam
konteks ini adalah tindakan benar yang didaulat oleh Allah. Pertama,
kedudukan manusia dijadikan benar dan kedua, Allah menyatakan keadilan. Paulus
adalah seorang pemberani, tegas dan tidak kompromi dengan hal-hal yang tidak
memiliki dasar yang kuat dalam firman Allah. Karena itu secara terang-terangan
ia mendeklarasikan bahwa pembenaran merupakan tindakan Allah secara aktif dalam
kehidupan orang yang tidak benar, menjadi benar melalui iman kepada Kristus
Yesus. Ia yang mulia, rela merendahkan diri dalam rupa manusia (inkarnasi),
menderita, mati menanggung hukuman dosa dan bangkit pada hari yang ketiga,
sebagai pertanda bahwa Ia menang atas kuasa iblis. Inilah makna Injil bagi
orang beriman. Tanpa kematian dan kebangkitan Kristus maka sia-sia iman
Kristen.
Alkitab mencatat
bahwa tidak seorangpun yang mendapat pembenaran dengan perbuatan-perbuatan
baik/kebajikan (Ef. 2:8-10). Sebab jika demikian, maka orang yang kaya
(beruntung secara materi) akan meremehkan nilai moral dan dedikasi kepada
Kristus. Perbuatan baik adalah penting dalam kehidupan orang Kristen sebagai
buah ketaatan kepada Tuhan, tetapi bukanlah yang terutama dengan lain pẻrkataan
perbuatan baik atau amal tidak berbahagian dalam keselamatan jiwa seseorang.
Orang yang bẻriman kepada Kristus secara serius dalam hidupnya akan tercermin
atau nampak perbuatan baik, kebajikan yang memiliki manfaat bagi sesama, tetapi
orang yang selalu berbuat baik belum tentu memiliki iman kepada Kristus. Itulah
sebabnya rasul Paulus menjadikan iman sebagai sarana yang mutlak untuk
memperoleh pembenaran.
Kedua,
Relasi
antara Iman Perbuatan menurut Yakobus. Yakobus menghadapi tantangan berbeda dengan Paulus. Paulus
berjuang melawan konsep para rabi Yahudi tentang keselamatan yang diperoleh perbuatan
berdasarkan hukum taurat. Yakobus berhadapan dengan (a) Orang
Kristen Yahudi yang memandang muka dan berpeluk tangan terhadap kebutuhan
saudara seiman yang miskin. Yakobus ingin mendesak mereka bertindak. (b) Orang
Kristen yang hanya bersandar pada iman tanpa perbutan. Oleh karena itu,
yang dimaksud perbuatan oleh
Yakobus bukanlah perbuatan menurut pemahaman Yahudi yaitu sarana untuk
memperoleh keselamatan, namun perbuatan iman hasil moral dari
kesalehan sejati dan khususnya perbuatan kasih. Sedangkan pekerjaan atau usaha
yang dimaksud Paulus adalah usaha menaati hukum taurat sebagai yang olehnya
mereka (yudaisme) diselamatkan.
Ketiga, Pertumbuhan rohani jemaat GPIBI
Antiokhia Bogor. Variable ini (Y) adalah dampak dari variable X1 dan
X2. Pertumbuhan rohani jemaat dipengaruhi oleh pengertian jemaat
tentang pembenaran yang telah dilakukan Allah kepada Jemaat pada waktu menerima
Yesus Kristus sebagai Tuhan dan Juruselamat pribadi. Selanjutnya kehidupan yang
telah diselamatkan karena iman, harus menjadi hidup dalam perbuatan nyata
sehari-hari. Hal inilah yang menjadi penekanan Yakobus.
Kerangka
Berpikir
Kerangka berpikir dalam penelitian untuk merumuskan
hipotesis:

Keterangan variable:
X1 Korelasi
pengajaran Paulus mengenai iman terhadap pertumbuhan rohani
X2 Korelasi
pengajaran Yakobus mengenai iman terhadap pertumbuhan rohani
Y adalah dampak dari X1 dan X2 (artinya Y
dipengaruhi oleh variable X).
Hipotesa
Istilah Hipotesa
berasal dari dua kata yaitu “Hypo”
yang artinya “Di bawah” dan “thesa”
artinya “kebenaran. Jadi, hipotesis kemudian
disesuaikan dengan Ejaan bahasa Indonesia menjadi hipotesa. Menurut Drs. Sutrisno Hadi, M.A, mengatakan
bahwa “Hipotesa adalah jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan
penelitian sampai dapat di uji melalui data yang terkumpul.”[55]
Jadi definisi hipotesa adalah dugaan sememtara atau jawaban sementara mengenai
permasalahan yang diteliti dilapangan
yang masih perlu diuji apakah hipotesis
diterima atau ditolak.
Hipotesis
dilahirkan dari suatu kajian teori secara mendalam.[56] Hipotesa
adalah “Jawaban sementara terhadap permasalahan yang sedang diteliti. Hipotesa
merupakan sasaran penelitian ilmiah karena hipotesa adalah instrument kerja
dari suatu teori dan bersifat spesifik yang siap diuji secara emperis.”[57] Hipotesis diterima secara sementara sebagai suatu
kebenaran sebagaimana adanya pada saat fenomena dikenal dan menjadi dasar kerja
dalam verifikasi.[58] Hipotesa adalah dugaan sementara
atau pra duga awal.[59]
Dengan memperhatikan kerangka
berpikir dari diagram di atas, maka dapat meramu hipotesa yaitu: Pertama, diduga ada korelasi yang
positif dan signifikan antara pengajaran Paulus mengenai pembenaran oleh iman
terhadap pertumbuhan rohani (X1-Y).
Kedua, diduga ada korelasi yang
positif dan signifikan antara pengajaran Yakobus mengenai iman perbuatan
terhadap pertumbuhan rohani (X2-Y).
Untuk mengetahui
sejauh mana dampat antara ketiga variable tersebut, penulis akan melakukan
penghitungan dari jawaban responden atas angket yang disebarkan kepada jemaat
GPIBI Antiokhia Bogor.
Jawaban setiap
angket yang dikembalikan, akan ditrasnfer ke dalam program computer SPSS 16.
Dari hasil penghitungan tersebut penulis mengkorelasikan. Dan korelasi tersbut
mendapat hasil yakni dampak yang ditemukan antara pengajaran Paulus mengenai
pembenaran oleh iman dan pengajaran Yakobus mengenai iman perbuatan terhadap
pertumbuhan rohani jemaat GPIBI Antiokhia Bogor.
[1]Muner Daliman, Tesis: Studi Korelasi Antara Mendengar Berita
tentang Kerajaan Allah dengan Pertumbuhan Rohani dan Pelayanan Hamba Tuhan di
Kecamatan Mempawah Hulu Kabupaten Landak Kalimantan Barat, (Yogyakarta: STT
Kadesi, 2011), 92
[2] Robby I. Chandra, Panduan bagi Aktivitas dan Pejabat Gerejawi,
(Jakarta: Binawarga, PGI, 1996), 11
[4] J.M. Nainggolan, Strategi Pendidikan Agama Kristen, (Bandung:
Generasi Info Media, 2008), 7-8
[5] Ibid., 11
[6] Jay Kesler, “Bersaksi,” dalam Penerapan Praktis Pola Hidup Kristen, (Malang:
Gandum Mas, 1989), 1003
[7]Harun Hadiwijono, Iman Kristen (Jakarta: BPK, Gunung
Mulia, 1999), 407.
[8]George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru, Pen., Urbanus
Selan, dan Henny Lantang, Peny., Soemintro, dan Ridwan Sutedja, (Bandung:
Yayasan Kalam Hidup, 2002), 2:189.
[9]Carlres C. Ryrie, Teologi Dasar, Peny., Efi (Yogyakarta:
Yayasan ANDI, 2002), 2:46.
[10] V. Taylor, The
Names of Jesus, Taylor memberikan statistic tentang penggunaan kyrios oleh Paulus
[11]James d. Tabor, Two Burials of Jesus of Nazareth and The
Talpiot Yeshua Tamb,
[12] William Barkelay, ”Lukas,” dalam
Pemahaman Alkitab Setiap Hari, (Jakarta:
BPK. Gunung Mulia, 2000), 152
[13] Ibid., 219.
[14]R.C. Sproul, Kebenaran-kebenaran Dasar Iman Kristen, pen., Rahmiati Tanudjaja
(Malang: Seminary Alkitab Asia Tenggara, 1998), 245.
[15]Erroll Hullse, Darah
dan Api Kaum Puritan, Pen., Marianus T. Waang dan Yusuf A. Lifire, Peny.,
Yusuf A. Lefire (Jakarta: Delima, 2002), 91
[16] James Strong’s, The New Complete Dictionary of Bible Words (Nashville:
Tennessee Published, 1996), 497
[17] John Josep Owens, “qdX,” dalam Analetical Key to The Old Testament (Grand
Rapind, Michigan: Baker Book House, 1918), 1:842
[18] Louis Berkhof, Teologi Sistematika, Pen., Yudha
Thianto, Peny., Sudjipto Subeno (Surabaya: Momentum, 2002), 4:217
[19]Dave Hagelberg, Tafsiran Roma dari Bahasa Yunani
(Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2000, 75.
[20]George Eldon Ladd, Teologi Perjanjian Baru, pen., Urbanus
Selan dan Henny Lantang, peny., Soemitro dan Ridwan Sutedja (Bandung: Yayasan
Kalam Hidup, 2002), 2:186.
[21]Louis Berkhof, Teologi Sistematika, Pen., Yudha
Thianto, Peny., Sudjipto Subeno, (Surabaya: Momentum, 2002), 4:218-20
[22]James Strong’s, The New Complete Dictionary of Bible Words, (Nashville:
Tennesse Published, 1996), 604
[23]Ladd, Theologi, 2:189.
[24]Paul Enns, The Moody Handbook of Theologi, pen., Rahmiati Tanudjaja, peny.,
Nicholas Kurniawan, Sri Lestarini, dan Elisabet Yuliasari (Malang: Seminar
Alkitab Asia Tenggara, 2003), 1:131.
[25]Hasan Sutanto, “Kharizomai” dalam
PerjanjianBaru Interlinear Yunani-
Indonesia dan Konkordansi PB (Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2004),
2:809.
[26] Dave Hagelberg, Tafsiran Roma dari Bahasa Yunani, (Bandung:
Yayasan Kalam Hidup, 2000), 26.
[27] Ibid., 26
[28] Ibid., 26-27.
[29] Packer, “Benar, Pembenaran,”
dalam Ensiklopedia Alkitab Masa Kini, Pen.,
M.H. Simanungkalit, dan H.A. Oppusunggu, Peny., J. D. Dounglas, (Jakarta:
Yayasan Komunikasi Bina Kasih, 1994), 1:171-74
[30] Ladd, Teologi, 2:200.
[31] Petrus Maryono, Catatan Kuliah,
Eksposisi Roma Ibrani, sem. V , 2003.
[32] R. C. Sproul, Kebenaran-kebenaran Dasar Iman Kristen,
Pen., Rahmiati Tanudjaja, (Malang: Seminary Alkitab Asia Tenggara, 1998), 251-52.
[33] G. Raymond Carlson, Surat Roma (Malang: Yayasan Gandum Mas,
2002), 40.
[34] Tom Jacobs, Paulus: Hidup, Karya dan Teologinya, pen., kanisius (Jakarta: BPK
Gunung Mulia, 1993), 172
[35]Douglas J. Moo, The Letter of James, (Grand
Rapids: Wm. B. Eerdman, 1985), 118
[36]Hasan Susanto, Yakobus: Berita yang Patut Didengar,
(Malang: SAAT, 2006), 205
[38]Carles C. Ryrie,
”Yakobus,”, dalam Tafsiran Alkitab
Wycliffe, Peny., Charles F. Pfeifer dan Everent F. Harrison (Malang: Gandum
Mas, 2001), 978
[39] Ibid.
[40] Ibid.
[41] J. J. W. Gurning, 30
[46] Hasan Susanto, Yakobus, 266
[47] Ibid.
[48] Wicflife, “Roma,” 979
[49] Doren, Kupasan , 54
[50] Wicklife, Yakobus,
[51] Hasan Susanto, Surat Yakobus, 267
[52] Ibid., 268
[53]Suharsimi Arikunto, Prosedure Penelitian (Jakarta: Rineka
Cipta, 2006), 116
[54] Sutrisna Hadi, Metodologi Penelitian Research (Yogyakarta:
Yayasan ANDI, 1989), 61
[55]Sutrisno Hadi, Metodolog Researh, (Yogyakarta: ANDI,
1989), 63
[56]Saur
Hasugian, Disertasi: Implementasi Garam
dan Terang Dunia dalam Masyarakat Majemuk Pada Pelayanan Pegawai Dirjen Bimas
Kristen Seluruh Indonesia, (Semarang: STBI, 2011) 74
[58]Bambang
Sriyanto, Implikasi Misi Gembala Sidang
Gereja Baptis Indonesia di Gabungan Gereja Baptis Indonesia Badan Pengurus
Daerah Semarang (Disertasi, STBI, 2005), 55
[59] Petrus Maryono, Catatan Kuliah: Metode Research, STTII Jakarta, 2003
PASAL 3
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penilitian sangat menunjang dalam mengukur
tingkat keakuratan sebuah informasi yang diamati. Sejauh mana dampak
pengajaran Paulus dan Yakobus mengenai pembenaran oleh iman terhadap
pertumbuhan rohani jemaat GPIBI Antiokhia Bogor. Karena
itu, sebuah riset harus melalui proses sebagai berikut:
Ruang Lingkup
Pasal ini merupakan bagian penelitian lapangan yang bertujuan untuk
memberikan bukti-bukti secara faktual dan aktual dari suatu masalah yang
terjadi. Penelitian merupakan langkah penting untuk mendukung kebenaran, karena
dengan penelitian, pengetahuan akan lebih maju. Penelitian adalah terjemahan
dari kata Inggris “Research” yang berasal dari kata “re” yang berarti “kembali“
dan “to search” yang berarti “ mencari. Jadi, Research berarti “mencari
kembali.” Prof. Dr. Suharsimi Arikunto, mengatakan bahwa:
Tanpa adanya penelitian, pengetahuan tidak akan bertambah maju, padahal
pengetahuan adalah semua tindakan dan usaha. Jadi, penelitian sebagai dasar
untuk meningkatkan pengetahuan , harus diadakan agar meningkat pula pencapaian
usaha-usaha manusia.[38]
Pengetahuan perlu diselaraskan dengan penelitian, sehingga pengetahuan akan
menjadi sesuatu yang bernilai, karena ada buktinya. Selain itu, penelitian
meningkatkan keberhasilan usaha-usaha manusia. Masri Singarimbun mengatakan
bahwa:
Hal yang sangat penting bagi seorang peneliti ialah adanya minat untuk
mengetahui masalah sosial atau fenomena tertentu. Minat tersebut dapat timbul
dan berkembang karena rangsangan bacaan, diskusi, seminar atau pengamatan.[39]
Dalam melakukan proses penelitian diperlukan
ketelitian dan kecermatan guna mendapat hasil yang memuaskan. Moh. Nazir, Ph.
D, mengemukakan bahwa: “penelitian adalah suatu penyelidikan yang
terorganisir.”[40]
Terorganisir yang dimaksud adalah tersusun dan terarah.
Dalam penelitian ini, akan dikonsentrasikan
pada Jemaat Gereja Perhimpunan Injili Baptis Indonesia Jemaat Antiokhia Bogor,
khususnya kepada jemaat dewasa yang berjumlah 30 orang.
Proses
berlangsungnya penelitian ini, tentu diamati selama 1 tahun terakhir. Selama
penulis selaku sekaligus sebagai gembala dalam jangka waktu 6 tahun telah
mengamati tingkat pertumbuhan jemaat. Dalam kesempatan melalui karya ilmiah
ini, penulis bertujuan membuktikan bahwa pengajaran Paulus dan Yakobus
berdampam pada pertumbuhan rohani jemaat.
Metode Pengumpulan Data
Penelitian ini
menggunakan metode deskripsi, yaitu suatu metode dalam meneliti suatu kelompok
manusia, suatu obyek, sustu kondisi, suatu system pemikiran, ataupun suatu
kelas peristiwa pada masa sekarang untuk membuat deskripsi, gambaran atau
lukisan yang sistematis, factual dan akurat yang mengenai fakta-fakta,
sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Selain menggunakan metode deskripsi, juga
disertai dengan pendekatan kuantitatif. Disebut kuantitatif karena data yang
diperoleh berdasarkan jumlah obyek atau responden yang diteliti, dapat dihitung
sesuai dengan rumus yang sudah ditentukan. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa, penggunaan metode dalam penelitian ini adalah deskripsi kuantitatif.
Pengumpulan data
penelitian ini dilakukan dengan cara penelitian
lapangan, yaitu terjun langsung ke lokasi penelitian untuk mendapatkan
data-data yang dibutuhkan berdasarkan hal yang diteliti, yakni korelasi pengajaran
Paulus dan Yakobus terhadap pertumbuhan rohani jemaat. Penelitian lapangan
dilakukan dengan cara penyebaran angket kepada semua jemaat yang ada dan yang
bersedia.
Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah
wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek atau subyek yang mempunyai
kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya.
Jadi populasi
bukan hanya orang tetapi juga obyek dan benda-benda alam lain. Populasi juga
bukan sekedar jumlah yang ada pada obyek atau subyek yang dipelajari, tetapi
meliputi seluruh karakteristik atau sifat yang dimiliki oleh subyek atau obyek
itu. Hal ini berarti populasi merupakan totalitas semua kasus, kejadian orang,
hal, dan lain-lain yang ingin diteliti.
Populasi
penelitian sesuai dengan judul Tesis yang telah dikemukakan adalah Jemaat GPIBI
Antiokhia yang terdiri dari 30 orang.
Dengan harapan hal ini dapat memberikan sumbangsi
untuk keakuratan penelitian ini. Sampel adalah sebagian dari obyek atau individu-individu yang
mewakili suatu populasi.”[41]
Jadi, populasi sifatnya banyak, sedangkan sampel mewakili dari populasi itu
sendiri. Sumanto juga berpendapat yang sama bahwa: “Populasi mempunyai
sekurang-kurangnya satu karaktaristik yang membedakan populasi dengan kelompok-kelompok lain. Sedangkan
sampel adalah sebagian obyek atau individu yang mewakili suatu populasi.”[42]
Mengenai sampel
dalam penelitian ini, sebagai pedoman umum yang perlu dimengerti bahwa, jika
populasi yang diteliti mencapai 100, maka sampelnya menjadi 100%, jika
populasinya 101-1000, maka sampelnya menjadi 10%, jika populasinya 1001-5000,
maka sampelnya menjadi 5%, jika populasinya 5001 dan 10,000, maka sampelnya
menjadi 1%.
Dengan demikian,
berdasarkan populasi penelitian yang hanya berjumlah 30 orang, dimana jumlah
populasi di bawah dari 100, maka sampelnya menjadi 100%. Karena populasi dalam
penelitian ini dalam jumlah yang kecil, maka semua populasi penelitian
dijadikan sampel, dan sampel penelitian inilah yang disebut “responden” yaitu
seluruh jemaat dewasa GPIBI Antiokhia Bogor di tempat penelitian.
Paradigma Penelitian
Penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan metode deskripsi kuantitatif dengan teknik
korelasi yang menghubungkan tiga variable, yaitu variable bebas dan variable
terikat. Variable bebas dapat dikatakan sebagai variable yang mempengaruhi atau
yang menjadi sebab perubahan atau timbulnya variable terikat. Variable bebas
dalam penelitian ini adalah: Pengajaran Paulus mengenai pembenaran oleh iman
dan Pengajaran Yakobus mengenai iman perbuatan.
Penelitian
korelasi adalah suatu penelitian yang melibatkan tindakan pengumpulan data guna
menentukan apakah ada hubungan dan tingkat hubungan antara tiga variable atau
lebih. Adanya hubungan dan tingkat variable sangat penting, karena dengan
mengetahui tingkat hubungan yang ada, peneliti akan dapat mengembangkannya
sesuai dengan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian korelasional adalah
untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu factor berkaitan dengan
variasi-variasi pada satu atau lebih factor lain berdasarkan pada koefesien
korelasi.[43]
Disain penelitian korelasi antara variable X1, X2, dan Y sebagai berikut:
Gambar
|
![]() |
Keterangan:
X1 :
Pengajaran Paulus mengenai Pembenaran oleh iman
Y :
Pertumbuhan rohani
R :
Hubungan variable bebas (X) terhadap variable terikat (Y)
Gambar
|
![]() |
X1 :
Pengajaran Paulus mengenai Pembenaran oleh iman
Y :
Pertumbuhan rohani
R :
Hubungan variable bebas (X) terhadap variable terikat (Y)
Teknik Pengambilan Data
Teknik
pengambilan data dalam penelitian ini menggunakan angket atau kuisioner. Jenis
angket yang digunakan adalah angket tertutup. Angket tertutup merupakan
sekumpulan pernyataan dimana peneliti telah menyiapkan pilihan jawaban,
sehingga responden hanya memilih option yang telah disediakan. Adapun ringkasan
dari teknik pengambilan data dapat dilihat pada table berikut ini:
Tabel
Teknik
Pengumpulan Data
No
|
Variable
|
Skala Pengukuran
|
Rentang Skor
|
Skala
Data
|
Sumber
Data
|
Unit
Analisis
|
1
|
Pengajaran Paulus
Mengenai Pembenaran oleh Iman (X-1)
|
Likert
|
1-5
|
Interval
|
Jemaat
|
Jemaat
|
2
|
Pengajaran Yakobus
Mengenai Iman Perbuatan (X-2)
|
Likert
|
1-5
|
Interval
|
Jemaat
|
Jemaat
|
3
|
Pertumbuhan
Rohani (Y)
|
Likert
|
1-5
|
Interval
|
Jemaat
|
Jemaat
|
Intrumen
Penelitian
Instrumen
adalah suatu alat pengukur pengetahuan, ketrampilan, perasaan,
kecerdasan atau sikap individu dan kelompok. Instrument dapat berupa tes,
angket, wawancara dan sebagainya.[44]
Instrumen sangat penting dalam suatu penelitian, hal tersebut dikarenakan
instrument sebagai alat pengumpulan data yang digunakan untuk menjawab hipotesa
penelitian. Untuk itu, suatu instrumen harus memenuhi syarat-syarat tertentu,
yaitu valid dan reliable.
Intrumen yang
digunakan untuk variable pengajaran Paulus mengenai pembenaran oleh iman,
mengacu pada model likert, yaitu suatu skala spikometrik yang umum digunakan
dalam kuisioner, dan merupakan skala yang paling banyak digunakan dalam survey.
Nama skala ini diambil dari nama Rensis Likert, yang menerbitkan suatu laporan
yang menjelaskan penggunaannya. Sewaktu menanggapi pertanyaan dalam skala
Likert, responden menentukan tingkat persetujuan mereka terhadap suatu
pernyataan dengan memilih salah satu dari pilihan yang tersedia. Biasanya
disediakan lima pilihan skala dengan format seperti: sangat tidak setuju, tidak
setuju, netral (ragu-ragu), setuju, dan sangat setuju.[45]
Sementara
pengukuran tingkat penilaian dengan skor 1 (satu) sampai 5 (lima). Pemberian
bobot pada setiap option pada angket ditentukan dengan cara pernyataan positif
diberi nilai 5 (lima) sampai 1 (satu) dan pernyataan negative diberi nilai
mulai dari 1 (satu) sampai 5 (lima), seperti yang tergambar dalam table
berikut:
Table
Pembobotan
Option Jawaban pada Instrumen
Alternative Jawaban
|
Butir-butir
Pertanyaan
|
|
Positif
|
Negatif
|
|
Sangat setuju
|
5
|
1
|
Setuju
|
4
|
2
|
Ragu-ragu
|
3
|
3
|
Tidak setuju
|
2
|
4
|
Sangat Tidak Setuju
|
1
|
5
|
Instrument
sebagai alat untuk mendapatkan data yang harus memenuhi syarat-syarat tertentu,
yaitu sahih (valid) dan handal (reliabel). Sugiono, menyatakan bahwa
validitas suatu instrument berkenaan dengan apakah suatu instrument benar-benar
mengukur apa yang hendak diukur.[46]
Dengan demikian suatu instrument dapat dikatakan valid apabila dapat mengukur
apa yang dapat diukur. Instrument valid apabila memiliki koefisien validitas
yang rendah. Dalam penelitian ini dilakuak validitas yang meliputi validitas
konstruksi (contruct validity), dan validitas item.
Validitas
kontruksi berkenaan dengan berapa jauh butir-butir pernyataan dapat mengukur
apa yang benar-benar diukur sesuai dengan konstruk atau konsep khusus atau definisi konseptual yang
ditetapkan. Untuk menentukan validitas ini dengan melakukan telaah teoritis
terhadap suatu konsep dari variable yang akan diukur, dimulai dari perumusan
konstruk, penentuan dimensi, dan indicator sampai dengan penjabaran dan
penulisan item-item intrumen. Pengujian validitas ini dilakukan melalui
justifikasi pakar atau yang menguasai substansi dari variable yang akan diukur.
Sedangkan
validitas item adalah suatu instrument ditentukan berdasarkan data hasil ukur
instrument yang bersangkutan, baik melalui uji coba atau melalui tes yang
sesungguhnya. Validitas ini diartikan sebagai validitas yang ditentukan berdasarkan
koefisien validitasnya dengan skor tatalnya.
Instrumen
Perngajaran Paulus mengenai Pembernaran oleh Iman
Defenisi kopseptual. Konsep pembenaran berhungan dengan posisi
legal manusia di hadapan Allah. Seseorang yang telah meneriman Yesus Kristus
sebagai Tuhan dan Juru selamat secara pribadi, telah dilimpahkan kebenaran
kepadanya, sehingga ia benar secara hukum Kerajaan Allah. Allah bertindak secara
aktif dalam menyatakan benar pada setiap orang yang percaya kepada Yesus
Kristus. Manusia telah gagal dalam hubungan persekutuan dengan Allah di taman
Eden, sehingga manusia harus dipulihkan dan diberi posisi benar. Hanya
pengorbanan Kristus yang dapat menebus dan melunasi hutang dosa manusia.
Hidup yang telah
dibenarkan tersebut oleh Yakobus menegaskan supaya memiliki iman perbuatan
yaitu iman yang hidup, dinamis dalam konteks masyarakat, gereja, dan lingkungan
dimana berada.
Keseimbangan
antara iman yang menyelamatkan dengan perbuatan baik karena telah diselamatkan
oleh iman.
Defenisi operasional. Pembenaran hanya
permulaan dari perubahan moral manusia beriman.[47]
Namun kebenaran selalu didahului kelahiran baru (regenerasi) dan diikuti persekutuan di dalam Kristus (union with Christ) dan selanjutnya
adalah proses penyucian.
Pembenaran
menyingkirkan kesalahan karena dosa dan memperbaharui sehingga semakin lama,
semakin sesuai dengan teladan Tuhan. Pembenaran juga merupakan suatu tindakan
deklaratif.[48]
Kisi-kisi instrument pengajaran Paulus
mengenai pembenaran oleh iman. Berikut dibawah ini dapat diperhatikan
kisi-kisi dari variable X-1 (pengajaran Paulus).
Table
Kisi-kisi
Instrumen Variabel X-1
Pengajaran
Paulus mengenai Pembenaran oleh Iman
No
|
Indikator
|
Nomor Butir
|
Jumlah
|
1
|
Yesus adalah Tuhan
|
1, 2, 3, 4
|
4
|
2
|
Yesus adalah Juru
Selamat
|
5, 6, 7, 8
|
4
|
3
|
Yesus adalah Manusia
Tanpa Dosa
|
9, 10, 11, 12
|
4
|
4
|
Latar Belakang
Budaya
|
13, 14
|
2
|
5
|
Eksposisi Efesus
2:8-10
|
15, 16, 17, 18, 19,
20, 21
|
7
|
6
|
Pembenaran Konteks
Perjanjian Lama
|
22, 23, 24, 25
|
4
|
7
|
Pembenaran Konteks
Perjanjian Baru
|
26, 27, 28, 29, 30
|
5
|
|
Jumlah
|
|
30
|
Instrumen
Pengajaran Yakobus mengenai Iman Perbuatan
Defenisi kopseptual. Penyataan
kebenaran yang sesunggunya menunjukkan bahwa iman bukan semata-mata ortodoksi
melainkan keyakinan yang mengarah kepada perbuatan yang benar dan nyata
sehingga jelas iman bekerja sama dengan perbuatan-perbuatan, dan oleh perbuatan
iman menjadi sempurna.
Defenisi operasional. Yakobus
berkonsentrasin pada perilaku-perilaku nyata dari kehidupan kekristenan
sehari-hari; dalam pengajarannya sama sekali tidak digoda oleh spekulasi dengan
mengajarkan jemaat di Yerusalem bahwa “keselamatan dapat diperoleh dengan
perbuatan baik.”
Iman harus
bekerja atau aktif; iman harus menghasilkan sesuatu; iman harus nyata. Iman
harus dibuktikan bukan hanya sebatas perkataan atau dihayati dalam pikiran.
Kisi-kisi instrumen pengajaran Yakobus
mengenai iman perbuatan. Berikut dibawah ini dapat diperhatikan kisi-kisi
dari variable X-2 (pengajaran Yakobus).
Table
Kisi-kisi Instrumen
Variabel X-2
Pengajaran
Yakobus Mengenai Iman Perbuatan (X2)
No
|
Indikator
|
Nomor Butir
|
Jumlah
|
1
|
Iman dan Prakteknya
|
1, 2, 3, 4, 5
|
5
|
2
|
Iman dan Perbuatan
tidak Dapat Dipisahkan
|
6, 7, 8, 9, 10
|
5
|
3
|
Iman dan Buktinya
|
11, 12, 13, 14, 15
|
5
|
4
|
Iman Sejati Dipraktekkan dalam Perbuatan
|
16, 17, 18, 19, 20
|
5
|
5
|
Iman dan Perbuatan
yang Sejati tidak Dapat Dipisahkan
|
21, 22, 23, 24, 25
|
5
|
6
|
Iman Sejati
Dibuktikan dalam Perbuatan
|
26, 27, 28, 29, 30
|
5
|
|
Jumlah
|
|
30
|
Instrumen Pertumbuhan
Rohani
Defenisi kopseptual.
[38]Suharsimi
Arikunto, Prosedur Penelitian (Jakarta:
PT Rineka Cipta, 2006), 4.
[39]
Masri Singarimbun, Psikologi Remaja,
(Bandung: Pusaka Setia, 2006),
28.
[40]
Mohamad Nazir, Metode Penelitian,
(Jakarta: Ghalia Indonesia, 2005),
13.
[41]
Mohamad Pabundu Tika, Metode Penelitian
Geografi (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 1997), 23.
[42]
Andreas B. Subagyo, Pengantar Riset
Kuantitatif dan Kualitatif (Bandung: Kalam Hidup, 2004), 192.
[43]
Alim Sumarno, “Penelitian Korelasi,”
dalam http://elearning
unese.ac.id
[44]
Sumanto, Metode Penelitian Sosial dan
Pendidikan (Yogyakarta: Andi Offset, 1995), 57.
[45]
Rensis Likert, “Likert,” dalam http://id.wikipedia.org/skala_likert
[46]
Sugiono, “Validitas,” 109
[47]
Chris Marantika, Doktrin Keselamatan dan
Kehidupan Rohani (Yogyakarta: Iman Press, 2002), 118.
[48]
Henry C. Thiessen, Theologi Sistematika, peny.,
Vernon D. Doerksen (Malang: Yayasan Gandum Mas, 1992), 422
PASAL
4
ANALISIS
DAN PEMBAHASAN
Pasal ini membahas
hasil penelitian yang meliputi deskripsi data variabel penelitian, pengujian
persyaratan analisis, pengujian hipotesis, pembahasan dan keterbatasan
penelitian.
Sebelum membahas
hasil penelitian terlebih dahulu dilakukan pre-test (ujicoba) kuesioner
terhadap 30 responden diluar sampel pada masing-masing variabel.
Pengambilan keputusan dari uji
kesahihan butir, sebagai berikut:
•
Jika r hasil positif (+), serta r hasil
> r tabel, butir pertanyaan valid.
• Jika r hasil tidak positif (-), serta r hasil
< r tabel, butir pertanyaan tidak valid.
Deskripsi Data Hasil Penelitian
Dalam penelitian
ini terdapat tiga variabel, yang terdiri dari dua variabel bebas dan satu
variabel terikat
-
Pengajaran Paulus mengenai pembenara oleh iman : X1
-
Pengajaran Yakobus mengenai iman perbuatan :
X2
-
Pertumbuhan rohani : Y
Daftar angket penelitian yang penulis
sampaikan kepada responden sebanyak 30 orang, kemudian diteliti, diedit, dan
dianalisis sesuai dengan pengolahan data sebagaimana yang telah dibahas pada
pasal 1
Angket penelitian
ini kemudian diberi skor sesuai dengan jawaban responden dan dijumlahkan.
Proses penelitian harus dilakukan secara hati-hati agar tidak mengalami
kekeliruan dalam merekapitulasi.
Hasil
rekapitulasi skor untuk masing-masing variabel ini selanjutnya menggunakan alat
bantu komputer program SPSS 16.0 for Windows. Rekapitulasi jumlah skor untuk
masing-masing variabel dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Pengujian
Persyaratan Analisis
Uji Normalitas Data
Explore



Kriteria: (Lihat Kolom
Kolmogorov-Smirnov)
- Jika Sig. > 0,05 maka data berdistribusi normal
- Jika Sig. < 0,05 maka data tidak berdistribusi normal
Explore



Explore



Regression X1 Thd Y






Pengujian Hipotesis dan Pembahasan
1. Tabel
Descriptive Statistics dapat dibaca sebagai berikut:
ü
Rata-rata Pertumbuhan Rohani = 118,67
ü
Rata-rata Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran
oleh
Iman = 114,67
ü Standar Deviasi Pertumbuhan Rohani = 6,093
ü Standar Deviasi Pengajaran Paulus Mengenai
Pembenaran
oleh Iman = 6,820
2.
Tabel
Correlation
ü Korelasi Pearson (Pearson Correlation) =
0,627
Nilai 0,627 merupakan nilai r hitung. Angka ini menunjukkan korelasi
atau hubungan yang kuat antara Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman
dan Pertumbuhan Rohani sebessar 62,7%., artinya jika Pengajaran Paulus Mengenai
Pembenaran oleh Imannya meningkat maka Pertumbuhan Rohaninya tentu bertambah.
ü
Sig (2-tailed) atau probabilitas = 0,000
Uji
dilakukan 2 tailed (2 sisi) karena yang akan dicari adalah ada atau
tidaknya hubungan dua variabel.
Hipotesis:
Ho
: Tidak ada hubungan (korelasi) antara dua variabel
Hi
: Ada hubungan (korelasi) antara dua variabel
Dasar Pengambilan Keputusan:
·
Jika probabilitasnya > 0,05 maka Ho
diterima
·
Jika probabilitasnya < 0,05 maka Ho
ditolak
Oleh
karena signifikannya < 0,05 maka Ho
ditolak, berarti ada hubungan antara variabel X dan Y.
ü
N atau jumlah yang dianalisis = 30
3. Tabel
Variables Entered/Removed
a. Variables Entered (variabel yang masuk persamaan). Variabel
prediktor yang dimasukkan berdasarkan kriteria Use Probability of F Entry
0,05 dan Removal 0,01. Dapat
dilihat bahwa variabel Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman
masuk dalam persamaan karena memenuhi Kriteria.
b. Variables Removed (variabel yang dikeluarkan dalam
persamaan). Dapat dilihat tidak ada variable prediktor yang dikeluarkan.
c. Method (metode) merupakan pilihan metode yang digunakan
dalam hal ini digunakan metode enter.
4. Tabel
Model Summary
Ø R disebut juga dengan koefisien korelasi.
Dapat dibaca bahwa nilai koefisien korelasi antara variabel Pengajaran
Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman (X) terhadap Pertumbuhan
Rohani (Y) adalah 0,627, berarti hubungan antara Pengajaran Paulus Mengenai
Pembenaran oleh Iman dengan Pertumbuhan Rohani
adalah sebesar 62,70%.
Ø R Square disebut koefisien determinasi.
Dari tabel dapat dibaca bahwa nilai R square (R2) adalah 0,393,
artinya 39,30% variasi yang terjadi terhadap tinggi atau rendahnya Pertumbuhan
Rohani disebabkan variasi Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman,
sedangkan sisanya (60,70 %) tidak dapat diterangkan.
Ø Adjusted R square merupakan nilai R2
yang disesuaikan sehingga gambarannya lebih mendekati mutu penjajakan
model dalam populasi.
Adjusted
R2 = 1 – (1 – R2)


Dimana:
n = jumlah sampel
k = jumlah parameter
Adjusted R2 = 1 – (1 – 0,393)
= 0,371

Ø
Std. Error of the Estimation merupakan kesalahan
standar dari penaksiran dan bernilai 4,833
5. Tabel
Anova
Tabel ini menampilkan Fhitung. Uji F
berguna untuk menentukan apakah model penaksiran yang digunakan tepat atau
tidak.
Model persamaan yang digunakan adalah model linear Ŷ
= a + bX
Untuk menguji apakah model linear Ŷ = a + bX tersebut
sudah tepat atau belum, Fhitung pada tabel anova perlu dibandingkan
dengan Ftabel
Fhitung = 18,094
Ftabel dilihat pada:
·
taraf signifikansi 5%
·
df pembilang = jumlah variabel – 1 = ( 2 – 1) =
1
·
df penyebut = jumlah data – jumlah variabel =
(30 – 2) = 28
Ftabel
= 4,20.
Oleh
karena Fhitung>Ftabel maka dapat disimpulkan bahwa
model linear
Ŷ = a +
bX tepat dan
dapat digunakan.
Selain
membandingkan Fhitung dengan Ftabel, ada cara yang lebih
mudah untuk menentukan ketepatan model di atas, yaitu dengan membandingkan
probabilitas (pada tabel Anova tertulis Sig) dengan taraf nyatanya (0,05 atau 0,01).
·
Jika probabilitasnya > 0,05 maka model
ditolak
·
Jika probabilitasnya < 0,05 maka model
diterima
Dapat dilihat probabilitas
(Sig) adalah 0,013 < 0,05 berarti model diterima atau dapat disimpulkan
bahwa bentuk persamaan linear Ŷ = a + bX
tepat.
6. Tabel
Coefficients
q Kolom
Unstandardized Coefficients
Ø
Constant (Konstanta) = 54,346
Ø
Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman =
0,560
Dari sini didapat persamaan regresi Ŷ = 54,346
+ 0,560X
q Kolom
t
Uji t
berguna untuk menguji signifikansi koefisien regresi (b), yaitu apakah variabel
independen (X) berpengaruh secara nyata atau tidak.
Hipotesis:
Ho = Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh
Iman tidak berpengaruh nyata terhadap Pertumbuhan Rohani
Ha = Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman
berpengaruh nyata terhadap Pertumbuhan Rohani
Pengambilan Keputusan
·
Jika
–ttabel<thitung<ttabel maka Ho diterima
·
Jika
thitung<-thitung<ttabel atau thitung>ttabel
maka Ho ditolak
·
ttabel
dilihat dengan derajat bebas = n – k
n =
jumlah sampel, dalam hal ini bernilai 30
k =
jumlah variabel yang digunakan. Dalam hal ini bernilai 2
sehingga
derajat bebasnya adalah 28 (30-2). Oleh karena
uji t yang dilakukan adalah uji 2 arah maka yang dibaca adalah t (½
0,05) atau t 0,025.
·
ttabel = 2,05
·
thitung (X) = 4,254
Keputusan:
Variabel Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh
Iman (X)
·
Oleh
karena thitung>ttabel maka Ho ditolak artinya
Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman
berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap Pertumbuhan Rohani
persamaan regresi Ŷ = 54,346
+ 0,560X
dimana
Ŷ =
Pertumbuhan Rohani
X =
Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman
Dari
persamaan dapat diuraikan sebagai berikut:
Setiap kenaikan 1 skor variabel Pengajaran Paulus
Mengenai Pembenaran oleh Iman (X) dapat meningkatkan 0,560 skor variabel
Pertumbuhan Rohani .
Pengambilan keputusan juga dapat dilakukan dengan melihat probabilitasnya
dimana nilainya 0,000 lebih kecil dari 0,05.

Regression X2 Thd Y







Regression X1 dan X2 Thd Y




Interpretasi
1.
Tabel Variables Entered/Removed
Ø Variables Entered (variabel yang masuk persamaan). Variabel
prediktor yang dimasukkan berdasarkan kriteria Use Probability of F Entry
0,05 dan Removal 0,01. Dapat
dilihat bahwa variabel Pengajaran
Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman dan Pengajaran Yakobus mengenai Iman
Perbuatan masuk dalam persamaan karena memenuhi Kriteria.
2.
Tabel Model Summary
Ø R disebut juga dengan koefisien korelasi
ganda. Dapat dibaca bahwa nilai koefisien korelasi antara variabel Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh
Iman (X1) dan Pengajaran Yakobus mengenai Iman Perbuatan
(X2) terhadap Pertumbuhan Rohani (Y) adalah 0,700, berarti
hubungan antara Pengajaran Paulus Mengenai
Pembenaran oleh Iman dan Pengajaran Yakobus mengenai Iman Perbuatan dengan
Pertumbuhan Rohani adalah sebesar 70,00%.
Ø R Square disebut koefisien determinasi.
Dari tabel dapat dibaca bahwa nilai R square (R2) adalah 0,490,
artinya 49,00% variasi yang terjadi terhadap tingggi atau rendahnya Pertumbuhan
Rohani disebabkan variasi Pengajaran
Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman dan Pengajaran Yakobus mengenai Iman
Perbuatan sedangkan sisanya (51,00 %) tidak dapat diterangkan.
Ø Adjusted R square merupakan nilai R2
yang disesuaikan sehingga gambarannya lebih mendekati mutu penjajakan
model dalam populasi.
Adjusted
R2 = 1 – (1 – R2)


Dimana:
n = jumlah sampel
k = jumlah parameter
Adjusted R2 = 1 – (1 – 0,490)
= 0,452

Ø
Std. Error of the Estimation merupakan kesalahan
standar dari penaksiran dan bernilai 4,509.
3.
Tabel Anova
Tabel ini menampilkan Fhitung. Uji F
berguna untuk menentukan apakah model penaksiran yang digunakan tepat atau
tidak.
Model persamaan yang digunakan adalah model linear Ŷ
= a + b1X1 + b2X2
Untuk menguji apakah model linear Ŷ = a + b1X1
+ b2X2 tersebut sudah tepat atau belum, Fhitung
pada tabel anova perlu dibandingkan dengan Ftabel
Fhitung = 12,978
Ftabel dilihat pada:
·
taraf signifikansi 5%
·
df pembilang = jumlah variabel – 1 = ( 3 – 1) =
2
·
df penyebut = jumlah data – jumlah variabel =
(30 – 3) = 27
Ftabel
= 3,35.
Oleh
karena Fhitung>Ftabel maka dapat disimpulkan bahwa
model linear
Ŷ = a +
b1X1 + b2X2 sudah tepat dan dapat digunakan.
Selain
membandingkan Fhitung dengan Ftabel, ada cara yang lebih
mudah untuk menentukan ketepatan model di atas, yaitu dengan membandingkan
probabilitas (pada tabel Anova tertulis Sig) dengan taraf nyatanya (0,05 atau
0,01).
·
Jika probabilitasnya > 0,05 maka model
ditolak
·
Jika probabilitasnya < 0,05 maka model
diterima
Dapat dilihat
probabilitas (Sig) adalah 0,000 < 0,05 berarti model diterima atau dapat
disimpulkan bahwa bentuk persamaan linear Ŷ = a + b1X1
+ b2X2 sudah tepat.
4.
Tabel Coefficients
q Kolom
Unstandardized Coefficients
Ø
Constant (Konstanta) = 27,129
Ø
Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh
Iman =
0,384
Ø
Pengajaran Yakobus mengenai Iman Perbuatan = 0,404
Dari sini didapat persamaan
regresi Ŷ = 27,129 + 0,384X1 + 0,404X2
q Kolom
t
Uji t berguna untuk menguji signifikansi koefisien
regresi (b), yaitu apakah variabel bebas/independen (X) berpengaruh secara
nyata atau tidak.
Hubungan Variabel
bebas dengan variable terikat
Hipotesis:
Ho = Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh
Iman dan Pengajaran
Yakobus
mengenai Iman Perbuatan tidak berpengaruh nyata terhadap Pertumbuhan Rohani
Ha = Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh
Iman dan Pengajaran Yakobus mengenai Iman Perbuatan berpengaruh nyata terhadap
Pertumbuhan Rohani
Pengambilan Keputusan
·
Jika
–ttabel<thitung<ttabel maka Ho diterima
·
Jika
thitung<-thitung<ttabel atau thitung>ttabel
maka Ho ditolak
·
ttabel
dilihat dengan derajat bebas = n – k
n =
jumlah sampel, dalam hal ini bernilai 30
k =
jumlah variabel yang digunakan. Dalam hal ini bernilai 3
sehingga
derajat bebasnya adalah 27 (30-3). Oleh karena
uji t yang dilakukan adalah uji 2 arah maka yang dibaca adalah t (½
0,05) atau t 0,025.
·
ttabel = 2,05
·
thitung (X1) =
2,645
·
thitung (X2) =
2,273
Pembahasan Hasil Penelitian
Merujuk pada
hasil analisis hubungan pengajaran Paulus mengenai pembenaran oleh iman dan
pengajaran Yakobus mengenai iman perbuatan terhadap pertumbuhan rohani jemaat
GPIBI Antiokhia Bogor, maka selanjutnya perlu dibahas eksistensi masing-masing
variabel sebagai berikut:
1.
Variabel Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh
Iman (X1)
·
Oleh
karena thitung>ttabel maka Ho ditolak, artinya Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh
Iman berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap Pertumbuhan Rohani
2. Variabel
Pengajaran Yakobus mengenai Iman Perbuatan (X2)
·
Oleh karena thitung>ttabel
maka Ho ditolak, artinya Pengajaran Yakobus mengenai Iman Perbuatan juga
berpengaruh secara nyata (signifikan) terhadap Pertumbuhan Rohani
persamaan
regresi Ŷ = 27,129 + 0,384X1 + 0,404X2
dimana
Ŷ =
Pertumbuhan Rohani
X1 = Pengajaran Paulus Mengenai Pembenaran oleh
Iman
X2 = Pengajaran Yakobus mengenai Iman Perbuatan
3. Dari
persamaan dapat diuraikan sebagai berikut:
·
Setiap
kenaikan 1 skor variabel Pengajaran
Paulus Mengenai Pembenaran oleh Iman (X1) dapat meningkatkan 0,384
skor variabel Pertumbuhan Rohani dengan asumsi variabel Pengajaran Yakobus
mengenai Iman Perbuatan konstan.
·
Setiap
kenaikan 1 skor variabel Pengajaran Yakobus mengenai Iman Perbuatan (X2)
dapat meningkatkan 0,404 skor variabel Pertumbuhan Rohani dengan asumsi
variabel Pengajaran Paulus Mengenai
Pembenaran oleh Iman konstan.
Keterbatasan Penelitian
Setelah melakukan penelitian dengan melalui suatu prosedur
ilmiah, ditemukan suatu hubungan yang positif antara pengajaran Paulus (X1) dengan Pertumbuhan rohani jemaat (Y). Hal yang sama juga ditemukan pada variabel lain yaitu pengajaran Yakobus (X2).
Dari data yang dihimpun menunjukkan
bahwa hubungan antara kedua variabel bebas baik secara parsial maupun secara
ganda turut memberikan kontribusi bagi terbentuknya kehidupan yang berkenan kepada Tuhan. Dengan kata lain, semakin mengerti seseorang mengenai
firman Tuhan, maka semakin bertumbuh juga kehidupan rohaninya.
Penelitian dilakukan dengan teknik pengumpulan data
menggunakan seperangkat kuesioner yang dirancang khusus untuk itu tetapi juga
wawancara singkat. Bertolak dari sejumlah instrumen yang telah digunakan,
disadari tidak luput dari berbagai kelemahan yang tidak dapat dihindari, di
antaranya; pertama, jawaban-jawaban
yang telah diberikan mungkin belum semuanya mencerminkan tentang kenyataan yang
sesungguhnya, sehingga masih patut dipertanyakan dan dicari tahu secara lebih
lanjut. Kedua, di antara responden,
memiliki social setting yang berbeda,
sehingga dengan kenyataan itu sudah barang tentu responden juga memiliki
intensitas pengetahuan yang berbeda, baik pada tataran pemahaman maupun dalam
praksisnya yang juga otomatis berbeda. Ketiga, mengingat penelitian ini menyangkut
tentang masalah sumber daya manusia, maka dalam menjawab pertanyaan dan
pernyataan kelihatannya responden sangat hati-hati, dan ada di antaranya yang
tidak terungkap secara nyata, utamanya menyangkut hal-hal yang terkait dengan
faktor budaya dan hal-hal yang bersifat sosial, sehingga dengan demikian masih
diperlukan pengungkapan-pengungkapan faktor-faktor tersebut dalam suasana yang
lebih spesifik dan transparan.
Bertolak dari
beberapa pemikiran itu, sangat diperlukan adanya upaya untuk mengungkap
beberapa aspek tersebut melalui suatu observasi dan atau wawancara dengan pihak
jemaat dan para pelayanan, pimpinan
secara elaboratif untuk menemukan berbagai kenyataan budaya dan sosial yang
sesungguhnya. Upaya untuk itu dapat dilakukan
melalui sebuah replikasi penelitian atau penelitian lanjutan dan atau
penelitian yang lain, sehingga hal-hal yang belum terungkap tersebut dapat
ditampilkan sebagai suatu temuan baru yang lebih baik.
PASAL
5
KESIMPULAN
DAN SARAN
Berdasarkan hasil pembahasan pada
pasal-pasal sebelumnya, penulis akan mencoba menyimpulkan dan memberi
saran-saran yang kiranya dapat berguna bagi pertumbuhan rohani khususnya dalam
usaha menerapkan pengajaran Paulus dan Yakobus mengenai pembenaran.
Kesimpulan
Harus diakui, bahwa sejak manusia lahir ke dunia,
usaha pendidikan telah dilakukan.[1]
Alkitab menegaskan bahwa sejak dari dalam kandungan Tuhan telah memilih
umat-Nya, dan Ia memiliki rancangan untuk kehidupan umat-Nya. Dalam karya
ilmiah ini, pengajaran Alkitab sangat memadai dalam memberi ilmu, dan
penghapan, bahkan Alkitab menjadi sumber segala ilmu.
Salah satu cara
membangun hubungan vertical dengan Tuhan ialah melalui “reading the bible.” Pengertian
yang baik terhadap firman Tuhan, akan menyebabkan pertumbuhan yang signifikan
sebagai sebuah gereja. Berikut adalah
beberapa hal yang menjadi pusat perhatian khusus; yaitu:
Pengajaran Paulus
mengenai pembernaran oleh iman harus diajarkan secara intensif baik melalui
khotbah, kelompok sel, ibadah keluarga. Bahkan sejak dari anak-anak sekolah
minggu harus diajarkan sehingga gereja memiliki generasi yang mengerti
kebenaran dan bertumbuh secara rohani.
Keselamatan adalah anugerah Allah semata-mata. Manusia menerima
keselamatan dari Allah hanya karena iman, bukan karena perbuatan. Setelah
menerima keselamtan dengan cara demikian, manusia harus mengerjakan keselamatan
itu di dalam kehidupan melalui perbuatan-perbuatan yang manusia lakukan dan
kerjakan. Jika manusia tidak aktif mengerjakan keselamatan dengan cara
demikian sesudah ia menjadi percaya, itu menunjukkan bahwa iman yang diakuinya
dengan mulut itu adalah iman yang mati. Itu tandanya bahwa ia belum
sungguh-sungguh mengalami keselamatan.
Manusia tidak diselamatkan karena perbuatan. Tetapi
perbuatan-perbuatan merupakan tanda apakah iman itu benar-benar hidup,
sekaligus perbuatan-perbuatan itulah yang akan meningkatkan kadar iman orang
percaya.
Perbuatan bukan sesuatu yang ditambahkan pada iman. Keduanya harus ada bersama-sama.
Yakobus tidak bermaksud untuk membedakan antara iman dan perbuatan; yang
dibedakan adalah antara iman yang disertai perbuatan dan iman yang tidak
disertai perbuatan. Bagi Yakobus iman harus disertai oleh perbuatan. Yang satu
tidak dapat ada tanpa yang lain, sebab iman yang tanpa perbuatan adalah mati.
Yakobus tidak bertentangan dengan Rasul-rasul lain, khususnya Rasul
Paulus. Yakobus menghadapi tantangan berbeda dengan Paulus. Paulus berjuang
melawan konsep para rabi Yahudi tentang keselamatan yang diperoleh perbuatan
berdasarkan hukum taurat. Yakobus berhadapan dengan (a) Orang
Kristen Yahudi yang memandang muka dan berpeluk tangan terhadap kebutuhan
saudara seiman yang miskin. Yakobus ingin mendesak mereka bertindak. (b) Orang
Kristen yang hanya bersandar pada iman tanpa perbutan. Oleh karena itu,
yang dimaksudperbuatan oleh Yakobus bukanlah perbuatan
menurut pemahaman Yahudi yaitu sarana untuk memperoleh keselamatan, namun perbuatan
iman hasil moral dari kesalehan sejati dan khususnya perbuatan kasih.
Sedangkan pekerjaan atau usaha yang dimaksud Paulus adalah usaha menaati hukum
taurat sebagai yang olehnya mereka (yudaisme) diselamatkan.
Saran
Dari kenyataan di
atas, penulis mengajukan saran praktis untuk bahan perhatian. Menyadari bahwa
topic yang dibicarakan dalam karya ini, belum cukup memadai karena itu, penulis
menyarankan kepada pembaca untuk menyelidiki beberapa literature Pernjanjian Baru
lainnya. Literature yang menarik untuk dicermati ialah Kitab Roma “Orang benar
hidup karena percaya” (Rm. 1:16-17). Dalam tulisan Paulus kepada jemaat di
Roma, salah satu topic yang dominan dijelaskan ialah “soteriologi” yakni
pembenaran oleh iman. Dalam konteks Perjanjian Lama juga seorang Nabi Habakuk
menyatakan “orang benar itu akan hidup oleh percayanya” (Hab. 2:4). Ungkapan
“dibenarkan” atau “akan hidup oleh percayanya” menjadi bahan yang perlu
dicermati untuk mendapatkan informasi yang semakin akurat dan tajam mengenai
topic ini. Selamat berjuang.
BIBLIOGRAFI
Alkitab
Alkitab.
Jakarta : Lembaga alkitab Indonesia, 2000
Biblia Hebraica Stuttgartensi,
Deutshe: Bibelgesellshaft, 1977
Buku
Bauer, Walter,
William F. Arndt, dan F, Wilbur Gingrich. A
Greek-English Lexicon of
The
Neew Testament and Other Early Christian Literature. Chicago: The
University of
Press, 1958
Bavinck,
J. H. Sejarah Kerajaan Allah. Jil 2.
DIterjemahkan oleh A. Simanjuntak.
Disunting
olehF. B Indradi. Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1996
Bell,
James S. Karya-karya Klasik Terbaik D. L.
Moody. Diterjemahkan oleh Christine
Sujana.
Yogyakarta: Yayasan ANDI 2003
Berkhof,
Louis. Teologi Sistematika. Jilid 4.
Diterjemahkan oleh Yudha Thianto.
Disunting
oleh Sutjipto Subeno. Surabaya: Momentum, 2002.
Blue,
J Ronald. “James.” Dalam Bible Knowledge
Commentary. An Exposition of The
Scriptures by dallas
Seminary Faculty. Disunting oleh F. Walvood dan Roy
Zuck.
Wheaton,
IL: Scripture Press Publication, [Viktor Books], 2983
Brouch,
Manfred T. Ucapan Paulus Yang Sulit.
Diterjemahkan oleh Fenny Veronica.
Malang:
Departemen Literatur Seminary Alkitab Asia Tenggara, 2011.
Brown,
Prancis S. R. Driver, dan Charles A Brings, Hebrew
and English Lexicon,
Peabody:
Hendrikson Publishers, Inc., 1996
Davids,
Peter H. Ucapan Yang Sulit dalam
Perjanjian Baru. Diterjemahkan oleh Fenny
veronica.
Malang: Departemen Literatur SAAT, 2011.
Davidson,
F. dan Ralph P Martin. “Roma.” Dalam Tafsiran Alkitab Masa Kini:
Berdasarkan Fakta-Fakta
Sejarah Ilmiah dan Alkitabiah. Diterjemahkan oleh
Soedarmo.
Jil. 3. Disunting oleh A.Simanjuntak. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih/OFM, 1976.
Departeman
Pendidikan Dan Kebudayaan. Kamus Besara
Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2011.
Enns,
Paul. The Moody Handbook of Teology.
Jil. 1. Diterjemahkan oleh Rahmiati
Tanudjaja.
Malang: Depatemen Literatur SAAT, 2004
Enns,
Paul. The Moody Handbook of Teology.
Jil. 2. Diterjemahkan oleh Rahmiati Tanudjaja. Malang: Depatemen Literatur
SAAT, 2004
Hadiwijono,
Harus. Iman Kristen. Jakarta: BPK Gunung
Mulia, 1995
Hagelberg,
Dave. Tafsiran Roma dalam Bahasa Yunani. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2000
Hulse,
Erroll. Darah dan Api Kaum Puritan.
Diterjemahkan oleh Martinus T Waang dan Yusuf A. Lifire. Jakarta: Departemen
Literatur dan Media Arastamar, 2002
Ladd,
George Eldon. Teologi Perjanjian Baru.
Jil.2. diterjemahkan oleh Urbanus Selan dan Henny Lantang. Bandung: Yayasan
Kalam Hidup, 1999.
Marantika,
Chris. Doktrin Keselamatan Kehidupan Rohani. Yogyakarta: Iman Press, 2002
Morris,
Leon. Teologi Perjanjian Baru. Diterjemahkan oleh H. Pidyanto. Malang: Gandum
Mas, 2011.
Ryrie,Charles
C. Teologi Dasar. Jil.2. Yogyakarta: Yayasan ANDI, 2001
Sproul,
R.C. kebenaran-Kebenaran Dasar Iman Kisten. Diterjemahkan oleh Rahmiati
Tanudjaja. Malanga: Departemen Literatur SAAT, 1998.
Susanto,
Hasan. Perjanjian Baru Interlinear danKonkoerdansi Perjanjian Baru. Jil.1.
Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2004
Susanto,
Hasan. Perjanjian Baru Interlinear danKonkoerdansi Perjanjian Baru. Jil.2.
Jakarta: Lembaga Alkitab Indonesia, 2004
Tenney
C. Merrill. Survey Perjanjian Baru. Malang: Yayasan Gandum Mas, 2001
Thiessen,
Henry C. Teologi Sistematika. Malang: Yayasan Gandum Mas, 1992.
Toon,
Peter. “Righteousness.” Dalam Baker The Theological Dictionary of the Bible.
Disunting oleh Walter A. Elwel, 687-89. Grand Rapids, Michigan: Baker Books, 2000.
Unger,
Merrill F. “faitah.” Dalam Unger’s Bible Dictionary. Disunting oleh Robert F.
Ramey, 340-42. Chicagon : Moody Press, 1980.
Vine,
W E. “Righteousness” Dalam Vine’s Expository of Old and New Testament Words,
790-791. Nasville: Thomas Nelson Publishing, 1997.
Wad,
A. Ronald. “Yakobus.” Dalam Tafsiran Alkitab Masa Kini : Berdasarkan
Fakta-fakta Sejarah Ilmiah dan Alkitabiah. Jil.3. diterjemahkan oleh M. Rikin.
Disunting oleh Donald Guthrie dan lainnya. Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina
Kasih/OMF, 1976.
Jurnal
Anderson,
A.A. “Righteousness.” Dalam Baker The Theological Dictionary of the Bible.
Disunting oleh Walter A. Elwel, 687-694. Grand Rapids, Michigan: Baker Books, 1984
John
Pollock, “Bagaimana Orang Bertumbuh,” dalam Penerapan Praktis Pola Hidup
Kristen. Bandung: Yayasan Kalam Hidup, 2005
Gary
Dausey, “Dasar Iman,” dalam Penerapan Praktis Pola Hidup Kristen. Bandung:
Yayasan Kalam Hidup, 2005
Maryono,
Petrus. “Hukum Taurat dan Pembenaran,” Pistis. Vol.1. STII Yogyakarta, 2001.
Packer,
J. I. “Benar, Pembenaran,”Dalam Ensiklopedi Alkitab Masa Kini. Jil. 1. 171-174.
Jakarta: Yayasan Komunikasi Bina Kasih/OMF, 2000
Penkins,
John. “Melangkah Dengan Iman.” Dalam Pola Hidup Kristen, 255-294. Bandung:
yayasan Kalam Hidup, 1994.
Disertasi
Hasugian,
Saur, Semarang: STT Baptis. 2010
Tesis
Daliman, Munir.
Tesis: Studi Korelasi Antara Mendengar Berita tentang Kerajaan Allah dengan
Pertumbuhan Rohani dan Pelayanan Hamba Tuhan di Kecamatan Mempawah Hulu
Kabupaten Landak Kalimantan Barat. Solo: STT Berita Hidup. 2011
Yunita Dewi,
Ester. Bandung: STT Tiranus. 2011
Diktat
Sadono,
Sentot. Perencanaan Pembelajaran Buku Pegangan bagi Guru dan Dosen.STT Kadesi.
2012
Hardiyana,
Budi. Teologi Pendidikan Agama Kristen. STT Kadesi. 2012
Nainggolan.
J. M. Strategi Pembelajaran. STT Kadesi. 2011
Naat,
Dominggus. PAK dalam Gereja Majemuk. STT Kadesi. 2012
Maryono,
Petrus. Diktat Kuliah : Eksposisi Roma-Ibrani. Sem, V, 2003
Miller,
Jeffry P. Diktat Kuliah : Introduksi Perjanjian Baru. Sem. III, 2002
Sapington,
Tom, Tri Priyo sanyoto dan Todd Elefson : Diktat Kuliah. Sem. IV, 1997
Webside
Pembenaran.
http//:www.wikipedia.com
Iman.
Peetumbuhan
rohani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar